Anda di halaman 1dari 25

FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Umur : 5 tahun
PEMERIKSAAN Nama : An. M
Ruang : Delima
JASMANI Jenis Kelamin : Laki-laki
Kelas : III
PEMERIKSAAN OLEH: Fitka Romanda, S.Ked
Tanggal 12 Juli 2017 Pukul 14.00 WIB
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : tampak lemah
kesadaran : compos mentis
Vital Sign
HR : 98x/menit
RR : 26x/menit
Suhu : 39,6ºC
Status Gizi
BB/U : 11,5 kg / 5 thn
BB/U: gizi baik

PEMERIKSAAN KHUSUS
Kulit : petekie (-), erosi mukosa (-), ikterik (-), turgor kulit berkurang (-)
Kepala : ukuran normocephal, rambut pendek, berwarna hitam, tidak mudah dicabut
Mata : ca (-/-), si (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor, mata cekung (+)
Hidung : sekret (-/-), epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : berdarah (-), sianosis (-), lidah tifoid (-)
Leher : pembesaran limfonodi leher (-), massa (-) kaku kuduk (-)
Thorax : simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra

1
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

batas kiri bawah : SIC V linea midclavicula sinistra


Auskultasi : BJ I-II normal reguler (+), bising jantung (-)
Paru
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Simetris Simetris
Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)
Depan Retraksi dinding dada (-) Retraksi dinding dada (-)
Palpasi Fremitus (n) massa (-) Fremitus (n) massa (-)
Perkusi Sonor (+) Sonor (+)
Auskultasi SDV (+), Rh (+), Wh (-) SDV (+), Rh (+), Wh (-)
Inspeksi Simetris Simetris
Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)
B Palpasi massa (-) massa (-)
Belakang Perkusi Sonor (+) Sonor (+)
Auskultasi SDV (+), Rh (+), Wh (-) SDV (+), Rh (+), Wh (-)
Kesan : Terdapat suara rhonki kasar pada paru kanan dan kiri
Abdomen
Inspeksi : distended (-), ruam (-)
Auskultasi : peristaltik normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : turgor kulit kurang (-), nyeri tekan (-)
Hepar : teraba membesar
Lien : tidak teraba pembesaran
Anogenital : tidak ada kelainan
Ekstremitas : akral hangat (+), deformitas (-), kaku sendi (-), sianosis (-),
edema (-), bintik merah (-)
Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan : bebas bebas bebas bebas
Tonus : normal normal normal normal
Trofi : eutrofi eutrofi eutrofi eutrofi
Klonus Tungkai : (-) (-) (-) (-)
Reflek fisiologis : biceps (+) normal, triceps (+) normal, reflek patella (+) normal

2
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

achiles (+) normal


Refleks patologis : babinski (-), chaddock (-), oppenheim (-), gordon (-), rosolimo (-)
Meningeal Sign : kaku kuduk (-), brudzinski k I (-), brudzinski II (-), brudzinski III (-)
brudzinski IV (-)
Sensibilitas : dalam batas normal

Kesan : Didapatkan hepatomegali

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH LENGKAP DAN KIMIA DARAH


(11 Juli 2017)
No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan
1. WBC 1,9 10^3uL 4.0-10.0
2. Lymph# 0,6 10^3uL 0.8-4.0
3. Mid# 0,3 10^3uL 0.1-1.5
4. Gran# 1,0 10^3uL 2.0-7.0
5. Lymph% 31,9 % 20.0-40.0
6. Mid% 16,5 % 3.0-15.0
7. Gran% 51,6 % 50.0-70.0
8. RBC 1,4 10^6uL 3.50-5.50
9. HGB 5,6 g/dL 11.0-15.00
10. HCT 16,7 % 37.0-47.0
11. MCV 112,8 fL 80-100
12. MCH 37,6 pg 27.0-34.0
13. MCHC 33,5 g/dL 32.0-36.0
14. RDW-CV 16,7 % 11-16.0
15. RDW-SD 69,4 fL 35.0-56.0
16. PLT 161 10^3uL 150-450
17. MPV 9,3 fL 6.5-12.0
18. PDW 17,1 9.0-17.0
19. PCT 1,50 mL/L 1.08-2.82
20. P-LCC 46 10^3uL 30-90
21. P-LCR 28,9 % 11.0-45.0
22. SGOT 32 U/L 1-37
23. SGPT 8 U/L 1-40
Kesan : Leukopeni, anemia makrositik hiperkomik
(13 Juli 2017)
No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan

3
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

1. WBC 1,4 10^3uL 4.0-10.0


2. Lymph# 0,4 10^3uL 0.8-4.0
3. Mid# 0,0 10^3uL 0.1-1.5
4. Gran# 1,0 10^3uL 2.0-7.0
5. Lymph% 25,4 % 20.0-40.0
6. Mid% 5,7 % 3.0-15.0
7. Gran% 68,9 % 50.0-70.0
8. RBC 3,12 10^6uL 3.50-5.50
9. HGB 9,9 g/dL 11.0-15.00
10. HCT 31,1 % 37.0-47.0
11. MCV 99,8 fL 80-100
12. MCH 31,7 pg 27.0-34.0
13. MCHC 31.8 g/dL 32.0-36.0
14. RDW-CV 19,2 % 11-16.0
15. RDW-SD 61,6 fL 35.0-56.0
16. PLT 130 10^3uL 150-450
17. MPV 9.7 fL 6.5-12.0
18. PDW 17,1 9.0-17.0
19. PCT 1,50 mL/L 1.08-2.82
20. P-LCC 46 10^3uL 30-90
21. P-LCR 28,9 % 11.0-45.0
22. SGOT 32 U/L 1-37
23. SGPT 8 U/L 1-40
Kesan: Pansitopeni
(14 Juli 2017)
No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan
1. WBC 1,2 10^3uL 4.0-10.0
2. Lymph# 0,3 10^3uL 0.8-4.0
3. Mid# 0,1 10^3uL 0.1-1.5
4. Gran# 0,8 10^3uL 2.0-7.0
5. Lymph% 21,8 % 20.0-40.0
6. Mid% 9,6 % 3.0-15.0
7. Gran% 68,8 % 50.0-70.0
8. RBC 4.9 10^6uL 3.50-5.50
9. HGB 12.3 g/dL 11.0-15.00
10. HCT 39,3 % 37.0-47.0
11. MCV 91,5 fL 80-100
12. MCH 28.7 Pg 27.0-34.0
13. MCHC 31.3 g/dL 32.0-36.0
14. RDW-CV 23.6 % 11-16.0
15. RDW-SD 65.2 fL 35.0-56.0

4
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

16. PLT 90 10^3uL 150-450


17. MPV 9.6 fL 6.5-12.0
18. PDW 16.1 9.0-17.0
19. PCT 2.65 mL/L 1.08-2.82
20. P-LCC 89 10^3uL 30-90
21. P-LCR 32.1 % 11.0-45.0
Kesan: Leukopeni, trombositopeni
RINGKASAN ANAMNESIS
 Pasien anak laki-laki usia 5 tahun Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Harjono Ponorogo
dengan keluhan demam 6 hari secara terus menerus disertai batuk nggrok-nggrok dan pilek
sejak 2 hari yang lalu, sariawan, anak terlihat pucat sejak dan lemas, aktivitas pasien
berkurang, selain itu nafsu makan berkurang
 Terdapat riwayat mondok dengan bronkopneumonia.
 Terdapat riwayat penyakit pada keluarga yang ditularkan pada pasien.
 Riwayat ANC baik, persalinan SC, riwayat PNC baik.
 Pasien dahulu mendapatkan ASI eksklusif.
 Imunisasi dasar lengkap berdasarkan PPI, dan sudah mendapat ulangan.
 Terdapat masalah pada sistem cerebrospinal, cardiovascular, respiratori, dan integumen yaitu
pusing, demam, batuk, pilek, terlihat anemis
 Keadaan sosial ekonomi cukup dan kondisi lingkungan rumah cukup.

RINGKASAN PEMERIKSAAN FISIK


 KU: lemas, Kesadaran compos mentis
 Vital sign :Nadi 98 x /menit, RR 26 x/menit, Suhu :39,6 ºC
 Status gizi baik
 Kulit : pucat
 Pemeriksaan thorax : ronkhi (+/+), weezing
 Abdomen : hepatomegali

LABORATORIUM
Darah Lengkap : leukopenia, anemia makrositik hiperkromik

5
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

DAFTAR MASALAH AKTIF / INAKTIF


AKTIF
 Demam (+)
 Sesak (+)
 Batuk (+)
 Nafas cepat dan pendek-pendek
 Pilek (+)
 Pusing (+)
 Stomatitis (+)
 Hepatomegali (+)
 Rewel
 Napsu makan menurun

INAKTIF -

DIAGNOSA KERJA
I. B24
II. Anemia gravis
III. Pneumonia
IV. TB pulmonal
RENCANA PENGELOLAAN
Rencana Terapi
IVFD RL 12 tpm
Tramsfusi PRC 125 cc dalam 4 jam
Inj. Santagesik 3x100 mg
Inj. Cefotaxim 3x 250 mg
Inj. Ondancetron 3x ¼ amp
Rencana Tindakan
1. Obsevasi Keadaan Umum dan Vital Sign
2. DL post transfuse

6
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Rencana Edukasi
1. Informasi mengenai penyakit yang berkaitan dengan penyakit yang diderita serta akibat yang
mungkin dapat terjadi.
2. Mendampingi anak saat beraktivitas serta berikan nutrisi yang cukup
3. Memotivasi untuk kontrol pasca perawatan di RS
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Quo ad sanam : dubia ad malam

FOLLOW UP
Tgl S O A P

11 Juli S: pucat (+), Keadaan Umum : lemah B24 IVFD RL 12 tpm


2017 pusing (-), lemas TANDA VITAL :
Anemia Tramsfusi PRC 125
(+), makan (+) HR : 98x/menit
RR : 26x/menit gravis cc dalam 4 jam
sedikit, minum (+),
Suhu : 39,6ºC
BAB/BAK (+) Pneumonia Inj. Santagesik 3x100
Kepala: normal
Leher : PKGB (-). TB mg
Thorax :sdv (+/+), rh pulmonal Inj. Cefotaxim 3x 250
(+/+), wz (-)
Abdomen: distended (-), mg
peristaltik normal,
Inj. Ondancetron 3x ¼
hepatomegali
Ekstremitas : akral amp
hangat
Kulit: turgor baik
LAB:
WBC : 1,9
HGB : 5,6
HCT : 16,7
PLT : 161
12 Juli pucat (+),lemas Keadaan Umum : tidak B24 IVFD RL 12 tpm
2017 (+), makan (+), tamoak lemah
Anemia Tramsfusi PRC 125
minum (+), TANDA VITAL :
HR : 85 x/menit gravis cc dalam 4 jam
BAB/BAK (+)
RR : 30 x/menit

7
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Suhu : 37,7 ºC Pneumonia Inj. Santagesik 3x100


Kepala: normal
TB mg
Leher : PKGB (-).
Thorax :sdv (+/+), rh pulmonal Inj. Cefotaxim 3x 500
(+/+), wz (-)
mg
Abdomen: distended (-),
peristaltik normal, Inj. Ondancetron 3x ¼
hepatomegali
amp
Ekstremitas : akral
hangat
Kulit: turgor baik

8
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

TINJAUAN PUSTAKA
ANEMIA GRAVIS
1. Definisi anemia gravis
Anemia gravis adalah anemia apabila konsentrasi Hb ≤ 7 g/dL selama 3
bulan berturut-turut atau lebih. Anemia gravis timbul akibat penghancuran sel
darah merah yang cepat dan hebat. Anemia gravis lebih sering dijumpai pada
penderita anak-anak. Anemia gravis dapat bersifat akut dan kronis. Anemia
kronis dapat disebabkan oleh anemia defisiensi besi (ADB), sickle cell anemia
(SCA), talasemia, spherocytosis, anemia aplastik dan leukemia. Anemia
gravis kronis juga dapat dijumpai pada infeksi kronis seperti tuberkulosis
(TBC) atau infeksi parasit yang lama, seperti malaria, cacing dan lainnya.
Anemia gravis sering memberikan gejala serebral seperti tampak bingung,
kesadaran menurun sampai koma, serta gejala-gejala gangguan jantung-paru.
2. Prevalensi anemia
Menurut Organisasi Kesehatan dunia (WHO), tahun 2005 didapati
1.62 milyar penderita anemia di seluruh dunia. Angka prevalensi anemia di
Indonesia terdapat dalam tabel berikut.
Tabel 1. Pravalensi anemia di Indonesia

Kelompok Populasi Angka Pravalensi

Anak prasekolah (balita) 30-40%

Anak usia sekolah 23-35%

Wanita dewasa 30-40%

Wanita hamil 50-70%

Laki-laki dewasa 20-30%

Pekerja berpenghasilan rendah 30-40%

9
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

Pravalensi anemia gravis tertinggi terdapat pada ibu hamil yaitu


sebanyak 50-70% dan yang paling rendah yaitu pada laki-laki dewasa
sebanyak 20-30%. Anemia lebih sering ditemukan pada masa kehamilan
karena selama masa kehamilan keperluan zat-zat gizi bertambah dan adanya
perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang.
Angka pravalensi anemia di dunia sangat bervariasi tergantung pada
geografi. Salah satu faktor determinan utama adalah taraf sosial ekonomi
masyarakat. Sedangkan prevalensi anemia gravis sendiri menurut WHO
mencapai angka lebih dari 40% dalam satu populasi (WHO, 2006).
A. Fisiologi Eritrosit
Eritrosit (sel darah merah) dihasilkan pertama kali di dalam kantong
kuning saat embrio pada minggu-minggu pertama. Proses pembentukan eritrosit
disebut eritropoesis. Setelah beberapa bulan kemudian, eritrosit terbentuk di
dalam hati, limfa, dan kelenjar sumsum tulang. Produksi eritrosit ini dirangsang
oleh hormon eritropoietin. Setelah dewasa eritrosit dibentuk di sumsum tulang
membranosa. Semakin bertambah usia seseorang, maka produktivitas sumsum
tulang semakin turun.
Pembentukan sel darah merah dimulai dari pluripotensial stem cell
(PPSC) di dalam sumsum tulang yang berdiferensiasi dan berkembang menjadi
unipotensial stem sel. Eritrosit dibentuk melalui suatu proses pematangan yang
terdiri dari beberapa tahap yaitu pembelahan dan perubahan-perubahan
morfologi sel berinti mulai dari rubriblas, prorubrisit, rubrisit, metarubrisit.
Setelah itu dilanjutkan dengan pembentukan eritrosit polikrom tidak berinti yang
disebut retikulosit dan akhirnya menjadi eritrosit.
Menurut Hoffbrand et al (2005), pronormoblas adalah sel besar dengan
sitoplasma biru tua, dengan inti tengah dan nukleoli, serta kromatin yang sedikit
menggumpal. Pronormoblas menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian
normoblas yang makin kecil melalui sejumlah pembelahan sel.

