Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok umur

produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya berakibat pada

tingginya angka kematian pada korban kecelakaan. Justru, yang harus menjadi perhatian

adalah banyaknya kasus kecacatan dari korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan

yang menderita cedera kepala.

Menurut paparan dr Andre Kusuma SpBS dari SMF Bedah Saraf RSD dr Soebandi

Jember, cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat non-

degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar, yang mungkin

menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang sifatnya menetap maupun

sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran.

Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya dan

membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita. Sayangnya, kendati kasus

terus meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan

menolong penderita.

Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah

sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan

dan prognosis selanjutnya ( Mansjoer, 2000 ).

Berdasarkan hal-hal dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk membahas

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala agar kita bisa menambah wawasan mengenai konsep

dari cedera kepala.


B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam

makalah ini adalah :

1.      Bagaimana konsep triage pada Cedera Kepala ?

2.      Bagaimana lingkup keperawatan gawat darurat Cedera Kepala ?

3.      Apa definisi dari Cedera Kepala ?

4.      Apa etiologi dari Cedera Kepala ?

5.      Apa klasifikasi dari Cedera Kepala ?

6.      Bagaimanakah manifestasi klinis dari Cedera Kepala ?

7.      Bagaimanakah patofisiologi dari penyakit Cedera Kepala ?

8.      Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Cedera Kepala ?

9.      Bagaimana proses pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien penderita Cedera Kepala ?

C.       Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :

1.      Untuk mengetahui konsep triage pada Cedera Kepala.

2.      Untuk mengetahui lingkup keperawatan gawat darurat Cedera Kepala.

3.      Untuk mengetahui pengertian dari Cedera Kepala.

4.      Untuk mengetahui etiologi dari penyakit Cedera Kepala.

5.      Untuk mengetahui klasifikasi dari Cedera Kepala.

6.      Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit Cedera Kepala.

7.      Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Cedera Kepala.

8.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari penyakit Cedera Kepala.

9.      Untuk mengetahui proses pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien penderita Cedera

Kepala.
D.      Manfaat Penulisan
a)    Manfaat bagi Tim Penulis
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat karya ilmiah dan
menambah wawasan khususnya tentang Cedera Kepala dan ruang lingkupnya.

b)   Manfaat bagi pembaca


Menjadi bahan masukan dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan terutama
mengenai konsep tentang Cedera Kepala dan ruang lingkupnya dalam bidang kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS
1.      Konsep Triage Cedera Kepala

Triage adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit

untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi selanjutnya. Tindakan ini

merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan musibah terutama musibah

yang melibatkan massa.

Triase memiliki beberapa kategori, antara lain:

a)      Prioritas Pertama (Merah)


Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan
transport segera untuk tetap hidup. Prioritas tertinggi untuk penanganan atau evakuasi.
b)     Prioritas kedua (Kuning)
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan
tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Meliputi kasus yang memerlukan
tindakan segera terutama kasus bedah.
c)      Prioritas ketiga (Hijau)
Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan
bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala. Penanganan tidak
terlalu mendesak dan dapat ditunda jika ada korban lain yang lebih memerlukan penanganan atau
evakuasi.
d)     Prioritas nol (Hitam)
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang
mematikan.Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan warna
prioritas.Tanda triage dapat bervariasi mulai dari suatu kartu khusus sampai hanya suatu
ikatandengan bahan yang warnanya sesuai dengan prioritasnya. Jangan mengganti tanda
triage yang sudah ditentukan. Bila keadaan penderita berubah sebelum memperoleh
perawatan maka label lama jangan dilepas tetapi diberi tanda, waktu dan pasang yang baru.
Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya cidera dan

fasilitas yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk melakukan persiapan persetujuan

pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap, dengan

demikian penderita dengan cidera kepala sedang dan berat dapat segera dikirim untuk

mendapatkan perawatan yang memadai. Konsultasi segera dengan ahli bedah saraf pada saat

pengobatan dan perawatan penderita sangat dianjurkan(1), khususnya pada penderita dengan

koma dan atau penderita dengan kecurigaan adanya lesi massa intrakranial. Keterlambatan

dalam perujukan dapat memperburuk keadaan penderita dan selanjutnya akan menurunkan

luaran cidera kepala.

