Anda di halaman 1dari 13

MANUSIA DAN AGAMA DALAM PREFEKTIF ISLAM

MAKALAH

Sebagai pemenuhan tugas kelompok dan merupakan salah satu komponen penilaian
pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: Dr. Junaidah, MA

Disusun Oleh:

Monik Mutiah (2011030106)

Nasekhatun Toyyiba (2011030116)

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Manusia dan Agama
Dalam Prefektif Islam ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Filsafat Pendidikan
Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
hakikat manusia dan agama dalam lingkup islam dengan baik bagi para pembaca dan
juga bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Junaidah, MA ,
selaku dosen mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Terima Kasih

Bandar Lampung 6 Desember 2021

Kelompok 14

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR...................................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................

A. Latar belakang..........................................................................................................

A. Rumusan Masalah....................................................................................................

B. Tujuan Penulisan......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................

A. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan......................................................

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan..........

C. Asas – Asas Perkembangan.....................................................................................

D. Hukum-Hukum Pertumbuhan dan Perkembangan.............................................

E. Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan..................................................

BAB III PENUTUP.....................................................................................................

A. Kesimpulan.............................................................................................................

B. Saran........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep manusia berdasarkan Al-Qur’an menunjukkan bahwa manusia terdiri atas


dua unsur, yaitu unsur materi dan unsur nonmateri. Tubuh manusia berasal dari
tanah di bumi dan ruh berasal dari substansi nonmateri di alam ghaib. Al-Qur’an
juga menjelaskan bahwa masuknya ruh ke dalam tubuh manusia sewaktu masih
berbentuk janin di dalam kandungan ketika berumur empat bulan.
Setiap manusia yang lahir di dunia membawa fitrah, bakat, dan insting. Yang
dibawa manusia ketika lahir adalah fitrah agama, yaitu unsur ketuhanan. Unsur
ketuhanan ini di luar ciptaan akal budi manusia dan merupakan sifat kodrat
manusia. Kejadian manusia sebagai makhluk ciptaan Allah telah dilengkapi
dengan unsur-unsur kemanusiaan, keadilan, kebajikan, dan sebagainya. Hal utama
yang perlu dipahami setiap muslim mengenai manusia adalah bahwa Tuhan
menyatakan manusia sebagai khalifah di bumi, yang bertugas untuk membangun
dan mengelola dunia, sesuai dengan kehendak pencipta-Nya. Dalam
melaksanakan tugas kekhalifahan ini, selain dibekali fitrah agama, manusia juga
dibekali dengan berbagai macam potensi lainnya seperti, potensi naluriyah,
inderawi, akal sehingga dengan potensi itu ia dapat mengembangkan dirinya dan
menjalankan tugas kekhalifahan sesuai dengan yang diamanahkan Allah Swt.

Manusia dan agama tampaknya merupakan hubungan yang bersifat kodrati.


Agama itu sendiri menyatu dalam fitrah penciptaan manusia. Terwujud dalam
bentuk ketundukan, kerinduan ibadah, serta sifat-sifat luhur. Manakala dalam
menjalankan kehidupannya, manusia menyimpang dari nilai-nilai fitrahnya, maka
secara psikologis ia akan merasa adanya semacam “hukuman moral”. Lalu
spontan akan muncul rasa bersalah atau rasa berdosa.1

1
Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 159

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang penulis dapatkan
antara lain sebagai berikut:
1. Apa hakikat manusia dan agama dalam perfektif Islam?
2. Bagaimana penjelasan terkait kebutuhan manusia terhadap agama dalam
perfektif Islam?
3. Apa saja tantangan dan tanggung jawab manusia beragama?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui hakikat manusia dan agama dalam perfektif Islam
2. Mengetahui penjelasan terkait kebutuhan manusia terhadap agama dalam
perfektif Islam
3. Mengetahui tantangan dan tanggung jawab manusia beragama

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. Hakikat Manusia dan Agama Dalam Perfektif Islam

a. Hakikat Manusia

Dalam pandangan Islam, manusia adalah makhluk Allah yang bertugas


sebagai khalifah di bumi. Manusia adalah makhluk yang mulia dan
terhormat di sisi-Nya, yang diciptakan Allah dalam bentuk yang amat
baik. Manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang
diturunkan Allah, berupa Al-Qur’an menurut sunah rasul.

