Anda di halaman 1dari 146

Analisis Debit Air Limpasan Pada Penyaliran Tambang Batubara Pada Pit T4U

PT. Saptaindra Sejati Jobsite Sambarata PT.Berau Coal Kabupaten Berau


Provinsi Kalimantan Timur

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik


Pada Program Studi S1 Teknik Pertambangan Fakultas Teknik
Universitas Negeri Padang

EFRIKO RAMADON
15137085

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
ii
iii
iv
BIODATA

I. Data Diri:
Nama Lengkap : Efriko Ramadon
Tempat Tanggal Lahir : Lubuk linggau, 27 Februari 1993
BP/NIM : 2015/15137085
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Nama Bapak : Ermas Junaidi
Nama Ibu : Sri Rahayu
Jumlah Saudara : 3 (tiga)
Alamat Tetap : Blok E Nomor 138 Perumnas Tanjung Aman,
Kecamatan Lubuk linggau Barat II, Kota
Lubuk linggau, Sumatera Selatan.

II. Data Pendidikan:


Sekolah Dasar : SD Negeri 4 Lubuk linggau
Sekolah Lanjut Tingkat Pertama : SMP Negeri 4 Lubuk linggau
Sekolah Menengah Umum : SMA Negeri 4 Bengkulu
Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Padang

III. Proyek Akhir


Tempat Kerja Proyek Akhir : PT. Saptaindra Sejati
Tanggal Kerja Proyek Akhir : April – Juni 2020
Topik Studi Kasus : Analisis Debit Air Limpasan Pada Sistem
Penyaliran Tambang Batubara Pada Pit T4U PT.
Saptaindra Sejati Jobstie Sambarata PT. Berau
Coal Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur
Tanggal Sidang Proyek Akhir : 6 Juli 2021

Padang, 8 Juli 2021

(Efriko Ramadon)
2015/15137085

v
ABSTRAK

Nama : Efriko Ramadon


Program Studi : S1 Teknik Pertambangan

Analisis Debit Air Limpasan Pada Penyaliran Tambang Batubara Pada Pit T4U
PT. Saptaindra Sejati Jobsite Sambarata PT.Berau Coal Kabupaten Berau Provinsi
Kalimantan Timur

Curah Hujan yang tinggi pada lokasi rencana penambangan dapat


menghambat kegiatan operasional penambangan dalam mencapai target produksi
1.120.000 MT/bulan. Diperlukan perencanan sistem penyaliran tambang yang baik
dikaji secara teknis dan juga biaya timbul dari pembuatan sistem penyaliran tambang
itu sendiri. Analisis data curah hujan harian dilokasi penelitian pada tahun 2010-2019
dengan mengunakan distribusi gumbel, diperoleh curah hujan rencana sebesar 83,5
mm/hari untuk periode ulang 2 tahun. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh debit
3
limpasan yang masuk ke tambang sebesar 1,42 m /detik. Air yang masuk di
akumulasikan ke dalam sump yang kemudian di pompakan keluar menuju open
chanel. Berdasarkan head total pompa sebesar 92,824 dan kemampuan pompa yang
ideal maka digunakan jenis pompa yaitu Multiflo MF-420 dengan operating speed
yang disarankan sebesar 1300 menghasilkan debit sebesar 1000 m3/jam. Dimensi
saluran terbuka pembuatan dan perawatan. Settling pond yang akan dibuat berbentuk
zig-zag dengan panjang 75 m, lebar 35 m dan kedalaman 5 m.

Kata kunci : Produksi, Curah hujan, drainase, pemompaan, biaya.

vi
ABSTRACT

Nama : Efriko Ramadon


Program Studi : S1 Teknik Pertambangan

Analisis Debit Air Limpasan Pada Penyaliran Tambang Batubara Pada Pit T4U
PT. Saptaindra Sejati Jobsite Sambarata PT.Berau Coal Kabupaten Berau Provinsi
Kalimantan Timur

High rainfall at the planned mine site can hamper mining operations in
achieving the production target of 1.120.000 MT/month. Planning of a mine drainage
system is needed which is well reviewed technically and also the costs arising from
the making of the mine drainage system. Analysis of daily rainfall data in research
locations in 2010-2019 by using, the gumbel distribution, obtained olanned rainfal of
85,3 mm/day for the 2-year return period. Based on the results of the study, it was
3
found that runoff discharge entering the mine was 1,42 m /second. The incoming
water is accumulated into the sump which is then pumped out towards the open
channel. Based on the total pump head of 92,824 and the ideal pumping capability,
the type of pump used in Multiflo MF-420 with the recommended operating speed of
1300 RPM resulting in a discharge of form of trapeziom because it is easier to make
and maintain. Settling pond that will be made in zigzag shape with a length of 75 m,
width 35 m and depth of 5 m.

Keywords: Production,Rainfall,drainage,Pump,budgeted.

vii
KATA PENGANTAR

Puji sukur penulis ucapakan kepada Allah SWT yang telah memberikan

nikmat-Nya sehingga penulis bila menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul

“Kajian Teknis Sistem Penyaliran Tambang Batubara Pada Pit T4U PT.

Saptaindra Sejati Jobsite Sambarata PT.Berau Coal Kabupaten Berau Provinsi

Kalimantan Timur” dapat diselesaikan dengan sebaiknya, dan seterusnya sholawat

dan salam penulis ucapkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga,

dan para sahabat-Nya.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan kuliah

pada Program Studi Strata 1 (S1) pada Program Studi Teknik Pertambangan,

Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang. Penulis mengucapakan terimakasih

banyak atas semua fasilitas, bantuan, bimbingan dan saran yang telah penulis terima

kepada:

1. Allah SWT yang selalu memberikan petunjuk dan kesehatan kepada penulis

serta mengingatkan penulis untuk selalu bersyukur terhadap apa yang

didapatkan setiap hari.

2. Teristimewa untuk kedua Orang Tua dan keluarga besar yang telah

memberikan dukungan secara moril maupun materil sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan Skripsi ini.

3. Terkasih Fajriah Ilmawaty Misfari yang selalu memberikan semangat dan

selalu ada dalam hari-hari penulis selama penyusunan skripsi ini.

viii
4. Bapak Dr. Mulya Gusman, ST, M.T selaku dosen pembimbing Skripsi, yang

telah mengarahkan penulis sehingga penulisan tugas akhir ini dapat

diselesaikan dengan baik.

5. Ibu Dr. Fadhilah S.Pd, M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknik Pertambangan

Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang.

6. Bapak Drs. Rusli HAR, M.T selaku Penguji Skripsi yang telah banyak

membantu dan memberikan saran dalam penyusunan Skripsi ini.

7. Bapak Heri Prabowo ST, M.T selaku Penguji Skripsi dan Pembimbing

Akademik Jurusan Teknik Pertambangan Falkutas Teknik Universitas Negeri

Padang.

8. Segenap pimpinan dan karyawan PT. Saptaindra Sejati.

9. Seluruh dosen dan staff Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik

Universitas Negeri Padang.

Penulis menyadari bahwa dalam tugas akhir ini masih banyak terdapat

kekurangan. Untuk itu penulis menerima saran dan kritikan dari berbagai pihak demi

perbaikan di masa-masa datang. Penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat

bermanfaat kiranya bagi pembaca dan penulis sendiri.

Padang, 13 Juli 2021

Efriko Ramadon

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN TUGAS AKHIR...................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI......................................... iii
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT....................................... iv
BIODATA................................................................................................ v
ABSTRAK................................................................................................ vi
ABSTRACT............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR.............................................................................viii
DAFTAR ISI ...........................................................................................x
DAFTAR GAMBAR...............................................................................xii
DAFTAR TABEL....................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................1
B. Identifikasi Masalah............................................................. 2
C. Batasan Masalah................................................................... 2
D. Rumusan Masalah................................................................ 3
E. Tujuan Penelitian..................................................................3
F. Manfaat Penelitian................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Deskripsi Perusahaan...........................................................5
1. Lokasi Kesampaian Daearah............................................5
2. Keadaan Topografi dan Morfologi...................................8
3. Keadaan Geologi..............................................................11

x
4. Iklim dan Curah Hujan.....................................................19
5. Cadangan Batubara .........................................................19
B. Dasar Teori...........................................................................21
1. Sistem Penyaliran Tambang.............................................21
2. Siklus Hidrologi...............................................................22
3. Metode Penyaliran Tambang............................................25
4. Faktor-faktor Dalam Sistem Penyaliran Tambang...........30
5. Saluran Terbuka dan Sumuran (Sump).............................39
6. Pompa dan Pipa................................................................ 44
7. Kolam Pengendapan......................................................... 50
C. Penelitian yang Relevan....................................................... 56
D. Kereangkat Konseptual......................................................... 63
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian..................................................................... 64
B. Objek Penelitian...................................................................6 6
C. Waktu Penelitian...................................................................66
D. Jenis dan Sumber Data Penelitian........................................67
E. Teknik Pengumpulan Data...................................................67
F. Teknik Analisis Data............................................................68
G Diagram Alir Penelitian........................................................69
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Daerah Tangkapan Hujan (Catchtment Area).....................70
B. Koefisien Limpasan.............................................................71
C. Curah Hujan dan Intensitas Hujan Rencana.......................71
D. Debit Air Limpasan Permukaan..........................................87
E. Perhitungan Debit Air Tanah..............................................88
F. Debit Total...........................................................................88
G. Pompa...................................................................................89
H. Perencanaan Sump...............................................................99
I. Kolam Pengendapan Lumpur .............................................105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

xi
A. Kesimpulan .........................................................................114
B. Saran.....................................................................................116
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 1 1 7

