Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikatorpenilaian status
kesehatan. Kasus perdarahan sebagai penyebab utama kematian ibu dapat terjadi pada
masa kehamilan, persalinan dan masa nifas. Angka kematian ibu yang cukup tinggi di
negara-negara berkembang menjadi salah satu masalah kesehatan penting yang menjadi
perhatian dunia. Di Indonesia AKI mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup.  Salah satu
penyebab perdarahan tersebut adalah plasenta previa yaitu plasenta yang berimplementasi
pada segmen bawah rahim (SBR) sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau
sebagian dari ostium uteri internum (OUI). Pada beberaparumah sakit umum pemerintah
angka kejadian plasenta previa berkisar 1,7% sampai 2,9%, sedangkan di negara maju
kejadiannya lebih rendah yaitu <1%.

Tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan yakni pendarahan, hipertensi
saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Salah satunya adalah plasenta previa yang dapat
menyebabkan pendarahan saat kehamilan pada trimester akhir/perdarahan intranatal dan
mempersulit proses persalinan. Plasenta memiliki peranan berupa transport zat dari ibu
ke janin, penghasil hormon yang berguna selama kehamilan, serta sebagai barier. Melihat
pentingnya peranan dari plasenta maka bila terjadi kelainan pada plasenta akan
menyebabkan kelainan pada janin ataupun mengganggu proses persalinan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana konsep teori dari Plasenta Previa ?
1.2.2 Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien Plasenta Previa ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui konsep teori dari Plasenta Previa.
1.3.2 Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari Plasenta Previa.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori Plasenta Previa

2.1.1 Pengertian

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Manjoer, Arief, 2001).

Plasenta previa adalah sesuatu yang serius karena dapat menimbulkan perdarahan
berat. Perdarahan dapat terjadi pada saat kehamilan atau selama persalinan. Masalah ini tidak
sering terjadi, mungkin hanya 1 dari 170 kehamilan (Glade B. Curtis, 1997).

Plasenta previa adalah penyebab yang paling umum dari perdarahan tanpa rasa sakit
pada stadium-stadium kemudian kehamilan (setelah minggu ke-20). Plasenta adalah organ
sementara yang menghubungkan ibu dan fetus dan mengirim oksigen serta nutrisi-nutrisi dari
ibu ke fetus. Plasenta berbentuk cakram dan pada masa sepenuhnya berukuran kira-kira tujun
inches dalam diameternya. Plasenta melekat pada dinding kandungan (uterus). Plasenta
previa adalah komplikasi yang berakibat dari plasenta tertanam dekat pada atau overlying,
saluran keluar dari uterus (kandungan). Karena plasenta kaya dalam pembuluh darah, jika
tertanam dekat saluran keluar dari kandungan (mulut dari serviks), perdarahan dapat terjadi
ketika serviks (leher rahim) melebar atau meregang.

2.1.2 Epidemiologi

Salah satu penyumbang terbesar angka kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan,
dimana placenta previa menyumbang 3% dari perdarahan di Indonesia. Pada tahun 2010
Angka kematian ibu di provinsi Lampung sebanyak 144 kasus dengan perdarahan 54 orang
(37,5%), dimana kasus perdarahan terbanyak di Bandar Lampung yaitu 12,97%. Kejadian
placenta previa Provinsi Lampung yaitu sebesar 2,12%. Pada tahun 2011 di RSUDAM
Provinsi Lampung terdapat 3856 persalinan dan 117 (3.034%) merupakan
perdarahanantepartum denganplacenta previa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh dengan kejadian Placenta Previa. Penelitian ini
menggunakan rancangan analitik case control dan dilakukan pada 306 ibu yang bersalin di

2
RSUDAM Provinsi Lampung dari tahun 2010 sampai tahun 2012, terdiri dari 153 kasus dan
153 kontrol. (Indah Trianingsih, 2015).

2.1.3 Klasifikasi

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi atau tertanam pada segmen bawah
rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium utri internum. Angka kejadian plasenta
previa adala 0,4 -0,6 % dari keseluruhan persalinan. Keadaan ini dibagi menjadi empat
klasifikasi yaitu:
1. Plasenta previa totalis : plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum.
2. Plasenta previa lateralis : plasenta menutupi sebagian dan ostium uteri intenum.
3. Plasenta previa marginalis: tepi plasenta berada tepat pada tepi ostium uteri internum.
4. Plasenta letak rendah : plasenta berada 3-4 cm pada tepi ostium uteri internum.

Plasenta normal plasenta previa

3
2.1.4 Etiologi

Penyebab dari plasenta previa belum diketahui. Frekuensi plasenta previa meningkat
pada grande multipara, primigradiva tua, bekas seksio sesarea, bekas aborsi, kelainan janin,
leioma uteri (Sujiyatini, dkk, 2009). Bahwasanya vaskularisasi yang berkurang, atau
perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta
previa tidaklah selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati
untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas yang tinggi atau sering melahirkan.
Kondisi yang multifaktorial telah dipostulatkan berhubungan dengan multipara, gestasi
berkali-kali, umur kehamilan dini, kelahiran dengan sesarea sebelumnya, abortus, dan
mungkin merokok.

2.1.5 Patofisiologi

Penyebab plasenta melekat pada segmen bawah rahim belum diketahui secara pasti.
Ada teori menyebutkan bahwa vaskularisasi desidua yang tidak memadai yang mungkin
diakibatkan oleh proses radang atau atrofi dapat menyebabkan plasenta berimplantasi pada
segmen bawah rahim. Plasenta yang terlalu besar dapat tumbuh melebar ke segmen bawah
rahim dan menutupi ostium uteri internum misalnya pada kehamilan ganda, eritroblastosis
dan ibu yang merokok.

Pada saat segmen bawah rahim terbentuk sekita trimester III atau lebih awal tapak
plasenta akan mengalami pelepasan dan mengakibatkan plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim akan mengalami laserasi. Selain itu, laserasi plasenta juga disebabkan
oleh serviks yang mendatar dan membuka. Hal ini menyebabkan perdarahan pada tempat
laserasi. Perdarahan akan dipermudah dan diperbanyak oleh segmen bawah rahim dan serviks
yang tidak bisa berkontraksi secara adekuat.

Pembentukan segmen bawah rahim akan berlangsung secara progresif, hal tersebut
menyebabkan terjadi laserasi dan perdarahan berulang pada plasenta previa. Pada plasenta
previa totalis perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan bila dibandingkan dengan
plasenta previa parsialis ataupun plasenta letak rendah karena pembentukan segmen bawah
rahim dimulai dari ostium uteri internum.

4
Segmen bawah rahim mempunyai dinding yang tipis sehingga mudah diinvasi oleh
pertumbuhan vili trofoblas yang mengakibatkan terjadinya plasenta akreta dan inkreta. Selain
itu segmen bawah rahim dan serviks mempunyai elemen otot yang sedikit dan rapuh
sehingga dapat menyebabkan perdarahan postpartum pada plasenta previa.

Pathway (terlampir)

2.1.6 Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi terjadinya plasenta previa adalah sebagai berikut:

a. Multiparitas (wanita yang melahirkan lebih dari satu kali) dan usia lanjut (≥ 35 tahun).
b. Defek vaskularis desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik dan
inflamatorotik.
c. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC, kuret, dll).
d. Chorion leave persisten.
e. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi.
f. Konsepsi dan nidasi terlambat.
g. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis.

2.1.7 Gejala Klinis

Plasenta previa memiliki tanda dan gejala yang khas, diantaranya :

a. Perdarahan tanpa nyeri, berulang dan berwarna merah segar.


b. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah.
c. Timbulnya secara perlahan.
d. Terjadi saat wanita sedang hamil.
e. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina.
f. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul.
g. Tidak ada his (Fredrico, 2018).

5
2.1.8 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada plasenta previa tidak hanya terjadi pada ibu, namun
juga pada bayi yang dikandungnya. Komplikasi yang timbul adalah :

Komplikasi pada janin Komplikasi pada ibu


BBLR Perdarahan masif
KJDR Anemia
Malformasi Perdarahan pasca persalinan
Partus prematurus Komplikasi tindakan SC
Pertumbuhan janin terhambat Prolaps tali pusat
Anemia fetus Prolaps placenta
Placenta acreta
Robekan jalan lahir

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien plasenta previa antara lain :

a. USG untuk diagnosis pasti, yaitu untuk menentukan letak plasenta.


b. Pemeriksaan darah : hemoglobin, hematokrit.