10
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

Normoblas mengandung hemoglobin yang makin banyak (yang berwarna


merah muda) dalam sitoplasma. Warna sitoplasma makin biru pucat sejalan
dengan hilang nya RNA dan appartus yang mensintesis protein, sedangkan
khromatin inti menjadi makin pekat. Normoblas (sel darah merah berinti) tampak
dalam darah apabila eritropoiesis terjadi diluar sumsum tulang (eritropoiesis
ekstramedular) dan juga terdapat pada beberapa penyakit sumsum tulang.
Prorubrisit disebut juga normoblas basofilik atau eritroblas basofilik. Sel
ini memiliki khromatin inti yang tampak kasar dan inti menghilang atau tidak
jelas. Sitoplasma sudah mulai mengandung hemoglobin sehingga warna
sitoplasma menjadi kemerah-merahan. Ukuran sel lebih kecil dibandingkan
dengan rubriblas. Jumlah prorubrisit dalam keadaan normal sekitar 1-4%. Sel ini
dapat diwarnai dengan warna basa dan sel ini akan mengumpulkan sedikit sekali
hemoglobin. Rubrisit disebut juga normoblas polikromatik. Inti sel ini
mengandung khromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur. Pada sel ini
sudah tidak terdapat lagi anak inti. Inti sel lebih kecil dibandingkan dengan
prorubrisit, namun sitoplasma lebih banyak mengandung warna biru (kandugan
asam ribonukleat) dan merah (kandungan hemoglobin), warna merah lebih
dominan, sehingga lebih banyak mengandung hemoglobin. Metarubrisit disebut
juga normoblas ortokromatik atau eritroblas ortokromatik. Inti sel ini kecil
mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warna nya merah, meskipun
masih kebiruan. Dalam keadaan normal jumlahnya sekitar 5-10%.
Pada proses pematangan eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan
pelepasan inti sel masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa
RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian
lagi di dalam darah tepi. Pada saat proses pematangan akhir, eritrosit selain
mengandung sisa-sisa DNA juga mengandung berbagai fragmen mitokondria dan
organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit
polikrom, dimana konsentrasi hemoglobin sekitar 34%, sedangkan nukleus
memadat dan ukurannya mengecil (Hoffbrand et al, 2005).

11
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

Proeritroblas

Basofil eritroblas

Polikromatofil sel darah


merah

Retikulosit

Eritrosit
Diagram 1. Tahap pembentukan sel darah merah (Guyton, 1997 dalam Nuraeni,
2006)

Sel darah merah (SDM) atau eritrosit berbentuk cakram konkaf tidak
berinti yang kira-kira berdiameter 8 µm, total bagian tepi 2 µm dan ketebalannya
berkurang dibagian tengah menjadi hanya 1 mm atau kurang. Komponen utama
SDM adalah hemoglobin dan protein (Hb), yang mengangkut sebagian besar
oksigen (O2) dan sebagian kecil fraksi karbon dioksida (CO2) dan
mempertahankan pH normal (Price, 2006).
B. Patofisiologi Anemia Gravis
a) Sickle cell anemia
Sickle cell anemia adalah gangguan hemolitik darah yang bersifat resesif
autosomal dan kronik dengan tekanan oksigen darah rendah sehingga
mengakibatkan eritrosit berbentuk bulan sabit. Sickle cell anemia ditandai
dengan adanya hemoglobin abnormal yaitu hemoglobin S. Dalam tereduksi
hemoglobin S mempunyai kelarutan dan bentuk molekul yang khas yang
menyebabkan perubahan bentuk eritrosit seperti bulan sabit. Sel yang

12
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

berubah bentuk ini juga dengan cepat dihancurkan oleh sel-sel fagosit
sehingga dalam jangka panjang terjadilah anemia.
b) Thalassemia Mayor
Thalassemia merupakan penyakit herediter yang disebabkan menurunnya
kecepatan sintesis rantai alfa atau beta pada hemoglobin. Hb penderita
dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl tidak melebihi 15 g/dl. Dengan
kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat,
menurunkan tingkat akumulasi besi,  dan dapat mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pada beta thalasemia mayor terdapat defisien parsial atau total sintesis
rantai betha molekul hemoglobin. Sebagai akibatnya terdapat kompensasi
berupa peningkatanan sintesis rantai alpha, sementara produksi rantai
gamma tetap aktif sehingga akan menghasilkan pembentukan hemoglobin
yang tidak sempurna (cacat). Rantai polipeptida yang tidak seimbang ini
sangat tidak stabil dan ketika terurai akan merusak sel darah merah
(hemolisis) sehingga terjadi anemia gravis. Untuk mengimbangi proses
hemolisis, sumsum tulang akan membentuk eritrosit dengan jumlah yang
sangat berlimpah kecuali jika fungsi sumsum tulang disupresi melalui terapi
transfusi.
c) Leukemia
Leukemia adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi sel leukosit
yang abnormal dan ganas serta sering disertai adanya leukosit jumlah
berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya anemia dan trombositopenia
(Hidayat, 2006). Leukemia adalah keganasan hematologik akibat proses
neoplastik yang disertai gangguan differensiasi (maturation arrest) pada
berbagai tingkatan sel induk hemopoetik sehingga terjadi ekspansif progresif
dari kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang. Pada leukemia
terjadi proliferasi dari salah satu sel yang memproduksi sel darah yang
ganas. Sel yang ganas tersebut menginfiltrasi sumsum tulang dengan

