Anda di halaman 1dari 6

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/297282968

KONSEP KEADILAN

Working Paper · October 2011


DOI: 10.13140/RG.2.1.3011.0480

CITATIONS READS

0 3,848

2 authors, including:

Rai Utama I Gusti Bagus


Universitas Dhyana Pura Bali
313 PUBLICATIONS   272 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Riset Kebencanaan Ideathon Bali Kembali 2021 (Agustus-Nop 2021) View project

All content following this page was uploaded by Rai Utama I Gusti Bagus on 08 March 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KONSEP KEADILAN
I Gusti Bagus Rai Utama
NIM. 1090771010
PROGRAM: PPS S3 PARIWISATA UNIVERSITAS UDAYANA BALI

1. Plato (427-347 SM)


a. Apakah keadilan itu?

Menurut Plato, keadilan dimaknai sebagai seseorang membatasi dirinya pada


kerja dan tempat dalam hidupnya disesuaikan dengan panggilan kecakapan
“talenta” dan kesanggupan atau kemampuan. Sehingga keadilan
diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dapat dikatakan adil adalah
seseorang yang mampu mengendalikan diri dan perasaannya yang
dikendalikan oleh akal.

b. Bagaimana metode untuk mewujudkan keadilan?


1) Kembalikan Masyarakat pada Struktur aslinya
Menurut Plato, metode untuk mewujudkan keadilan adalah dengan
mengembalikan masyarakat pada struktur aslinya, misalnya jika
seseorang sebagai guru baiklah tugasnya hanya mengajar saja, jika
seseorang sebagai prajurit baiklah tugasnya hanya menjaga kedaulatan
negara, jika seseorang sebagai pedagang baiklah tugasnya hanya
dibidang perniagaan saja. Jika seseorang sebagai gubernur atau presiden
baiklah tugasnya hanya untuk memimpin negara dengan adil dan
bijaksana.

2) Negara melakukan Pengawasan terhadap Fungsi Struktur


Masyarakat.
Metode berikutnya adalah tugas untuk mengembalikan masyarakat pada
struktur aslinya adalah tugas Negara untuk menciptakan stabilitas agar
tidak terjadinya penyimpangan struktur masyarakat. Dengan demikian
keadialan bukan mengenai hubungan antara individu, melainkan
hubungan antara individu dan negaranya. Sehingga lahir juga motto
“jangan tanyakan apa yang dapat diberikan Negara kepadamu, namun
tanyakan! Apa yang dapat engkau berikan kepada negaramu?” artinya

Page |1
kekaryaan dan karya seseorang harusnya dapat dipersembahkan untuk
Negara sesuai dengan karya kelasnya.

3) Memilih Pemimpin dari Putra Terbaik


Metode yang lainnya adalah dengan memilih pemimpin dari putra terbaik
dalam masyarakat tidak dilakukan melalui pemilihan langsung atau
“voting” melainkan dengan kesepakatan tertentu sehingga dapat
ditentukan pemimpin yang benar-benar manusia super dari masyarakat
tersebut artinya yang memimpin Negara seharusnya manusia super “the
king of philosopher” karena keadilan juga dipahami secara metafiisis
keberadaannya tidak dapat diamati oleh manusia, akibatnya adalah
perwujudan keadilan digeser ke dunia lain di luar pengalaman manusia,
dan akal manusia yang esensial bagi keadilan harus tunduk pada cara-
cara Tuhan yang keputusanNya berlaku absolute atau tidak bisa diubah
dan tidak bias diduga.

c. Bagaimana keadaan kehidupan masyarakat yang adil?

Keadaan kehidupan masyarakat yang adil akan terlihat jika struktur yang ada
dalam masyarakat dapat menjalankan fungsinya masing-masing, dan
elemen-elemen principal dalam masyarakat tetap dapat dipertahankan,
elemen-elemen dasar tersebut adalah:

1) Adanya pemilahan kelas-kelas yang tegas dalam masyarakat, para


pemimpin dalam masyarakat harus diisi oleh orang-orang yang memiliki
kecakapan untuk menjadi pemimpin dan kesanggupan untuk memimpin
dengan adil.

2) Adanya pengawasan yang ketat atas dominasi serta kolektivitas


kepentingan-kepentingan kelompok tertentu dalam masyarakat sehingga
fungsi-fungsi masyarakat tetap berjalan sesuai struktur aslinya.

3) Kelompok pada kelas penguasa tidak berpartisipasi atau turut campur


dalam aktivitas perekonomian, terutama dalam mencari penghasilan,
namun, penguasa tetap memiliki monopoli yang kuat atas semua hal
seperti militer, pendidikan, sehingga dalam hal ini Negara harus “self
sufficient” atau mandiri jika tidak demikian, para penguasa akan

Page |2
bergantung pada para pedagang, atau justru para penguasa itu sendiri
menjadi pedagang.

4) Harus ada sensor terhadap semua aktivitas intelektual kelas penguasa,


dan propaganda terus-menerus yang bertujuan untuk menyeragamkan
pikiran-pikiran mereka sehingga kesatuan dalam masyarakat tetap dapat
dipertahankan artinya kontrol sosial berjalan dengan baik.

2. Arestoteles (384-322 BC)

a. Apa yang dimaksud dengan tujuan akhir (utama) manusia?


