MAKALAH
Sebagai pemenuhan tugas kelompok dan merupakan salah satu komponen penilaian
pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Disusun Oleh:
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Manusia dan Agama
Dalam Prefektif Islam ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Filsafat Pendidikan
Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
hakikat manusia dan agama dalam lingkup islam dengan baik bagi para pembaca dan
juga bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Junaidah, MA ,
selaku dosen mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Terima Kasih
Kelompok 14
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................
A. Latar belakang..........................................................................................................
A. Rumusan Masalah....................................................................................................
B. Tujuan Penulisan......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 159
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang penulis dapatkan
antara lain sebagai berikut:
1. Apa hakikat manusia dan agama dalam perfektif Islam?
2. Bagaimana penjelasan terkait kebutuhan manusia terhadap agama dalam
perfektif Islam?
3. Apa saja tantangan dan tanggung jawab manusia beragama?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui hakikat manusia dan agama dalam perfektif Islam
2. Mengetahui penjelasan terkait kebutuhan manusia terhadap agama dalam
perfektif Islam
3. Mengetahui tantangan dan tanggung jawab manusia beragama
BAB II
PEMBAHASAN
2
A. Hakikat Manusia dan Agama Dalam Perfektif Islam
a. Hakikat Manusia
Manusia pada hakikat nya adalah makhluk yang paling sempurna dalam
penciptaan nya, makhluk yang paling tinggi derajat nya diantara makhluk
yang lainnya, manusia diciptakan sebagai khalifah di Bumi dan makhluk
yang beriman serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Manusia
adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk beriman
kepada Allah dengan mempergunakan akalnya mampu memahami
gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan
berakhlak. Manusia diciptakan paling sempurna diantara makhluk
lainnya. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang bukan tercipta
secara kebetulan. Manusia digambarkan dengan menggunakan berbagai
pensifatan; mulai dari makhluk terbaik dan mulia, berakal dan kreatif,
hingga makhluk lemah tetapi sombong, serta ceroboh sekaligus juga
bodoh.2
َطفَةَ َعلَقَةً فَخَ لَ ْقنَا ْال َعلَقَة ْ ُّار َّم ِك ْي ٍن ۖ ثُ َّم َخلَ ْقنَا الن
ٍ طفَةً فِ ْي قَ َر ْ َُولَقَ ْد َخلَ ْقنَا ااْل ِ ْنسَانَ ِم ْن س ُٰللَ ٍة ِّم ْن ِطي ٍْن ۚ ثُ َّم َج َع ْل ٰنهُ ن
َُۗمضْ َغةً فَخَ لَ ْقنَا ْال ُمضْ َغةَ ِع ٰظ ًما فَ َكسَوْ نَا ْال ِع ٰظ َم لَحْ ًما ثُ َّم اَ ْن َشْأ ٰنهُ خَ ْلقًا ٰاخَ ۗ َر فَتَبَارَكَ هّٰللا ُ اَحْ َسنُ ْال ٰخلِقِ ْين
3
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air
mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
a) Al – Basyar
Kata al-basyar dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali dan
tersebar dalam 26 Surah. Secara etimologi, al-basyar berarti kulit
kepala, wajah atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya
rambut. Menurut Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar
kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik
dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang
berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak
jelas dan berbeda dengan kulit binatang.5
Berdasarkan konsep al-basyar, manusia tak jauh berbeda dengan
makhluk biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia
terikat kepada kaidah prinsip kehidupan biologis seperti
berkembang-biak, mengalami fase pertumbuhan dan
perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan dan
kedewasaan. Manusia memerlukan makanan dan minuman untuk
hidup, dan juga memerlukan pasangan hidup untuk melanjutkan
proses pelanjut keturunannya.6
b) Al – Insan
Kata al-insān dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 60 kali. Kata al-
insān berasal dari kata al-uns yang berarti jinak, harmonis, dan
tampak. Dalam Al-Qur’an kata insān sering juga dihadapkan
dengan kata jin atau jān, yaitu makhluk yang tidak tampak. Kata
insān dalam Al-Qur’an digunakan untuk menunjuk manusia
sebagai totalitas (jiwa dan raga).7 Potensi tersebut antara lain
berupa potensi untuk bertumbuh dan berkembang secara fisik dan
secara mental spiritual.