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Konsesi Area Kerja Berau Coal....................................7

Gambar 2. Stratigrafi Cekungan Tarakan ..............................................12

Gambar 3. Peta Geologi Regional daerah Berau Coal dan Sekitarnya . .15

Gambar 4. Kolom Stratigrafi Beracu Coal..............................................18

Gambar 5. Siklus Hidrologi....................................................................23

Gambar 6. Bentuk-bentuk Metode Mine Drainage................................28

Gambar 7. Bentuk-bentuk Metode Mine Dewatering............................29

Gambar 8. Bentuk-bentuk Penampang Saluran......................................42

Gambar 9. Grafik Penentuan Volume Sumuran Air Tambang..............45

Gambar 10. Zona-zona dalam Kolam Pengendapan...............................53

Gambar 11. Nilai Chi Kuadrat Kritis......................................................79

Gambar 12. Rencana Main Sump...........................................................104

Gambar 12. Desain Kolam Pengendapan................................................108

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keadaan Topografi dan Morfologi........................................8

Tabel 2. Sebaran Morfologi di Area PT. Berau Coal..........................10

Tabel 3. Cadangan Batubara ...............................................................20

Tabel 4. Kualitas Batubara ..................................................................21

Tabel 5. Periode Ulang Hujan Rencana ..............................................34

Tabel 6. Syarat Jenis Distribusi...........................................................32

Tabel 7. Harga Koefisien Limpasan ...................................................37

Tabel 8. Harga Koefisien Kekasaran Dinding Saluran Terbuka .........43

Tabel 9. Koefisien Kekasaran Pipa .....................................................48

Tabel 10. Koefisien Kerugian pada Katup Isap...................................50

Tabel 11. Uraian Kegiatan dan Waktu Pelaksanan Penelitian.............66

Tabel 12. Data Curah Hujan Harian Maksimum.................................72

Tabel 13. Hasil Pengukuran Dispersi Statistik.....................................73

Tabel 14. Hasil Perhitungan Dispersi Logaritma..................................75

Tabel 15. Parameter Statistik dan Parameter Logaritma......................76

Tabel 16. Perhitungan Hasil Jenis Distribusi........................................77

Tabel 17. Pengurutan Data Curah Hujan Dari Besar Ke Kecil.............78

Tabel 18. Persentase Interval Distribusi...............................................80

Tabel 19. Hasil Interval Kelas Probabilitas Gumbel.............................81

xiii
Tabel 20. Perhitungan Nilai X2 Distribusi Gumbel..............................82

Tabel 21. Perhitungan Reduce Mean dan Reduce Mean Rata-rata.......84

Tabel 22. Curah Hujan Periode Ulang..................................................86

Tabel 23. Rencana Posisi Pompa dan Jaringan Pipa ...........................90

Tabel 24. Head Of Static......................................................................93

Tabel 25. Head Of Velocity..................................................................94

Tabel 26. Head Akibat Perubahan Diameter.......................................94

Tabel 27. Head Belokan......................................................................97

Tabel 28. Head Total pada Jaringan...................................................98

Tabel 29. Nilai Debit Pemompaan.......................................................99

Tabel 30. Nilai Dimensi Sump.............................................................104

Tabel 31Jadwal Penggerukan Settling Pond........................................111

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A : Data Curah Hujan Tahun 2010 - 2019

LAMPIRAN B : Grafik Perhitungan Head, RPM, dan Debit Pompa MF-420

LAMPIRAN C : Spesifikasi Pompa MF-420

LAMPIRAN D : Peta Yearly Plan dan Catchment Area Pit T4U

LAMPIRAN E : Peta Monthly Plan dan Peta Sump

LAMPIRAN F : Spesifikasi Alat Berat

LAMPIRAN G : Intruksi Kerja Pembersihan Settling Pond

LAMPIRAN H : Pengelolaan Setlling Pond

xv
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

PT. Saptaindra Sejati merupakan perusahaan swasta nasional yang

bergerak dibidang jasa pertambangan batubara. Perusahaan ini telah

memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi - Produksi Batubara di

PT. Berau Coal, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.

Sistem penambangan yang digunakan oleh PT. Saptraindra Sejati

menggunakan sistem penambangan terbuka (surface mining) dengan metode

strip mine. Pada proses penambangan dengan metode tambang terbuka

banyak faktor yang akan mempengaruhi kegiatan penambangan tersebut,

salah satunya adalah air. Air yang masuk kelokasi penambangan sebagian

besar berasal dari air hujan. Pada saat kondisi curah hujan yang tinggi dapat

menyebabkan kegiataan penambangan terganggu karena area kerja tergenang

air. Air yang menggenangi lokasi penambangan merupakan masalah utama

bagi perusahaan pertambangan karena air yang masuk ke lokasi

penambangan dapat mengganggu aktivitas penambangan dan mengakibatkan

terhambatnya produksi.

Masalah yang sering terjadi pada sistem penyaliran tambang yaitu tidak

terkontrolnya debit air limpasan yang masuk ke dalam tambang dapat

mengakibatkan tergenangnya front loading. Pada saat kondisi intensitas hujan

yang tinggi membuat beberapa unit PC harus pindah ke lokasi loading yang baru

dan tidak di posisi inventory material blasting, sehingga PC 2000 tidak tercapai
3

karena harus free diging. Karena sump yang tidak bisa menampung dan harus

dilakukan perluasan di seam L dan M agar dapat menampung air.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengangkat penelitian

dengan judul “Analisis Debit Air Limpasan di Permukaan (Run Off) pada

DAS Batang Kandih dan DAS Air Dingin Sebagai Penyebab Terjadinya

Genangan di Kota Padang”.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah bertujuan untuk mempermudah dalam

peyelesaian masalah yang akan dibahas, sehingga pada tahap peyelesaian

masalah tersebut dapat terurut dengan baik, dalam judul ini masalah dapat

dikelompokkan:

1. Air merupakan salah satu masalah besar dalam aktivitas penambangan

dengan metode tambang terbuka.

2. Curah hujan yang tinggi di lokasi penambangan.

3. Terdapat genangan air di front penambangan.

4. Terjadi luapan pada sump akibat intensitas curah hujan yang tinggi.

5. Kolam pengendapaan (settling pond) mengalami pengendapan material

sedimen.

C. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian adalah:

1. Penelitian hanya dilakukan di Pit T4U Sambarata PT. Saptaindra Sejati

2. Menggunakan data curah hujan selama 9 tahun (2011 – 2019).

3
4

3. Hanya mengaji kebutuhan pompa, pipa hdpe yang dibutuhkan dan

kolam pengendapan.

4. Kajian system penyaliran tambang didasarkan pada pertimbangan aspek

teknis.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah

diuraikan di atas maka untuk lebih terarahnya penelitian ini, maka penulis

merumuskan permasalahan ditinjau dari beberapa aspek diantaranya:

1. Berapakah besar debit air limpasan yang masuk ke Pit T4U PT. Saptaindra

Sejati?

2. Berapa volume sump di Pit T4U PT. Saptaindra Sejati?

3. Berapakah jumlah kebutuhan pompa dengan spesifikasi pompa yang

efektif untuk mengeluarkan air di sump di Pit T4U PT. Saptaindra Sejati?

4. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk pengerukan material sedimentasi di

kolam pengendapan (settling pond) secara berkala di Pit T4U PT.

Saptaindra Sejati.

E. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menghitung debit air tambang, yang berasal dari hujan dan air limpasan di

Pit T4U PT. Saptaindra Sejati.

2. Memperoleh ukuran sump yang ideal menampung air yang masuk ke

dalam front penambangan di Pit T4U PT. Saptaindra Sejati.

4
5

3. Menentukan jumlah kebutuhan pompa dan spesifikasi pompa yang

diperlukan untuk mengeluarkan air di sump pada penambangan Pit T4U

PT. Saptaindra Sejati.

4. Menentukan waktu yang dibutuhkan untuk pengerukan material

sedimentasi di kolam pengendapan (settling pond) secara berkala di Pit

T4U PT. Saptaindra Sejati.

F. Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk dapat menyelesaikan

pendidikan porgram sarjana S1 di Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas

Teknik Universitas Negeri Padang dan dapat mengaplikasikan ilmu yang

didapat oleh penulis selama mengikuti perkuliahaan pada dunia industri

pertambangan.

2. Manfaat teoritis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah mampu

memeberikan pengetahuan, dan menjadi suatu acuan bagi khususnya

metode penyaliran tambang

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu manfaat yang dapat

dijadikan dasar kebijakan perusahaan dalam persiapan kegiataan

penambangan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Perusahaan

1. Lokasi Kesampaian Daerah

PT. Berau Coal berdiri berdasarkan Perjanjian Kontrak Pengusahaan

Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan luas wilayah konsesi 118.400

Ha. Lokasi wilayah PKP2B PT. Berau Coal secara administratif terletak

pada lima kecamatan yaitu Kecamatan Gunung Tabur, Segah, Teluk

Bayur, Tanjung Redeb, dan Sambaliung, yang seluruhnya berada di dalam

wilayah Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur (Gambar 1). Secara

geografis wilayah PKP2B PT. Berau Coal dinyatakan dengan koordinat

geografis terletak pada koordinat 117°7’48” - 117°38’18” Bujur Timur

(BT) dan 1°52’24” - 2°25’6” Lintang Selatan (LS). Dengan batasan

wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bulungan.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Sulawesi.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur.

- Sebeah Barat berbatasan dengan Kab. Bulungan dan Kab. Kutai

Kartanegara Berau Coal saat ini memiliki 3 lokasi penambangan aktif.

Wilayah konsesi batubara Berau Coal kurang lebih sebesar 118.400

hektar yang juga terdiri dari 3 lokasi yang beroperasi, yaitu Binungan Blok

8-9-10, Gurimbang dan Punan. Adapun 3 lokasi penambangan dan

produksi, yaitu :

5
6

a. Site Lati, berproduksi sejak 1993 berada di Desa Sambakungan,

Kecamatan Gunung Tabur. Wilayah Lati ini berlokasi di hilir Sungai

Lati. Dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi darat selama ±

1 jam atau dengan menggunakan transportasi air selama ± 30 menit.

b. Site Binungan, berproduksi sejak tahun 1995 dan berlokasi di Desa

Pegat Bukur, Kecamatan Sambaliung. Wilayah Binungan ini dapat

ditempuh dengan menggunakan transportasi darat selama ± 1 jam atau

dengan menggunakan trasnportasi air selama ± 45 menit

c. Site Sambarata, merupakan area tambang baru yang berproduksi

sejak tahun 2001. Lokasi ini dapat ditempuh dengan menggunakan

transportasi darat atau dengan menggunakan transportasi air selama ±

20 menit.
7

Gambar 1. Peta Konsesi Kerja PT Berau Coal


Sumber: Departemen Geologi SMO Tahun 2015

PT. Berau Coal dapat dijangkau dari Padang melalui jalur udara

menuju Jakarta ± 1.50 jam, kemudian dilanjutkan dari Jakarta ke

Balikpapan dengan perjalanan ± 2 jam, kemudian dilanjutkan kembali

dengan jalur udara ± 50 menit menuju Kabupaten Berau. Setelah itu

melalui jalan darat dengan menggunakan kendaraan bermotor roda empat

atau roda dua sekitar 8 km dari Bandara Kalimarau Berau.

2. Keadaan Topografi dan Morfologi


8

Area PKP2B PT. Berau Coal dengan luas 118.400 Ha berada pada

bagian tengah daerah kabupaten Berau. Wilayah PT. Berau Coal dibatasi

di sebelah Utara oleh daerah Sambarata blok C, sebelah Timur adalah

daerah Lati, di sebelah Selatan adalah daerah Binungan blok 8, dan di

sebelah Barat adalah Binungan blok 9-10. Secara umum bentuk lahan

(morfologi lahan) menurut Nichlos dan Edmunson (1975) dibedakan

sesuai Tabel 1.

Tabel 1. Keadaan Topografi dan Morfologi


Kemiringan Lereng
Bentuk Medan Satuan Morfologi
(%) (°)
Datar 0-5 0-3 Datar
Landai 5-15 3-9 Perbukitan berelief datar
Agak terjal 15-30 9-17 Perbukitan berelief sedang
Terjal 30-50 17-27 Perbukltan berelief agak kasar
Sangat terjal 50-70 27-36 Perbukitan berelief kasar
Tegak > 70 36-90 Perbukitan berelief sangat kasar
Sumber: Geology and Exploration Department PT. Berau Coal (2015)

Bentuk morfologi yang berkembang di areal PT. Berau Coal pada

umumnya berupa perbukitan berelief datar sampai perbukitan berelief

kasar. Morfologi di seluruh areal PT. Berau Coal disusun oleh material

batuan sedimen yang terdiri dari batupasir halus sampai gravel, batu

lempung, dan batubara. Struktur geologi sangat mempengaruhi bentuk

morfologi di areal PT. Berau Coal, dimana struktur geologi yang

berkembang kuat umumnya akan membentuk morfologi perbukitan yang

cukup curam, dan struktur geologi yang tidak terlalu berkembang akan

membentuk morfologi yang tidak terlalu curam (Tabel 2).


9

Sebelah Barat dibatasi oleh Binungan Blok 9-10 yang didominasi

morfologi perbukitan berelief sedang dengan elevasi 5 m – 150 m diatas

permukaan laut yang tersusun oleh material alluvial (area rawa),

batulempung, batupasir, konglomerat dan batubara. Kemiringan lereng

berkisar antara ≤ 17°. Area ini tidak terlalu dikontrol oleh struktur

geologi dengan kemiringan batuan berkisar 8o – 15o. Morfologi daerah

Binungan blok 9-10 berbatasan dengan morfologi berelief sangat kasar

yang disusun oleh batugamping di sebelah Selatannya.

Sebelah Selatan dibatasi oleh daerah Binungan Blok 8 yang

didominasi oleh morfologi perbukitan agak kasar dengan elevasi 5 m –

110 m diatas permukaan laut yang tersusun oleh material alluvial (area

rawa), batulempung, batupasir, konglomerat dan batubara. Kontrol

struktur geologi di area ini cukup kuat dengan kemiringan batuan berkisar

15o – 65o, diperkirankan terdapat sesar berarah relatif utara – selatan dan

berkembang lipatan sinklin. Morfologi Binungan blok 8 juga dibatasi

oleh morfologi yang lebih curam dibagian selatannya yang tersusun oleh

batugamping.

Sebelah Timur dibatasi oleh daerah Lati yang didominasi oleh

perbukitan berelief sedang dengan elevasi 15 m – 135 m dari permukaan

laut, setempat dijumpai dibagian barat daerah Lati memiliki moroflogi

yang berelief kasar. Morofologi area lati disusun material alluvial (area

rawa), batulempung, batupasir, konglomerat dan batubara. Secara umum,

kontrol sturkur tidak terlalu mempengaruhi dimana struktur sesar-sesar


10

minor berkembang disayap barat sinklin Lati yaang berarah relatif barat

daya – timur laut.

Sebelah utara dibatasi oleh Sambarata blok B-C yang didominasi

oleh perbukitan agak kasar sampai dengan perbukitan berelief kasar

dengan ketinggian berkisar 5 m – 250 m dari permukaan laut. Morfologi

area Sambarata blok B-C tersusun oleh material alluvial (area rawa),

batulempung, batupasir, konglomerat dan batubara. Kontrol struktur

geologi di area Sambarata blok B-C berkembang dengan baik dengan

kemiringan batuan berkisar 30o – 50o, lipatan sinklin di bagian utara da

diperkiran terdapat sesar yang memanjang relatif barat daya – timur laut.

Tabel 2. Sebaran Morfologi di Area PT. Berau Coal


Ketinggian (m) Morfologi %
Area/Site Minimal Maksimal Non Rawa Rawa
Lati 15 135 77 23
Binungan
a. Blok 1-4 6 139 80 20
b. Blok 5-6 7 136 88 12
c. Blok 7 East 5 88 70 30
d. Blok 7 West 5 86 75 25
d. Blok 8 6 104 88 12
e. Blok 9 5 146 60 40
f. Blok 10 5 86 72 28
g. Blok Parapatan 4 69 84 16
Sambarata
a. Blok A 5 80 82 18
b. Blok BC 5 250 82 18
c. Blok B1 5 125 51 49
Gurimbang
Punan 10 100 57 43
Sumber: Geology and Exploration Department PT. Berau Coal (2015)
11

3. Keadaan Geologi

a. Geologi Regional

Area PT. Berau Coal terletak di Cekungan Berau yang

merupakan anak Cekungan Tarakan. Cekungan Tarakan merupakan

salah satu dari tiga cekungan besar yang membangun kondisi

geologi daerah Kalimantan Timur bagian utara. Adapun sebaran

ketiga cekungan utama tersebut dari utara ke selatan adalah :

Cekungan Tarakan, Cekungan Kutai, dan Cekungan Barito.

Secara fisiografis Cekungan Tarakan dibagian barat dibatasi

oleh lapisan sedimen Pra Tersier Tinggian Kuching dan dipisahkan

dari Cekungan Kutai oleh kelurusan timur – barat Tinggian

Mangkalihat. Cekungan Tarakan berupa depresi berbentuk busur

yang terbuka kearah timur ke arah Selat Makasar/Laut Sulawesi

yang meluas ke utara Sabah dan berhenti pada zona subduksi di

Tinggian Samporna dan merupakan cekungan paling utara di

Kalimantan, sedangkan batas selatannya adalah Pegunungan

Suikerbrood dan tinggian Mangkalihat.

Lingkungan pengendapan Cekungan Tarakan dimulai dari

proses pengangkatan (transgresi) yang diperkirakan terjadi pada

kala Eosen sampai dengan Miosen awal bersamaan dengan

terjadinya proses pengangkatan gradual pada tinggian Kuching dari

barat ke timur. Pada kala Miosen Tengah terjadi penurunan (regresi)

pada Cekungan Tarakan, yang dilanjutkan dengan terjadi


12

pengendapan progradasi ke arah timur dan membentuk endapan

delta, yang menutupi endapan prodelta dan bathial. Cekungan

Tarakan mengalami proses penurunan secara lebih aktif lagi pada

kala Miosen sampai Pliosen. Proses sedimentasi delta yang tebal

dengan pusat cekungan (deposentris) dan relatif bergerak ke arah

timur terus berlanjut searah selaras dengan waktu. Stratigrafi

cekungan tarakan dapat dilihat di Gambar 2.