2.      Lingkup Keperawatan Gawat Darurat Cedera Kepala

Insiden cidera kepala meningkat dari tahun ketahun seiring dengan meningkatnya

mobilitas penduduk. Dibanding dengan trauma lainnya, cidera kepala menduduki tingkat

morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh karena itu diperlukan pemahaman dan pengelolaan

yang lebih baik terutama untuk petugas kesehatan yang berada digaris depan, dimana sarana

diagnostik dan sarana penunjang untuk tindakan operasi tidak memadai.

Pada fasilitas-fasilitas kesehatan, dimana tidak dapat dilakukan tindakan diagnostik

ataupun operatif yang memadai, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Penanganan

A,B,C,D, dan E, pencegahan cidera otak sekunder dan merujuk penderita secepat mungkin

bila keadaan memungkinkan.

Dari keseluruhan kasus cidera kepala, 10% adalah cidera kepala berat dengan angka

kematian kurang lebih sepertiganya. Sepertiga lainnya hidup dengan kecacatan dan sepertiga

sisanya sembuh (tidak tergantung pada orang lain). Namun demikian mereka mungkin masih

mengalami gangguan kepribadian dan kesulitan dalam berkomunikasi dalam jangka waktu

lama.

3.      Definisi Cedera Kepala


Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma

kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak atau kombinasinya,

(Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito).

Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai

perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas otak, (Paula

Kristanty, dkk 2009).

Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau

penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (acceleasi –

decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada

percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serata notasi yaitu pergerakan pada kepala

dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tingkat pencegahan, (Musliha, 2010).

4.      Etiologi

a)      Trauma oleh benda tajam

Menyebabkan cedera  setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal

meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan

perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.

b)     Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)

Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson,

kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak

koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.

c)      Etiologi lainnya

  Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

  Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

  Cedera akibat kekerasan.


5.      Klasifikasi

Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)

a)      Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)

  GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)

  Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt

  Tak ada fraktur tengkorak

  Tak ada contusio serebral (hematom)

  Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

b)     Cedera kepala sedang

  GCS  9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

  Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)

  Dapat mengalami fraktur tengkorak

  Muntah

  Kejang

c)      Cedera kepala berat

  GCS 3-8 (koma)

  Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)

  Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial

  Tanda neurologist fokal

  Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium

6.      Manifestasi Klinis

Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut :

a)      Gangguan kesadaran


b)     Konfusi

c)      Abnormalitas pupil

d)     Piwitan tiba-tiba defisit neurologis

e)      Gangguan pergerakan

f)       Gangguan penglihatan dan pendengaran

g)     Disfungsi sensori

h)     Kejang otot

i)       Sakit kepala

j)        Vertigo

k)     Kejang

l)       Pucat

m)   Mual dan muntah

n)     Pusing kepala

o)     Terdapat hematoma

p)     Sukar untuk dibangunkan

q)     Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan

telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

7.      Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses

oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak

walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan

oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan

menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa


tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala

permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen

melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada

kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat

metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.

Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala meyebabkan

perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, .perubahan tekanan

vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan

gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardi.

8.      Pemeriksaan Diagnostik

a)      CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) :

Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan

jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24

- 72 jam setelah injuri.

b)     MRI

Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

c)      Cerebral Angiography

Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan otak sekunder

menjadi udema, perdarahan dan trauma.

d)     Serial EEG


Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

e)      X-Ray

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan
berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 %
atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan
apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%, aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan
terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak, Pada trauma berat,
hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyakcairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama,
ringer dextrose untuk 8 jam kedua
dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran 37 rendah,
makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea
B. KONSEP KEPERAWATAN
1.      Pengkajian

a)      Pengkajian Primer

  Airway

Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.

  Breathing

Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan, tarikan

dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung.

  Circulation

Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.

  Disability

Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.

  Exposure

Suhu, lokasi luka.

b)     Pengkajian Sekunder

  Riwayat Kesehatan Sekarang

Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab

nyeri/cedera. Darimana arah dan kekuatan pukulan?

  Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/ tidak.

Apakah ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan. Apakah klien

dilahirkan secara forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami gangguan sensorik atau

gangguan neurologis sebelumnya. Jika pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya.

Bagaimana asupan nutrisi. 


  Riwayat Keluarga

Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit sistemis seperti

DM, hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.

2.      Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Pantau frekuensi, irama,
Pola Napas keperawatan selama 3 x 24 kedalaman pernapasan.
berhubungan jam diharapkan Catat ketidakteraturan
dengan ketidakefektifan pola napas pernapasan.
kerusakan teratasi dengan kriteria hasil, Pantau dan catat kompetensi
neurovaskuler tidak ada sesak atau reflek gag/menelan dan
(cedera pada kesukaran bernafas, jalan kemampuan pasien untuk
pusat nafas bersih, dan pernafasan melindungi jalan napas
pernapasan dalam batas normal. sendiri. Pasang jalan napas
otak) sesuai indikasi.
 Angkat kepala tempat tidur
sesuai aturannya, posisi
miirng sesuai indikasi.
 Anjurkan pasien untuk
melakukan napas dalam
yang efektif bila pasien
sadar.
 Auskultasi suara napas,
perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya
suara tambahan yang tidak
normal misal: ronkhi,
wheezing, krekel.
2 Perubahan Setelah dilakukan tindakan Tentukan faktor-faktor yang 
perfusi jaringan keperawatan selama 3 x 24 menyebabkan
serebral jam, diharapkan masalah koma/penurunan perfusi
berhubungan teratasi, dengan kriteria hasil jaringan otak dan potensial
dengan tanda vital stabil dan tidak peningkatan TIK.
penghentian ada tanda-tanda peningkatan Pantau /catat status
aliran darah TIK. neurologis secara teratur
(hemoragi, dan bandingkan dengan
hematoma) nilai standar GCS
 Evaluasi keadaan pupil,
ukuran, kesamaan antara
kiri dan kanan, reaksi
terhadap cahaya.
 Pantau tanda-tanda vital:
TD, nadi, frekuensi nafas,
suhu.
 Bantu pasien untuk
menghindari /membatasi
batuk, muntah, mengejan.
 Kolaborasikan pemberian
obat sesuai indikasi, misal:
diuretik, steroid,
antikonvulsan, analgetik,
sedatif, antipiretik
3 Nyeri  Setelah dilakukan tindakan Kaji keluhan nyeri dengan
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 menggunakan skala nyeri,
dengan adanya jam diharapkan nyeri catat lokasi nyeri, lamanya,
trauma kepala. berkurang atau hilang serangannya, peningkatan
dengan criteria hasil klien nadi, nafas cepat atau
merasa nyaman yang lambat, berkeringat dingin.
ditandai dengan tidak Atur posisi sesuai kebutuhan
mengeluh nyeri, dan tanda- anak untuk mengurangi
tanda vital dalam batas nyeri.
normal.  Kurangi rangsangan yang
bisa memicu terjadinya
nyeri.
 Berikan obat analgetik sesuai
dengan program.
 Ciptakan lingkungan yang
nyaman termasuk tempat
tidur.
 Berikan sentuhan terapeutik,
lakukan distraksi dan
relaksasi.
4 Resiko Setelah dilakukan tindakan Monitor status hidrasi seperti
kekurangan keperawatan selama 3 x 24 kelembaban mukosa dan
volume cairan jam diharapkan masalah turgor kulit
teratasi dengan criteria hasil Monitor Vital Sign
hasil membran mukosa Monitor intake dan output
lembab, integritas kulit baik, Monitor status nutrisi
dan nilai elektrolit dalam Dorong pasien untuk
batas normal. menambah intake oral
 Berikan penggantian
nasogatrik sesuai dengan
output
 Kolaborasikan pemberian
cairan IV
5 Defisit  Setelah dilakukan tindakan Bantu anak dalam memenuhi
perawatan diri keperawatan selama 3 x 24 kebutuhan aktivitas, makan
berhubungan jam diharapkan terjadi – minum, mengenakan
dengan tirah peningkatan perawatan diri pakaian, BAK dan BAB,
baring dan dengan kriteria hasil tempat membersihkan tempat tidur,
menurunnya tidur bersih, tidak ada iritasi dan kebersihan
kesadaran. pada kulit, buang air besar perseorangan.
dan kecil tanpa dibantu.  Berikan makanan via
parenteral bila ada indikasi.
 Lakukan Perawatan kateter
bila terpasang.
 Kaji adanya konstipasi, bila
perlu pemakaian pelembek
tinja untuk memudahkan
BAB.
 Libatkan orang tua atau
orang terdekat dalam
perawatan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.

3.      Implementasi dan Evaluasi

NO.DX Implementasi Evaluasi


1  Memantau frekuensi, irama,
S :   Klien mengatakan sudah tidak        sesak
kedalaman pernapasan. Catat lagi
ketidakteraturan pernapasan. O :   Klien tampak bernafas dengan baik
 Memantau dan catat kompetensi A :   Masalah teratasi
reflek gag/menelan dan P :   Hentikan Intervensi
kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas sendiri.
Pasang jalan napas sesuai
indikasi.
 Mengangkat kepala tempat tidur
sesuai aturannya, posisi miirng
sesuai indikasi.
 Menganjurkan pasien untuk
melakukan napas dalam yang
efektif bila pasien sadar.
 Mengauskultasi suara napas,
perhatikan daerah hipoventilasi
dan adanya suara tambahan yang
tidak normal misal: ronkhi,
wheezing, krekel.
2  Menentukan faktor-faktor yang  S  :   -
menyebabkan koma/penurunan
O :  Klien tampak mengalami perbaikan
perfusi jaringan otak dan respon motorik
potensial peningkatan TIK. A :   Masalah belum teratasi
 Memantau /catat status
P :   Lanjutkan Intervensi
neurologis secara teratur dan
bandingkan dengan nilai standar
GCS
 Mengevaluasi keadaan pupil,
ukuran, kesamaan antara kiri dan
kanan, reaksi terhadap cahaya.
 Memantau tanda-tanda vital: TD,
nadi, frekuensi nafas, suhu.
 Membantu pasien untuk
menghindari /membatasi batuk,
muntah, mengejan.
 Mengkolaborasikan pemberian
obat sesuai indikasi, misal:
diuretik, steroid, antikonvulsan,
analgetik, sedatif, antipiretik
3  Mengkaji keluhan nyeri denganS :   Klien mengatakan nyeri berkurang
menggunakan skala nyeri, catat O :  Klien tampak sedikit lebih tenang
lokasi nyeri, lamanya, A :   Masalah belum teratasi
serangannya, peningkatan nadi, P :   Lanjutkan Intervensi
nafas cepat atau lambat,
berkeringat dingin.
 Mengatur posisi sesuai
kebutuhan anak untuk
mengurangi nyeri.
 Mengurangi rangsangan yang
bisa memicu terjadinya nyeri.
 Memberikan obat analgetik
sesuai dengan program.
 Menciptakan lingkungan yang
nyaman termasuk tempat tidur.
 Memberikan sentuhan terapeutik,
lakukan distraksi dan relaksasi.
4  Memonitor status hidrasi seperti S :   -
kelembaban mukosa dan turgor O :  Status hidrasi klien normal
kulit A :  Masalah teratasi
 Memonitor Vital Sign P :  Hentikan Intervensi
 Memonitor intake dan output
 Memonitor status nutrisi
 Mendorong pasien untuk
menambah intake oral
 Memberikan penggantian
nasogatrik sesuai dengan output
 Mengkolaborasikan pemberian
cairan IV
5  Membantu anak dalam S :   Klien mengatakan belum mampu
memenuhi kebutuhan aktivitas, melakukan aktivitas secara mandiri
makan – minum, mengenakan O :  Klien tampak selalu dibantu melakukan
pakaian, BAK dan BAB, aktivitas
membersihkan tempat tidur, dan A :    Masalah belum teratasi
kebersihan perseorangan. P :    Lanjutkan Intervensi
 Memberikan makanan via
parenteral bila ada indikasi.
 Melakukan Perawatan kateter
bila terpasang.
 Mengkaji adanya konstipasi, bila
perlu pemakaian pelembek tinja
untuk memudahkan BAB.
 Melibatkan orang tua atau orang
terdekat dalam perawatan
pemenuhan kebutuhan sehari-
hari.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma

kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak atau kombinasinya,

(Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito).

Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya cidera dan

fasilitas yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk melakukan persiapan persetujuan

pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap, dengan

demikian penderita dengan cidera kepala sedang dan berat dapat segera dikirim untuk

mendapatkan perawatan yang memadai.

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses

oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak

walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan

oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan

menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa

tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala

permulaan disfungsi cerebral.

B.     Saran 

            Melalui kesimpulan diatas, adapun saran yang diajukkan oleh Tim Penulis adalah :

1.      Sebagai tenaga kesehatan yang lebih tahu tentang kesehatan, kita dapat menerapakan

perilaku yang lebih berhati-hati agar tidak memicu terjadinya cedera pada kepala.

2.      Perawat harus melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan baik pada pasien penderita

Cedera Kepala sehingga kesembuhan pasien dapat tercapai dengan baik


3.      Perawat maupun calon perawat harus memahami konsep dasar dari Cedera Kepala dan ruang

lingkupnya sehingga dalam proses memberikan asuhan keperawatan pada pasien penderita

Cedera Kepala dapat terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1.    Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto; 2001.

2.    Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC; 1996.
3.    Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.

4.    Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.

Anda mungkin juga menyukai