13
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

menyebabkan kegagalan fungsi tulang normal dalam proses hematopoetik


normal sehingga menimbulkan gejala anemia gravis.
d) Penyakit Kronis
Anemia penyakit kronis terjadi karena adanya penekanan eritropoeisis
oleh mediator inflamasi. Sitokin inflamasi seperti Tumor necrosis faktor
(TNF-α), Interleukin-1(IL-1),dan Interferon gamma (IFN-γ) terlibat dalam
terjadinya anemia penyakit kronik karena mengganggu proses eritropoeisis,
serta TNF-α dan IFN-γ menimbulkan hypoferremia dan meningkatkan
produksi feritin. Hypoferremia (kekurangan zat besi dalam darah) yang
dipicu oleh perubahan besi dari bentuk transferrin-bound available menjadi
bentuk ferritin-incorporated storage dianggap sebagai hal utama dalam
patogenesis anemia penyakit kronik.
Berbeda pada anemia non-HIV, anemia pada infeksi HIV dapat
disebabkan karena ART yang memiliki efek samping gangguan
hematopoeisis. Terdapat tiga mekanisme terjadinya anemia pada infeksi
HIV: penurunan produksi sel darah merah, peningkatan destruksi sel darah
merah, dan prosuksi sel darah merah yang inefektif.
Penurunan produksi eritrosit kemungkinan disebabkan oleh infiltrasi
sumsum tulang oleh neoplasma, atau infeksi pengobatan myelosupresive,
infeksi HIV itu sendiri, penurunan produksi eritropeitin endogen, tidak
adanya respon terhadap eritropoeitin, atau hypogonadisme.
Peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis) atau destruksi imatur dari
eritrosit di lien sering terjadi pada infeksi HIV. Anemia Hemolitik dapat
disebabkan oleh auto antibodi eritrosit, hemophagocytic syndrome,
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), Thrombotic
Thrombocytopenic Purpura (TTP), atau defisiensi glucose -6-phosphate
dehydrogenase (G6PD). Hemolisis juga mungkin berkembang dari obat-
obatan yang dikonsumsi.

14
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

Produksi eritrosit yang inefektif merupakan mekanisme lain dari


anemia. Infektivitas produksi eritrosit dapat disebabkan oleh defisiensi
nutrisi yang menjadi bahan baku pembentuk eritrosit, sehingga anemia
akibat hal ini disebut anemia nutrisional. Paling sering adalah defisiensi zat
besi, asam folat dan Viamin B12. Pada pasien dengan infeksi HIV, defisiensi
asam folat secara umum disebabkan oleh defisiensi dalam diet maupun oleh
keadaan patologis dari jejunum. Vitamin B12 kemungkinan diakibatkan oleh
malabsorpsi pada ileum atau dari kerusakan lambung yang disebabkan
infeksi oportunistik pada mukosa lambung.

C. GAMBARAN KLINIS
a) Gejala
Jika pasien memang bergejala, biasanya gejalanya adalah nafas pendek,
khususnya pada saat olahraga, kelemahan, letargi, palpitasi dan sakit kepala.
Pada pasien berusia tua, mungkin ditemukan gejala gagal jantung, angina
pektoris, kaludikasio intermiten, atau kebingunagan (konfusi).
b) Tanda
Tanda-tanda dapat dibedakan menjadi tanda umum dan khusus. Tanda
umum meliputi kepucatan membran mukosa yang timbul bila kadar
hemoglobin kurang dari 9-10 g/dL. Sebaliknya, warna kulit bukan tanda yang
dapat diandalkan. Sirkulasi yang hiperdinamik dapat menunjukkan takikardia,
nadi kuat, kardiomegali, dan bising jantung aliran sistolik khususnya pada
apeks. Gambaran gagal jantung kongesti mungkin ditemukan, khususnya pada
orang tua.
Tanda spesifik dikaitkan dengan jenis anemia tertentu, misalnya
koilonikia dengan defisiensi besi, ikterus dengan anemia hemolitik atau
megaloblastik, ulkus tungkai dengan anemia sel sabit dan anemia hemolitik
lainnya, deformitas tulang dengan talasemia mayor dan anemia hemolitik
kongenital lain yang berat.

15
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

c) Gambar Darah Tepi


 Sickle cell anemia

Gambar 1. Bentuk sel sabit eritrosit yang abnormal.