Pliocene

Miocene

Eocene

Gambar 2. Stratigrafi Cekungan Tarakan


Sumber: Geology and Exploration Department PT. Berau Coal (2015)
13

Ditinjau dari fasies dan lingkungan pengendapannya,

Cekungan Tarakan terbagi menjadi empat Sub Cekungan yaitu :

- Sub Cekungan Tidung, ini terletak paling utara, meluas ke

Sabah dan berkembang pada kala Eosen Akhir sampai Miosen

Tengah. Dipisahkan dari anak Cekungan Berau disebelah

selatannya oleh Punggungan Latong.

- Sub Cekungan Tarakan, berkembang terutama pada daerah lepas

pantai dan terisi oleh sekuen tebal sedimen darat Akhir Miosen

yang tidak selaras dengan lapisan dan struktur sebelumnya.

- Sub Cekungan Muras, terletak di lepas pantai Tinggian

Mangkaliat. Terutama mengandung terumbu dan sedimen

karbonat.

- Sub Cekungan Berau, Sub Cekungan Berau terletak dibagian

paling selatan Cekungan Tarakan yang berkembang dari Eosen

sampai Miosen dan mempunyai sejarah pengendapan yang sama

dengan Sub Cekungan Tidung.

b. Fisiografi

Daerah Berau terletak pada cekungan tarakan dengan

pegunungan yang umumnya rendah dengan bukit yang

bergelombang. Daerah tambang Sambarata terletak pada Anak

Cekungan Berau yang merupakan anak cekungan dari Cekungan

Tarakan, yang terletak pada pantai timur laut Kalimantan Utara dan

sebagian kecil di bagian tenggara Sabah. Bagian selatan dibatasi


14

oleh Tinggian Mangkalihat yang merupakan pemisah antara

Cekungan Tarakan dan Cekungan Kutai, bagian utara dibatasi oleh

Tinggian Sebuku, bagian barat oleh Tinggian Sekatak dan Laut

Sulawesi di bagian timur.

c. Stratigrafi

Berdasarkan Peta Geologi keluaran Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi, Bandung pada lembar Tanjung Redeb

(1995) Secara regional daerah anak cekungan terdiri dari batuan

sedimen dan batuan beku dengan kisaran umur dari PraTersier

(Kapur) hingga Kuarter. Anak Cekungan Berau dari yang tua ke

muda terdiri dari Formasi Banggara (Kbs), Formasi Sambakung

(Tes), Formasi Tabalar (Teot), Formasi Birang (Tomb), Formasi

Latih (Tml), Formasi Tabul (Tmt), Formasi Labanan (Tmpl),

Formasi Domaring (Tmpd), Formasi Sinjin (Tps), Formasi Sajau

(TQps) dan Endapan aluvial (Qa) (gambar 3).


15

Gambar 3. Peta Geologi Regional daerah Berau dan sekitarnya


Sumber: Geology and Exploration Department PT. Berau Coal (2015)

1) Formasi Telen (Mt) terdiri dari perselingan batusabak,

batutanduk, batupasir meta, dan kuarsit, sisipan rijang dan

batugamping meta. Terendapkan dalam lingkungan laut dalam

– laut dangkal. Tebal diperkirakan 3500 meter dan berumur

Jura akhir – Kapur awal.

2) Formasi Bangara (Kbs) : Perselingan batulempung malih,

batulempung terkersikkan, batulempung hitam bersisipan

serpih dan laminasi tuff, mengandung radiolaria, satuan batuan

merupakan endapan flysh. Umurnya Kapur.

3) Formasi Sembakung (Tes) : Batulempung, batulanau, dan

batupasir dibagian bawah ; Batupasir kuarsa, batugamping

pasiran, rijang dan tuf dibagian atas ; mengandung fosil


16

nummulites sp, Discocylclina sp, Operculina sp, Globigerina

sp, Reusela sp, Nodosaria sp, Planulina sp, Amphistegina sp

dan

Borelis sp ; Tebal satuan batuan lebih dari 1000 m, diendapkan

dalam lingkungan laut, berumur Eosen.

4) Formasi Tabalar (Toet) : Napal abu – abu, batupasir, serpih,

sisipan batugamping dan konglomerat alas dibagian bawah,

batugamping dolomite, kalkarenit dan sisipan napal dibagian

atas ; diendapkan dalam lingkungan fluviatil - laut dangkal;

tebal satuan mencapai 1000 m. Umurnya Eosen – Oligosen

(Lihat Tabel 3).

5) Formasi Birang (Tomb) : Perselingan napal, batugamping dan

tuff dibagian atas, dan perselingan rijang, napal, konglomerat,

batupasir kuarsa dan batugamping dibagian bawah ; Tebal

satuan batuan lebih dari 1100 m ; mengandung fosil antara

lain : Lepidocylina ephicides, Spiroclypeus sp, Miogypsina sp,

Margionopora vertebralis, Operculina sp, Globigerina

tripartita, Globoquadrina altispira, Globorotalia mayeri,

Globorotalia peripheronda, Globigerinoides immaturus,

Globigerinoides sacculifer, Pra Orbulina transitoria,

Uvigerina sp, Cassidulina sp. Kisaran Umur Oligosen –

Miosen.
17

6) Formasi Latih (Tml) : Batupasir kuarsa, batulempung,

batulanau, dan batubara dibagian atas; bersisipan serpih pasiran

dan batugamping dibagian bawah.Lapisan batubara (0,2 – 5,5

m), berwarna hitam, coklat; tebal satuan batuan kurang lebih

800 m, diendapkan dalam lingkungan delta, estuarin dan laut

dangkal; mengandung fosil antara lain : Pra Orbulina

glomerosa, Pra Orbulina transitioria; berumur Miosen Awal –

Miosen Tengah.

7) Formasi Tabul (Tmt) : Terdiri dari batupasir, batulempung

konglomerat dan sisipan batubara ; mengandung Operculina

sp, tebal satuan kurang lebih 1050 m. Satuan batuan merupakan

endapan regresif delta. Umurnya Miosen Akhir.

8) Formasi Labanan (Tmpl) : Perselingan konglomerat aneka

bahan, batupasir, batulanau, batulempung disisipi batugamping

dan batubara. Lapisan batubara (0,2 – 1,5 m) berwarna hitam,

coklat. Tebal satuan lebih kurang 450 m, diendapkan dalam

lingkungan fluviatil. Umurnya Miosen Akhir – Pliosen.

9) Formasi Domaring (Tmpd) : Batugamping terumbu,

batugamping kapuran, napal dan sisipan batubara muda ;

diendapkan dalam lingkungan rawa litoral. Tebalnya mencapai

1000 m, berumur Miosen Akhir – Pliosen.

10) Formasi Sinjin (Tps) : Perselingan tuf, aglomerat, lapili, lava

andesit piroksen, tuf terkersikan, batulempung tufaan dan


18

kaolin, mengandung lignit, kuarsa, feldsfar, dan mineral hitam.

Tebal satuan batuan lebih dari 500m.

11) Formasi Sajau (TQps) : Perselingan batulempung, batulanau,

batupasir, konglomerat, disisipi batubara, mengandung

moluska, kuarsit dan mika ; menunjukan struktur silang siur

dan laminasi. Lapisan batubara (0,2 – 1 m) berwarna hitam,

coklat. Tebal satuan batuan lebih kurang 775 m. Diendapkan

dalam lingkungan fluviatil dan delta.

12) Endapan Aluvial (Qa) : Lumpur, lanau, pasir, kerikil, kerakal

dan gambut berwarna kelabu sampai kehitaman, tebalnya lebih

dari 40 m.

Gambar 4. Kolom Stratigrafi Berau Area


Sumber: Geology and Exploration Department PT. Berau Coal (2015)
19

d) Struktur Geologi

Struktur geologi yang ada di sekitar daerah pemetaan geologi

regional berupa lipatan sesar normal, sesar geser, dan kelurusan

menunjukan arah utama baratlaut– tenggara dan baratdaya–

timurlaut. Struktur lipatan seperti antiklin dan sinklin berarah

baratlaut – tenggara dan baratdaya – timurlaut.

4. Iklim dan curah hujan

Daerah Berau berada pada kawasan beriklim tropis dengan dua

musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Berdasarkan klasifikasi

Koppen, iklim daerah berau termasuk golongan iklim A (iklim hujan

tropis) dan menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson iklim daerah berau

termasuk tipe iklim A (sangat basah) dengan jenis vegetasinya hutan hujan

tropis. Keadaan iklim rata-rata di Berau, yaitu suhu 31°C, kelembaban

udara 88%, , dan kecepatan angin 5-7 knot. Curah hujan berdasarkan data

curah hujan periode tahun 2009 sampai tahun 2017 curah hujan rata-rata

adalah 50,07 mm/bulan, dengan curah hujan maksimum adalah 200

mm/bulan yang terjadi pada bulan Desember 2013, dan curah hujan

minimum adalah 5,50 mm/bulan yang terjadi pada bulan Juli 2015 (Lihat

lampiran A).

5. Cadangan Batubara

Estimasi cadangan batubara PT Berau Coal dilakukan secara

internal dengan menggunakan Kode Komite Cadangan Mineral

Indonesia (Kode-KCMI 2011) dan Standar Nasional Indonesia (SNI


20

5015:2011) yang diterbitkan oleh Competent Person sebagai panduan

estimasi.

Estimasi total cadangan batubara PT Berau Coal adalah sebesar

469,77 juta ton dengan 236,53 juta ton diklasifikasikan sebagai cadangan

terbukti dan 233,24 juta ton diklasifikasikan sebagai cadangan terkira

(Tabel 4) dan masing-masing kualitas batubara tersebut dapat dilihat

pada Tabel 5 di halaman selanjutnya.

Tabel 3. Cadangan Batubara PT. Berau Coal


Area Cadangan Batubara (Juta Ton)
Terbukti Terkira Total
Lati
Seams PQRT 37.49 45.61 83.09
Seams Other (A to O) 14.75 3.03 17.78
Sub Total 52.24 48.63 100.87
Sambarata
Block B West
Blok B East 4.30 9.15 13.45
Block B1 9.46 9.11 18.57
Sub Total 13.76 18.26 32.02
Binungan
Perapatan 2.60 2.18 4.78
Blocks 1-4 16.77 3.02 19.79
Blocks 5-6 2.92 0.52 3.44
Block 7 East 17.86 39.67 57.53
Block 7 West 10.41 3.05 13.46
Block 8 21.69 16.24 37.93
Block 9 34.38 30.13 64.51
Block 10 52.79 39.24 92.02
Sub Total 159.42 134.04 293.46
Total / Rata-rata 236.53 233.24 469.77
Sumber: Dokumen Mine Plan Control Department PT. Berau Coal (2015)
21

Tabel 4. Kualitas Batubara PT. Berau Coal

Sumber: Dokumen Mine Plan Control Department PT. Berau Coal (2015)
Keterangan : Adb : Air Dry Based (Pengujian dilakukan dalam kondisi bebas air
permukaan)
Ar : As Received
Gar : Gross As Received
CV : Calorific Value (Nilai Kalori)
TS : Total Sulfur (Kandungan Sulfur)
TM : Total Moisture (Kandungan Air Total)

B. Dasar Teori

1. Sistem Penyaliran Tambang

Penyaliran adalah suatu cara untuk mengeringkan atau mengeluarkan

air yang terdapat atau menggenangi suatu daerah tertentu. Sedangkan

sistem penyaliran tambang adalah rangkaian unit kerja dari alat/bagian

pada sistem penyaliran yang dimaksudkan untuk mengendalikan air

tambang. Upaya ini dilakukan untuk mencegah terganggunya aktivitas


22

penambangan akibat adanya genangan air dalam jumlah yang berlebihan

di lokasi penambangan, terutama pada musim hujan. Selain itu, sistem

penyaliran tambang ini juga dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan

alat, sehingga alat-alat mekanis yang digunakan pada daerah tersebut

mempunyai umur yang lama. Penanganan masalah air dalam suatu

tambang terbuka dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

- Mine Drainage, merupakan upaya untuk mencegah masuk dan

mengalirnya air ke lokasi penambangan. Hal ini umumnya dilakukan

untuk penanganan air tanah dan air yang berasal dari sumber air

permukaan.

- Mine Dewatering, merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang

telah masuk ke lokasi penambangan, terutama untuk penanganan air

hujan.

2. Siklus Hidrologi

Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa, energi tidak dapat

diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tapi dapat berubah wujud, begitu

juga dengan air. Air di bumi volumenya selalu tetap dari waktu ke waktu,

namun dapat berubah wujud sesuai dengan kondisi lingkungan dimana dia

berada. Air mengalami perputaran melalui serangkaian peristiwa yang

berlangsung secara terus menerus dan membentuk suatu siklus yang

dikenal dengan siklus hidrologi.

Siklus hidrologi merupakan proses kontinyu dimana air bergerak dari

bumi ke atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi (Bambang


23

Triatmojo, 2009). Siklus hidrologi menunjukan gerakan air di permukaan

bumi. Selama berlangsungnya siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari

permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali

lagi ke laut yang tidak pernah habis, air tersebut akan tertahan sementara

di sungai, waduk atau danau, serta dalam tanah sehingga dapat

dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk lain (Chay Asdak, 1995).

Gambar 5. Siklus Hidrologi


Sumber: Suripin, sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan,2004

Tahapan siklus hidrologi dimulai dari penguapan air di laut dan badan-

badan air lainya. Perubahan air menjadi uap ini disebabkan oleh energi panas

matahari. Uap air yang terkondensasi tersebut akan terbawa oleh angin

melintasi daratan yang bergunung maupun datar dan apabila keadaan

atmosfer memungkinkan, sebagian dari uap air tersebut akan turun menjadi

hujan maupun salju. Sebelum mencapai permukaan tanah, air tersebut akan

tertahan oleh tajuk vegetasi. Sebagian dari air hujan tersebut akan tersimpan
24

di permukaan tajuk/daun selama proses pembasahan tajuk, dan sebagian

lainnya akan jatuh ke atas permukaan tanah melalui sela-sela daun

(throughfall) atau mengalir ke bawah melalui permukaan batang pohon

(steamflow). Sebagian kecil air hujan tidak akan pernah sampai di

permukaan tanah, melainkan terevaporasi kembali ke atmosfer selama

dan setelah berlangsungnya hujan.

Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan

masuk terserap ke dalam tanah. Sedangkan air hujan yang tidak terserap

ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan

permukaan tanah untuk kemudian mengalir diatas permukaan ke tempat

yang lebih rendah (run off), untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air

infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya

akan membentuk kelembaban tanah. Apabila kelembaban tanah sudah

cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan

bergerak secara horizontal untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan

keluar lagi ke permukaan tanah dan akhirnya mengalir ke sungai, air

hujan yang masuk kedalam tanah tersebut akan bergerak vertikal ke tanah

yang lebih dalam dan menjadi bagian dari air tanah. Air tanah tersebut,

terutama pada musim kemarau, akan mengalir pelan-pelan ke sungai,

danau atau tempat penampungan air alami lainya.

Tidak semua air akan terinfiltrasi masuk ke dalam tanah lalu mengalir

ke sungai atau danau, melainkan ada sebagian air yang terinfiltrasi akan

tetap tinggal dalam lapisan tanah bagian atas untuk kemudian di uapkan
25

kembali ke atmosfer melalui permukaan tanah dan melalui permukaan tajuk

vegetasi (transpiration). Siklus ini akan terjadi secara berulang-ulang

sepanjang musim dan sepanjang tahun.

3. Metode Penyaliran Tambang

Air dalam jumlah yang besar merupakan permasalahan besar dalam

pekerjaan penambangan, baik secara langsung maupun tidak langsung

berpengaruh terhadap produktivitas. Pengertian dari sistem penyaliran

tambang adalah suatu usaha yang diterapkan pada daerah penambangan

untuk mencegah, mengeringkan, atau mengeluarkan air yang masuk ke

daerah penambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah

terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang

berlebihan, terutama pada musim hujan. Selain itu, sistem penyaliran

tambang ini juga dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan alat serta

mempertahankan kondisi kerja yang aman, sehingga alat-alat mekanis

yang digunakan pada daerah tersebut mempunyai umur yang lama.

Sumber air yang masuk ke lokasi penambangan, dapat berasal dari

air permukaan tanah maupun air bawah tanah. Air permukaan merupakan

air yang terdapat dan mengalir di permukaan tanah, meliputi air limpasan

permukaan, air sungai, rawa atau danau yang terdapat di daerah tersebut,

air buangan (limbah), dan mata air. Sedangkan air bawah tanah merupakan

air yang terdapat dan mengalir di bawah permukaan tanah meliputi air

tanah dan air rembesan. Penanganan masalah air dalam suatu tambang

terbuka dapat dibedakan menjadi dua yaitu :


26

a. Mine Drainage

Merupakan upaya untuk mencegah masuknya air ke daerah

penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air

tanah dan air yang berasal dari sumber air permukaan, tindakan ini

juga disebut usaha preventif. Cara yang biasa digunakan untuk

mencegah air permukaan adalah dengan membuat saluran terbuka

disekeliling tambang. Beberapa metode Mine drainage sebagai

berikut:

1) Metode Siemens

Pada tiap jenjang dari kegiatan penambangan dibuat lubang

bor kemudian ke dalam lubang bor dimasukkan pipa dan di setiap

bawah pipa tersebut diberi lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk

ke dalam lapisan akuifer, sehingga air tanah terkumpul pada bagian

ini dan selanjutnya dipompa ke atas dan dibuang ke luar daerah

penambangan dapat dilihat pada Gambar .

2) Metode Pemompaan Dalam (Deep Well Pump)

Metode ini digunakan untuk material yang mempunyai

permeabilitas rendah dan jenjang tinggi. Dalam metode ini dibuat

lubang bor kemudian dimasukkan pompa ke dalam lubang bor dan

pompa akan bekerja secara otomatis jika tercelup air. Kedalaman

lubang bor 50 - 60 m.