2.1.10 Penanganan

Harus dilakukan di Rumah Sakit dengan fasilitas operasi. Sebelum dirujuk, anjurkan
pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke kiri, tidak melakukan senggama,
meghindari peningkatan tekanan rongga perut (misalnya batuk, mengedan). Pasang infus
NaCl fisiologis, bila tidak memungkinkan beri cairan peroral. Pantau tekanan darah dan
frekuensi nadi pasien secara teratur setiap 15 menit untuk mendeteksi adanya hipotensi atau
syok akibat pendarahan. Bila terjadi renjatan segera lakukan retutitasi cairan dan transfusi
darah. Penanganan di Rumah Sakit dilakukan sesuai dengan kehamilan. Pengelolaan plasenta
previa tergantung dari banyaknya pendarahan, usia kehamilan dan derajat plasenta previa.
Setiap ibu yang dicurigai plasenta previa harus dikirim ke Rumah Sakit yang memiliki
fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Sebelum penderita syok, pasang infus aCl/RL

6
sebanyak 2-3 kali jumlah darah yang hilang. Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau
tampon vagina karena akan memperbanyak perdarahan dan menyebabkan infeksi.

1. Bila usia kehamilan kurang 37 minggu/TBF


 Perdarahan sedikit keadaan ibu dan anak baik maka biasanya penanganan
konservatif sampai umur kehamilan aterm. Penanganan berupa tirah baring,
hematinik, antibiotika dan tokolitik bila ada his. Bila selama 3 hari tidak ada
perdarahan pasien mobilisasi bertahap. Bila setelah pasien berjalan tetap tidak
ada perdarahan maka pasien boleh pulang. Pasien dianjurkan agar tidak coitus,
tidak bekerja keras dan segera ke Rumah Sakit jika terjadi perdaraha. Nasihat
ini juga dianjurkan bagi pasien yang didiagnosis plasenta previa dengan USG
namun tidak mengalami pendarahan.
 Jika pendarahan banyak dan diperkirakan membahayakan ibu dan janin maka
dilakukan resusitasi cairan dan penanganan secara aktif.
2. Bila usia kehamilan 37 minggu/lebih dan TBF 2500 g.
 Pada kondisi ini maka dilakukan penanganan secara aktif yaitu segera
mengakhiri kehamilan, baik secara pervagina/perabdominal. Persalinan
pervagina diindikasikan pada plasenta previa marginalis, plasenta letak rendah
dan plasenta previa lateralis dengan pembukaan 4cm/lebih. Pada kasus
tersebut bila tidak banyak perdarahan maka dilakukan pemecahan kulit
ketuban agar bagian bawah anak dapat masuk pintu atas panggul menekan
plasenta yang berdarah. Bila his tidak adekuat maka dapat diberikan pitosin
drip. Namun bila perdarahan tetap ada maka dilakukan SC.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
a. Identitas pasien : meliputi nama, usia, status, asal dan lain-lain. Fokus
utama adalah usia ibu.
b. Keluhan utama : perdarahan saat hamil di trimester III.
 Sifat perdarahan : tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang.

7
 Sebab perdarahan : plasenta dari pembuluh darah yang robek,
terbentuknya SBR, terbukanya osteum/manspulasi intravaginal/
rectal.
 Sedikit banyaknya perdarahan tergantung dari luas robekan pembuluh
darah dan plasenta.
c. Riwayat kesehatan :
 Riwayat Obstetri : memberikan informasi yang penting mengenai
kehamilan sebelumnya agar perawat dapat menentukan kemungkinan
masalah pada kehamilan sekarang. Riwayat obstetri meliputi :
- Gravida, para abortus dan anak hidup (GPAH)
- Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi.
- Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat bersalin, dan
penolong dalam bersalin.
- Jenis anastesi dan kesulitan persalinan
- Komplikasi maternal seperti DM, hipertensi, infeksi dan
perdarahan.
- Komplikasi pada bayi.
- Rencana menyusui bayi.
 Riwayat menstruasi : riwayat yang lengkap diperlukan untuk
menentukan taksiran persalinan (TP). TP ditentukan berdasarkan hari
pertama haid terakhir (HPHT). Untuk menentukan TP berdasarkan
HPHT dapat digunakan rumus naegle yaitu hari ditambah tujuh, bulan
dikurangi tiga, tahun disesuaikan.
 Riwayat kontrasepsi : beberapa kontrasepsi berdampak buruk pada
janin, ibu , atau keduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus
didapatkan pada saat kunjungan pertama. Penggunaan kontrasepsi
oral sebelum kelahiran dan berlanjut pada kehamilan yang tidak
diketahui dapat berakibat buruk pada pembentukan organ seksual
janin.
 Riwayat penyakit dan operasi : kondisi kronis seperti DM, hipertensi
dan penyakit ginjal bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena
itu adanya riwayat infeksi, prosedur operasi dan trauma pada
persalinan sebelumnya harus didokumentasikan.

8
d. Pemeriksaan fisik
 Kepala dan rambut : laju pertumbuhan rambut berkurang,
konjungtiva anemis.
 Buah dada/ payudara : peningkatan pigmentasi areola putting susu,
bertambahnya ukuran dan noduler.
 Jantung dan paru : volume darah meningkat, Peningkatan frekuensi
nadi, Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembuluh
darah pulmonal, Terjadi hiperventilasi selama kehamilan,
Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas,
Diafragma meningkat, Perubahan pernapasan abdomen menjadi
pernapasan dada.
 Abdomen : striase atau tanda guratan pada abdomen, sering
dijumpai kelainan letak janin, janin masih sering belum cukup
bulan jadi fundus uteri masih rendah, dapat dirasakan bantalan
pada segmen bawah rahim. Bagian terbawah janin belum tentu
turun apabila letak kepala biasanya kepala masih goyang atau
terapung (floating) atau di atas pintu atas panggul. Pada auskultasi
kemungkinan terdengar bunyi jantung janin, frekuensinya teratur
atau tidak. Denyut jantung janin bervariasi dari normal hingga
asfiksia dan kematian dalam rahim.
 Genitalia : peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna
kebiruan (tanda Chandwick), hipertropi epitelium, perdarahan
pervaginam.
 Ekstremitas dan persendian : persendian tulang pinggul yang
mengendur, gaya berjalan yang canggung, terjadi pemisahan otot
rectum abdominalis dinamakan dengan diastasis rectal
2.2.2 Diagnosa
1.  Nyeri berhubungan dengan luka post operasi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
4. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan volume darah menurun.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan terputus luka post operasi.

9
2.2.3 Intervensi

No.
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
DX
1 Nyeri Setelah dilakukan tindakan - Observasi reaksi nonverbal dari
berhubungan keperawatan ketidaknyamanan.
dengan luka selama ...x24jam diharapkan - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
post operasi nyeri pasien berkurang menentukan intervensi.
dengan kriteria hasil : - Berikan analgetik tepat waktu terutama
 Mampu mengontrol nyeri saat nyeri terasa hebat.
 Menyatakan rasa nyaman - Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil.
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan -Monitor adanya daerah tertentu yang
perfusi jaringan keperawatan hanya peka terhadap panas/dingin/tajam
perifer selama ...x24jam diharapkan /tumpul.
berhubungan kebutuhan darah ke jaringan -Monitor adanya pretese
dengan terpenuhi dengan kriteria -Batasi gerak kepala, leher dan punggung
perdarahan hasil : -Diskusikan mengenai penyebab perubahan
 Tekanan systole dan sensasi
diastole dalam rentang -Intruksikan keluarga untuk mengobservasi
yang diharapkan. kulit jika ada lesi atau laserasi
 Tidak ada tanda-tanda -Kolaborasi pemberian analgetik
peningkatan tekanan intra
kranial
 Berkomunikasi dengan
jelas
3 Kekurangan Setelah dilakukan tindakan - Monitor status dehidrasi
volume cairan keperawatan - Monitor vital sign
berhubungan selama ...x24jam diharapkan - Persiapkan untuk transfusi
dengan intake dan output cairan baik - Catat haluaran dan pemasukan
perdarahan

10
dengan kriteria hasil : - Kolaborasi dalam pemberian IV
 Mempertahankan urine
output sesuai dengan usia
dan BB, BJ urine
normal,HT normal
 Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi
 Elastisitas kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada
perasaan haus berlebihan
4 Resiko syok Setelah dilakukan tindakan - Monitor status sirkulasi BP, warna
hipovolemik keperawatan kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR
berhubungan selama ...x24jam diharapkan dan ritme, nadi perifer dan kapiler
dengan volume aliran darah kejaringan tubuh refill
darah menurun terpenuhi dengan kriteria - Pantau nilai laboratorium : HB, HT,
hasil : AGD dan elektrolit
 Nadi dalam batas yang - Tempatkan pasien dalam posisi
diharapkan supine, kaki elevasi untuk
 Tidak terjadi penurunan meningkatkan preload dengan tepat
kesadaran - Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang tanda perdarahan
- Kolaborasi dalam pemberian IV
5 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan - Monitor granulosit dan WBC
berhubungan keperawatan - Instruksikan pasien minum antibiotik
dengan jaringan selama ...x24jam diharapkan sesuai anjuran
terputus luka pasien terhindar dari resiko - Inspeksi kulit dan membran mukosa
post operasi infeksi dengan kriteria hasil : terhadap kemerahan, panas, drainase
 Pasien bebas dari tanda - Inspeksi kondisi luka
dan gejala infeksi - Gunakan sabun mikroba untuk
 Jumlah leukosit dalam mencuci tangan
batas normal - Ajarkan cara menghindari infeksi

11
2.2.4 Implementasi

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
observasi respons klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang
baru. (Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015)

2.2.5 Evaluasi

DX 1 : nyeri berhubungan dengan luka post operasi

 Pasien mampu mengontrol nyeri


 Pasien menyatakan rasa nyaman

DX 2 : ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan

 Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan.


 Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial
 Berkomunikasi dengan jelas

DX 3 : kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan

 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,HT
normal
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
 Elastisitas kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada perasaan haus
berlebihan

DX 4 : resiko syok hipovolemik berhubungan dengan volume darah menurun.

 Nadi dalam batas yang diharapkan


 Tidak terjadi penurunan kesadaran

DX 5 : Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan terputus luka post operasi

 Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi


 Jumlah leukosit dalam batas normal

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Kelainan ini dapat
menyebabkan perdarahan hebat. Gejala khasnya yaitu perdarahan tanpa rasa nyeri, terjadi
berulang dan terjadi saat hamil. Plasenta previa biasanya menyerang ibu hamil trimester III
dengan penyebab yang belum diketahui.

Asuhan keperawatan pada pasien plasenta previa dalam data pengkajian yang perlu
diperhatikan adalah usia ibu hamil, pemeriksaan fisik pada abdomen untuk menentukan
keadaan janin didalamnya, genitalia dengan atau tanpa perdarahan. Keluhan utama pasien
biasanya adalah perdarahan pada kehamilan memasuki minggu ke-20. Selain itu, dalam data
pengkajian perlu dicantumkan riwayat menstruasi, riwayat obstetri, riwayat kontrasepsi,
riwayat penyakit dan operasi. Pengkajian yang dilakukan menghasilkan 5 diagnosa yang
mungkin muncul yaitu nyeri, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, kekurangan volume
cairan, resiko syok hipovolemik dan resiko infeksi.

13
DAFTAR PUSTAKA

dr.Fredrico Patria.2018.Dahsyatnya Hamil Sehat & Normal.Idesegar Media Utama :


Yogyakarta.

Amin Huda Nurarif, Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC.MediAction : Yogyakarta.

Sujiyatini, dkk.2009.Asuhan Patologi Kebidanan.Nuha Medika : Yogyakarta

Sunarsih & Priska Susanaria.2015. HUBUNGAN USIA DAN PARITAS IBU HAMIL
DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN ANTEPARTUM.Lampung : Jurnal
Kebidanan.Vol 1,No 1 : 13-17

14

Anda mungkin juga menyukai