 Thalassemia Mayor

Gambar 3. Abnormalitas (bizzare) sel darah merah, poikilositosis


(bentuk eritrosit bermacam-macam) berat, hipokromi (eritosit tampak
pucat), mikrositosis (ukuran eritrosit lebih kecil), sel target, basofil
Stippling dan eritrosit berinti. (Hoffbrand et al, 2005)

 Anemia defisiensi besi

16
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

Gambar 3. Anisokromasia. Adanya peningkatan variabilitas warna dari


hipokrom dan normokrom dan terdapat poikilosit yang memanjang
D. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis anemia gravis ditentukan berdasarkan penyakit dasar
yang menyebabkan anemia tersebut. Berikut beberapa pengobatan anemia
dengan berbagai indikasi.
1. Farmakologi
a) Erythropoetin-Stimulating Agents (ESAs)
b) Epoetin Alfa
c) Obat untuk Mengatasi Pendarahan
 Fresh Frozen Plasma (FFP)
 Cryoprecipitate
d) Garam Besi
 Fereous Sulfate
 Carbonyl Iron
 Iron Dextran Complex
 Ferric Carboxymaltose
2. Transfusi
Transfusi harus dilakukan pada pasien yang secara aktif mengalami
pendarahan dan untuk pasien dengan anemia gravis. Transfusi adalah paliatif

17
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

dan tidak boleh digunakan sebagai pengganti untuk terapi tertentu. Pada
penyakit kronis yang berhubungan dengan anemia gravis, erythropoietin dapat
membantu dalam mencegah atau mengurangi transfusi.
3. Transplantasi Sumsum Tulang dan Stem Sel
Kedua metode ini telah dipakai oleh pasien dengan leukimia,
lymphoma, Hodgkin disease, multiple myeloma, myelofibrosis dan penyakit
aplastik. Harapan hidup pada pasien ini meningkat, dan kelainan hematologi
membaik. Alogenik transplantasi sumsum tulang berhasil memperbaiki
ekspresi fenotipik dari penyakit sel sabit dan talasemia dan meningkatkan
harapan hidup pada pasien yang berhasil transplantasi.
4. Terapi Nutrisi dan Pertimbangan Pola Makanan
a. Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh
karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Asupan protein yang
adekuat sangat penting untuk mengatur integritas, fungsi, dan kesehatan
manusia dengan menyediakan asam amino sebagai precursor molekul
esensial yang merupakan komponen dari semua sel dalam tubuh.
Protein berperan penting dalam transportasi zat besi di dalam tubuh.
Oleh karena itu, kurangnya asupan protein akan mengakibatkan
transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi defisiensi besi. Di
samping itu makanan yang tinggi protein terutama yang berasal dari
hewani banyak mengandung zat besi.

b. Vitamin A
Suplementasi vitamin A dapat membantu mobilisasi zat besi dari
tempat penyimpanan untuk proses eritropoesis di mana disebutkan
suplementasi vitamin A sebanyak 200.000 UI dan 60 mg ferrous sulfate
selama 12 minggu dapat meningkatkan rata – rata kadar hemoglobin

18
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

sebanyak 7 g/L dan menurunkan prevalensi anemia dari 54% menjadi


38%.
Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang dapat membantu
absorpsi dan mobilisasi zat besi untuk pembentukan eritrosit. Rendahnya
status vitamin A akan membuat simpanan besi tidak dapat dimanfaatkan
untuk proses eritropoesis. Selain itu, Vitamin A dan β-karoten akan
membentuk suatu kompeks dengan besi untuk membuat besi tetap larut
dalam lumen usus sehingga absorbsi besi dapat terbantu. Apabila asupan
vitamin A diberikan dalam jumlah cukup, akan terjadi penurunan derajat
infeksi yang selanjutnya akan membuat sintesis RBP dan transferin
kembali normal. Kondisi seperti ini mengakibatkan besi yang terjebak di
tempat penyimpanan dapat dimobilisasi untuk proses eritropoesis
Sumber vitamin A dalam makanan sebagian besar dari sumber-
sumber makanan nabati dan hewani, misalnya sumber hewani diantaranya
susu dan produk susu, telur serta ikan dll, sumber makanan nebati seperti
papaya, mangga, serta jeruk dan sayuran seperti wortel.
c. Vitamin C
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada keterkaitan
antara asupan vitamin C dengan kejadian anemia di mana korelasinya
bersifat positif yang menunjukkan semakin tinggi asupan vitamin C maka
kadar hemoglobin akan semakin tinggi pula yang berarti kejadian anemia
semakin rendah. Hal ini membuktikan bahwa vitamin C dapat
meningkatkan absorpsi zat besi di dalam tubuh.
Vitamin C dapat menghambat pembentukan hemosiderin yang
sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi jika diperlukan. Vitamin C
juga memiliki peran dalam pemindahan besi dari transferin di dalam
plasma ke feritin hati.
Vitamin C yang dikonsumsi untuk dibutuhkan untuk membentuk
sel darah merah yang dapat mencegah kelelahan dan anemia misalnya