3) Metode Elektro Osmosis


27

Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda, ketika

elemen- elemen dialiri arus listrik maka air pori akan mengalir

menuju katoda (lubang bor) yang kemudian terkumpul pada ceruk

lalu dipompa keluar.

4) Small Pipe With Vacuum Pump

Cara ini diterapkan pada lapisan batuan yang impermiabel

(jumlah air sedikit) dengan membuat lubang bor. Kemudian di

masukkan pipa yang ujung bawahnya diberi lubang-lubang. Antara

pipa isap dengan dinding lubang bor diberi kerikil-kerikil kasar

(berfungsi sebagai penyaring kotoran) dengan diameter kerikil

lebih besar dari diameter lubang. Di bagian atas antara pipa dan

lubang bor di sumbat supaya saat ada isapan pompa, rongga antara

pipa lubang bor kedap udara sehingga air akan terserap ke dalam

lubang bor.

Untuk lebih jelasnya tentang keenam metoda mine drainage ini

dapat dilihat pada gambar berikut:


28

Gambar 6. Bentuk-bentuk Metode Mine drainage


Sumber: Rudi Sayoga Gautama,” Sistem Penyaliran Tambang” 1999

b. Mine Dewatering

Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke

daerah penambangan. Upaya ini terutama untuk menangani air yang

berasal dari air hujan. Beberapa metode penyaliran mine dewatering

adalah sebagai berikut:

1) Sistem Kolam Terbuka

Sistem ini diterapkan untuk membuang air yang telah masuk

ke daerah penambangan. Air dikumpulkan pada ceruk, kemudian

di pompa keluar dan pemasangan jumlah pompa tergantung

kedalaman penggalian.

2) Cara Paritan
29

Penyaliran dengan cara paritan ini merupakan cara yang

paling mudah, yaitu dengan pembuatan paritan (saluran) pada

lokasi penambangan. Pembuatan parit ini bertujuan untuk

menampung air limpasan yang menuju lokasi penambangan. Air

limpasan akan masuk ke saluran–saluran yang kemudian di alirkan

ke suatu kolam penampung atau di buang langsung ke tempat

pembuangan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

3) Sistem Adit

Cara ini biasanya digunakan untuk pembuangan air pada

tambang terbuka yang mempunyai banyak jenjang. Saluran

horisontal yang di buat dari tempat kerja menembus ke shaft yang

di buat disisi bukit untuk pembuangan air yang masuk ke dalam

tempat kerja. Pembuangan dengan sistem ini biasanya mahal,

disebabkan oleh biaya pembuatan saluran horisontal tersebut dan

shaft.

Untuk lebih jelasnya tentang sistem mine drainage ini dapat

dilihat pada gambar berikut:


30

Gambar 7 . Bentuk-bentuk Metode Mine Dewatering


Sumber: Rudi Sayoga Gautama,” Sistem Penyaliran Tambang” 1999

4. Faktor – Faktor Dalam Sistem Penyaliran Tambang

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam merancang sistem

penyaliran pada tambang terbuka adalah :

a. Curah Hujan

Hujan merupakan air yang jatuh ke permukaan bumi dan

merupakan uap air di atmosfir yang terkondensasi dan jatuh dalam bentuk

tetesan air. Sistem penyaliran tambang dewasa ini lebih ditujukan pada

penanganan air permukaan, ini karena air yang masuk ke dalam lokasi

tambang sebagian besar adalah air hujan.

Air tambang akan ditampung dalam sumuran (sump), selanjutnya

dikeluarkan dengan pompa melalui jalur pemompaan ke kolam

pengendapan (settling pond). Air limpasannya (overflow) akan dibuang

atau dialirkan ke luar lokasi tambang atau ke sungai terdekat dan lumpur

endapannya (underflow) dibersihkan secara berkala.


31

Curah Hujan adalah jumlah atau volume air hujan yang jatuh

pada satu satuan luas, dinyatakan dalam satuan mm. 1 mm berarti pada

2
luasan 1 m jumlah air hujan yang jatuh sebanyak 1 Liter. Sumber

utama air permukaan pada suatu tambang terbuka adalah air hujan.

Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu

sistem penyaliran, karena besar kecilnya curah hujan akan

mempengaruhi besar kecilnya air tambang yang harus diatasi. Besar

curah hujan dapat dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh

pada suatu areal tertentum, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat

dinyatakan dalam meter kubik per satuan luas, secara umum

dinyatakan dalam tinggi air (mm). Pengamatan curah hujan dilakukan

oleh alat penakar curah hujan.

b. Curah Hujan Rencana

Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk meramalkan

besarnya hujan dengan periode ulang tertentu (Soewarno, 1995).

Dalam perhitungan curah hujan rencana penulis melakukan

perhitungan analisis frekuensi untuk menentukan metode apa yang

akan penulis gunakan untuk menghitung curah hujan rencana.

Perhitungan analisis frekuensi yang pertama dilakukan adalah

menentukan nilai standar deviasi (Sx), koefisien skewness (Cs),

koefisien kurtosis (Ck) dan koefisien variasi (Cv) (I Made Kamiana,

2011). Perhitungan analisis frekuensi menggunakan rumus berikut :

1. Standar Deviasi (Sx)


32

Sx = √ ∑
2
( X −X ) i r ………………………………………………..
n−1

(3)

2. Koefisien Skewness (Cs)

Cs = ∑ n× ¿ ¿ ¿ ………………………………...……....(4)

3. Koefisien Kurtosis (Ck)

1
Ck = ∑ ׿ ¿ ¿ …………………………….……………….(5)
n

4. Koefisien Variasi (Cv)

Sx
Cv = …………………………………………………….…….(6)
Xr

Dimana Sx adalah Standar Deviasi, Cs adalah Koefisien Skewness, Ck

adalah Koefisien Kurtosis, Cv adalah Koefisien Variasi, Xi adalah

curah hujan maksimum harian, Xr adalah curah hujan maksimum

harian rata-rata dan n adalah jumlah data.

Setelah melakukan perhitungan analisis frekuensi dilakukan

pencocokan hasil syarat jenis distribusi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 6. Syarat Jenis Distribusi


JENIS DISTRIBUSI SYARAT
Cs ≈ 0
NORMAL
Ck ≈ 3
Cs ≤ 1.1396
GUMBEL
Ck ≤ 5.4002
LOG PEARSON III Cs ≠ 0
Cs ≈ 3Cv + Cv2 = 3
LOG NORMAL
Ck = 5.383
Sumber : C.D. Soemarto, 1999
33

Perhitungan menggunakan distribusi Normal dapat

menggunakan rumus sebagai berikut :

Xt = Xr + K × Sx …………………………………………………...(7)

Dimana Xt adalah curah hujan rencana (mm/hari), Xr adalah curah

hujan maksimum harian rata-rata (mm/hari), Sx adalah standar deviasi

dan K adalah faktor frekuensi. (I Made Kamiana,2011).

Selanjutnya perhitungan menggunakan distribusi Gumbel

dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

Sx
Xt = Xr + x (Yt – Yr)…………………………….…….………..(8)
Sn

Σ Xi
Xr = ………………………………………..….…...….………..(9)
n


2
Σ ( X i −X r )
Sx = ……………………….……………………..(10)
n−1


2
Σ ( Y n−Y r )
Sn = …………………………...…….....…….…..(11)
n−1

Yn = [ n+1 }]…………………………...………....……..
{
-In −¿
n+1−m

(12)

ΣYn
Yr = ………………………………………………...………..(13)
n

Yt = [ { }]
-In −¿
T −1
T
…………………………………………….…..

(14)
34

Y t−Y r
k = ………………………………………….....................…..
Sn

(15)

Dimana Xt adalah curah hujan rencana (mm/hari), Xi adalah curah

hujan maksimum harian (mm/hari), Xr adalah rata-rata curah hujan

maksimum harian (mm/hari), Sx adalah standar deviasi, Sn adalah

Reduced Standart Deviation, Yt adalah Reduced Variate, Yn adalah

Reduced mean, n adalah jumlah data curah hujan, m adalah urutan

data curah hujan dari besar ke kecil, Yr adalah Reduced Mean rata-rata

dan k adalah Reduced Variate Factor. (Gautama, 1999).

Selanjutnya perhitungan distribusi Log Pearson III dapat

menggunakan rumus sebagai berikut:

LogXt = LogXr + K × LogSx………………………………………(16)

Dimana LogXt adalah nilai logaritma curah hujan rencana, LogXr

adalah nilai rata-rata logaritma dari curah hujan maksimum, K adalah

variabel standar yang besarnya tergantung koefisien skewness dan

LogSx adalah logaritma standar deviasi.

Selanjutnya perhitungan distribusi Log Normal dapat menggunakan

rumus sebagai berikut :

LogXt = LogXr + K × LogSx ……………………………………..(17)

Dimana LogXt adalah nilai logaritma curah hujan rencana, LogXr

adalah nilai rata-rata logaritma dari curah hujan maksimum, K adalah

faktor frekuensi yang nilainya bergantung dari T dan LogSx adalah

logaritma standar deviasi.


35

c. Uji Kecocokan Data

Uji kecocokan data dilakukan untuk mengetahui apakah data

hasil perhitungan analisis frekuensi memenuhi syarat untuk

melakukan perhitungan curah hujan rencana. Cara yang digunakan

untuk menguji apakah jenis distribusi yang dipilih sesuai dengan data

yang ada, yaitu melakukan perhitungan uji Chi-Kuadrat (Triatmodjo,

2013). Prosedur dalam perhitungan dengan menggunakan metode

Chi Kuadrat adalah sebagai berikut :

1. Urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya

2. Menghitung jumlah kelas

3. Menghitung derajat kebebasan (Dk) dan Chi Kuadrat kritis

(X2cr)

4. Menghitung kelas distribusi

5. Menghitung interval kelas

6. Perhitungan Chi Kuadrat (X2)

7. Bandingkan nilai X2 terhadap X2cr

d. Intensitas Hujan

Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan

dalam tinggi hujan atau volume hujan dalam satuan waktu. Nilai

intensitas hujan tergantung lama curah hujan dan frekuensi hujan dan

waktu konsentrasi. Intensitas curah hujan disimbolkan dengan huruf I


36

dengan satuan mm/jam. Untuk mengolah data curah hujan menjadi

intensitas hujan digunakan cara statistik dari data pengamatan curah

hujan yang terjadi. Salah satu metode yang banyak dipakai adalah

metode Mononobe (Gautama dan Prahastini, 2012).

( )( )
Xt 2
24
I= 3
……………………...….…...….…………...…(18)
24 Tc

Dimana I adalah intensitas hujan (mm/jam), Xt adalah curah hujan

rencana (mm/hari), Tc adalah waktu kosentrasi (jam).

e. Waktu Kosentrasi

Waktu kosentrasi adalah selang waktu antara permulaan hujan

dan saat pada seluruh areal, daerah aliran ikut berperan pada

pengaliran sungai atau waktu yang diperlukan oleh hujan yang jatuh di

titik terjauh dari daerah pengaliran untuk mencapai titik yang di tinjau.

Rumus yang digunakan untuk menghitung waktu tiba banjir

adalah persamaan Mc Dermot yaitu sebagai berikut :

Tc = 0,76 x A0,38 (jam)………………………………………...…(19)

Dimana Tc adalah waktu kosentrasi (jam) dan A adalah luas

tangkapan daerah (km2). (Suripin, 2004).

f. Run Off

Run Off atau air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang

mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, danau, atau lautan

(Asdak, 2010). Air limpasan berlangsung ketika jumlah curah hujan

melebihi laju infiltrasi air ke dalam tanah.


37

g. Koefisien Limpasan

Koefisien limpasan merupakan satu konstanta yang

menggambarkan dampak proses infiltrasi, penguapan, tata guna lahan,

serta kemiringan lahan. Koefisien limpasan dipengaruhi oleh faktor

tanah penutup dan kemiringan, intensitas dan lamanya hujan.Koefisien

limpasan setiap daerah berbeda-beda, karena kenyataan di lapangan

sangat sulit untuk menemukan daerah pengaliran yang homogen. Maka

nilai koefisien limpasan dihitung dengan cara sebagai berikut :

Σ C i Ai
Crata-rata = …………………………….…………....…..……(20)
Ai

Dimana Crata-rata adalah rata-rata koefisien limpasan, Ci adalah nilai

koefisien limpasan Sub DAS ke i dan Ai adalah luas tangkapan daerah

(Km2). (I Made Kamiana,2011).

nilai koefisien di masing-masing daerah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 7. Harga Koefisien Limpasan


Jenis tutupan Lahan C Jenis tutupan Lahan C
Hutan 0.6 Pertahanan dan Keamanan 0.7
Hutan Bakau 0.6 Perumahan 0.95
Hutan Rawa 0.65 Peternakan 0.35
Industri 0.8 Rawa 0.75
Padang Rumput 0.6 Sarana Olah Raga 0.95
Pasir / Bukit Pasir
Darat 0.7 Sarana Pelayanan Umum 0.95
Pemakaman Umum 0.6 Sawah Irigasi 0.56
Pelabuhan 0.95 Sawah Tadah Hujan 0.56
38

Semak Belukar / Alang


Perdagangan dan Jasa 0.95 Alang 0.5
Pergudangan 0.8 Sungai 0.5
Perkantoran 0.95 Tambak 0.5
Perkebunan / Kebun 0.8 Tanah Kosong / Gundul 0.8
Pertambangan 0.95 Tegalan / Ladang 0.7
Sumber: Rusli HAR, 2018

h. Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)

Daerah tangkapan hujan adalah luasnya permukaan, yang apabila

terjadi hujan, maka air hujan tersebut akan mengalir ke daerah yang

lebih rendah menuju ke titik pengaliran.

Air yang jatuh ke permukaan, sebagian meresap ke dalam tanah,

sebagian ditahan oleh tumbuhan dan sebagian lagi akan mengisi liku-

liku permukaan bumi, kemudian mengalir ke tempat yang lebih

rendah.

Daerah tangkapan hujan merupakan suatu daerah yang dapat

mengakibatkan air limpasan permukaan mengalir kesuatu tempat

(daerah penambangan) yang lebih rendah. Penentuan luas daerah

tangkapan hujan berdasarkan peta topografi daerah yang akan diteliti .

Daerah tangkapan hujan ini dibatasi oleh pegunungan dan bukit-bukit

yang diperkirakan akan mengumpulkan air hujan sementara.

Setelah daerah tangkapan hujan ditentukan, maka diukur luasnya

pada peta kontur, yaitu dengan menarik hubungan dari titik-titik yang

tertinggi disekeliling tambang membentuk poligon tertutup, dengan

melihat kemungkinan arah mengalirnya air, maka luas daerah


39

penelitian dihitung dengan menggunakan software Autucad 2007

2
sehingga didapatkan luas daerah tangkapan hujan dalam m . 3.4.5 Air

Limpasan

Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di

atas permukaan tanah menuju sungai, danau atau laut. Aliran itu terjadi

karena curah hujan yang mencapai permukaan bumi tidak dapat

terinfiltrasi, baik yang disebabkan karena intensitas curah hujan atau

faktor lain misalnya kelerengan, bentuk dan kekompakan permukaan

tanah serta vegetasi.

1) Aspek-aspek yang berpengaruh

- Curah hujan = curah hujan, intensitas curah hujan dan frekuensi

hujan

- Tanah = jenis dan bentuk toprografi

- Tutupan = kepadatan, jenis dan macam vegetasi.

- Luas daerah aliran

Untuk memperkirakan debit air limpasan maksimal digunakan

rumus rasional, yaitu:

Q = 0,278 . C . I . A

Keterangan:

3
Q = Debit air limpasan maksimum (m /detik)

C = Koefisien limpasan

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)


40

A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)

5. Saluran Terbuka dan Sumuran (Sump)

Curah hujan yang relatif tinggi pada tambang di indonesia berakibat

pentingnya penanganan air hujan yang baik agar produktifitas tambang

tidak menurun. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan air limpasan yang

baik, diantaranya dengan membuat sumuran dan saluran terbuka.

a. Saluran Terbuka

Saluran Terbuka berfungsi untuk menampung dan mengalirkan

air ke tempat pengumpulan (kolam penampungan atau saluran) atau

tempat lain. Bentuk saluran terbuka, umumnya dipilih berdasarkan

debit air, tipe material serta kemudahan dalam pembuatannya. Sumber

air utama pada tambang terbuka adalah air hujan, walaupun kadang

kontribusi air tanah juga tidak dapat diabaikan dalam menentukan

debit air.

Dalam merancang bentuk saluran terbuka, beberapa hal yang

perlu diperhatikan antara lain, dapat mengalirkan debit air yang

direncanakan dan mudah dalam penggalian saluran serta tidak lepas

dari penyesuaian dengan bentuk topografi dan jenis tanah. Bentuk dan

dimensi saluran juga harus memperhitungkan efektifitas dan

ekonomisnya.Saluran yang ekonomis adalah saluran yang dapat

melewatkan debit maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran,

dan kemiringan tertentu. Dalam sistem penyaliran terdapat beberapa

bentuk penampang penyaliran yang dapat digunakan. Bentuk


41

penampang saluran terbuka diantaranya bentuk persegi panjang,

bentuk segitiga, dan bentuk trapesium. Berikut adalah beberapa macam

penampang saluran dengan rumus dan dimensinya:

1) Bentuk segi empat

Lebar dasar saluran (b) = 2d

2
Luas penampang basah (A) = 2d

Keliling Basah (P) = 4d

Jari-jari hidrolis (R) =

2) Bentuk segitiga

3) Bentuk trapesium
42

Gambar 8. Bentuk-bentuk Penampang Saluran


Sumber: Rudi Sayoga Gautama,” Sistem Penyaliran Tambang” 1999

Bentuk penampang saluran umumnya dipilih berdasarkan debit


air, tipe material pembentuk saluran serta kemudahan dalam
pembuatanya. Saluran air dengan penampang bentuk segi empat atau
segi tiga biasanya untuk debit air yang kecil, sedangkan penampang
bentuk trapesium untuk debit yang besar.
Bentuk penampang saluran yang paling sering digunakan dan
umum dipakai adalah bentuk trapesium. Bentuk trapesium dipilih
dengan alasan yaitu mudah dalam pembuatannya, ekonomis, efisien
dan mudah dalam perawatannya, serta stabilitas kemiringan
dindingnya dapat disesuaikan menurut keadaan daerah.
Kemiringan dinding saluran tergantung pada macam material
atau bahan yang membentuk tubuh saluran. Harga koefisien
kekasaran menurut manning dapat dilihat pada Tabel 8 sebagai
berikut:
43

Tabel 8. Harga Koefisien Kekasaran Dinding Saluran Terbuka

Tipe dinding saluran N

Semen 0,01 – 0,014

Beton 0,011– 0,016

Bata 0,012 – 0,02

Besi 0,013– 0,017

Tanah 0,02– 0,03

Gravel 0,022– 0,035

Tanah yang ditanam 0,025 – 0,04


Sumber: Rudi Sayoga Gautama,” Sistem Penyaliran Tambang” 1999

Dimensi saluran terbuka yang akan digunakan adalaah bentuk

trapesium. Penentuan dimensi saluran terbuka dengan menggunakan

rumus manning.