Menurut Aristoteles, tujuan tertinggi sebagai makna terakhir hidup manusia
adalah kebahagiaan (eudaimonia). Karena apabila sudah bahagia, orang
tidak memerlukan apa-apa lagi. Tidak masuk akal jika orang masih mencari
sesuatu yang lain lagi apabila ia sudah bahagia. Kebahagiaan itu adalah baik
pada dirinya sendiri. Kebahagiaan bernilai bukan karena demi nilai lain yang
lebih tinggi, melainkan karena demi dirinya sendiri. Semua tujuan yang lain
bermuara pada kebahagiaan sebagai tujuan terakhir.

b. Bagaimana gambaran keadaan manusia yang telah mencapai tujuan


akhir (utama)?

1) Hidup Bijaksana
Keadaan manusia yang telah mencapai tujuan akhir adalah mereka telah
memiliki kebijaksanaan, hidup sempurna dengan mencintai kebenaran-
kebenaran abadi, mampu merasakan cukup dalam sagala hal atau tidak
rakus dan tamak. Unsur kebijaksanaan adalah unsur tujuan akhir yang
paling utama.
2) Hidup Kerkeutamaan
Keadaan manusia yang hidup dalam berkeutamaan ”arete” mampu
bertindak adil dan berani, melakukan tindakan yang telah
dikontrakkan/dijanjikan atau ”satya wacana” dan melaksanakan
kewajiban sesuai dan berkaitan dengan kontrak, serta melakukan semua
tindakan yang harus dapat dipertanggungjawabkan. Unsur berkeutamaan
adalah unsur kedua dalam tujuan akhir manusia.

Page |3
3) Selalu Merasa Senang
Keadaan manusia yang hidup mampu merasakan kenikmatan atau rasa
senang, menikmati rasa senang merupakan buah hasil hidup
berkeutamaan artinya orang yang baik senang hidupnya. Unsur rasa
senang adalah unsur ketiga dari tujuan akhir manusia.

4) Banyak Sahabat, Sehat, Kaya, dan bernasib baik

Keadaan manusia yang hidup memiliki banyak sahabat, sehat jasmani


dan rohani atau tidak sakit-sakitan, memiliki kekayaan (jika orang hidup
kekurangan maka tidak bahagia), dan keadaan manusia yang telah
mencapai tujuan akhir juga ditunjukkan bahwa manusia tersebut dipenuhi
keberuntungan dan nasib baik dan selanjutnya unsur ini disebutkan
sebagai unsur turunan atau tambahan dari tiga unsur lain di atas yakni,
kebijaksanaan, berkeutamaan, dan rasa senang.

c. Mengapa ada manusia yang tidak mencapai tujuan akhir (utama)?

1) Ambisi yang berlebihan

Karena tujuan akhir manusia adalah kebahagiaan, dan kebahagiaan


tersebut terpusat pada diri sendiri dan sangat sebyektif dan bersifat relatif
bagi setiap manusia, jika manusia tidak mampu mengontrol ambisi diri
yang berlebeihan maka seseorang tidak mampu bersikap adil, selalu
merasa kurang, tidak pernah merasa puas diri, dan akhirnya seseorang
manjadi sangat rakus dan tamak dan pastinya dia tidak akan
mendapatkan kebijaksanaan tersebut. Artinya jika penafsiran
kebahagiaan bersifat subyektif maka manusia tidak mencapai tujuan akhir
kebahagiaan karena mereka tidak pernah ”merasa” bahagia.

2) Terlalu Mementingkan diri sendiri

Kebahagiaan ala Arestoteles menurutnya dapat dicapai pada saat


manusia masih hidup dan sifat dari kebahagiaan tersebut bersifat amanen
atau duniawi. Kontemplasi dalam pemikiran Aristoteles tidak berarti

Page |4
pertemuan atau persatuan dengan sesuatu di luar atau di atas manusia,
melainkan pemenuhan bakat/kemampuan manusia yang paling tinggi,
kemampuannya untuk melakukan kegiatan yang sifatnya mencukupi pada
dirinya sendiri (self-sufficient) artinya seseorang bisa terjebak pada hal-hal
yang bersifat mementingkan diri sendiri untuk mewujudkan kebahagiaan
tersebut, jika manusia terjebak pada sifat mementingkan diri sendiri
seseorang akan dengan mudah tidak memenuhi janji-janji yang pernah
dikontrakkan atau dikrarkan dan cenderung berpihak pada hal-hal yang
dapat menguntungkan dirinya sendiri. Pada saat inilah seseorang tidak
dapat merasakan kebahagiaan.

3) Sakit-sakitan, kurang bisa bergaul, hidup miskin, kurang beruntung

Ironis sekali, Arestoteles memandang kebahagiaan juga dapat


digambarkan bahwa seseorang yang sakit-sakitan tidak akan merasa
bahagia, orang yang tidak memiliki banyak teman akan merasa tidak
bahagia, orang yang kehidupannya miskin tidak akan merasa bahagia,
dan seseorang yang sering mendapat musibah atau bencana atau kurang
beruntung dianggap tidak akan merasa bahagia. Artinya tujuan akhir
manusia tidak akan tercapai jika mereka sakit-sakitan, tidak banyak
teman, miskin, atau dikodratkan bernasib buruk karena dalam kondisi
seperti ini tidak mungkin seseorang merasa bahagia.

Page |5

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai