Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Sebagai seorang mahasiswa kedokteran kita selalu dituntut dalam keadaan
apapun serta dituntut agar selalu bertindak professional agar kelak nantinya ketika
sudah menjadi seorang dokter dan sebagai pelayan kesehatan kita sudah siap dengan
situasi apapun seperti situasi gawat darurat. Seoarang dokter dituntut harus mampu
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat agar dapat menangani kasus-kasus
kegawatdaruratan. Salah satu kasus kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
segera adalah syok. Syok merupakan gangguan sirkulasi yang diartikan sebagai tidak
adekuatnya transpor oksigen ke jaringan yang disebabkan oleh gangguan
hemodinamik. Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan
vaskuler sistemik, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel, dan
sangat kecilnya curah jantung. Berdasarkan bermacam-macam sebab dan kesamaan
mekanisme terjadinya, syok dapat dikelompokkan menjadi empat macam yaitu syok
hipovolemik, syok distributif, syok obstruktif, dan syok kardiogenik.
Syok hipovolemik yang disebabkan oleh terjadinya kehilangan darah secara
akut (syok hemoragik) sampai saat ini merupakan salah satu penyebab kematian
tertinggi di negara-negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Salah satu
penyebab terjadinya syok hemoragik tersebut diantaranya adalah cedera akibat
kecelakaan sehingga menyebabkan kehilangan darah. Sehingga sebagai mahasiswa
kedokteran kita harus mampu mengetahui dan memahami kasus mengenai
kegawatdaruratan seperti kasus syok hipovolemik, baik itu defenisi, etiologi,
patofisiologi dari syok hipovolemik,proses mendiagnosis pasien dengan syok
hipovolemik serta proses tatalaksana dari syok hipovolemik agar dapat ketika
menemkan kasus seperti demikian nantinya, kita dapat mengatasinya dengan baik dan
professional.

LUKA BACOKAN Page 1


1.2. TUJUAN
 Untuk mengetahui dan memahami diagnosis differential dari syok
hipovolemik.
 Untuk mengetahui dan memahami definisi dan etiologi dari syok
hipovolemik.
 Untuk mengetahui dan memahami epidemiologi dari syok hipovolemik.
 Untuk mengetahui dan memahami proses patofisiologi dari syok hipovolemik.
 Untuk mengetahui dan memahami diagnosis syok hipovolemik serta
prognosis syok hipovolemik.
 Untuk mengetahui dan memahami tatalaksana dari syok hipovolemik.
 Untuk mengetahui dan memahami perbedaan antara cairan kristaloid dengan
cairan koloid dan proses penggunaannya.

1.3. MANFAAT

 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami diagnosis differential dari


syok hipovolemik.
 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi dan etiologi dari syok
hipovolemik.
 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami epidemiologi dari syok
hipovolemik.
 Mahasiswa mampu mengetahui dan mampu mendiagnosis syok hipovolemik
pada pasien serta prognosis syok hipovolemik.
 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tatalaksana dari syok
hipovolemik.
 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami perbedaan antara cairan
cristaloid dengan cairan koloid dan proses penggunaannya.

LUKA BACOKAN Page 2


BAB II

PEMBAHASAN
2.1. DATA TUTORIAL
Hari/Tanggal
 Sesi 1 : Senin, 10 Oktober 2018
 Sesi 2 : Rabu, 12 Oktober 2018
Tutor : dr.Cheryl Nini, S. Ked.
Moderator : Prasetya Angga Firmansyah
Sekretaris : I Made Dedi Karismajaya

2.2. SKENARIO LBM 3

LUKA BACOKAN

Tn. X berusia 45 tahun dibawa temannya ke UGD RS karena luka – luka akibat
dibacok oleh rampok. Tampak luka bacokan yang ada dipergelangan tangan kanan
dan perut pasien. Pasien tampak pucat dan lemah, tampak darah mencucur terutama
pada luka dipergelangan tangan pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum lemah, kesadaram somnolen, TD 70/palpasi, nadi dangkal dengan frekuensi
112 x/menit, frekuensi napas 24 x/menit, konjungtiva anemis. Tampak luka sayatan
dipergelangan tangan panjang 3 cm dengan tepi rata dan ujung tajam, pendarahan
aktif mengucur. Tampak luka sayatan dalam pada regio umbilicus dengan perdarahan
aktif. Dokter segera akses intra double line dan memberikan cairan kristaloid dan
koloid, serta segera mempersiapkan operasi laparatomi cito dan transfuse darah.

LUKA BACOKAN Page 3


2.3. PEMBAHASAN LBM
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Cairan kristaloid
Adalah larutan dimana molekul organik kecil dan inorganik
dilarutkan dalam air. Larutan ini ada yang bersifat isotonik, hipotonik,
maupun hipertonik. (Anonim,2003)
2. Cairan koloid
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma
atau biasa disebut “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat
zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas
osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan di
intravaskuler. (Anonim,2003).
3. Laparotomy cito
Adalah salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara
melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk
mendapatkan organ dalam abdomen yang mengalami masalah,
misalnya kanker, pendarahan, obstruksi, dan perforasi.
(Kemenkes,2013)
4. Transfusi
Adalah pemindahan atau pemasukan obat atau darah dan
sebagainya kepada orang yang memerlukan. (KBBI).

5. Intravena double line


Adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan
cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh
melalui intravena. Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving
seperti pada kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok,
karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman

LUKA BACOKAN Page 4


diperlukan pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan
elektrolit serta asam basa. (Anonim,2003)

II. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik Tn. X ?
2. Mengapa dilakukan operasi laparotomy cito pada regioumbilus pasien,
dan organ apa yang terdapat pada regio itu ?

III. BRAIN STORMING


1. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik Tn. X ?
Jawaban :
 Luka bacokan pada pergelangan tangan kanan dan perut
 Darah mengucur pada pergelangan tangan
 Pasien tampak pucat dan lemah

Pada pemriksaan fisik didapatkan :

 Lemah dan kesadaran somnolen


 TD 70/palpasi
 Frekuensi nadi 112x/menit
 Frekuensi napas 24x/menit
 Konjungtiva anemis
 Luka sayatan pada dipergelangan tangan 3 cm dengan tepi rata dan ujung
tajam
 Perdarahan aktif mengucur
 Luka sayatan dalam pada region umbilicus.

Dari data yang ada dapat disimpulkan tuan X mengalami syok hipvolemik
berupa tekanan darah meningkat/palpasi, frekuensi nadi yang meningkat

LUKA BACOKAN Page 5


sebagai mekanisme kompensasi tubuh untuk memperahankan fungsi jantung
dan organ-organ yang dipengaruhi oleh respon saraf simpatis dimana saraf
tersebut memiliki respon yang sangat cepat apabila terjadi penurunan perfusi
sehingga menyebabkan jantung mengalama takikardi.

Apabila darah terus menrus mengucur terjadi perubahan status mental dan
terjadi hiperventilasi sebagai kompensasi tubuh untuk mengatasi adanya
penurunan kadar oksigen akibat darah yang terus menerus mengucur dan
untuk memperbaiki ventilasi alveolar. ( Ayu L, 2015)

2. Mengapa dilakukan operasi laparotomy cito pada regioumbilus pasien,


dan organ apa yang terdapat pada regio itu ?
Jawaban :
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen,
bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah
abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan
(Smeltzer & Bare, 2006). Tindakan bedah digestif yang sering dilakukan
dengan teknik sayatan arah laparatomi yaitu : Herniotorni, gasterektomi,
kolesistoduo denostomi, hepateroktomi, spleenrafi/ splenotomi,
apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau
fistulektomi.
Indikasi seseorang untuk dilakukan tindakan laparatomi antara lain:
trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur hepar, peritonitis,
perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding), sumbatan pada usus
halus dan usus besar, massa pada abdomen. Selain itu, pada bagian
obstetri dan ginecology tindakan laparatorni seringkali juga dilakukan
seperti pada operasi caesar (Syamsuhidajat & Wim De Jong, 2008) Pada
kasus Tn. X mengalami luka bacokan pada abdomen tepatnya di regio

LUKA BACOKAN Page 6


umbilicus dengan pendarahan aktif sehingga Tn X harus dilakukan operasi
laparatomi. (Smeltzer & Bare, 2006)

Bagian-bagian organ dari Sembilan region, yaitu :

1. Hipokondria dextra 2. Epigastrium 3. Hipokondria sinistra

Ø  Lobus kanan hepar Ø  Aorta Ø  Gaster


Ø  vesica felea Ø  Ujung pilorik lambung Ø  Lien
Ø  Duodenum Ø  Pankreas C Cauda pankreas
Ø  Fleksura hepalik kolon Ø  Sebagian hepar Flexura lienalis colon
Ø  Renal dextra Renal sinistra
K Gandula suprarenal Glandul;a suprarenal
dextra sinistra
4. Lumbal dextra 5. Umbilicus 6. Lumbal sinistra

Ø  Colon ascenden Ø  omentum Ø  Colon desend


Renal dextra Ø  Messentrium Ø  Renal sinistra
Duodenum dan Duodenum Ø  Jejunum dan ileum
Jejunum Jejunum dan Ilium

7. Inguinal Dextra 8. Hipogastrum 9. Ingunila sinistra

Ø  Sekum Ø  Ileum Colon sigmoid


Ø  Apendiks Ø  Vesica urinaria Ureter sinistra
Ø  illum Uterus Ovarium sinisiitra
Ureter dextra
Ovarium dextra

(Syamsuhidajat & Wim De Jong, 2008)


(Seeley, et all. 2004)

IV. RANGKUMAN PERMASALAHAN (SKEMA ATAU BAGAN)

LUKA BACOKAN Page 7


SYOK
Diagnosis
Differential

Pendarahan Intra
Syok Hipovolemik Syok Kardiogenik
Abdomen

Definisi &
Etiologi

Epidemiologi

Patofisiologi

Diagnosis &
Prognosis

Tatalaksana

V. LEARNING ISSUE

LUKA BACOKAN Page 8


1. Bagaimana perbedaan cairan kristaloid dengan cairan koloid ?
2. Bagaimana diagnosis differential dari kasus yang ada pada
scenario ?
3. Apa defenisi dan etiologi dari syok hipovolemik ?
4. Bagaimana epidemiologi dari syok hipovolemik ?
5. Bagaimana proses patofisiologi dari syok hipovolemik ?
6. Bagaimana diagnosis dari syok hipovolemik dan prognosis syok
hipovolemik ?
7. Bagaimana proses tatalaksana syok hipovolemik ?

VI. REFERENSI
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi
untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal
ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti
perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar yang berat (syok
hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik),
sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor yang
tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respons imun (syok anafilaktik).
Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ
dan oksigenasi jaringan yang disebabkan gangguang kehilangan akut dari
darah (syok hemorragic) atau cairan tubuh yang dapat disebabkan oleh
berbagai keadaan. Penyebab terjadinya syok hipovolemik diantaranya adalah
diare, luka bakar, muntah, dan trauma maupun perdarahan karena obsetri.
Syok hipovolemik merupakan salah satu syok dengan angka kejadian yang
paling banyak dibandingkan syok lainnya.

LUKA BACOKAN Page 9


Syok hipovolemik pada umumnya terjadi pada negara dengan
mobilitas penduduk yang tinggi karena salah satu penyebabnya adalah
kehilangan darah karena kecelakaan kendaraan. Sebanyak 500.000 pasien
syok hipovolemik pada wanita karena khasus perdarahan obsetri meninggal
pertahunnya dan 99% terjadi pada negara berkembang. Sebagian besar
penderita meninggal setelah beberapa jam terjadi perdarahan karena tidak
mendapat perlakuan yang tepat dan adekuat.
Penatalaksanaan syok hipovolemik dapat dilakukan mulai dari saat
terjadinya kejadian, apabila pasien mengalami trauma, untuk menghindari
cedera lebih lanjut vertebra servikalis harus diimobilisasi, memastikan jalan
napas yang adekuat, menjamin ventilasi, memaksimalkan sirkulasi dan
pasien segera dipindahkan ke rumah sakit. Keterlambatan saat pemindahan
pasien ke rumah sakit sangat berbahaya. Salah satu terapi yang tepat untuk
penatalaksanaan syok hipovolemik adalah terapi cairan yang akan
berdampak pada penurunan angka mortalitas pasien. Akan tetapi terapi
cairan yang tidak tepat akan menyebabkan pasien mengalami edema paru
dan gangguan elektrolit. (Wijaya IP, 2014).

LUKA BACOKAN Page 10


VII. PEMBAHASAN LEARNING ISSUES

1. Bagaimana perbedaan cairan kristaloid dengan cairan koloid ?


Jawaban :

 Resusitasi cairan : Ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh, sehingga
seringkali dapat menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan pula untuk ekspansicepat
dari cairan intravaskuler dan memperbaiki perfusi jaringan.

 Terapi rumatan : Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tub uh dan


nutrisi yang diperlukan oleh tubuhHal ini digambarkan dalam diagram berikut :

Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid merupakan larutan
dimana molekul organik kecil dan inorganik dilarutkan dalam air. Larutan ini ada yang
bersifat isotonik, hipotonik, maupun hipertonik. Cairan kristaloid memiliki keuntungan antara
lain : aman, nontoksik, bebas reaksi, dan murah. Adapun kerugian dari cairan kristaloid yang
hipotonik dan isotonik adalah kemampuannya terbatas untuk tetap berada dalam ruang
intravaskular. (Guyton, 2016)

 KristaloidCairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal saline dan
ringer laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan ekstraselular.
Karena perbedaan sifat antara kristaloid dan koloid, dimana kristaloid akan lebih
banyak menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan koloid maka kristaloid

LUKA BACOKAN Page 11


sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang intersisial. Penggunaan
cairan normal salin dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan timbulnya asidosis
hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan ringer laktat dengan jumlah besar dapat
menyebabkan alkalosis metabolik yang disebabkan adanya peningkatan produksi
bikarbonat akibat metabolisme laktat.
 Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung
bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler. Koloid dapat mengembalikan volume
plasma secara lebih efektif dan efisien daripada kristaloid, karena larutan koloid
mengekspansikan volume vaskuler dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan
kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya
1/4 bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus. Koloid adalah cairan yang
mengandung partikel onkotik dan karenanya menghasilkan tekanan onkotik. Bila
diberikan intravena, sebagian besar akan menetap dalam ruang intravaskular.
Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskular, namun
koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada plasma akan menarik
pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander plasma,
sebab mengekspansikan volume plasma lebih dari pada volume yang diberikan.
 Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma manusia.
0
Albumin dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 60 C dalam 10 jam untuk
meminimalisir resiko transmisi virus hepatitis B atau C atau pun virus
imunodefisiensi. Waktu paruh albumin dalam plasma adalah sekitar 16 jam,
dengan sekitar 90% tetap bertahan dalam intravascular 2 jam setelah
pemberian.
 Dekstran merupakan semisintetik koloid yang secara komersial dibuat dari
sukrose oleh mesenteroides leukonostok strain B 512 dengan menggunakan
enzim dekstran sukrose. Ini menghasilkan dekstran BM tinggi yang
kemudian dilengketkan oleh hidrolisis asam dan dipisahkan dengan
fraksionasi etanol berulang untuk menghasilkan produk akhir dengan kisaran
BM yang relatif sempit. Dekstran untuk pemakaian klinis tersedia dalam
dekstran 70 (BM 70.000) dan dekstran 40 (BM 40.000) dicampur dengan

LUKA BACOKAN Page 12


garam faal, dekstrosa atau Ringer laktat. Dekstran 70 6 % digunakan pada
syok hipovolemik dan untuk profilaksis tromboembolisme dan mempunyai
waktu paruh intravaskular sekitar 6 jam. Pemakaian dekstran untuk
mengganti volume darah atau plasma hendaknya dibatasi sampai 1 liter (1,5
gr/kgBB) karena risiko terjadi perdarahan abnormal. Batas dosis dekstran
yaitu 20 ml/kgBB/hari. Sekitar 70% dosis dekstran 40 yang diberikan akan
dieksresikan ke dalam urine dalam 24 jam. Molekul- molekul yang lebih
besar dieksresikan lewat usus atau dimakan oleh sel-sel sistem
retikoloendotelial. Volume dekstran melebihi 1 L dapat mengganggu
hemostasis. Disfungsi trombosit dan penurunan fibrinogen dan faktor VIII
merupakan alasan timbulnya perdarahan yang meningkat. Reaksi alergi
terhadap dekstran telah dilaporkan, tetapi kekerapan reaksi anafilaktoid
mungkin kurang dari 0,02 %. Dekstran 40 hendaknya jangan dipakai pada
syok hipovolemik karena dapat menyumbat tubulus ginjal dan
mengakibatkan gagal ginjal akut.
 Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum
dipasaran adalah gelatin yang mengalami suksinasi seperti Gelofusin dengan
pelarut NaCL isotonik. Gelatin dengan ikatan urea-poligelin ( Haemaccel )
dengan pelarut NaCL isotonik dengan Kalium 5,1 mmol/l dan Ca 6,25 mmol/
L. Pemberian gelatin agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik
daripada koloid yang lain. Berkisar dari kemerahan kulit dan pireksia sampai
anafilaksis yang mengancam nyawa. Reaksi-reaksi tersebut berkaitan dengan
pelepasan histamine yang mungkin sebagai akibat efek langsung gelatin pada
sel mast. Gelatin tidak menarik air dari ruang ekstravaskular sehingga bukan
termasuk ekspander plasma seperti dekstran. Larutan gelatin terutama
diekskresikan lewat ginjal dalam urin, sementara itu gelatin dapat
menghasilkan diuresis yang bagus. Sebagian kecildieliminasikan lewat usus.
Karena gelatin tidak berpengaruh pada sistem koagulasi, maka tidak ada
pembatasan dosis. Namun, bila terlalu banyak infus, pertimbangkan adanya
efek dilusi. Gelatin dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal bahkan pada pasien yang menjalani hemodialisis. Indikasi gelatin :
Penggantian volume primer pada hipovolemia, stabilisasi sirkulasi

LUKA BACOKAN Page 13


perioperatif. Sedangkan kontraindikasi adalah infark miokard yang masih
baru terjadi, gagal jantung kongestif dan syok normovolemik.
Kontroversi kristaloid versus koloidPertanyaan apakah kristaloid atau koloid
yang terbaik untuk resusitasi terus merupakan bahan diskusi dan penelitian.
Banyak cairan telah dikaji unruk resusitasi, antara lain: NaCl 0,9%, Larutan
Ringer laktat, NaCl hipertonik, albumin, fraksi protein murni, plasma beku

segar, hetastarch, pentastarch, dan dekstran 70. Bila problema sirkulasi


utama pada syok adalah hipovolemia, maka terapi hendaknya ditujukan
untuk restorasi volume darah dengan cairan resusitasi ideal. Cairan ideal
adalah yang dapat membawa O2. Larutan koloid yang ada terbatas karena
ketidakmampuan membawa O2. Darah lengkap marupakan ekspander
volume fisiologis dan komplit, namun terbatas masa simpan yang tidak lama,
fluktuasi dalam penyimpanannya, risiko kontaminasi viral, reaksi alergi dan
mahal. Biarpun larutan koloid tidak dapat membawa O2, namun sangat
bermanfaat karena mudah tersedia dan risiko infeksi relatif rendah. resusitasi
hemodinamik lebih cepat dilaksanakan dengan koloid karena larutan koloid
mengekspansikan volume vaskular dengan lebih sedikit cairan dari pada
larutan kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh
darah dan hanya 1⁄4 bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus.
Larutan kristaloid juga mengencerkan protein plasma sehingga TOK
menurun, yang memungkinkan filtrasi cairan ke interstisiel. Resusitasi cairan
kristaloid dapat pula berakibat pemberian garam dan air yang berlebihan
dengan konsekuensi edema interstitial. Pada kasus perdarahan yang cukup
banyak, tetapi yang tidak memerlukan transfusi, dapat dipakai koloid dengan
waktu paruh yang lama misalnya : Haes steril 6 %. Bila pasien memerlukan
transfusi, selama menunggu darah, kita dapat memberi koloid dengan BM
sekitar 40.000 misalnya : Expafusin, Plasmafusin, Haemaccel, Gelafundin
atau Dextran L. Dengan begitu, manakala darah siap untuk ditransfusikan
sekitar 2 -3 jam kemudian, kita dapat melakukannya langsung, tanpa
khawatir terjadi kelebihan cairan dalam ruang intravaskular. (Anonim, 2002)

LUKA BACOKAN Page 14


2. Bagaimana diagnosis differential dari kasus yang ada pada
scenario ?
Jawaban :

Syok Hipovolemik > 40 % Syok Kardiogenik Pendarahan Intra Abdomen


Volume Darah (Trauma)

1. Takikardia 1. Takikardia 1. Nyeri tekan


2. Hipotensi 2. Hipotensi 2. Distensi abdomen
3. Perubahan Kesadaran 3. Oliguria tanpa bising usus
(somnolen) 4. Bising usus berkurang 3. Takikardia
4. Hemodinamik tak 5. Nadi lemah 4. Peningkatan suhu
stabil 6. Disebabkan karena 5. Perubahan kesadaran)
5. Konjungtiva anemis SKA, kelainan katup ( tetapi pernyataan diatas
6. Disebabkan karena jantung, gagal jantung hanya terjadi di daerah
pendarahan, abdomen) tetapi di
kehilangan plasma, scenario dijelaskan
kehilangan cairan nbahwa tuan X mengalami
ekstravaskular luka bacokan juga di
pergelangan)

(Sudoyo,2004)
(Sudoyo,2017)

LUKA BACOKAN Page 15


3. Apa defenisi dan etiologi dari syok hipovolemik ?
Jawaban :
Hypovolemic shock atau syok hipovolemik dapat didefinisikan sebagai
berkurangnya volume sirkulasi darah dibandingkan dengan kapasitas pembuluh darah
total. Hypovolemic shock merupakan syok yang disebabkan oleh kehilangan cairan
intravascular yang umumnya berupa darah atau plasma. Kehilangan darah oleh luka
yang terbuka merupakan salah satu penyebab yang umum, namun kehilangan darah
yang tidak terlihat dapat ditemukan di abdominal, jaringan retroperitoneal, atau
jaringan di sekitar retakan tulang. Sedangkan kehilangan plasma protein dapat
diasosiasikan dengan penyakit seperti pankreasitis, peritonitis, luka bakar dan
anafilaksis.
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume
plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik),
trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non
fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat.
Kasus-kasus syok hipovolemik yang paling sering ditemukan disebabkan oleh
perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik.
Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada organ-organ
tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan luka ataupun luka langsung pada
pembuluh arteri utama.

LUKA BACOKAN Page 16


(Wijaya IP, 2014).
4. Bagaimana epidemiologi dari syok hipovolemik ?
Jawaban :
Menurut WHO cedera akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan
terjadinya 5 juta kematian di seluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang
mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap
mencapai 6%. Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami syok
hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang kurang memadai mencapai 36%.
Dalam sebuah penelitian yang dilaksanakan oleh Yamaguchi dan Hopper (1964), dari
10 kasus ada 3 kasus dimana pasien mengalami syok yang disebabkan oleh
komplikasi dari sindrom nefrotik. Di Indonesia sendiri, angka kematian penderita
hypovolemic shock akibat Demam Berdarah dengan ranjatan (dengue shock
syndrome) yang disertai dengan perdarahan yaitu berkisar 56 sampai 66 jiwa ditahun
2014. (Wijaya IP, 2014).

5. Bagaimana proses patofisiologi dari syok hipovolemik ?


Jawaban :
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan
menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan
curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan
beberapa kejadian pada beberapa organ:

a. Mikrosirkulasi

Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung
dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus
gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan
otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan

LUKA BACOKAN Page 17


energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan nutrisi
tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi
kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean

arterial pressure/MAP) jatuh hingga 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun
drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu

b. Neuroendokrin

Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan


kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh
yang mengatur perfusi serta substrak lain.

c. Kardiovaskular

Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel
dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah
jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup
dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel,
yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi
jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan curah jantung.

d. Gastrointestinal

Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan
absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati di dalam
usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan
bukan memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung.

e. Ginjal

Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi

LUKA BACOKAN Page 18


terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak
terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan
pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras
angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan
garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen
meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan
aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.

Hipovolemia ringan (< 20% volume darah) menimbulkan takikardia ringan dengan
sedikit gejala yang tampak, terutama pada penderita muda yang sedang berbaring.

Pada hipovolemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien menjadi lebih cemas

dan takikardia lebih jelas, meski tekanan darah bisa ditemukan normal pada posisi
berbaring, namun dapat ditemukan dengan

jelas hipotensi ortostatik dan takikardia. Pada hipovolemia berat maka gejala klasik
syok akan muncul, tekanan darah menurun drastis dan tak stabil walau posisi
berbaring, pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung. Perfusi
ke susunan saraf pusat dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah berat.
Penurunan kesadaran adalah gejala penting. Transisi dari syok hipovolemik ringan ke
berat dapat terjadi bertahap atau malah sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut
dan yang memiliki penyakit berat di mana kematian mengancam. Dalam waktu yang
sangat pendek dari terjadinya kerusakan akibat syok maka dengan resusitasi agresif
dan cepat.

LUKA BACOKAN Page 19


(Sudoyo,2017)

1. StadiumKompensasi

Pada stadium ini fungsi organ vital di- pertahankan melalui mekanisme kompensasi
siologis tubuh dengan cara meningkatkan re eks simpatis, sehingga resistensi sistemik
meningkat, meningkatkan denyut jantung sehingga CO meningkat; dan meningkatkan
sekresi vasopressin, RAAS (renin-angiotensin- aldosterone system) menyebabkan
ginjal menahan air dan sodium di dalam sirkulasi. Gejala klinis pada syok dengan
stadium kompensasi ini adalah takikardi, gelisah, kulit pucat dan dingin, pengisian
kapiler lambat.

2. Stadium Dekompensasi

Beberapa mekanisme terjadi pada fase dekompensasi, seperti memburuknya perfusi


jaringan yang menyebabkan penurunan O2 bermakna, mengakibatkan metabolisme

anaerob sehingga produksi laktat meningkat menyebabkan asidosis laktat. Kondisi ini
diperberat oleh penumpukan CO2 yang menjadi asam karbonat. Asidemia akan

menghambat kontraktilitas miokardium dan respons terhadap katekolamin. Selain itu,

terdapat gangguan metabolisme energy dependent Na+/K+ pump di tingkat seluler,


menyebabkan integritas membran sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria
memburuk yang dapat berdampak pada kerusakan sel. Pada stadium dekompensasi
ini aliran darah lambat, rantai kinin serta sistem koagulasi rusak, akan diperburuk

LUKA BACOKAN Page 20


dengan agregrasi trombosit dan pembentukan trombus yang disertai risiko
perdarahan. Pelepasan mediator vaskuler, seperti histamin, serotonin, dan sitokin,
menyebabkan terbentuknya oksigen radikal serta platelet aggregating factor.
Pelepasan mediator oleh makrofag menyebabkan vasodilatasi arteriol dan
permeabilitas kapiler mening- kat, sehingga menurunkan venous return dan preload
yang berdampak pada penurunan CO. Gejala pada stadium dekompensasi ini antara
lain takikardi, tekanan darah sangat rendah, perfusi perifer buruk, asidosis, oligouria,
dan kesadaran menurun.

3. Stadium IrreversibleStadium ini merupakan stadium lanjut syok yang tidak


mendapatkan penanganan tepat dan berkelanjutan. Pada stadium ini akan terjadi
kerusakan dan kematian sel yang dapat berdampak pada terjadinya MOF (multiple
organ failure). Pada stadium ini, tubuh akan kehabisan energi akibat habis- nya
cadangan ATP (adenosine triphosphate) di dalam sel. Gejala klinis stadium ini
meliputi nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur, anuria, dan tanda-tanda kegagalan
organ (MODS – multiple organ dysfunctions). (Leksana, 2015)

6. Bagaimana penegakan diagnosis dari syok hipovolemik dan


prognosis syok hipovolemik ?
Jawaban :
Syok hipovolemik dapat didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidakstabilan
hemodinamik dan ditemukan adanya sumber pendarahan. Langkah – langkah yang
harus dilakukan untuk mendiagnosa pasien yaitu :

1. Anamnesa
Anamnesa dilakukan untuk mengetahui riwayat penyakit sebelumnya atau
dari kelurganya sehingga dapat ditentukan penyebab dan untuk penanganan
langsung. Anamnesa juga dapat menentukan 80 % dari gejala yang
ditimbulkan oleh pasien.

LUKA BACOKAN Page 21


2. Pemeriksaan fisik
Dilakukan nya pemeriksaan fisik seperti pada scenario yaitu pemeriksaan
denyut nadi, frekuensi pernafasan, pemeriksaan tekanan darah, dan
pemeriksaan fisik lainnya.

3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain :
 Analisis Complete Blood ( CBC )
 Kadar elektrolit (Na, K, C, HCO3, Creatinie, kadar glukosa, dll)
 Pemeriksaan urinalisis
 Pemeriksaan golongan darah agar memudahkan ketika diperlukan
transfusi darah.
4. Pemeriksaan radiologi (jika diperlukan). (Sudoyo,2017)

Pada umumnya, Syok Hypovolemik dapat menyebabkan kematian meskipun sudah


diberikan penanganan medis. Faktor usia juga merupakan faktor yang mempengaruhi
Syok Hypovolemik biasanya orang-orang yang sudah lanjut usia jika mengalami
Syok Hypovolemik akan sulit ditangani dan disembuhkan. Syok Hypovolemik dapat
disembuhkan jika segera diberikan penanganan atau tindakan meskipun tidak
menutup kemungkinan dapat menyebabkan kematian terhadap orang tersebut.
Penanganan syok secara dini dimulai dengan resusitasi cairan secepatnya untuk
memperbaiki perfusi dan oksigenasi jaringan. Makin lambat syok teratasi, akan
memperburuk prognosis pasien. Syok Hypovolemik biasanya tergantung dari hal-hal
berikut:

1. Banyaknya darah yang hilang


2. Kecepatan penggantian cairan tubuh
3. Kondisi kesehatannya
4. Penyakit atau luka yang menyebabkan perdarahan (pdf udayanan).

LUKA BACOKAN Page 22


Adapun syok hipovolemik sendiri memiliki beberapa stadium berdasarkan
persentase kehilangan darahnya :

1. Stadium-I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan darah


hingga maksimal 15% dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh
mengkompensai dengan dengan vasokontriksi perifer sehingga terjadi
penurunan refiling kapiler. Pada saat ini pasien juga menjadi sedkit cemas
atau gelisah, namun tekanan darah dan tekanan nadi rata-rata, frekuensi nadi
dan nafas masih dalam kedaan normal.
2. Syok hipovolemik stadium-II afalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%.
Pada stadium ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi fungsi
kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah terutama
sistolik dan tekanan nadi, refiling kapiler yang melambat, peningkatan
frekuensi nafas dan pasien menjadi lebih cemas.
3. Syok hipovolemik stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-40%.
Gejala-gejala yang muncul pada stadium-II menjadi semakin berat. Frekuensi
nadi terus meningkat hingga diatas 120 kali permenit, peningkatan frekuensi
nafas hingga diatas 30 kali permenit, tekanan nadi dan tekanan darah sistolik
sangat menurun, refiling kapiler yang sangat lambat.
4. Stadium-IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari 40%.
Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali permenit dengan pengisian lemah
sampai tidak teraba, dengan gejala-gejala klinis pada stadium-III terus
memburuk. Kehilangan volume sirkulasi lebih dari 40% menyebabkan
terjadinya hipotensi berat, tekanan nadi semakin kecil dan disertai dengan
penurunan kesadaran atau letargik (jurnal kesehatan andalas)

Keberhasilan resusitasi cairan dapat dilihat pada keadaan penderita yang lebih
stabil, laju jantung normal, dan terdapat peningkatan curah jantung serta isi sekuncup.
Apabila syok masih berlanjut, maka selanjutnya perlu diberikan obat pendukung
hemodinamik lain (vasopresor/ inotropik). Pemantauan hemodinamik pada pasien

LUKA BACOKAN Page 23


syok sangat penting untuk menentukan tindakan koreksi secepatnya sesuai kondisi
saat itu. Namun, hal tersebut sangat sulit dilakukan sehingga diperlukan alat
pemantau hemodinamik yang dapat bersifat invasif atau non-invasif. Pemantauan
hemodinamik secara invasif misalnya dengan PATD (pulmonary artery
thermodilution) sedang yang termasuk non-invasif seperti dengan USCOM
(ultrasound cardiac output monitoring). Sedangkan pemantauan hemodinamik non-
invasif lebih disukai dalam tata laksana syok pada anak.

Jika dilihat dari kondisi Tn. X yang mengalami Syok Hypovolemik tersebut
dapat dikategorikan kedalam stadium 3. Jika dilihat dari prognosisnya :

1. Ad Vitam : pasien di duga dalam kondisi dubia ad bonam karena dilihat dari
penurunan kesadarannya dan jumlah cairan yang hilang maupun hasil dari
pemeriksaan fisik pasien dapat memungkinkan terancamnya kelangsungan
hidup pasien
2. Ad Fungsional : pasien di duga dalam kondisi dubia ad bonam, karena dari
banyaknya kehilangan cairan dari tubuh pasien dan dari luka pada bagian
abdomen dan pergelangan tangan pasien dapat menyebabkan kerusakn organ
kedepannya jika penatalaksanaannya tidak baik.
(Hardisman,2013)

LUKA BACOKAN Page 24


7. Bagaimana proses tatalaksana syok hipovolemik ?
Jawaban :
Terapi syok hipovolemik bertujuan untuk restonasi volume intravasuler,
dengan target untuk mengembalikan tekanan darah, nadi, dan perfusi organ
secara optimal. Ketika syok hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus
dilakukan adalah menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi, menjaga
jalur pernafasan, dan berikan resusitasi cairan dengan cepat lewat akses intra
vena atau intraarterial. Untuk resusitasi cairan dapat dilakukan sebagai berikut
:
 Tentukan difisit cairan.
 Atasi syok : cairan kristaloid 20 ml/kgBB dalam ½ - 1 jam, dapat
diulang.
 Sisa defisit : 50% dalam 8 jam pertama, 50% dalam 16 jam
berikutnya.
 Cairan yang diberikan ringer lactat atau NaCL 0,9 %.
 Kondisi hipovolemik telah teratasi/hidrasi, apabila produksi urin 0,5 –
1 mL/kgBB/jam.

Pada keadaan hipovolemik berat dapat diberikan tambahan agen vasoaktif


seperti dopamine, atau dobutamin dengan tujuan meningkatkan kekuatan
ventrikel. Pada hipovolemik dengan perdarahan hebat dengan kadar Hb < 10
g/dL harus dilakukan transfusi darah. (Sudoyo, 2017)

LUKA BACOKAN Page 25


BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Syok merupakan gangguan sirkulasi yang diartikan sebagai
tidak adekuatnya transpor oksigen ke jaringan yang disebabkan oleh
gangguan hemodinamik. Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa
penurunan tahanan vaskuler sistemik, berkurangnya darah balik, penurunan
pengisian ventrikel, dan sangat kecilnya curah jantung. Berdasarkan
bermacam-macam sebab dan kesamaan mekanisme terjadinya, syok dapat
dikelompokkan menjadi empat macam yaitu syok hipovolemik, syok
distributif, syok obstruktif, dan syok kardiogenik. Salah satunya adalah syok
hipovolemik yang dimana Syok hipovolemik merupakan keadaan
berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang disebabkan
gangguang kehilangan akut dari darah (syok hemorragic) atau cairan tubuh
yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Penyebab terjadinya syok
hipovolemik diantaranya adalah diare, luka bakar, muntah, dan trauma
maupun perdarahan karena obsetri. Syok hipovolemik merupakan salah satu
syok dengan angka kejadian yang paling banyak dibandingkan syok lainnya.
Syok hipovolemik harus dikendalikan dengan penatalaksanaan yang sesuai
dengan gejala klinis salah satunya mengembalikan perfusi khususnya ke
organ vital dengan cara mengembalikan restonasi volume intravasuler,
dengan target untuk mengembalikan tekanan darah, nadi, dan perfusi organ
secara optimal.

LUKA BACOKAN Page 26


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Kebutuhan Harian Air dan Elektrolit, gangguan Keseimbangan Air
dan Elektrolit, dan Terapi Cairan. Dalam: Pedoman Cairan Infus edisi revisi VIII.
Jakarta: PT. Otsuka Indonesia.hal. 16-33.

Ayu,L. 2015. Penanganan pada syok hipovolemik. Edisi ke-5. Jakarta: Salemba
Medika

Guyton & Hall. 2016. Fisiologi Kedokteran: Edisi 12. Jakarta : EGC.

Hardisman. 2013. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik.


Nomor 2. Volume 3. Padang. Universitas Andalas.

Leksana, Eri. 2015. Dehidrasi dan Syok. Fakultas Kedokteran Universitas


Diponegoro

Seeley, et all. 2004. Anatomi and Physiology. McGraw-Hill. New York

Smeltzer & Bare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Sudoyo, AW., Setiyohadi, B., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Jilid 3)

4th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Sudoyo, AW., Setiyohadi, B., dkk. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Jilid 2)

6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Syamsuhidajat & Wim De Jong. 2008. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Wijaya, IP. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed VI. Interna
Publishing. Jakarta.

LUKA BACOKAN Page 27


LUKA BACOKAN Page 28

Anda mungkin juga menyukai