4
Siswanto, Op.Cit, h. 17
5
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 1996), h. 275
6
Jalaluddin, Teologi Pendidikan (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2003), h. 20
7
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan
Manusia (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 20
4
Perkembangan tersebut antara lain, meliputi kemampuan untuk
berbicara.8 Menguasai ilmu pengetahuan melalui proses tertentu,
dengan mengajarkan manusia dengan kalam (baca tulis), dan
segala apa yang tidak diketahui.9 Kemampuan untuk mengenal
Tuhan atas dasar perjanjian awal di dalam ruh, dalam bentuk
kesaksian.10 Potensi untuk mengembangkan diri ini (yang positif)
memberi peluang bagi manusia untuk mengembangkan kualitas
sumber daya insaninya.11 Integritas ini akan tergambar pada nilai
iman dan bentuk amaliyahnya.
c) An-Nas
Kata An-Nas dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 240 kali dan
tersebar dalam 53 Surah. Kata An-Nas menunjukkan pada
eksistensi manusia sebagai makhluk sosial secara keseluruhan
tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya. Dilihat dari
kandungan maknanya, kata ini lebih bersifat umum dibandingkan
dengan kata al-insān12
Kosa kata An-Nas dalam Al-Qur’an umumnya dihubungkan
dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia
diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat yang berawal dari
pasangan laki-laki dan wanita kemudian berkembang menjadi
suku dan bangsa untuk saling kenal mengenal. Dengan demikian
konsep An-nas, mengacu kepada peran dan tanggung jawab
manusia sebagai makhluk sosial dalam statusnya sebagai
makhluk ciptaan Allah Swt.13
d) Bani Adam
Secara etimologi kata bani adam menunjukkan arti pada
keturunan Nabi Adam.14 Namun yang jelas, menurut Al-Qur’an
pada hakikatnya manusia berasal dari nenek moyang yang sama,
yakni Adam dan Siti Hawa. Berdasarkan asal usul yang sama ini,
berarti manusia masih memiliki hubungan darah, serta pertalian
kekerabatan. Dari ras manapun dia berasal.15
b. Hakikat Agama
8
Lihat QS. Al- Rahmān (55):4
9
Lihat QS. Al-Alaq (96): 4-5.
10
Lihat QS. Al-A’rāf (7):172.
11
Jalaluddin, Op.Cit., h. 21
12
Siswanto, Op.Cit, h. 21
13
Jalaluddin, Op.Cit., h. 25
14
Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Pendidikan Karakter (Bandung:
Alfabeta, 2013), h.14
15
Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sejarah dan Pemikirannya (Jakarta: Kalam
Mulia, 2011), h 82.
5
Dalam bahasa Arab, istilah agama disebut “dīn”, berarti “ajaran tentang
ketaatan absolut (kepada Tuhan, Allah)”, pemahaman ini benar-benar
sesuai dengan konsep “Islam”, yang berarti “ ketundukan penuh kepada
Allah”.
Menurut para salaf al- shālih sebagaimana yang dikutip oleh Atiqullah,
agama adalah suatu keimanan manusia akan adanya Allah Swt yang
ditetapkan kebenarannya melalui perasaan iman (qalb), diucapkan
dengan kata-kata (lisan), dan melaksanakan dengan perbuatan.16
Menurut Durkheim, agama merupakan sebuah sistem kepercayaan dan
ritual yang berkaitan dengan yang suci (the sacred). Bagi Spencer, agama
adalah kepercayaan terhadap sesuatu yang Maha Mutlak. Sementara
Dewey, menyatakan bahwa agama adalah pencarian manusia terhadap
cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan pada tantangan yang
dapat mengancam jiwanya; agama adalah pengenalan manusia terhadap
kekuatan gaib yang hebat.
- Fitrah beragama
Fitrah ini merupakan potensi bawaan yang memberikan
kemampuan kepada manusia untuk selalu tunduk, taat
melaksanakan perintah Tuhan sebagai pencipta, penguasa dan
pemelihara alam semesta.18
Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa fitrah beragama sudah
tertanam ke dalam jiwa manusia semenjak dari alam arwah dahulu,
yaitu sewaktu ruh manusia belum ditiupkan oleh Allah ke dalam
jasmaninya. Pada waktu itu, Allah bertanya kepada ruh-ruh
manusia: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” kemudian ruh-ruh
manusia itu menjawab: ”Benar, kami telah menyaksikan.”
6
dalam kategori ghaib. Karena banyak hal atau peristiwa ghaib ini
menurut pendapat mereka, mereka merasakan hidup dan kehidupan
penuh dengan keghaiban. Menghadapi peristiwa ghaib ini mereka
merasa lemah tidak berdaya. Untuk menguatkan diri, mereka
mencari perlindungan pada kekuatan yang menurut mereka
menguasai alam ghaib yaitu Dewa atau Tuhan. Atas dasar itulah
manusia sangat memerlukan agama. Karena dengan agama
manusia dapat mengetahui dan memahami sesuatu yang tidak bisa
dijangkau oleh akal pikiran yang dimiliki manusia
19
Lihat QS. Yūsuf (15): 5
20
Jalaluddin, Teologi, h. 27.
21
Lihat QS. Al-Anfāl (8): 36.
22
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), 24-25.
7
Sebelum manusia diciptakan, Allah telah mengemukakan rencana
penciptaan tersebut kepada para malaikat. Pernyataan Allah ini
terangkum dalam QS. Al-Baqarah ayat 30 yang maknanya
“sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi.” Untuk melakukan tugas-tugas ke khalifahan itu, Allah tidak
membiarkan makhluk ciptaan-Nya itu dalam keadaan kosong.
Manusia dilengkapi Allah dengan berbagai potensi, antara lain
berupa bekal pengetahuan.23
23
Jalaluddin, Teologi, 30.
24
Mahmud Yunus, Tafsir Qur‟an Karim (Jakarta: Hidakarya Agung, 2002), 777.
8
yaitu segala perbuatan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan
masyarakat, dengan ikhlas untuk mencari keridhaan Allah.25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk beriman
kepada Allah dengan mempergunakan akalnya mampu memahami gejala-gejala
alam, bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak. Agama
merupakan tata keimanan atau tata keyakinan atas adanya Yang Maha Mutlak
(Tuhan) diluar diri manusia. Agama memiliki syarat, fungsi dan karakteristik
tertentu sesuai dengan agama yang diyakini oleh manusia. Manusia diciptakan
oleh Tuhan dari saripati tanah hingga menjadi sosok jasad tubuh yang kemudia
dijadikannya sebagai khalifah dimuka bumi ini. Manusia diserahi tugas hidup
yang merupakan amanat Allah dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.
Tugas hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu
tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan
pemeliharaan alam. Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang mandat
Allah untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan
kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya serta
mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya.
Keimanan dan ketaqwaan terhadap ajaran agama adalah merupakan kunci dan
kendali segala pemuas kebutuhan manusia yang tidak ada batasnya, hal itu
merupakan pengawasan interen yang ada pada diri kita sedang pengawasan
ekterennya adalah norma atau aturan.
B. Saran
Dalam makalah ini diharapkan pembaca bisa memahami dengan baik apa itu
hakikat manusia dan agama dalam perfektif Islam serta mengetahui karakteristik
manusia yang beragama. Penulis memahami jika pemaparan materi di makalah ini
25
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013) h. 40
9
kurang luas cangkupan nya, untuk itu penulis mengharapkan pembaca bisa
menelusuri lebih jauh tentang manusia dan agama perfektif Islam secara lebih
luas.
DAFTAR PUSTAKA
10