19
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

buah sitrus, jeruk, lemon, blackcurrant buah-buahan lain dan sayuran


hijau.
d. Zat Besi

Besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, sebagai


faktor utama pembentuk hemoglobin. Jumlah besi yang disimpan dalam
tubuh manusia adalah sekitar 4 g. Terdapat empat bentuk zat besi dalam
tubuh. Sebagian besar zat besi yaitu kira-kira 2/3 dari total besi tubuh terikat
dalam hemoglobin yang berfungsi khusus, yaitu mengangkut oksigen untuk
keperluan metabolisme ke jaringan-jaringan tubuh.
Zat besi (Fe) terdapat dalam bahan makanan hewani, kacang-
kacangan, dan sayuran berwarna hijau tua. Zat besi terdapat dalam
makanan dalam bentuk ferri hidroksida, ferri-protein dan kompleks heme-
protein. Secara umumnya, daging terutamanya hati adalah sumber zat besi
yang lebih baik dibanding sayur-sayuran, telur dan lainnya.
e. Asam Folat
Asam folat merupakan senyawa berwarna kuning, stabil dan larut
dalam air yang terdiri dari bagian-bagian pteridin, asam para-
aminobenzoat dan asam glutamat. Sumber makanan asam folat banyak
terdapat pada hewan, buah-buahan, gandum, dan sayur-sayuran terutama
sayur-sayuran berwarna hijau.
Asam folat bersama vitamin B 12 berfungsi dalam pembentukan
DNA inti sel dan penting dalam pembentukan myelin yang berperan
penting dalam maturasi inti sel dalam sintesis DNA sel-sel eritroblast.
Akibat dari sefisiensi asam folat adalah gangguan sintesis DNA pada inti
eritroblas sehingga maturasi inti menjadi lebih lambat, akibatnya
kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar (megaloblast).
Kebutuhan harian asam folat adalah 25-200 mcg.
f. Vitamin B12

20
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

Vitamin B12 termasuk vitamin yang larut dalam air, merupakan


bagian terbesar dari vitamin B komplek, dengan berat molekul lebih dari
1000. Bentuk umum dari vitamin B12 adalah cyanocobalamin (CN-Cbl),
keberadaannya dalam tubuh sangat sedikit dan jumlahnya tidak tentu.
Salah satu fungsi utama vitamin B12 adalah dalam pembentukan
sel-sel darah merah. Vitamin B12 penting untuk sistesis DNA dengan
cepat selama pembelahan sel pada jaringan dimana pembelahan sel
berlangsung cepat, terutama jaringan sumsum tulang yang
bertanggungjawab untuk pembentukan sel darah merah. Terjadi defisiensi
vitamin B12, pembentukan DNA berkurang dan sel-sel darah merah tidak
normal, disebut dengan kejadian megaloblas yang akhirnya menjadi
anemia.
Vitamin B12 dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil.
Kecukupan vitamin B12 pada anak dibawah usia 4 tahun < 1 μg/hari,
pada usia 4 –12 tahun sekitar 1 – 1,8 μg/hari dan bagi usia 13 tahun
sampai dewasa 2,4 μg/hari. Sedangkan ibu hamil dan menyusui
memerlukan tambahan masing-masing 0,2 μg/hari dan 0,4 μg/hari.
Vitamin B12 banyak ditemukan dalam pangan hewani, seperti daging,
susu, telur, ikan, kerang dan lain-lain.
5. Pembatasan Aktivitas
Aktivitas pasien dengan anemia berat harus dibatasi sampai sebagian
anemia dapat disembuhkan. Transfusi sering dapat dihindari dengan bed rest,
terapi dapat dilakukan untuk pasien dengan anemia yang dapat disembuhkan
(misalnya anemia pernisiosa).
E. KOMPLIKASI
1. Gangguan Perkembangan Fisik dan Mental
Pada anak-anak, anemia gravis akibat defisiensi besi dapat
berkomplikasi kepada gangguan dalam perkembangan fisik dan mental.
Anemia gravis akibat defisiensi besi menyebabkan gangguan perkembangan

21
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

neurologik pada bayi dan menurunkan prestasi belajar pada anak usia sekolah
karena zat besi telah dibuktikan berperan penting dalam fungsi otak dan
penelitian pada hewan coba menunjukkan berlakunya perubahan perilaku dan
fungsi neurotransmitter pada hewan coba yang kekurangan zat besi. Anak-
anak yang diberikan suplementasi besi merasa kurang lelah dan kemampuan
mereka untuk berkonsentrasi semasa pembelajaran juga meningkat. Nilai IQ
(Intelligent Quotient) pada anak yang mengalami kurang zat besi ditemukan
dengan jelas lebih rendah berbanding anak yang tidak mengalami anemia
defisiensi besi.
Terdapat 3 proses yang menjadi dasar penyebab gangguan kognitif
pada anemia defisiensi besi. Penyebab pertama ialah gangguan pembentukan
myelin. Mielin ini penting untuk kecepatan penghantaran rangsang. Penyebab
yang kedua ialah gangguan metabolisme neurotransmitter. Hal ini terjadi
karena gangguan sintesa serotonin, norepinefrin, dan dopamin. Dopamin
mempunyai efek pada perhatian, penglihatan, daya ingatan, motivasi dan
kontrol motorik.
Penyebab seterusnya ialah gangguan metabolisme energi protein.
Gangguan ini terjadi karena besi merupakan ko-faktor pada ribonukleotida
reduktase yang penting untuk fungsi dan metabolisme lemak dan energi otak.
Semakin dini usia dan lama saat terjadi anemia dan semakin luas otak yang
terkena, akan menyebabkan gangguan fungsi kognitif semakin permanen dan
sulit diperbaiki.
2. Penyakit Kardiovaskular
Pada keadaan anemia dengan kadar hemoglobin < 7g/dL
mengakibatkan kapasitas pengangkutan oksigen oleh sel darah merah
menurun. Terjadi perubahan nonhemodinamik dan hemodinamik sebagai
kompensasi dari penurunan konsentrasi hemoglobin. Mekanisme
nonhemodinamik diantaranya yaitu peningkatan produksi eritropoetin untuk
merangsang eritropoesis dan meningkatkan oxygen extraction. Ketika