Manusia pada hakikat nya adalah makhluk yang paling sempurna dalam
penciptaan nya, makhluk yang paling tinggi derajat nya diantara makhluk
yang lainnya, manusia diciptakan sebagai khalifah di Bumi dan makhluk
yang beriman serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Manusia
adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk beriman
kepada Allah dengan mempergunakan akalnya mampu memahami
gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan
berakhlak. Manusia diciptakan paling sempurna diantara makhluk
lainnya. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang bukan tercipta
secara kebetulan. Manusia digambarkan dengan menggunakan berbagai
pensifatan; mulai dari makhluk terbaik dan mulia, berakal dan kreatif,
hingga makhluk lemah tetapi sombong, serta ceroboh sekaligus juga
bodoh.2

Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens”


(Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang mampu
menguasai makhluk lain. Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah
konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok
(genus) atau seorang individu.
Islam berpandangan bahwa hakikat manusia adalah perkaitan antara
badan dan ruh. Badan dan ruh merupakan substansi yang berdiri sendiri,
yang tidak tergantung adanya oleh yang lain. Islam secara tegas
mengatakan bahwa kedua substansi adalah substansi alam. Sedang alam
adalah makhluk. Maka keduanya juga makhluk yang diciptakan oleh
Allah Swt.3

Sebagaimana firman Allah SWT yaitu :

َ‫طفَةَ َعلَقَةً فَخَ لَ ْقنَا ْال َعلَقَة‬ ْ ُّ‫ار َّم ِك ْي ٍن ۖ ثُ َّم َخلَ ْقنَا الن‬
ٍ ‫طفَةً فِ ْي قَ َر‬ ْ ُ‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا ااْل ِ ْنسَانَ ِم ْن س ُٰللَ ٍة ِّم ْن ِطي ٍْن ۚ ثُ َّم َج َع ْل ٰنهُ ن‬
َۗ‫ُمضْ َغةً فَخَ لَ ْقنَا ْال ُمضْ َغةَ ِع ٰظ ًما فَ َكسَوْ نَا ْال ِع ٰظ َم لَحْ ًما ثُ َّم اَ ْن َشْأ ٰنهُ خَ ْلقًا ٰاخَ ۗ َر فَتَبَارَكَ هّٰللا ُ اَحْ َسنُ ْال ٰخلِقِ ْين‬

Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari


suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air
2
Siswanto, Pendidikan Islam dalam Perspektif Filosofis (Malang: Keben Perdana, 2013), h. 16
3
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 75

3
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air
mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”

Setidaknya ada empat kata yang diigunakan Al-Qur’an untuk menunjuk


makna manusia, yaitu: al-basyar, al-insān, al-nās, dan banī ādam.
Meskipun kata tersebut menunjuk pada makna manusia, namun secara
khusus memiliki penekanan pengertian yang berbeda.4 Perbedaan
berikut dapat dilihat pada uraian berikut:

a) Al – Basyar
Kata al-basyar dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali dan
tersebar dalam 26 Surah. Secara etimologi, al-basyar berarti kulit
kepala, wajah atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya
rambut. Menurut Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar
kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik
dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang
berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak
jelas dan berbeda dengan kulit binatang.5
Berdasarkan konsep al-basyar, manusia tak jauh berbeda dengan
makhluk biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia
terikat kepada kaidah prinsip kehidupan biologis seperti
berkembang-biak, mengalami fase pertumbuhan dan
perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan dan
kedewasaan. Manusia memerlukan makanan dan minuman untuk
hidup, dan juga memerlukan pasangan hidup untuk melanjutkan
proses pelanjut keturunannya.6

b) Al – Insan
Kata al-insān dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 60 kali. Kata al-
insān berasal dari kata al-uns yang berarti jinak, harmonis, dan
tampak. Dalam Al-Qur’an kata insān sering juga dihadapkan
dengan kata jin atau jān, yaitu makhluk yang tidak tampak. Kata
insān dalam Al-Qur’an digunakan untuk menunjuk manusia
sebagai totalitas (jiwa dan raga).7 Potensi tersebut antara lain
berupa potensi untuk bertumbuh dan berkembang secara fisik dan
secara mental spiritual.

4
Siswanto, Op.Cit, h. 17
5
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 1996), h. 275
6
Jalaluddin, Teologi Pendidikan (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2003), h. 20
7
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan
Manusia (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 20

4
Perkembangan tersebut antara lain, meliputi kemampuan untuk
berbicara.8 Menguasai ilmu pengetahuan melalui proses tertentu,
dengan mengajarkan manusia dengan kalam (baca tulis), dan
segala apa yang tidak diketahui.9 Kemampuan untuk mengenal
Tuhan atas dasar perjanjian awal di dalam ruh, dalam bentuk
kesaksian.10 Potensi untuk mengembangkan diri ini (yang positif)
memberi peluang bagi manusia untuk mengembangkan kualitas
sumber daya insaninya.11 Integritas ini akan tergambar pada nilai
iman dan bentuk amaliyahnya.

c) An-Nas
Kata An-Nas dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 240 kali dan
tersebar dalam 53 Surah. Kata An-Nas menunjukkan pada
eksistensi manusia sebagai makhluk sosial secara keseluruhan
tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya. Dilihat dari
kandungan maknanya, kata ini lebih bersifat umum dibandingkan
dengan kata al-insān12
Kosa kata An-Nas dalam Al-Qur’an umumnya dihubungkan
dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia
diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat yang berawal dari
pasangan laki-laki dan wanita kemudian berkembang menjadi
suku dan bangsa untuk saling kenal mengenal. Dengan demikian
konsep An-nas, mengacu kepada peran dan tanggung jawab
manusia sebagai makhluk sosial dalam statusnya sebagai
makhluk ciptaan Allah Swt.13

d) Bani Adam
Secara etimologi kata bani adam menunjukkan arti pada
keturunan Nabi Adam.14 Namun yang jelas, menurut Al-Qur’an
pada hakikatnya manusia berasal dari nenek moyang yang sama,
yakni Adam dan Siti Hawa. Berdasarkan asal usul yang sama ini,
berarti manusia masih memiliki hubungan darah, serta pertalian
kekerabatan. Dari ras manapun dia berasal.15

b. Hakikat Agama

8
Lihat QS. Al- Rahmān (55):4
9
Lihat QS. Al-Alaq (96): 4-5.
10
Lihat QS. Al-A’rāf (7):172.
11
Jalaluddin, Op.Cit., h. 21
12
Siswanto, Op.Cit, h. 21
13
Jalaluddin, Op.Cit., h. 25
14
Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Pendidikan Karakter (Bandung:
Alfabeta, 2013), h.14
15
Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sejarah dan Pemikirannya (Jakarta: Kalam
Mulia, 2011), h 82.

5
Dalam bahasa Arab, istilah agama disebut “dīn”, berarti “ajaran tentang
ketaatan absolut (kepada Tuhan, Allah)”, pemahaman ini benar-benar
sesuai dengan konsep “Islam”, yang berarti “ ketundukan penuh kepada
Allah”.
Menurut para salaf al- shālih sebagaimana yang dikutip oleh Atiqullah,
agama adalah suatu keimanan manusia akan adanya Allah Swt yang
ditetapkan kebenarannya melalui perasaan iman (qalb), diucapkan
dengan kata-kata (lisan), dan melaksanakan dengan perbuatan.16
Menurut Durkheim, agama merupakan sebuah sistem kepercayaan dan
ritual yang berkaitan dengan yang suci (the sacred). Bagi Spencer, agama
adalah kepercayaan terhadap sesuatu yang Maha Mutlak. Sementara
Dewey, menyatakan bahwa agama adalah pencarian manusia terhadap
cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan pada tantangan yang
dapat mengancam jiwanya; agama adalah pengenalan manusia terhadap
kekuatan gaib yang hebat.

B. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama Dalam Perfektif Islam

Kebanyakan ahli studi keagamaan sepakat bahwa agama sebagai sumber


nilai, sumber etika, dan pandangan hidup yang dapat diperankan dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.17 Ada beberapa alasan yang
melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama. Alasan-alasan
tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:

- Fitrah beragama
Fitrah ini merupakan potensi bawaan yang memberikan
kemampuan kepada manusia untuk selalu tunduk, taat
melaksanakan perintah Tuhan sebagai pencipta, penguasa dan
pemelihara alam semesta.18
Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa fitrah beragama sudah
tertanam ke dalam jiwa manusia semenjak dari alam arwah dahulu,
yaitu sewaktu ruh manusia belum ditiupkan oleh Allah ke dalam
jasmaninya. Pada waktu itu, Allah bertanya kepada ruh-ruh
manusia: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” kemudian ruh-ruh
manusia itu menjawab: ”Benar, kami telah menyaksikan.”

- Kemampuan manusia yang terbatas


Dalam masyarakat sederhana banyak peristiwa yang terjadi dan
berlangsung di sekitar manusia dan di dalam manusia, tetapi tidak
dipahami oleh mereka yang tidak dipahami itu dimasukkan ke
16
Atiqullah, Psikologi Agama (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), h. 3
17
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2010), h. 37.
18
Siswanto, Op.Cit, h. 24

6
dalam kategori ghaib. Karena banyak hal atau peristiwa ghaib ini
menurut pendapat mereka, mereka merasakan hidup dan kehidupan
penuh dengan keghaiban. Menghadapi peristiwa ghaib ini mereka
merasa lemah tidak berdaya. Untuk menguatkan diri, mereka
mencari perlindungan pada kekuatan yang menurut mereka
menguasai alam ghaib yaitu Dewa atau Tuhan. Atas dasar itulah
manusia sangat memerlukan agama. Karena dengan agama
manusia dapat mengetahui dan memahami sesuatu yang tidak bisa
dijangkau oleh akal pikiran yang dimiliki manusia

C. Tantangan dan Tanggung Jawab Manusia Beragama

1) Tantangan manusia beragama

Manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai


tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Pertama,
tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan
bisikan setan.19 Mengacu pada latar belakang sejarah
penciptaannya, tampaknya manusia selaku bani adam, memang
termasuk makhluk yang bermasalah. Bani adam memiliki peluang
untuk digoda setan. Karena itu, selaku makhluk yang diciptakan
untuk jadi “khalifah”, maka manusia selalu diperingatkan oleh
Allah agar selalu berhati-hati terhadap godaan setan.20

Kedua, tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya


yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin
memalingkan manusia dari Tuhan.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya
“Sesungguhnya orang-orang kafir itu menafkahkan harta mereka
untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah”.21
Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit untuk mereka gunakan agar orang mengikuti keinginannya.
Berbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obat terlarang dan lain
sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itu, upaya mengatasi dan
membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat
menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu,
saat ini semakin meningkat, sehingga upaya meningkatkan perilaku
keberagamaan masyarakat menjadi penting.22

2) Tanggung jawab manusia beragama

19
Lihat QS. Yūsuf (15): 5
20
Jalaluddin, Teologi, h. 27.
21
Lihat QS. Al-Anfāl (8): 36.
22
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), 24-25.

7
Sebelum manusia diciptakan, Allah telah mengemukakan rencana
penciptaan tersebut kepada para malaikat. Pernyataan Allah ini
terangkum dalam QS. Al-Baqarah ayat 30 yang maknanya
“sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi.” Untuk melakukan tugas-tugas ke khalifahan itu, Allah tidak
membiarkan makhluk ciptaan-Nya itu dalam keadaan kosong.
Manusia dilengkapi Allah dengan berbagai potensi, antara lain
berupa bekal pengetahuan.23

Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain:


o Menuntut ilmu pengetahuan.
o Menjaga dan memelihara diri dan keluarga dari segala
sesuatu yang menimbulkan bahaya dan kesengsaraan.
o Menghiasi diri dengan akhlak yang mulia.
o Saling tolong menolong dalam menegakkan kebenaran dan
kesabaran.
o Memakmurkan bumi dan segala isinya.
o Berlaku baik terhadap golongan masyarakat yang lemah
seperti para fakir dan miskin serta kepada anak yatim
sehingga tidak terjadi deskriminasi dengan lapisan
masyarakat lainnya.

Selain itu tugas manusia beragama yaitu mengabdikan diri menjadi


hamba Allah yang taat. Tujuan Allah mengadakan dan menjadikan
manusia di muka bumi ini ialah agar manusia itu mengabdi kepada
Allah atau menjadi pengabdi Allah. Mengabdi kepada Allah berarti
mematuhi apa saja yang dikehendaki-Nya dengan kata lain
melaksanakan apa yang diperintah Allah dan menjahui apa-apa
yang dilarang-Nya. Itulah pandangan Islam mengenai manusia
sebagaimana pemberitahuan Allah di dalam QS. Al-Dzāriyāt (51):
56 yang artinya “Dan tidak Aku menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”24

Mengabdi kepada Allah dapat dilakukan manusia melalui dua


jalur, jalur khusus dan jalur umum. Pengabdian melalui jalur
khusus dilaksanakan dengan melakukan ibadah khusus, yaitu
segala upacara pengabdian langsung kepada Allah yang cara dan
waktunya telah ditentukan oleh Allah sendiri dengan rinciannya
dijelaskan oleh RasulNya, seperti ibadah shalat, zakat, puasa, dan
haji. Pengabdian melalui jalur umum dapat diwujudkan dengan
melakukan perbuatan-perbuatan baik yang disebut amal shaleh

23
Jalaluddin, Teologi, 30.
24
Mahmud Yunus, Tafsir Qur‟an Karim (Jakarta: Hidakarya Agung, 2002), 777.

8
yaitu segala perbuatan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan
masyarakat, dengan ikhlas untuk mencari keridhaan Allah.25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk beriman
kepada Allah dengan mempergunakan akalnya mampu memahami gejala-gejala
alam, bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak. Agama
merupakan tata keimanan atau tata keyakinan atas adanya Yang Maha Mutlak
(Tuhan) diluar diri manusia. Agama memiliki syarat, fungsi dan karakteristik
tertentu sesuai dengan agama yang diyakini oleh manusia. Manusia diciptakan
oleh Tuhan dari saripati tanah hingga menjadi sosok jasad tubuh yang kemudia
dijadikannya sebagai khalifah dimuka bumi ini. Manusia diserahi tugas hidup
yang merupakan amanat Allah dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.
Tugas hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu
tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan
pemeliharaan alam. Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang mandat
Allah untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan
kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya serta
mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya.
Keimanan dan ketaqwaan terhadap ajaran agama adalah merupakan kunci dan
kendali segala pemuas kebutuhan manusia yang tidak ada batasnya, hal itu
merupakan pengawasan interen yang ada pada diri kita sedang pengawasan
ekterennya adalah norma atau aturan.

B. Saran

Dalam makalah ini diharapkan pembaca bisa memahami dengan baik apa itu
hakikat manusia dan agama dalam perfektif Islam serta mengetahui karakteristik
manusia yang beragama. Penulis memahami jika pemaparan materi di makalah ini
25
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013) h. 40

9
kurang luas cangkupan nya, untuk itu penulis mengharapkan pembaca bisa
menelusuri lebih jauh tentang manusia dan agama perfektif Islam secara lebih
luas.

DAFTAR PUSTAKA

10

Anda mungkin juga menyukai