Anda di halaman 1dari 39

EPILEPSI

Definisi
Kata “epilepsi” berasal dari bahasa Yunani. “epi” berarti “atas”, dan
“lepsia” berasal dari kata “lembenein” yang berarti “menyerang”. Dengan
demikian dapat disimpulkan, bahwa pada mulanya “epilepsia” itu berarti
suatu “serangan dari atas”, suatu kutukan dari surga. Penyakit ini juga
dinamai Morbus Sacer, yang berarti “penyakit suci”.
Epilepsi adalah : Manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi,
namun dengan gejala tunggal yang khas, yaitu serangan berkala dan
reversibel, yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal
secara berlebihan.
Menurut Hughlings Jackson, bangkitkan epilepsi dapatlah dianggap
sebagai suatu lepas muatan (discharge) dari suatu bagian substansia grisea
tertentu dari korteks serebri.
Suatu bangkitan epilepsi dapatlah dipandang sebagai suatu lepas
muatan dari sebagian substansia grisea otak yang berlangsung secara tiba-
tiba, berlebihan, cepat, tidak teratur dan untuk waktu yang sementara.
Epilepsi bukanlah suatu penyakit, tetapi suatu sindrom, suatu reaksi
dari otak yang timbul secara paroksismal, karena adanya suatu rangsang
patologik yang menghinggapi korteks serebri secara lokal atau difus.

Epidemiologi
Insiden epilepsy di berbagai Negara bervariasi. Di Indonesia :
900.000 – 1.800.000 penderi dan di Amerika Serikat : 2.000.000 penderita.
Epilepsi dijumpai pada semua ras di dunia walaupun ada penelitian yang
menunjukkan lebih banyak di daerah berkembang. Penderita laki – laki
lebih banyak dari pada penderita wanita, dan lebih sering dijumpai pada
anak pertama. Sekitar 30 % penderita mendapat sawan pertama pada usia

1
kurang dari 4 tahun, 50 % terdapat pada kelompok kurang dari 10 tahun
dan mencapai 75 – 80% pada usia kurrang dari 20 tahun , 15 % penderita
pada usia lebih dari 25 tahun dan kurang dari 2 % pada usia lebih dari 50
tahun.

Etiologi
Untuk dapat memberikan pengobatan dengan baik, maka sebaiknya
para penderita epilepsi kita kelompokkan dalam dua golongan, yaitu :
A. Kelompok I : Epilepsi Primer
Mereka yang tidak dapat kita ketahui penyebab dari bangkitan
epilepsinya. Kelompok I dinamai Epilepsi primer atau genuin (epilepsi
idiopatik, epilepsi esensiil, epilepsi genetik). 50 % dari penderita
epilepsi anak.
B. Kelompok II : Epilepsi Sekunder
Mereka yang dapat kita ketahui penyebab dari bangkita epilepsinya.
Kelompok II dinamakan Epilepsi sekunder atau simptomatik.
Lepas muatan sudah barang tentu mulai di suatu tempat di korteks
serebri. Tetapi yang menyebabkan timbulnya lepas muatan itu tidak
selalu berada dalam ruang tengkorak sendiri. Penyebab bangkitan
epilepsi dapat berasal intrakranial tetapi dapat pula berada di
ekstrakranial.
1. Penyebab yang terletak intrakranial
a. Kerusakan pada SSP bayi, sewaktu persalinan, seperti misalnya
karena anoksi, perdarahan, immaturitas dan lain-lain
b. Anomali kongenital
c. Sisa cacat bekas meningitis atau ensefalitis
d. Atrofia korteks serebri bekas ensefalomalasi
e. Sisa cacat bekas trauma kapitis
f. Tumor serebri
g. Arterio-venous malformation

2
2. Penyebab yang terletak ekstrakranial
a. Anoksia
b. Uremi
c. Eklampsi
d. Gangguan endokrin seperti misalnya hipoglikemi dan
hipokalsemi
e. Keracunan seperti misalnya karena alkohol, dieldrin dan anti
depresan
Penyebab epilepsy pada berbagai kelompok usia :
1. Kelompok usia 0 – 6 bulan : Kelainan intra uterin, kelainan
selama persalinan, Kelainan congenital, gangguan metabolic,
infeksi susunan saraf pusat
2. Kelompok usia 6 bulan – 3 tahun, karena kejang demam
komplikasi, cedera kepala, gangguan metabolisme, keracunan
timah hitam dan logam berat, degenerasi serebral primer,
3. Kelompok anak – anak sampai remaja, dapat disebabkan oleh
infeksi oleh virus, bakteri, parasit dan absesotak yang
frekuensinya sampai 32 % yang meningkat setelah tindakan
operasi.
4. Kelompok usia muada, Cedera kepala merupakan penyebab
yang tersering, disusul oleh tumor otak dan infeksi.
5. Kelompok usia lanjut, Gangguan pembuluh darah otak
merupakan penyebab tersering, pada usia di atas 50 tahun
mencapai 50 %, diikuti oleh trauma, tumor dan degenerasi
serebral.

Patogenesis
Dalam keadaan normal, suatu lepas muatan tidaklah akan mudah
dapat terjadi, berhubung dengan adanya mekanisme penghambat di dalam
susunan saraf pusat itu sendiri.

3
Bermacam mekanisme inhibisi yang didapat dalam susunan saraf pusat,
misalnya :
1. Sel Renshaw
Setiap sel ganglion motorik memiliki suatu akson yang sebelum
meninggalkan S.S.P. telah melepaskan suatu kolateral rekurrens, yang
dapat merangsang suatu sel Renshaw. Sel Renshaw ini adalah suatu sel
penghambat.
Dengan mempergunakan G.A.B.A. sebagai neurotransmitter, maka sel
Renshaw itu akan dapat melakukan inhibisi terhadap sel ganglion
motorik itu sendiri.
2. Area 4S dari korteks serebri :
Sel-sel ganglia dari daerah ini memiliki akson-akson yang dapat
menghambat bagian-bagian lain dari susuanan saraf pusat. Misalnya
pada kambing telah dapat dibuktikan adanya sabut-sabut yang berasal
dari area 4S ini, yang menuju ke nukleus funikuli grasilis dan ke
nukleus funikuli kuneati. Sabut-sabut ini berfungsi sebagai penghambat,
sehingga tidaklah semua impuls yang sampai pada nuklei tersebut lalu
begitu saja dan dilanjutkan ke korteks serebri.
Mekanisme seperti diuraikan tadi dapat menghalang-halangi timbulnya
lepas muatan yag berlebihan. Selain itu, suatu pompa natrium (Na-K-
ATP-ase) yang oleh karena tidak dapat berfungsi dengan baik, akan
dapat mempermudah timbulnya suatu lepas muatan.
Kita ketahui, bahwa kadar kalium adalah lebih tinggi di dalam daripada
di luar sel neuron. Sebaliknya kadar natrium adalah lebih tinggi di luar
daripada di dalam sel. Dengan demikian maka bagian dalam dari sel itu
adalah 50-70 mV negatif bila dibandingkan dengan bagian luar.
Keadaan yang demikian hanyalah dapat dipertahankan selama pompa
natrium itu bekerja dengan baik. Bila suatu rangsang eksitatorik sampai
pada sel itu, maka terjadilah depolarisasi. Ini berarti bahwa bagian
dalam yang dahulu adalah 50 mV negatif kini misalnya menjadi 30 mV
positif. Bila ada rangsang inhibisi maka terjadilah hiperpolarisasi, yang

4
berarti bahwa bagian dalam akan menjadi bertambah negatif terhadap
bagian luar. Misalnya dari 50 mV negatif lalu menjadi 90 mV negatif.
Kita ketahui bahwa vaskularisasi dari bagian korteks serebri dimana
terdapat suatu sikatriks meningo-serebral, tidaklah sebaik bagian
korteks yang sehat. Sel-sel neuron yang terletak di dekat sikatriks itu
tidaklah dapat menerima oksigen (O2) dan glukosa yang cukup,
sehingga metabolisme dalam sel-sel tersebut terganggu. Akibatnya
adalah, bahwa sediaan ATP dalam sel itu akan menurun. Padahal ATP
sangat diperlukan oleh pompa natrium. Kekurangan ATP akan
berakibat pompa natrium itu tidak dapat berfungsi dengan baik. Dan
sewaktu terjadi depolarisasi, pompa natrium itu tidaklah sanggup lagi
untuk mengeluarkan natrium dari dalam sel, sehingga kadar natrium di
dalam sel akan lebih tinggi dari semula. Keadaan yang demikian itu
akan mengakibatkan bahwa suatu rangsang ringan yang dahulu,
sewaktu pompa natrium masih baik, tidak akan menimbulkan
depolarisasi, kini akan dapat menimbulkan lepas muatan. Dapatlah
dibayangkan, bahwa suatu sikatriks meningo-serebral dengan demikian
akan dapat menjadi suatu fokus epileptogenik.
Jasper : Kejang : abnormal hyperactive sinchronous electrical
discharge of neurons within the central nervous system – oleh karena
instabilitas membran neuron- kelebihan rangsangan (excitation) atau
berkurangnya mekanisme yang biasa menghambat (normal inhibitory
mechanism)

Rangsangan  stimulasi terhadap sel  Na memasuki sel 


perubahan potensial  potensial aksi  meluas ke lain sel dan serat-
seratnya tranmisi impuls  transmitter agent
Transmitter Agent :
a. Norepineprine
b. Serotonin
c. Dopamin

5
d. Acethylcoline
e. L-glutamic acid dan L-aspartic acid
f. Gama amino butyric acid (GABA)  yang mengerem kejang
(inhibitory)

Ambang Miokloni (ambang kejang)


Bila ambang ini dilampaui suatu rangsang, maka akan timbullah kejang.
Seorang sehat yang tidak pernah mendapat serangan epilepsi, memiliki
suatu ambang miokloni yang cukup tinggi. Oleh karena itu, maka suatu
rangsang yang biasa, yang menghinggapinya setiap hari, tidaklah akan
dapat menimbulkan bangkita epilepsi.
Ini tidaklah berarti, bahwa bangkitan epilepsi tidak akan dapat timbul
padanya. Asal rangsananya cukup tinggi dan kuat, sehingga dapat
melampaui ambang mikloninya, maka bangkitan epilepsi pasti akan
timbul pula. Suatu misal, adalah pengobatan berbagai penderita psikotik
dengan cara elektroshock. Aliran listrik yang dipergunakan dalam
pengobatan ini dapat menimbulkan bangkitan epilepsi, walaupun orang
itu memiliki ambang miokloni yang cukup tinggi.
Disamping orang-orang yang memiliki ambang miokloni yang cukup
tinggi, ada pula yang memiliki ambang miokloni yang sangat rendah.
Pada orang yang demikian, suatu rangsang yang amat lemah seperti :
panas, emosi, kelelahan, rangsang cahaya sewaktu menonton TV,
hiperventilasi dan sebagainya, akan dapat pula melampaui ambang
miokloninya sehingga timbul kejang. Dapat pula terjadi, bahwa orang
dengan ambang miokloni yang sangat rendah, akan dapat bangkitkan
epilepsi tanpa ada rangsang apapun juga. Hal demikian misalnya dapat
kita jumpai pada penderita dengan epilepsi genuine.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ambang miokloni adalah :
a. Umur
Perbandingan elektrolit di dalam dan di luar sel pada susunan saraf
pusat anak-anak belumlah sesempurna keadaan pada orang dewasa.

6
Demam senantiasa akan menimbulkan metabolisme yang
meningkat di dalam susunan saraf pusat. Bila perimbangan
elektrolit tidak sempurna, maka anak itu akan memiliki suatu
predisposisi untuk mendapatkan kejang. Keadaan ini dinamakan
dengan kejang demam, atau Benigne Febrile Convulsion (B.F.C).
Para orang tua yang demikian, ternyata pada waktu kanak-
kanaknya, juga pernah mendapat kejang demam.
Rupanya yang diturunkan kepada anaknya adalah ambang
miokoloni yang rendah itu.
b. Kadar Gula Darah
Kadar kalsium di dalam darah dapat memudahkan timbulnya
bangkitkan epilepsi. Dengan keterangan ini dapatlah dimengerti
apa sebabnya ada penderita epilepsi yang bangkitnya selalu timbul
pada jam 4 pagi.
c. Hipokalsemia
Kadar kalsium dalam darah seorang penderita epilepsi biasanya
adalah normal. Tetapi bila pada sesorang penderita terdapat suatu
sikatriks meningo serebral dan disamping itu pula ada
hipokalsemia, maka bangkitkan epilepsi akan lebih mudah timbul.
d. Haid
Pada penderita dengan epilepsi ini tampak benar, bahwa
bangkitkan epilepsinya lebih sering timbul pada waktu sedang,
menjelang atau segera sesudah haid. Hal ini rupanya disebabkan
oleh adanya retensi air di dalam jaringan tubuh, termasuk pula di
dalam susunan saraf pusat.
Mungkin lenyapnya progestin yang agaknya mempunyai sifat-sifat
anti konvulsi, mempengaruhi pula ambang miokloni itu.
e. Hamil (Graviditas)
Pada penderita hamil tidak jarang kita jumpai pula adanya
hipertensi, dan faal ginjal yang agak terganggu. Hal ini ternyata

7
dapat merendahkan ambang miokloni, dan memudahkan timbulnya
bangkitan epilepsi.

John Hughlings Jackson mengatakan, bahwa suatu bangkitan epilepsi


adalah suatu penjelmaan lepas muatan listrik dari sebagian substansia
grisea otak. Adrians dalam tahun 1993 dapat membuktikan, bahwa di
korteks serebri, dengan cara perangsangan tertentu dapat ditimbulkan
lepas muatan listrik, yang terus berlangsung walaupun perangsangan itu
sendiri telah dihentikan.
Oleh Adrians lepas muatan ini dinamai “self-sustained after discharge”,
yang dapat kita samakan dengan suatu suatu bangkitan epilepsi.
Lepas muatan sesudah rangsang itu mula-mula kelihatan sebagai suatu
lepas muatan yang berirama serta bervoltage tinggi dan timbulnya
berulang-ulang dengan diselingi oleh saat-saat tenang tanpa
“discharge”.
Saat-saat tenang tersebut tampak makin lama makin menjadi panjang,
sehingga pada suatu waktu tidaklah tampak suatu lepas muatan lagi.
Sewaktu demikian ini ternyata daerah korteks tersebut tidak dapat
dirangsang lagi.
Kemudian tampak bahwa kegiatan listrik itu lambat laun timbul
kembali. Semula sebagai gelombang berirama lambat, tetapi lambat
laun kembalilah ritmenya ke bentuk yang semula, seperti kita lihat
sebeblum terjadinya lepas muatan tersebut.
Penyebab “self-sustained after discharge” itu pada suatu saat berhenti
dan lenyap, adalah mekanisme inhibisi seperti yang telah diuraikan tadi.
Di samping itu timbulnya kelelahan neuron, berhubung tertimbunnya
bermacam-macam metabolit di dalam sel-sel ganglion.
Hal ini pula memegang peranan dalam menghentikan lepas muatan
tersebut.
Bayangkan suatu fokus epileptogenik yang memiliki sel-sel neuron
dengan pompa natrium yang tidak dapat berfungsi dengan baik.

8
Lepas muatan akan mudah terjadi di tempat tersebut. Dan terjadilah
kejang tonik. Tetapi ini hanya dapat berlangsung beberapa saat saja.
Setelah itu neuron-neuron menjadi lelah.
Disamping itu mekanisme inhibisi mulai ikut serta menghambat
bangkitan tersebut.
Karena hambatan ini maka kejang tonik itu akan berubah menjadi
kejang klonik. Masa antar kejang tonik itu makin lama akan bertambah
panjang dan pada suatu saat lepas muatan itu akan terhenti sama sekali.
Jika gabungan neuron tempat terjadinya lepas muatan tersebut
berhubungan dengan suatu efektor perifer, maka bangkitan epilepsi itu
akan tampak sebagai kegiatan dari efektor itu seperti kejang otot atau
sekresi ludah.
Jika gabungan neuron tempat terjadinya lepas muatan tersebut
berhubungan dengan suatu reseptor perifer atau dengan suatu area
assosiasi, maka bangkitan epilepsi itu tidaklah akan tampak dari luar,
tetapai hanyalah dapat dirasakan oleh si penderita itu sendiri, seperti
bagaikan rasa kesemutan atau timbulnya perubahan pada psike si
penderita.
Penfield berpendapat bahwa bangkitan epilepsi umum dengan kejang
tonik dan kejang klonik yang disusul oelh kehilangan kesadaran, timbul
karena telah terjadi suatu lepas muatan dari bagian rostral dari batang
otak (Sistem Sentrensefalik).
Suatu lepas muatan dari sistem sentrensefalik ini dengan melalui sabut-
sabut subkortiko-kortikal akan menjalar ke korteks serebri kedua
hemisfir ini akan menimbulkan suatu kejang umum.
Suatu lepas muatan dari suatu fokus epileptogenik di suatu area dari
korteks serebri akan dapat menjalar :
1. Ke daerah-daerah yang berdekatan dengan fokus tersebut secara
intrakortial.
2. Ke hemisfir di sebelah kontralateraal dengan melalui korpus
kallosum.

9
3. Ke area-area lain di hemisfir ipsilateral dengan melalui sabut-
sabut kortiko-kortikal.
4. Ke pusat subkrtikal di inti sentresefalik, selanjutnya lepas muatan
itu akan dapat menyebar ke seluruh korteks serebri di kedua
hemisfir, sehingga timbullah bangkitan epilepsi umum.
Dengan demikian dapatlah dibayangkan perjalanan suatu
bangkitan epilepsi setempat menjadi suatu bangkitan epilepsi
umum.

Klasifikasi

Klasifikasi Sawan Epilepsi (International League Againts Epilepsy-)


Klasifikasi yang terbaru adalah klasifikasi dari International League Against
Epilepsi (1981). Menurut klasifikasi ini bangkitan epilepsi dibagi dalam :
1. Bangkitan Parsial (fokal, lokal)
a. Bangkitan parsial sederhana (kesadaran tidak terganggu)
1). Dengan gejala motorik
a). Fokal motorik tidak menjalar
b). Fokal motorik menjalar (epilepsi Jackson)
c). Versif
d). Postural
e). Distertai gangguan fonasi
2). Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (halusinasi
sederhana)
a). Somatosensoris
b). Visual
c). Auditoris
d). Olfaktoris
e). Gustatoris
f). Vertigo

10
3). Dengan gejala atau tanda gangguan saraf autonom (sensasi
epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi
pupil).
4). Dengan gejala psikik (gangguan fungsi luhur)
a). Disfasia
b). Dismnesia
c). Kognitif
d). Afektif
e). Ilusi
f). Halusinasi kompleks (berstruktur)

b. Bangkitkan parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran)


1). Awal parsial sederhana diikuti penurunan kesadaran
a). Dengan gejala parsial sederhana
b). Dengan automatisme

c. Bangkitkan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum


(tonik-klonik, tonik, klonik)
1). Bangkitkan parsial sederhana (a) yang berkembang menjadi
bangkitan umum.
2). Bangkitan parsial kompleks (b) yang berkembang menjadi
bangkitan umum.
3). Bangkitan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial
kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.

2. Bangkitan Umum (konvulsif atau non-konvulsif)


a. Bangkitan lena (absence)
1). Hanya penurunan kesadaran
2). Dengan komponen klonik ringan
3). Dengan komponen atonik
4). Dengan komponen tonik

11
5). Dengan automatisme
6). Dengan komponen autonom
Komponen klonik ringan hingga komponen autonom dapat tersendiri
atau dalam kombinasi.
Lena tak khas (atypical absence), dapat disertai :
1). Gangguan tonus yang lebih jelas
2). Awitan dan handekan yang tidak mendadak

b. Bangkitan mioklonik
Kejang mioklonik sekali atau beruhlang-ulang
c. Bangkitan klonik
d. Bangkitan tonik
e. Bangkitan tonik-klonik
f. Bangkitan atonik

3. Bangkitan tak tergolongkan


Tambahan
Bangkitan epilepsi dapat timbul :
a. Tak terduga, tak tentu waktunya
b. Siklus, timbul pada waktu-waktu tertentu (Berhubungan dengan
siklus haid, bangun tidur)
c. Setelah mendapat rangsangan :
1). Non-sensoris (lelah, alkohol, emosi)
2). Sensoris (misalnya cahaya yang berkedip)
Kejang yang terjadi terus-menerus disebut status epilepsi yang dapat
parsial atau umum. Kejang-kejang motorik lokal yang terjadi terus-
menerus disebut epilepsi parsial kontinu.
Dalam pembagian ini yang dimaksud dengan kesadaran ialah derajat
keengahan (awereness) dan daya beresponsi terhadap rangsangan.

12
Engah berarti ada kontak dengan kejadian-kejadian sekeliling dan
mengingatnya. (Dari Z. Syeban, S. Markam, T. Harahap : Klasifikasi
Bangkitan Epilepsi).

GRAND MAL
Prodorma mungkin ada, tetapi mungkin pula tidak ada pada penderita
dengan grand mal. Bila ada, prodroma ini dapat terjadi beberapa jam
atau beberapa hari sebelum bangkitan umum itu terjadi. Akan
tampaklah, bahwa penderita itu akan menjadi lekas marah. Mungkin
tampak pula timbulnya miokloni, yang dapat berlangsung terus, sampai
berhari-hari, sampai bangkita umum tersebut mulai. Aura sering tidak
tampak pada penderita dengan grand mal. Dengan demikian bangkita
grand mal itu sering mulai tanpa ada aura yang mendahuluinya.
Bila ada aura, maka aura ini dapat berupa, rasa tidak enak di ulu hati,
atau rasa pening (vertigo epileptika), seolah-olah sekitarnya menjadi
berputar. Bangkitan biasanya terjadi dengan sekonyong-konyong.
Dengan suatu teriakan, penderita jatuh pingsan. Kepala berputar ke
samping atau ke belakang. Seluruh otot tubuh ada dalam kontraksi tonik
(fase tonik). Sesudah beberapa saat (beberapa detik sampai maksimal
30 detik) kejang tonik itu berubah menjadi kejang klonik (fase klonik)
yang biasanya berlangsung sinkron di kedua sisi tubuh. Biasanya tangan
dalam kedudukan fleksi, sedangkan kaki dalam kedudukan ekstensi.
Tubuh sewaktu-waktu dapat tampak bagai berputar. Lidah dapat tergigit
dan mulut tampak berbuih, sedangkan tidak jarang pula ada
inkontinensia urine (dan mungkin juga inkontinensia alvi). Fase kejang
klonik ini kemudian disusul dengan fase koma. Koma ini kita namai
koma epileptik. Lambat laun penderita siuman kembali. Mula-mula
penderita masih soporeus, adanya disorientasi dan otomatisma yaitu
gerakan-gerakan tanpa tujuan tertentu.

13
Bila penderita telah siuman kembali, ternyata pada penderita tampak
suatu amnesia retrograd, walaupun prodromanya masih dapat diingat.
Tidak jarang dalam fase ini penderita mengeluh tentang nyeri kepala.
Bila dalam fase ini dapat kita temukan suatu hemiplegia post-konvulsif
(Todd’s paralyse), maka hal ini akan sangat membantu kita dalam
menetapkan lokalisasi dari fokus epileptogenik di korteks serebri.
PETIT MAL
Petit mal biasanya kita jumpai pada anak-anak. Pada penderita akan
tampak adanya absence (lena) yang berlangsung beberapa detik. Pada
waktu itu muka penderita menjadi pucat ; matanya terus memandang ke
suatu tempat. Bila tadinya ia sedang berbicara, maka dapat terjadi ia
berhenti di tengah-tengah suatu kalimat.
Kalau ia sedang bergerak, maka geraknnya sekonyong-konyong terhenti
dan bila ada sesuatu (misalnya piring atau potlot) di tangannya, maka
barang itu dapat terjatuh.
Penderita sendiri tidak jatuh.
Absences ini hanya berlangsung beberapa detik. Kemudian penderita
siuman kembali dan pekerjaannya yang tadi terhenti dilanjutkannya
kembali seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Kalau penderita sedang
mengikuti pelajaran, maka di dalam buku catatannya akan tampak
kekosongan-kekosongan yang cukup panjang, sehingga catatan-catatan
tersebut tidak dapat dimengerti lagi.
Kita harus selalu ingat, bahwa bangkitan kehilangan kesadaran yang
berlangsung lebih dari beberapa detik dan yang terjadi pada umur
dewasa, bukanlah suatu bangkitan petit mal.
Uraian tadi menggambarkan petit mal yang biasa kita lihat di dalam
klinik. Di dalam buku pelajaran disebutkan pula tentang sindrom dari
Lennox Gastaut, yang terdiri dari :
a. Absences

14
b. Bangkitan akinetik dengan keadaan dimana tonus itu sekonyong-
konyong hilang, sehingga penderita itu mau jatuh, tetapi lantas
segera tonus itu kembali lagi.
c. Bangkitkan miokloni.

EPILEPSI PSIKOMOTOR
Kelainan patologik pada penderita dengan epilepsi psikomotor pada
penderita dengan epilepsi psikomotor selalu terletak pada lobus
temporalis, oleh karena itu epilepsi ini pula dinamai epilepsi lobus
temporalis.
Bangkitkan epilepsi psikomotor memperlihatkan gejala-gejala gangguan
jiwa, seperti ilusi, halusinasi, waham sehingga tampaknya si penderita
seperti seorang paranoid. Mungkin pula ada gejala déjà vue (sudah
pernah lihat) dan jamais vue (tidak pernah lihat).
Penderita mungkin pula menjadi agresif.
Tidak jarang kita lihat si penderita memperlihatkan gejala otomatisma,
membuka bajunya, mengusap-usap mulutnya, berjalan-jalan, pokoknya
melakukan gerakan-gerakan tanpa tujuan dan tanpa disadari sendiri.
Kesadaran si penderita pada waktu itu adalah berubah, (dreamy state).
Bangkitan seperti diuraikan tersebut terjadi dengan rasa nyeri di ulu hati.
Seperti telah dikatakan tadi, kelainan patologik dari bangkitan epilepsi
selalu ada lobus temporalis.
Misalnya :
a. Setelah suatu persalinan yang berat, maka pada bayi dapatlah timbul
suatu edema serebri. Akibat dari edema serebri ini adalah bahwa
mungkin hippokampus terdesak ke dalam insisura tentorii, sehingga
terjadilah hernia hippokampi yang mengakibatkan bahwa di daerah
tersebut akan terjadi malasi yang kemudian akan meninggalkan
suatu sisa cacat sebagai suatu skelrosis kornu ammonis.

15
b. Selain daripada karena anoksi, juga karena hipoglikemi dapat pula
timbul malasi di kornu ammonis, yang akan meninggalkan suatu
cacat berupa slerosis kornu ammonis.
c. Trauma kapitis dapat menimbulkan benturan diantara os sfeonidale
dengan fasies inferior dari lobus temporalis. Ini lantas menimbulkan
kontusio di daerah tersebut dan kemudian meninggalkan cacat
seperti diuraikan di atas.
d. Suatu infark, neoplasma atau vascular mal formation dibagian
medial dari lobus temporalis selalu akan dapat menjadi suatu fokus
epileptogenik bagi bangkitan epilepsi psikomotor.

EPILEPSI JACKSON
Yang dimaksud oleh Jackson dengan macam bangkitan epilepsi ini
adalah bangkitan epilepsi yang terjadi secara unilateral.
Bangkitan ini timbul karena adanya suatu lepas muatan dari area
motorik korteks serebri secara unilateral.
Pada epilepsi macam ini bangkitannya bersifat kejang ritmis (klonis)
pada salah satu anggota tubuh, yang kemudian dapat menjalar ke bagian
tubuh lain.
Sering misalnya kita lihat bahwa bangkitan kejang ritmis itu mulai di ibu
jari atau di jari telunjuk dari satu tangan, yang kemudian dapat menjalar
ke bibir dan kelopak mata di sisi yang sama.
Bangitan itu dapat menjalar ke seluruh tubuh dan menjadi bangkitan
umum. Tetapi biasanya bangkitan itu tetap tinggal terbatas pada satu
anggota tubuh dan kesadaran penderita pun tetap baik.
Epilepsi Jackson ini adalah suatu bangkitan epilepsi parsial.
Sifat suatu bangkitan epilepsi parsial adalah sangat tergantung dari
tempatnya fokus epileptogenik yang menimbulkan lepas muatan
tersebut.
Secara umum dapatlah kita bagi bangkitkan epilepsi parsial itu dalam :
a. Bangkitan motorik

16
b. Bangkitan sensorik
c. Bangkitan viseral

a. Bangkitan motorik
1) Epilepsi Jackson
Seperti diuraikan di atas bangkitan ini merupakan suatu
bangkitan klonis.
2) Bangkitan kejang tonik
Sewaktu terjadi bangkitan kejang tonik biasanya kaki ada dalam
kedudukan ekstensi dan tangan dalam kedudukan fleksi.
Bangkitan ini rupanya timbul karena terlepasnya stamganglia
dari pengawasan koteks serebri.
Kejang tonik ini dapat berlangsung beberapa detik sampai
beberapa menit, tanpa timbulnya kesadaran yang menurun.
Bangkitan kejang tonik dapat terlihat karena kelainan otak yang
timbul akibat kelahiran yang sukar, pada post-ensefalitis, pada
hipokalsemia dan pula pada penyakit Wilson.
3) Bangkitan atonik
Pada bangkitan atonik ini telah terjadi lepas muatan dari area 4S.
penderita pada waktu bangkitan ini perlahan-lahan jatuh
(kehilangan tonus untuk berdiri) dengan kesadaran yang tetap
baik.
4) Bangkitan versif
Pada bangkitan ini terjadilah lepas muatan dari lobus frontalis
bagian belakang.
Pada waktu bangkitan tampaklah, bahwa kepala menghadap dan
mata terus melirik ke kontra-lateral.
5) Bangkitan anartri
Pada bangkitan ini telah terjadi lepas muatan dari daerah Rolandi
bagian bawah. Pada waktu bankitan, penderita tidak
mengucapkan kata-kata dengan baik.

17
6) Bangkitan psikomotor
Bangkitan ini telah diuraikan di atas.
7) Bangkitan afasi
Pada waktu bangkitan ini telah terjadi lepas muatan dari girus
frontalis inferior atau girus temporalis superior dari hemisfir
yang dominan.
Sewaktu terjadi bangkitan ini si penderita tidak dapat
membentuk kata-kata yang hendak ia ucapkan.
b. Bangkitan sensorik
1) Bangkitan somato-sensorik
Pada waktu bangkitan ini terjadilah lepas muatan dari girus
sentralis posterior.
Bangkitan ini dapat bersifat perasaan kesemutan, rasa tebal, atau
rasa nyeri, atau perasaan seolah-olah anggota tubuh itu hendak
bergerak di luar kemauan kita.
Bangkitan ini juga dinamai Sensible Jackson.
2) Bangkitan visual
Suatu lepas muatan dari lobus oksipitalis dapat menimbulkan
bangkitan ini. Sewaktu bangkitan ini timbul si penderita melihat
skotom-skotom dari berbagai macam bentuk, warna dan gerakan.
Dapat terjadi, bahwa daya melihat seluruhnya lenyap dan
seantero dunia tampaknya gelap.
Dapat pula terjadi bahwa lepas muatan ini hanya terjadi pada
lobus oksipitalis dari satu hemsifir saja, sehingga terjadilah
hemianopsi.
3) Bangkitan auditorik
Suatu lepas muatan dari girus temporalis superior dapat
menimbulkan bangkitan ini. Sewaktu bangkitan ini timbul si
penderita dapat mendengar bermacam-macam suara, seperti
misalnya suara mendenging, bunyi bel dan lain-lain.
4) Bangkitan vertigo

18
Pada bangkitan ini lepas muatan terjadi di daerah girus girus
tempolaris superior. Bangkitan ini menimbulkan rasa pening atau
berputar pada si penderita.
5) Bangkitan olfatorik
Pada bangkitan ini lepas muatan terjadi di daerah unkus.
Bangkitan ini menimbulkan rasa seolah-olah si penderita telah
mencium sesuatu yang harum.
6) Bangkitan gustatorik
Pada bangkitan ini lepas muatan terjadi di daerah bagian atas
dari operkulum. Bangkitan ini menimbulkan rasa seolah-olah si
penderita telah mengecap sesuatu yang pahit dan lain-lain.
7) Bangkitan psikik
Bangkitan ini telah diuraikan pada bangkitan psikomotorik
(epilepsi lobus temporalis)
c. Bangkitan viseral
Fokus epileptogenik pada penderita dengan bangkitan viseral
terletak di daerah rinensefalon yaitu di lobe limbik dan lobus
perifalsiformis.
Sewaktu bangkitan ini timbul si penderita memperlihatkan adanya
otomatisme dari alat-alat dalam, seperti misalnya timbulnya
gerakan-gerakan dari bibir seperti telah mengecap sesuatu dan pula
disertai dengan hipersalivasi.
Dapat pula timbul rasa nyeri di ulu hati, rasa sesak nafas seperti
dicekik, palpitasi, banyak keluar keringat dan sewaktu-waktu muka
sipenderita tampaknya pucat.

Diagnosis
Anamnesis
- Serangan  berulang, lebih dari 1 kali
- Kejang  fokal/umum (pola kejang)
- Lama serangan  tidak lama

19
- Kesadaran  bisa terganggu atau tidak
- Tempat serangan dimana saja
- Ada aura  gejala yang mendahuluinya
- Kejadian yang dialami  dalam kehamilan, kelahiran, anak, dewasa

I. Pemeriksaan :
- Status neurologis  fungsi kortikal
- Laboratorium  Metabolik  ureum, gula darah, Calsium,
phenylketonuria
- EEG

II. Radiologis : Schedel, Angiografi, CT Scan, MRI

Diagnosis Banding
Sewaktu mendengarkan cerita penderita, tentu akan timbul pertanyaan pada
kita, apakah bangkitan yang dialami si penderita adalah bangkitan epilepsi
ataukah suatu bangkitan penyakit lain.
Bangkitan-bangkitan lain yang perlu dipertimbangkan adalah :
1. Sinkope (kolaps-fainting)
Sinkope adalah suatu keadaan di mana penderita mengalami kesadaran
yang menurun, kesadaran yang menurun ini hanya berlaku dalam waktu
yang singkat saja. Setelah terlentang segera si penderita siuman
kembali.
Keadaan ini timbul karena jumlah darah yang mengalir ke otak adalah
berkurang (C.B.F. menurun sampai di bawah jumlah darah yang
diperlukan oleh otak).
Sinkope misalnya dapat dilihat pada :
a. Waktu berdiri lama diterik matahari, mialnya sewaktu apel bendera
di lapangan pada hari yang panas.
b. Pada orang tua yang tengah malam bangun tidur untuk kencing.

20
Pada waktu malam hari tensi selali agak rendah. Penderita ini
bangun tergesa-gesa karena hendak kencing sehingga terjadilah
hipotensi dan sinkope (“Macturrition Syncope”).
c. Penderita yang telah lama dirawat dalam tempat tidur, lantas
sekonyong-konyong berdiri, mungkin sekali akan menglami
sinkope.
d. Nyeri : Trauma yang menimbulkan nyeri dapat menimbulkan
sinkope.
e. Takut
Takut dapat menimbulkan hiperventilasi. Ini mengakibatkan pCO2
di dalam darah dalam otak akan menurun
Hal demikian akan menimbulkan takhikardi. Takhikardi ini
mengakibatkan menurunnya Cardiac Output. Dan ini dapat
menimbulkan sinkope.
f. Sinkope itu dapat pula timbul sebagai suatu “Condition-Reflex”,
misalnya dimarahi latas mendapat sinkope.
Kejadian yang menyenangkan dapat sebagai refleks bersyarat
menimbulkan sinkope. Demikian pula kejadian yang menyedihkan.
g. Perdarahan yang cukup banyak dapat menimbulkan anemia otak.
Keadaan ini tentu dapat menimbulkan sinkope.
h. Penyakit jantung tertentu dapat menimbulkan low cardiac output,
yang dapat menimbulkan sinkope. Selain daripada itu adams-
Stokes dapat menimbulkan iskhemia otak dan bangkitan epilepsi.
i. “Carotid sinus syncope” (Vaso-vagal syncope).
Tekanan pada sinus caroticus dapat menimbulkan sinkope.
j. Pemberian overdose dari obat-obat tertentu, misalnya :
1). Obat-obat hipotensive
2). Obat-obat sedative
3). Insulin dan tablet anti-diabetika, yang dapat menimbulkan
hipoglikemia.

21
Cara membedakan sinkope (kolaps) daripada epilesi adalah seperti
berikut :
Sinkope Epilepsi :
a. Muka pucat Tidak pucat
(kadang-kadang bahkan sianotik)
b. Tensi darah menurun Tensi meningkat
c. EEG normal EEG ada abnormalitas

2. Sindrom Narkolepsi-Katapleksi
a. Narkolepsi
Narkolepsi adalah suatu penyakit dengan bangkitan-bangkitan
tidur. Bangkitan tidur ini dapat berlangsung beberapa menit sampai
beberapa jam. Penderita selalu dapat dibangunkan kembali. Suatu
bangkitan dapat terjadi sehabis banyak makan. Dapat pula timbul
sewaktu sedang mengikuti rapat yang membosankan. Bahkan
bangkitan ini dapat pulat timbul sewaktu sedang mengemudikan
kendaraan.
b. Katapleksi
Katalepsi adalah suatu penyakit yang ditandai oleh bangkitan-
bangkitan tidak dapat menggerakan tubuh/anggota tubuh.
Kesadaran penderita selama bangkitan ini adalah selalu baik.
Bangkitan katalepsi dapat timbul sewaktu marah-marah, banyak
tertawa dan emosi.
c. “Sleep paralysis” (Paralisis nokturnal)
“Sleep paralysis” adalah suatu penyakit yang ditandai bangkitan-
bangkitan ketidakmampuan untuk menggerakkan anggota tubuh
(yang tonusnya lenyap sama sekali) untuk beberapa saat.
Selama bangkitan ini kesadaran penderita selalu baik.
Kejadian ini terjadi :
1). Sesaat akan tidur
2). Sesaat bangun tidur

22
Jadi penderia sudah jaga (Jawa = melek), tetapi beberapa saat ia
menjadi ketakutan sebab ia tidak sanggup untuk menggerakkan
anggota tubuhnya.
Mioklonus noturnus adalah keadaan dimana seorang
memperlihatkan gerakan-gerakan pada kakinya, sesaat ia akan
tidur.
Mioklonus nokturnus dapat dilihat pada orang sehat dan harus
dianggap sebagai hal yang normal.
d. “Hypnagogic Hallucinations” (Pavor nokturnus”)
“Hypnagogic hallucinations” adalah sautau penyakit dimana si
pendeirta memperlihatkan bangkitan-bangkitan halusinasi oditorik
atau visual, sesaat sebelum ia tertidur.

3. Histeri
Histeri dapat dibedakan dari bangkitan epilepsi seperti berikut :
Epilepsi : Histeri :
a. Bangkitan dapat timbul Bangkitan timbul sewaktu
sewaktu penderita berada penderita dikelilingi banyak
sendirian (misalnya sewaktu orang ada banyak emosi
sedang tidur malam hari)

b. Muka : Muka
Mungkin agak sianotik Tidak sianotik

c. Ada teriakan sebelum timbul Ada juga teriakan sebelum timbul


bangkitan bangkitan, tetapi teriakan itu
berbentuk suatu kalimat yang
cukup panjang

d. Terdapat kejang tonik atau Terdapat gerakan-gerakan


klonik tertentu seperti mau memegang
barang atau orang

e. Refleks kornea sewaktu Refleks kornea sewaktu


bangkitan dapat menjadi bangkitan positif bahkan sewaktu
negative mata hendak dibuka untuk
memeriksa refleks kornea itu
kelopak matanya dipejamkan

23
f. Refleks plantar sewaktu Refleks plantar sewaktu
bangkitan dapat jadi ekstensor bangkitan selalu plantar (normal)

g. Sewaktu bangkitan penderita Sewaktu bangkitan tidak pernah


mungkin dapat : daat luka, lidah tergigit, atau
- luka-luka inkontinensia urinae/alvi
- lidah yang tergigit
- inkontinensia urinae
- inkontinensia alvi

h. E.E.G : ada abnormalitas E.E.G normal

Faktor Pencetus :
- kurang tidur - terlalu lelah
- stress emosional - fotosensitif
- infeksi - obat-obatan tertentu :
- alkohol * anti depressan trisiklik
- hormonal (haid, kehamilan) * obat tidur (sedatif)

Komplikasi
Setiap bangkitan epilepsi pada akhirnya akan dapat mengganggu oksigenasi
dari sel-sel di dalam otak. Bila ini terjadi berulang kali secara terus menerus
maka keadaan ini akhirnya akan menimbulkan atrofi pada korteks serebri.
Atrofi korteks serebri ini akan menimbulkan “chronic brain syndrome”,
yang dalam hal ini dinamai Demensia epileptika.
Demensia epileptika memperlihatkan gejala-gejala seperti berikut :
Proses fikir berlangsung sangat lambat
Isi fikiran tidak ada (ergosentris) dan selalu diulang-ulangi.
Buah fikirannya tidak jelas, kira-kira saja dan kabur.
Menulis pun lambat dan sering dengan kata-kata yang sama, ditulisnya
berulang kali
Tingkah laku kooperatif sekali, selalu mau membantu
Penderita sering tampak eufor, ia dapat dipandang sebagai seorang yang
optimis.

24
Penderita tidak dapat membedakan hal-hal yang penting dan yang kurang
penting, semua disamaratakan saja.
Dalam hal ini terdapat perkecualian yaitu hal-hal yang kurang adil
sangat dirasakannya. “Ketidakadilan” ini lantas terus-menerus diceritakan,
padahal sebenarnya itu adalah hal-hal yang remeh/kurang penting
(tetek/bengek).
Daya ingatan penderita berkurang secara menyeluruh. Hal-hal baru dan
lama sama-sama dilupakannya. Hal-hal sedih yang telah lama sewaktu-
waktu dapat diingat oleh si penderita.
Konsentrasi penderita juga merosot, tetapi disini juga tampak adanya
pengecualian, yaitu bahwa perhatiannya dapat “melekat” pada hal-hal yang
menyedihkan dan hal-hal yang dianggapnya kurang adil.
Orientasi penderita pada umumnya adalah baik.
Persepsi penderita kurang tajam. Penderita sering tampak sukar dapat
mengikuti suatu cerita yang banyak “plotnya” nya.
Cara bicara penderita adalah lambat dan ragu-ragu. Sering terdapat
perseverasi. Sering penderita secara bisik-bisik seolah-olah ada rahasia yang
ia hendak sampaikan, padahal yang diceritakannya itu hanyalah “tetek
bengkek” (hal yang remeh/kurang penting).
Sewaktu-waktu terdapat waham, yaitu waham khusus mengenai
ketidakadilan, yang telah menimpa dirinya. Sewaktu-waktu terdapat pula
mannerisma dan ada kecenderungan hendak melakukan semua pekerjaan
secara sempurna (“perfect”).

Penatalaksanaan
Tujuan :
 Menghentikan bangkitan epilepsi
 Membebaskan penderita dari bangkita epilepsi
 Memungkinkan penderita epilepsi mengembangkan diri sebaik-baiknya
dan hidup normal dalam masyarakat

25
Prinsip :
 Obat Anti Epilepsi ( 1 macam obat, dosis terkecil efektif)
 Hindari fektor pencetus
 Terapi etiologi atau causatif  pembedahan
 Aspek sosial – keluarga, lingkungan

Obat-obat anti-konvulsan yang dapat dipergunakan adalah :


1. Fenobarbital
Obat anti-konvulsan yang terbaik dan termurah adalah fenobarbital
(luminal). Obat ini untuk pertam kali dipergunakan sebagai anti-
konvulsan dalam tahun 1912 oleh Hauptmann. Dosis dari luminal
adalah 100 – 300 mgr sehari, yang biasanya diberikan 3 x 50 mgr atau
3 x 100 mgr sehari. Pemberian luminal pada anak-anak
mempergunakan dosis yang lebih rendah sesuai dengan umur si anak.
Bila luminal diberikan dengan dosis yang terlalu tinggi akan
menimbulkan rasa ngantuk pada penderita. Penghentian terapi dengan
luminal hendaknyalah dilakukan secara berangsur-angsur (misalnya
dosis diturunkan secara berangsur-angsur selama lima hari).
Penghentian terapi luminal secara sekonyong-konyong dapat
menimbulkan status epileptikus.
2. Difenilhidantoin
Sebagai anti-konvulsan, obat ini untuk pertama kali dipergunakan
dalam tahun 1938 oleh Merritt dan Putnam.
Kelebihan dari obat ini adalah oleh karena ia ternyata tidak sedatif.
Difenilhidantion (Dilantin) tidak dapat dipergunakan untuk mengobati
Petit Mal. Dilantin hanya dipergunakan untuk mencegah timbulnya
bangkitan epilepsi pada penderita dengan Grand Mal dan Epilepsi
Psikomotor. Dilantin setelah diberikan selama 4 – 5 hari baru tampak
khasiatnya.
Dalam hal ini bebeda dengan luminal yang berkhasiat dengan segera,
tetapi efeknya juga akan lenyap dalam waktu yang singkat.

26
Dilantin diberikan dalam dosis 300 – 600 mgr sehari. Dosis pada anak-
anak diberikan sesuai dengan umurnya.
Gejala-gejala toksik terutama tampak pada pemberian dilantin pada
anak-anak. Gejala toksik tersebut adalah : vertigo, akne, iritasi
lambung, sewaktu-waktu (tetapi jarang) diskrasi darah. Efek samping
ini dapat dihilangkan dengan menghentikan terapi dengan dilantin.
3. Valium (“Diazepam”)
Khusus harus disebutkan disini kegunaan valium bila disuntikan secara
intravena pada terapi penderita dengan status Epileptikus. (Dosis 10
mgr Valium injeksi yang diberikan secara intravena).
4. Tegretol (“Carbamazepin”)
Dipergunakan pada pengobatan penderita dengan Grand Mal dan
dengan Epilepsi Psikomotor. Dosis dua kali 200 mgr per os.
5. Clonazepam
Clonazepam ternyata adalah berkhasiat, bila dipergunakan pada terapi
penderita dengan Petit Mal dan bangkitan akinetik dan mioklonik.
Clonazepam diberikan dalam dosis 2,5 mgr sehari. Biasanya diberikan
tiga kali sehari (jika kira-kira 3 x 0,8 mgr sehari).
6. Tridione/Paradione
Obat-obat ini adalah dari kelompok “Oxazolidine-dione”. Paradione
ternyata adalah kurang toksik pada anak-anak dengan Petit Mal.
Dosis : 3 x 150 – 300 mgr sehari. Dosis dapat ditingkatkan sampai 3
gram sehari. Efek samping dari obat-obat ini adalah :
a. Ngantuk
b. Fotofobi
c. Akne
d. Agranulosis dan anemia aplastik
7. Zarontin (Ethosuximide)
Zarontin adalah sangat baik pada penderita dengan Petit Mal. Dosis
pada anak-anak (yang berumur kurang dari 6 tahun) adalah 2 (atau 3) x
250 mgr – 500 mgr sehari.

27
Efek samping adalah :
a. Anoreksia
b. Nausea
c. Muntah-muntah
d. Depresi sumsum tulang
8. Diamox
Diamox dulu dipakai juga untuk pengobatan Petiti Mal. Pada anak-anak
dapat diberikan ½ tablet sehari. Setiap 4 hari dosis lantas ditingkatkan
sampai bangkitan Petit Mal itu berkurang atau hilang sama sekali.
Tetapi ternyata acapkali timbul gejala-gejala toksik.
9. “Valproic acid” (Depakene)
Depakene dapat dipergunakan dalam pengobatan Petit Mal dan pada
“myocloni epilepsy” dan bangkitan akinetik.
Preparat Depakene dalam bantuk kapsul dan dalam bentuk sirup yang
berisi 250 mgr “valproic acid” per 5 ml sirup. Dosis pada anak-anak :
Biasanya dimulai dengan 250 mgr valproic acid (Depakene) sehari dan
kemudian dinaikkan setiap minggu sampai tidak ada bangkitan ebsense
lagi.
Dosis :
15 mgr/kg/sehari sampai tidak ada absence lagi (atau harus di hentikan
karena ada efek samping).
Dosis maksimal : 30 mgr/kg/sehari.
Efek samping :
a. Badan terasa capai
b. Mual, muntah dan diare
c. Berat badan bertambah
d. Tremor
e. Trombositopenia ringan
f. Enzim-enzim hepatik meningkat

28
Sewaktu terapi dengan Depakene hendaknya di pantau :
1) Jumlah trombosit
2) Fungsi hati
Sewaktu memberikan terapi dengan obat-obat anti-konvulsan akan
timbul pertanyaan : Kapankan terapi dengan obat-obat anti-konvulsan
ini dapat dihentikan?
Bila dalam satu tahun tidak timbul bangkitan epilepsi, maka
pengehentian pemberian obat anti-konvulsan secara lambat laun dapat
dipertimbangkan.
Contoh :
a. Penderita-penderita yang telah satu tahun bebas dari bangkitan
epilepsi, tetapi E.E.G. nya adalah abnormal.
Pada penderita-penderita ini pengobatan dengan obat-obat anti-
konvulsan dilanjutkan.
b. Penderita-penderita yang masih sewaktu-waktu mendapat bangkitan
epilepsi, tetapi memperlihatkan E.E.G. yang normal.
Pada penderita-penderita ini pengobatan dengan anti-konvulsan
tetap dilanjutkan.
c. Penderita-penderita yang telah satu tahun bebas dari bangkitan
epilepsi dan memperlihatkan E.E.G. yang normal.
Pada penderita-penderita ini pemberhentian terapi dengan anti-
konvulsan secara lambat-laun dapat dipertimbangkan.

SINDROMA EPILEPTIK
Adalah gangguan yang ditandai oleh sekelompok keluhan gejala :
 1 tipe atau beberapa tipe sawan epileptik
 kelainan EEG iktal dan interiktal
 perjalanan penyakit
 faktor pencetus
 gangguan neurologik, inteligensia
 respon terhadap OAE, herediter, etiologi

29
Klasifikasi Sindroma Epilepsi :
I. Epilepsi Umum
1. Epilepsi umum primer (idiopatik, kriptogenik, fungsional/ jinak) pada
masa anak dan remaja
a. Epilepsi absens / petit mal
b. Epilepsi absens miokloni
c. Kejang tonik klonik umum / grand mal
d. Epilepsi absens kombinasi dengan grand mal
2. Epilepsi umum sekunder (simptomatik, lesional/ ganas) pada masa
bayi, anak dan remaja
a. Berbagai jenis epilepsi umum akibat ensefalopati spesifik
b. Berbagai jenis epilepsi umum akibat ensefalopati non spesifik :
- sindrom West
- sindrom Lennox Gastaut
- sindrom-sindrom variasi sindrom Lennox- gastaut

II. Epilepsi parsial


1. Epilepsi parsial primer (idiopatik, kriptogenik, fungsional/ jinak) pada
masa anak usia lebih dari 10 tahun dan remaja
a. Epilepsi motorik parsial primer dengan “spikes” sentro mid
temporal
b. Epilepsi sensomotorik parsial primer dengan “spikes” parietal
c. Epilepsi visual parsial primer dengan “spikes-wave” oksipital
2. Epilepsi parsial sekunder (simptomatik, lesional/ ganas) pada semua
golongan usia, terutama orang dewasa
a. Epilepsi parsial sekunder dengan simptomatologi sederhana
(elementer)
b. Epilepsi parsial sekunder dengan simptomatologi kompleks

30
STATUS EPILEPTIKUS
Pada status epileptikus, sipenderita telah mengalami bangkitan-
bangkitan kejang tonik dan kejang klonik berulangkali, tanpa siuman
kembali disaat-saat antar bangkitan.
Suatu status epileptikus misalnya akan dapat timbul bila pengobatan
dengan luminal pada penderita epilepsi dihentikan secara mendadak.
Suatu status epileptikus haruslah selalu kita pandang sebagai suatu
kejadian darurat dan bangkitan itu harus segera dihentikan.
Suatu status epileptikus yang tidak dapat dikendalikan dapat
menimbulkan keadaan yang gawat dan dapat membawa maut.

REFLEKS EPILEPSI
Suatu refleks epilepsi adalah bangkitan epilepsi yang ditimbulkan
oleh suatu rangsang tertentu.
Misalnya pada penderita dengan “photogenic epilepsy”, bangkitan-
bangkitan itu timbul sewaktu si penderita sedang nonton TV atau
nonton film.
Pada penderita dengan “musicogenik epilepsy”, bangkitan itu dapat
timbul sewaktu si penderita sedang mendengarkan suatu melodi
tertentu.
Bangkitan ini dapat timbul bila si penderita kaget, misalnya
dipegang dengan sekonyong-konyong. Dapat pula timbulnya
bangkitan ini dipengaruhi oleh adanya emosi seperti misalnya pada
penderita yang selalu mendapat serangan, bila ia hendak mengambil
sesuatu keputusan.
B.F.C (“BENIGN FEBRILE CONVULSION”)
“Benign Febrile Convulsion) memiliki sifat-sifat khas seperti
berikut :
a. B.F.C. dapat timbul bila anak mendapat panas.

31
b. B.F.C. biasanya timbul pada anak-anak di bawah umur tiga
tahun. Bila umur anak itu telah lebih dari 10 tahun, maka ia
mendapat B.F.C, lagi, sila suhu tubuhnya meningkat.
c. Dari riwayat keluarga penderita sewaktu-waktu dapat diketahui,
bahwa orang tuanya, ibu atau ayahnya dahulu juga pernah
menderita B.F.C.
d. E.E.G. si penderita di luar bangkitan adalah selalu normal.
Seperti diuraikan di atas B.F.C biasanya ditemukan di dalam
keluarga-keluarga tertentu yaitu keluarga-keluarga dengan ambang
miokloni yang rendah.
Kita harus selalu berusaha dan mengambil tindakan pencegahan
seara cermat, supaya dapat dihindari timbulnya bangkitan epilepsi
tersebut.
Setiap bangkitan epilepsi akan dapat menimbulkan anoksia pada
otak, yang akan dapat menimbulkan kerusakan yang menetap pada
korteks serebri.
Kelainan ini dikemudian hari akan dapat menimbulkan epilepsi
sekunder dengan bangkitan yang timbul dengan atau tanpa panas,
walaupun umur si penderita telah melebihi sepuluh tahun.

“INFANTILE SPASM” (SINDROM DARI WEST)


“Infantile Spasm” adalah semacam epilepsi yang yang timbul karena
adanya suatu keruskaan kortikal yang difus. Kerusakan pada korteks
serebri timbul karena :
a. Ada keterlambatan dalam maturasi dan mielinisasi dari susunan
saraf pusat.
b. Defek kongenital di dalam S.S.P.
c. Trauma kapitis sewaktu anak itu dilahirkan.
d. Suatu ensefalopati.
e. Anak itu menderita penyakit tuberous sclerosis (Bourneville).

32
“Infantile Spasm” biasanya timbul untuk pertama kalinya
pada umur yang muda, yakni diantara umur tiga sampai tujuh bulan.
“Infantile Spasm” dapat mulai dengan bangkitan mengangguk-
angguk, yaitu tubuh si anak itu digerakkan ke depan dan kebelakang
sedangkan tangannya diangkat dan diturunkannya, kalau dipandang
sepintas lalu memang menyerupai gerakan-gerakan sewaktu
sembahyang. Oleh karena itulah bangkitan epilepsi macam ini juga
dinamai slam epilepsi.
Di dalam buku-buku Anglo-Saxon, bangkitan ini juga
dinamai “Jacknife Attack”. Bangkitan ini dapat timbul setiap hari,
bahkan setiap harinya dapat timbul beberapa bangkitan, yang
sewaktu-waktu dapat pula disusul oleh suatu bangkitan grand mal.
Kecerdasan penderita biasanya adalah sub-normal. Pada
E.E.G dapat terlihat adanya hypsarrhythmia, yaitu suatu gambar
E.E.G. dengan gelombang beramplitudo tinggi, dengan spikes, sharp
waves dan slow waves, serta diselingi oleh gelombang bervoltage
rendah. Dalam hal pengobatan penyakit ini dapatlah disinggung di
tempat ini bahwa pemberian piridoksin dan kortikotrofin (A.C.T.H)
rupanya dapat mempengaruhi kelanjutan dari penyakit ini, sehingga
progresi dari “Infantile Spasm” ini lebih lanjut dapatlah dicegah
dengan hasil yang cukup memuaskan.

Pada anak-anak kita temukan ritme yang berbeda daripada


ritme yang ditemukan pada oprang dewasa. Sejak lahir ritme alfa itu
mengalami perubahan-perubahan.
Baru pada umur 12 tahun ritme itu mencapai frekuensi dan
amplitudo seperti kita lihat pada orang dewasa. Secara singkat
dapatlah disimpulkan bahwa ritme-ritme yang dapat dilihat pada
E.E.G adalah sebagai berikut “

33
Sub delta Delta Theta Alfa Beta

Kurang 0,5 0,5 – 1 4–8 8 – 12 18 – 30

Frekuensi : Siklus per detik (Hertz)


Ritme normal dapat dipengaruhi oleh :
a. Cahaya yang mengenai retina
b. Rangsang sensorik
c. Keadaan mental dan emosi
d. Tidur

E.E.G. yang abnormal dapat memperlihatkan kelainan-kelainan seperti


berikut :
a. Fokalisasi
b. Asimetri
c. Frekuensi yangterlalu lambat
d. Frekuensi terlalu cepat
e. Amplitudo yang terlalu tinggi
f. Gelombang subdelta, gelombang delta, dan gelombang theta.
g. Spike (gelombang runcing; frekuensi 50 siklus perdetik dengan
amplitudo yang sangat tinggi)
h. Sharp wave (gelobang tajam; dengan frekuensi  40 siklus perdetik
i. Gabungan spike dan wave complex

Suatu laporan E.E.G. sebaiknya berisi keterangan-keterangan


mengenai :
a. Frekuensi
b. Ritme
c. Lead mana yang memperlihatkan kelainan
d. Bagaimana responnya terhadap perubahan-perubahan fisiologis seperti :
1) Tidur

34
2) Aktivitas mental
3) Hipervetilasi

Teknik perekaman :
Suatu elektr-ensefalograf adalah suatu “multichanel ink-writing amplifier”
yang kuat sehingga dapat mencatat aktivitas listrik dari otak.
Perekaman terjadi dengan mempergunakan pena yang bergerak di atas
kertas. Kertas itu sendiri bergerak dengan kecepatan 3 cm per detik.
Amplifiernya dapat memperkuat perekaman itu sampai sejuta kali.
Sewaktu akan mulai merekam maka harus diingat untuk meneliti terlebih
dahulu keadaan elektroensefalograf kita, apakah alat yang akan kita
pergunakan masih baik atau tidak.
Suatu masukan sebesar 50 muV pada saat yang baik akan menghasilkan
defleksi sebesar 5 mm.
Jadi bila pada E.E.G. terdapat defleksi setinggi 1 mm, maka itu berarti telah
ada masukan sebesar 10 muV. Sebelum kita mulai maka pengecekan
dilaksanakan pada semua chanel.
Bila perekaman telah usai, maka kalibrasi itu harus diulang kembali, dengan
maksud untuk mengetahui apakah selama perekaman itu alat-alat ini masih
baik atau tidak.
Tidak jarang penderita yang dikirim ke laboratorium E.E.G. adalah pendeita
epilepsi yang telah diberikan pengobatan dengan anti-konvulsan.
Pertanyaan akan timbul : apakah menjelang perekaman E.E.G. itu
pemberian anti-konvulsan itu harus dihentikan ?
Jawabnya adalah : Tidak ! Sebab bila anti-konvulsan itu dihentikan, maka
bahaya akan timbulnya status epileptikus adalah sangat besar.
Pada permulaan perekaman kita catat :
a. Umur penderitas (E.E.G. anak-anak adalah berbeda daripada orang
dewasa).
b. Kapan penderita mendapat bangkitan epilepsi yang terakhir.

35
(Segera setelah mendapat bangkitan epilepsi, maka E.E.G. itu akan
dapat memperlihatkan gambaran kerusakan otak yang difus)
Sewaktu perekaman E.E.G. harus kita perhatikan :
a. Apakah penderita masih tetap terjaga; artinya penderita tidak boleh
tertidur (asleep).
b. Penderita tidak boleh bergerak (Sebab setiap gerakan atau kontraksi otot
akan menimbulkan suatu artefakt pada E.E.G. kita)
Bila penderita yang datang untuk perekaman E.E.G. baru sekali mendapat
bangkitan epilepsi maka sebaiknya kita tunggu dulu selama 10-14 hari
sebelum mengambil perekaman. Hal ini kita lakukan untuk menghindari
supaya kita tidak mendapat gambaran yang kurang tepat dari keadaan otak
si penderita (Segera pasca kebangkitan, E.E.G. itu akan memperlihatkan
gambaran otak yang telah mendapat kerusakan yang difus).

A. E.E.G. yang normal


Selama perekaman penderita harus istirahat terlentang, relaks (santai)
dengan mata tertutup (tetapi tidak boleh tertidur).
E.E.G. akan memperlihatkan :
1. Di bagian oksipital tampak ritme alfa secara setangkup.
2. Di bagian frontal tampak ritme beta secara setangkup
Bila mata kita dibuka atau penderita diajak bicara atau disuruh
menghitung, (pokoknya ada aktivitas mental) maka timbullah
“blocking”.
Artinya : Ritme alfa itu akan menghilang oleh karena timbulnya
desinkronisasi.
Pada penderita normal sewaktu-waktu dapat ditemukan ritme theta
(slow activity) di daerah lobus temporalis.
Ini masih dianggap normal.
Tetapi temuan ritme delta (delta activity) harus selalu dipandang sebagai
kegiatan yang patologis.

36
B. E.E.G. yang abnormal
Pada E.E.G. yang abnormal dapat dilihat:
1. Spike dengan frekuensi dan voltase yang tinggi (misalnya pada
Grand Mal). (Gambar 109)
2. Sharp wave.
3. Tiga siklus per detik spike dan wave-complek (misalnya : Petit
Mall). (Gambar 109)
4. Hypsarrhytmia seperti terlihat pada infentile spasm.
5. Focal delta activity (selalu patologis)
6. “Mirror discharge”
Bila ini tampak pada perekaman kita maka ini dapat menunjukkan
tempat dari fokus epileptogenik itu.

37
KESIMPULAN

1. Epilepsi adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi, namun


dengan gejala tunggal yang khas, yaitu serangan berkala dan reversibel, yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan.
2. Epilepsi bukanlah penyakit menurun, yang diturunkan adalah ambang kejang
yang rendah.
3. Faktor pencetus epilepsi adalah kurang tidur, terlalu lelah, stress emosional,
infeksi, obat-obatan tertentu, hormonal (haid, kehamilan).
4. Epilepsi digolongkan menjadi dua, yaitu epilepsi primer (penyebab tidak
diketahui) dan epilepsi sekunder (penyebab diketahui)
5. Terapi epilepsi sebaiknya adalah satu macam obat dengan dosis terkecil yang
paling efektif
6. Terapi epilepsi dihentikan sampai dengan 3 – 5 tahun bebas kejang.
7. Komplikasi epilepsi adalah Demensia epileptika.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono, DSS. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press,


Yogyakarta 2000, Hal. 119-133.
2. I Gst. Ng. Gd. Ngoerah, Prof. Dr. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlangga
University Press, Surabaya 1991, Hal. 179-199.
3. Mahar Mardjono, Prof. DR., Priguna Sidartha, Prof. DR. Neurologi Klinis
Dasar. Dian Rakyat, Jakarta 2000, Hal. 439-450.
4. http://www.ninds.nih.gov/health_and_Medical/disorders/epilepsy.htm

39

Anda mungkin juga menyukai