22
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

konsentrasi hemoglobin di bawah 10 g/dL, faktor nonhemodinamik berperan


dan terjadi peningkatan cardiac output serta aliran darah sebagai kompensasi
terhadap hipoksia jaringan.
Kompensasi mekanisme hemodinamik bersifat kompleks, antara lain
terjadi penurunan afterload akibat berkurangnya tahanan vaskular sistemik,
peningkatan preload akibat peningkatan venous return dan peningkatan fungsi
ventrikel kiri yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas simpatetik dan
faktor inotropik. Pada anemia kronik, terjadi peningkatan kerja jantung
menyebabkan pembesaran jantung dan hipertrofi ventrikel kiri.
Manifestasi kardiovaskular pada pasien dengan anemia kronis yang
berat tidak terlihat jelas kecuali pada pasien mengalami gagal jantung
kongestif. Pasien biasanya mengalami pucat, bisa terlihat kuning, denyut
jantung saat istirahat cepat, prekordial aktif dan dapat terjadi murmur sistolik.
Pada keadaan anemia, venous return jantung akan meningkat. Pada jantung
dapat terjadi hipertrofi ventrikel kiri, dengan miofibril jantung yang
memanjang dan ventrikel kiri dilatasi, akibatnya akan memperbesar stroke
volume sesuai dengan mekanisme Starling.
3. Hipoksia Anemik
Tujuan dasar sistem kardiorespirasi adalah untuk mengirim oksigen
(dan substrat) ke sel-sel dan membuang karbon dioksida (dan hasil metabolik
lain) dari sel-sel. Pertahanan yang sesuai dari fungsi ini tergantung pada
sistem respirasi dan kardiovaskuler yang intak dan suplai udara yang
diinspirasi yang mengandung oksigen adekuat. Perubahan tegangan oksigen
dan karbon diaoksida serta perubahan konsentrasi intraeritrosit dari komponen
fosfat organik, terutama asam 2,3-bifosfogliserat, menyebabkan pergeseran
kurva disosiasi oksigen.
Bila hasil hipoksi sebagai akibat gagal pernafasan, PaCO2 biasanya
meningkat dan kurva disosiasi bergeser kekanan. Dalam kondisi ini,

23
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

persentase saturasi hemoglobin dalam darah arteri pada kadar penurunan


tegangan oksigen alveolar (PaCO2) yang diberikan.
Setiap penurunan kadar hemoglobin akan disertai dengan penurunan
kemampuan darah dalam mengangkut oksigen. PaCO2 tetap normal, tetapi
jumlah absolut oksigen yang diangkut perunit volume darah akan berkurang.
Ketika darah yang anemik melintas lewat kapiler dan oksigen dalam jumlah
yang normal dikeluarkan dari dalam darah tersebut, maka Pa CO2 di dalam darah
vena akan menurun dengan derajat penurunan yang lebih besar daripada yang
seharusnya terjadi dalam keadaan normal.
E. PROGNOSIS
Biasanya, prognosis tergantung pada faktor penyebab anemia.
Bagaimanapun, keparahan anemia, etiologi, dan kecepatannya menjadi parah
memainkan peranan penting dalam menentukan prognosis. Demikian pula, umur
pasien dan faktor penyerta lainnya.

24
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 34 05 41
KESEHATAN ANAK

DAFTAR PUSTAKA

Ganong W. F. 2003. Buku ajar Fisiologi kedokteran. Bab 27 Sirkulasi Cairan Tubuh
hal. 513-515 Edisi 20. EGC : Jakarta
Harrison. 2004. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Ed. 13 Vol.4. Jakarta:
EGC
Hoffbrand. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.
Price, S. A. 2005. Patofiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed.6 Vol.1&2.
Jakarta: EGC.
Raspati H, Reniarti L, Susanah S., 2005. Anemia defisiensi besi. Dalam: Permono B,
Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku
Ajar Hematologi Onkologi Anak. Jakarta: Badan penerbit IDAI
Ronald A, R. A., 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta:
EGC.
World Health Organization., 2006. Worldwide prevalence of anaemia 1993-2005.
World Health Organization global database on anaemia. Atlanta
Young NS. Pathophysiologic mechanisms in acquired aplastic anemia. Hematology
pAm Soc Hematol Educ Program. 2006;72-7.

25

Anda mungkin juga menyukai