Anda di halaman 1dari 5

EVALUASI PROGRAM DEMAM BERDARAH DI PUSKESMAS BANGUNTAPAN III

TAHUN 2019
Dinda Dwi Hadianti, Elisda Septiyani, Maharani Yulindari, Gufriawani Ramadhanty

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan

Abstract

Penyakit Demam Berdarah dengue (DBD) ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting, bersifat endemis dan timbul sepanjang tahun. DBD masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat walaupun telah dilakukan berbagai pengendalian, karena penyakit ini berpotensi
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Salah satu daerah endemis adalah Kabupaten Bantul.
Salah satu kecamatan yang endemis adalah Kecamatan Banguntapan III. Program penanggulangan
DBD yang telah dilakukan Puskesmas Banguntapan III meliputi Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN), Garda Bentik, Gemar Mbatik, dan fogging. Evaluasi program adalah salah satu pengendalian
DBD di wilayah endemis. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan
untuk menganalisis program DBD di wilayah kerja Puskesmas Banguntapan III tahun 2019.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Analisis data dilakukan secara deskriptif
dari transkrip, koding, reduksi data dan deskripsi hasil serta disajikan dalam bentuk narasi. Responden
penelitian terdiri dari 4 orang yang diambil dengan teknik Purosive Sampling. Variabel penelitian ini
meliputi input, proses, dan output. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program evaluasi program
DBD di wilayah kerja Puskesmas Banguntapan III tahun 2019 sudah cukup baik dalam sumber daya
manusia, sarana prasarana, dan dana. Proses program DBD masih perlu peningkatan program
khususnya program Garda Bentik yang dinilai belum optimal. Namun program lainnya, sudah
berjalan dengan baik. Adapun output program DBD sudah mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya sekitar 80% dari target standar ABJ 95%, sehingga evaluasi program penanggulangan
DBD di wilayah kerja Puskesmas Banguntapan III cukup efektif.

Keywords: Demam Berdarah Dengue (DBD) , evaluasi program, Angka Bebas Jentik (ABJ)

1. PENDAHULUAN daerah endemik demam berdarah (WHO,


2012). Demam berdarah menjadi penyakit
Demam berdarah dengue merupakan
endemik di lebih dari 100 negara di Afrika,
penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara
dengue. Virus dengue termasuk dalam genus
dan Pasifik Barat, Perancis, Kroasia, dan
Flavivirus, famili Flaviridae. Penyakit DBD
beberapa negara lain di Eropa (WHO, 2014).
ini masih merupakan masalah kesehatan
Data dari seluruh dunia menunjukkan
masyarakat yang penting, bersifat endemis dan
Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
timbul sepanjang tahun. Penyakit ini dapat
penderita demam berdarah setiap tahunnya.
ditularkan kepada manusia melalui gigitan
Sementara di Asia Tenggara menapai 1,3
nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan
milyar atau 52% dari 2,5 milyar orang di
Aedes polynesiensis. Telah dilaporkan oleh
seluruh dunia berisiko demam berdarah.
lebih dari 100 negara di dunia, bahwa dua juta
Diperkirakan terdapat 100 juta kasus demam
orang telah terinfeksi dan 10.000 kematian
dengue dan 500 ribu kasus DBD yang
setiap tahunnya telah terjadi (Aryati, 2017).
memerlukan perawtaan di rumah sakit, dengan
World Health Organization (WHO)
90% penderitanya adalah anak-anak yang
memperkirakan bahwa lebih dari 50 juta kasus
berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah
demam berdarah terjadi setiap tahun dan
kematian oleh penyakit DBD mencapai 5%
hampir setengah dari populasi dunia tinggal di
dengan perkiraan 25.000 kematian setiap penyuluhan kepada masyarakat,
tahunnya. Terhitung sejak tahun 1968 sampai pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan
tahun 2011, WHO mencatat Indonesia sebagai berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi.
negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Upaya pemberantasan penyakit DBD ini
Tenggara (WHO, 2014). dilaksanakan dengan cara tepat guna oleh
Angka kejadian kasus DBD di pemerintah dengan peran serta masyarakat.
Indonesia dari tahun ke tahun cenderung Dari sini tampak bahwa penyakit ini mendapat
fluktiatif. Selama 47 tahun terakhir sejak tahun perhatian dari pemerintah. Kesuksesan dari
1968 terjadi peningkatan yaitu58 kasus program penanggulangan DBD pastinya akan
menjadi 126.675 kasus pada tahun 2015 dari memberikan hasil yang positif dalam
436 (85%) kabupaten/kota di Indonesia. menurunkan angka kasus DBD karena
Dalam satu dekade dari tahun 1996-2005 program-program penanggulangan penyakit
terjadi kenaikan kasus mulai dari 0,4 juta DBD memiliki peran yang sangat vital untuk
kasus hingga 1,5 juta kasus. Pada tahun 2010 menanggulangi DBD mengingat penyakit
melonjak 2,2 juta kasus. Pada tahun 2014 DBD adalah penyakit menular yang telah
jumlah kasus sebanyak 100.347 (IR 39,80 per tersebar luas.
100.000 penduduk) dan terjadi peningkatan di Berdasarkan hasil survei awal yang
tahun 2015 sebanyak 129.650 kasus (IR 50,75 dilakukan oleh peneliti diperoleh informasi
per 100.000 penduduk) dengan angka bahwa kegiatan yang dilaksanakan dalam
kematian 1.071 (CFR 0,83%) dan masih pelaksanaan program penanggulangan
mengalami peningkatan di tahun 2016 penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
tercatata 2.014.171 penderita (IR 78,85 per Nyamuk (PSN), melakukan fogging massal,
100.000 penduduk) dengan angka kematian program Juru Pemantau Jentik (Jumantik),
1.598 (CFR 0,78%) (Kemenkes RI, 2016). program Gemar Batik (Gerakan memantau dan
Salah satu provinsi yang belum mencapai meberantas jentik), dan program garda batik
target Renstra angka kesakitan DBD adalah yang dilakukan oleh siswa SD sebagai juru
Daerah Istimewa Yogyakarta (Kemenkes RI, pemnatu jenis di sekolah-sekolah. Penyuluhan
2016). Data Dinkes DIY menunjukkan bahwa juga dilaksanakan di dalam dan di luar gedung.
penderita DBD terbanyak adalah golongan Di dalam gedung yang bersifat formal
usia 5-14 tahun sebanyak 355 penderita dilaksanakan ke sekolah-sekolah dan di luar
(Dinkes DIY, 2013). Angka kesakitan Demam gedung yang bersifat informal dilaksanakan di
Berdarah Dengue (DBD) tahun 2016 desa-desa yang terjangkit DBD dan
dilaporkan menurun dari tahun 2015 terdapat dilaksanakan oleh petugas puskesmas
108 kasus mnejadi 94 kasus. Angka kesakitan (Puskesmas Banguntapan III, 2017).
DBD tahun 2016 adalah 2,49 per 1.000 Berdasarkan survei awal dapat
penduduk (Puskesmas Banguntapan III, 2017). diketahui bahwa tingginya angka kejadian
Walaupun menurun kasus DBD di DBD di Puskesmas Banguntapan III,dalam
wilayah kerja Puskemas Banguntapan III tapi pelaksanaan program penanggulangan DBD
perlu diadakan pencegahan dan masih belum optimal dilihat dari segi input
penanggulangan DBD. Upaya untuk (sumber daya manusia, dana, sarana dan
memberantas penyakit DBD telah dikeluarkan prasarana) yang ada di puskesmas secara
Kemenkes No. 581/ Menkes/ SK/ VII/ 1992 umum telah tersedia tetapi belum semuanya
tentang pemberantasan penyakit DBD yang memadai sehingga pada proses pelaksanaan
menyebutkan bahwa upaya pemberantasan program penanggulangan penyakit DBD masih
penyakit DBD melalui kegiatan pencegahan, belum bisa dilaksanakan dengan optimal.
penemuan, pelaporan penderita, pengamatan Jumlah tenaga kesehatan bidang pencegahan
penyakit, dan penyelidikan epidemiologi, dan penanggulangan DBD yang berjumlah dua
seperlunya, penanggulangan lain dan tetapi satu anggota merangkap tugas dengan
bidang lainnya di puskesmas tersebut dan (DBD) di Puskesmas Banguntapan III Tahun
pelaksanaan program pun dilakukan dengan 2019.
meminta bantuan terhadap petugas kesehatan
lainnya, tingginya mobilisasi dan kepadatan 2. METODE PENELITIAN
penduduk yang ada di wilayah kerja
Penelitian ini merupakan penelitian
Puskesmas Banguntapan III terutama wilayah
deskriptif yang dilaksanakan di Puskesmas
kos-kosan mahasiwa dengan perilaku
Banguntapan III pada bulan November –
kurangnya kesadaran akan kebersihan
Desember 2019. Responden penelitian terdiri
lingkungan terlihat dari banyaknya jentik-
dari 4 orang yang diambil dengan teknik
jentik yang ada di bak penampungan kamar
Purosive Sampling, terdiri dari Kepala
mandi, selain itu didapatkan kepedulian
puskesmas, Penanggungjawab P2 DBD,
masyarakat yang masih rendah terhadap
Penanggungjawab Kesling, dan Masyarakat.
program yang dilakukan oleh puskesmas
Variabel penelitian ini meliputi input, proses,
mengakibatkan masih tingginya angka
dan output.
kejadian DBD.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang Pengumpulan data primer dilakukan
dilakukan oleh oleh Andryani (2017) melalui wawancara menggunakan panduan
mengenai Evaluasi Pelaksanaan Program wawancara. Sedangkan data sekunder
Penanggulangan DBD di Puskesmas diperoleh dari profil kesehatan Puskesmas
Hutabaginda Kecamatan Tarutung Kabupaten Banguntapan III. Data yang diperoleh akan
Tapanuli Utara, menyatakan bahwa dideskripsikan, dikategorikan, mana
pelaksanaan program penanggulangan DBD pandangan yang sama, mana yang berbeda
belum optimal. Hal ini disebabkan oleh serta mana yang spesifik dari keempat sumber
sumber daya manusia yang belum memadai, tersebut. Data yang telah dianalisis sampai
kurangnya sarana dan prasarana untuk menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya
pelaksanaan program. dimintakan kesepakatan pada empat sumber
Berbeda dengan penelitian yang data tadi. Selanjutnya data hasil disajikan
dilakukan oleh Hamdani (2019) mengenai dalam bentuk tabel, kemudian penjelasannua
evaluasi program tanggap bocah (TABO) dinarasikan dalam bentuk kata.
dalam Penanggulangan Penyakit Demam
Berdarah Dengue di Dusun Ganjuran Desa 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Caturharho Kabupaten Sleman, menyatakan
bahwa pelaksanaan PJB oleh Jumantik TABO Hasil penelitian ini bertujuan untuk
dalam PSN DBD sebagai bentuk peran serta untuk menganalisis pelaksanaan program
masyarakat diantaranya anak-anak dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue
penanggulangan penyakit DBD. Capaian dari (DBD) di Puskesmas Banguntapan III Tahun
program ini yaitu adanya peningkatan ABJ dan 2019.
penurunan kasus DBD setelah adanya program
TABO yang menunjukkan bahwa adanya INPUT
perubahan perilaku dan peran serta masyarakat Input program DBD meliputi sumber
dalam PSN DBD sebagai hasil dari kegiatan daya manusia, biaya, sarana dan prasarana.
jumantik TABO yang berdampak positif bagi Sumber daya manusia sudah mencukupi,
masyarkat khususnya kader TABO. namun perlu peningkatan kualitas dalam alih
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka info. Sumber daya lain yang membantu yakni
penulis tertarik melakukan penelitian untuk berasal dari lintas sektor seperti GASBINSUN,
menganalisis pelaksanaan program kader, PISPK, PKK, desa dan camat.
penanggulangan Demam Berdarah Dengue Pendanaan program berusmber dari APBN,
APBD, dan BOK. Sarana dan prasarana pada
program Pemberantasan Sarang Nyamuk sekolah anak biasanya pada saat awal
(PSN), Gemar Mbatik dan Garda Bentik terdiri semester. Pelaksanaannya setahun 2 kali.
dari blangko, senter, alat tulis, senter dan
Pelaksanaan Gemar Mbatik. Program
papan. Fasilitas yang diberi pada program
Gemar Mbatik (Gerakan Masyarakat
Garda Bentik yaitu plastik dan pipet plastik.
Membasmi dan Memantau Jentik)
Pada kegiatan sosialisasi terkait DBD, akan
dilaksanakan satu waktu ke semua pedukuhan
difasilitasi proyektor LCD, pengeras suara,
dan dilakukan serentak selama satu hari itu.
transportasi dengan mobil puskesmas.
Semua kader dusun masing-masing itu silang-
PROSES silang memantau di dusun yang lainnya. Jadi
semua kader itu kumpul dan titik kumpulnya
Proses dalam program DBD meliputi
di tentukan, misalnya di dusun A kemudian
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
diberi jdwal dan mendatangi rumah-rumah
pengawasan, dan evaluasi. Perencanaan
warga sesuai dengan lokasi yang telah
program DBD disesuaikan dengan kebutuhan
ditentukan di jadwal tersebut. Kalo Gemar
masyarakat, agenda disusun pada setiap akhir
Mbatik itu setahun sekali, tapi itu kalo
tahun untuk periode satu tahun kedepan.
pelaksanaan 2019 dilakukan minggu pertama
Setiap terjadi kasus maka akan diorganisasikan
atau minggu ke dua.
sesuai alur laporan kasus yakni setelah
menerima surat dari rumah sakit terkait Pelaksanaan fogging. Pelaksanaan
diagnosa kasus dilaporkan ke dinas setempat fogging ada, karena ada kasus, fogging kan di
sebagai penentu keputusan untuk melakuan ada karena adanya kasus iya kasusnya itu 1
PE. Jika ditemukan kasus DBD positif dan DF DBD ditambah 2 DF itu bisa, atau 2 DBD
dengan penyebab lingkungan yang buruk positif, itu baru bisa.
maka akan dilakukan fogging (alternatif
Pengawasan terhadap program
terakhir).
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), Gemar
Tindakan yang dilakukan jika ada Mbatik dilakukan oleh kader desa, ketua RT,
laporan kasus dari KDRS atau warga maka dan dukuh mengawasi jalannya pelaksanaan
dilakukan penyelidikan epidemiologi dengan program penanggulangan DBD, sedangkan
mendatangi rumah penderita, diwawancarai, Garda Bentik diawasi oleh guru UKS. Sistem
dan mencari faktor pennyebabnya, sekaligus pengawasan PSN dilakukan melalui adanya
hukuman atau denda di setiap dusun misalnya
mendatangi sekitaran 10 rumah di sekitar
satu rumah terdapat jentik maka didenda Rp
penderita.
2.000 atau Rp 5.000 sesuai dengan
Pelaksaan kegiatan pemeriksaan kesepakatan warga setempat. Sistem lainnya
jentik, Pemeriksaan jentik dilakukan 3 bulan dilakukan oleh kader sebulan sekali sampai 3
sekali. PSN dilakuakn sebulan sekali dengan bulan sekali untuk memantau jentik ke rumah-
lintas sektor dibantu oleh RT, RW, dan kader rumah warga. Pengawasan untuk Garda Bentik
desa. Semua sudah ada SOP nya masing- belum dilakukan karena masih minimnya
ketersediaan SDM untuk memantau ke
masing. Untuk PSN dibagi blanko dari
sekolah-sekolah.
puskesmas kemudian dibagi tim untuk 1 dusun
dilaksanakan PSN pada hari itu yang Hambatan yang terjadi selama
didampingi oleh pihak puskesmas dan kader, pelaksanaan yakni kesulitan dalam
serta RT. menyesuaikan waktu antara dinas, tenaga
kesehatan, kader dan masyarakat. Masyarakat
Pelaksanaan Garda Bentik. Adapun belum siap untuk pelaksanaan fogging yang
program lainnya yaitu Garda Bentik dilakukan disekitar rumah mereka. Kesulitan
dilaksanakan di sekolah menyesuaikan jadwal monitoring dikarenakan penduduk yang relatif
padat ditambah lagi banyaknya tempat kerja, Dinas Kesehatan Daerah Istimewa
sekolah. Yogyakarta.

Output yang diharapkan yakni Kemenkes RI. (2016). Profil Kesehatan


meningkatnya Angka Bebas Jentik (ABJ) Indonesia Tahun 2015. Jakarta:
sebesar 80an% dari target 95%. Kemenkes RI.

4. KESIMPULAN Puskesmas Banguntapan III. (2017). Profil


Kesehatan Puskesmas Banguntapan III
Hasil wawancara pada informan tahun 2017. Yogyakarta: Puskesmas
Banguntapan III.
diketahui bahwa keluaran dari program
penganggulangan DBD yang dilaksanakan WHO. (2012). Dengue and Severe Dengue.
sudah cukup meningkat, ABJ sudah naik Geneva: WHO.
menjadi kurang lebih 80%. Hal ini WHO. (2014). Dengue Haemorrhagic Fever,
menunjukkan bahwa program Diagnosis, Treatment, Prevention and
Control. Geneva: WHO.
penanggulangan DBD di wilayah kerja
Puskesmas Banguntapan III cukup efektif.

5. SARAN

Adapun saran berdasarkan temuan


hasil, sebagai berikut:
1. Peningkatan kualitas SDM dalam
peningkatan kapasitas alih info.
2. Perlunya pengembangan media dan
metode penyuluhan dari segi
kualitas maupun kuantitas di
wilayah kerja Puskesmas
Banguntapan III.
3. Penanggung jawab pelaksana
program P2DBD perlu
meningkatkan pengawasan
terhadap kinerja Jumantik dalam
melakukan PJB agar lebih objektif
dan efektif melakukan pemeriksaan
sehingga hasil ABJ yang diperoleh
lebih valid dan nyata serta lebih
aktif dalam melaksanakan PJB.

6. REFERENSI

Aryati. (2017). Buku Ajar Demam Berdarah


Dengue Edisi 2 (Tinjauan Laboratoris).
Surabaya: Airlangga University Press.
Dinkes DIY. (2013). Profil Kesehatan Daerah
Istimewa Yogyakarta 2013. Yogyakarta:

Anda mungkin juga menyukai