1/2 2/3
Qmax = 1/n . S . R . A
Keterangan:
Qmax = Debit air yang akan dialirkan (m3/s)

n = Koefisien kekasaran manning

S = Kemiringan dasar saluran (%)

R = Jari-jari hidrolik (m)

A = Luas penampang saluran (m2)


44

b. Sumuran (Sump)

Sumuran tambang berfungsi sebagai tempat penampungan

sementara air dan lumpur sebelum dipompa ke luar tambang. Sumuran

tambang dibedakan menjadi dua macam, yaitu Sumuran tambang

permanen dan sementara. Sumuran tambang permanen adalah sumuran

yang berfungsi selama penambangan berlangsung, dan umumnya tidak

berpindah tempat. Sedang sumuran sementara berfungsi dalam rentang

waktu tertentu dan sering berpindah tempat.

Dimensi Sumuran tambang tergantung pada kuantitas (debit) air

limpasan, kapasitas pompa, volume, waktu pemompaan, kondisi

lapangan seperti kondisi penggalian terutama pada lantai tambang

(floor) dan lapisan batubara serta jenis tanah atau batuan di bukaan

tambang. Volume Sumuran ditentukan dengan menggabungkan grafik

intensitas hujan yang dihitung dengan teori Mononobe versus waktu,

dan grafik debit pemompaan versus waktu. (lihat Gambar 9)


45

Gambar 9. Grafik Penentuan Volume Sumuran Air Tambang


Sumber: Rudi Sayoga Gautama,” Sistem Penyaliran Tambang” 1999

Setalah ukuran sumuran diketahui tahap berikutnya adalah


menentukan lokasi sumuran di bukaan tambang (Pit). Pada prinsipnya
sumuran diletakkan pada lantai tambang (Floor) yang paling rendah,
jauh dari aktifitas penggalian batubara, jenjang disekitarnya tidak
mudah longsor, dekat dengan kolam pengendapan, mudah untuk
dibersihkan.
6. Pompa dan Pipa

a. Pompa

Pompa berfungsi untuk mengeluarkan air dari tambang. Sesuai

dengan prinsip kerjanya, pompa dibedakan atas:

1) Reciprocating Pump

Bekerja berdasarkan torak maju mundur secara horizontal di

dalam silinder. Keuntungan jenis ini adalah efisien untuk kapasitas

kecil dan umumnya dapat mengatasi kebutuhan energi (julang)

yang tinggi. Kerugiannya adalah beban yang berat serta perlu

perawatan yang teliti. Pompa jenis ini kurang sesuai untuk air
46

berlumpur karena katup pompa akan cepat rusak. Oleh karena itu

jenis pompa ini kurang sesuai untuk digunakan di tambang.

2) Centrifugal Pump

Pompa ini bekerja berdasarkan putaran impeller di dalam

pompa. Air yang masuk akan diputar oleh impeller, akibat gaya

sentrifugal yang terjadi air akan dilemparkan dengan kuat ke arah

lubang pengeluaran pompa. Pompa jenis ini banyak digunakan di

tambang, karena dapat melayani air berlumpur, kapasitasnya besar

dan perawatannya lebih muda.

3) Axial Pump

Pada pompa aksial, zat cair mengalir pada arah aksial (sejajar

poros) melalui kipas. Umumnya bentuk kipas menyerupai baling-

baling kapal. Pompa ini dapat beroperasi secara vertikal maupun

horizontal. Jenis pompa ini digunakan untuk julang yang rendah.

Debit pompa ditentukan berdasarkan spesifikasi maupun

dengan pengukuran aktual. Debit berdasarkan spesifikasi pompa

dapat diketahui berdasarkan pompa yang telah ada, berdasarkan

kecepatan pompa, efisiensi dan head pompa, kemudian

dihubungkan dalam grafik spesifikasi pompa.

b. Pipa

Pipa berfungsi sebagai sarana untuk mengeluarkan zat cair dari

suatu tempat menuju tempat lainnya. Zat cair yang mengalir dalam

pipa akan mengalami gesekan pada dinding sebelah dalam pipa. Besar
47

kecilnya gesekan yang terjadi dipengaruhi oleh jenis zat cair yang

mengalir dan jenis pipa yang digunakan.

c. Perhitungan Julang Total Pompa

Dalam pemompaan dikenal istilah julang (head), yaitu energi yang

diperlukan untuk mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu.

Semakin besar debit air yang dipompa, maka head juga akan semakin

besar. Head total pompa untuk mengalirkan sejumlah air seperti yang

direncanakan dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani

oleh pompa tersebut, sehingga julang total pompa dapat dituliskan

sebagai berikut:

HT = hs + hv + Hf1 + Hf2 + Hf3


Keterangan :

HT = head total pompa (m)

hs = head statis pompa (m)

hv = velocity head (julang kecepatan keluar) (m)


hf1 = friction loss (kerugian karena gesekan) (m)
hf2 = shock loss (kerugian karena belokan pipa dan sambungan pada
pipa) (m)

hfs = head Katup isap (kerugian karena katup isap pada pipa) (m)

Perhitungan berbagai julang pada pemompaan:

1) Head statis (hs)

hs h2 h1
Keterangan :

h1 = elevasi sisi isap (m)

h2 = elevasi sisi keluar (m)


48

2) Head kecepatan (hv).

Keterangan :

v2 = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)

2
g = kecepatan gravitasi bumi (m/detik )
3) Head gesekan (hf1)

D = diameter pipa (m)


2
g = kecepatan gravitasi bumi (m/detik )

Angka koefisien gesekan f dicari dengan menggunakan persamaan:


λ = 0,020 + 0,0005/D
Keterangan :
k = koefisien kekasaran pipa (lihat Tabel 10)
D = Diameter dalam pipa
Tabel 9 Koefisien Kekasaran Pipa
Bahan Koefisien kekasaran pipa (mm)
Baja : baru 0,01
lapisan plastik non poros 0,03
Besi tuang : baru 0,1 – 1,00
lapisan bituman 0,03 – 0,10
lapisan semen 0,03 – 0,10
Polyethylene 0,03 – 0,10
Kuningan, tembaga 0,10
Aluminium baru 0,15 – 0,16
Beton : baru centrifuge 0,03
49

baru rata 0,20 – 0,50


tanah yang telah diolah 1,00 – 2,00
Semen asbes baru 0,03 – 0,10
Bahan dari batu/kaca 0,10 – 1,00
Sumber: Sularso dan Haruo T., 1991

4) Head belokan (hf2)

Keterangan :

k = koefisien kerugian pada belokan

Keterangan :
v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
2
g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik )
R = jari-jari lengkung belokan (m)

θ = sudut belokan pipa

5) Head katup isap (hf3)

Keterangan :
f = koefisien kerugian pada katup isap (lihat Tabel 11)
v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
2
g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik )
50

Tabel 10. Koefisien Kerugian Pada Katup Isap


Diameter (mm)
Jenis katup
100 150 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 2000

Katup sorong 0.14 0.12 0.10 0.09 0.07 0.00


Katupkupu−kupu 0.6 - 0.16 (bervariasi menurut konstruksi dan diameternya)
Katup putar 0.09 - 0.026 (bervariasi menurut diameternya)
Katup cegah
1.20 1.15 1.10 1.00 0.98 0.94 0.92 0.90 0.88
kipas ayun
Katup kepak - - - - - - - - - 0.9 - 0.5
Katup isap
(dengan 1.97 1.91 1.84 1.78 1.72
saringan)
Sumber: Sularso dan Haruo T., 1991
d. Kapasitas pompa

Kapasitas pompa adalah banyaknya cairan yang dapat

dipindahkan oleh pompa setiap satuan waktu (Haruo Tahara, 2000).

Dinyatakan dalam satuan volume per satuan waktu, seperti :

- Barel per day (BPD)

- Galon per menit (GPM)

3
- Cubic meter per hour (m /hr)

Batas atas kapasitas suatu pompa pada umumnya tergantung pada

kondisi berikut (Haruo Tahara, 2000):

- Berat dan ukuran terbesar yang dapat diangkut dari pabrik ke

tempat pemasangan.

- Lokasi pemasangan pompa dan cara pengangkutannya.

- Jenis penggerak dan cara pengangkatannya.

- Pembatasan pada besarnya mesin perkakas yang dipakai untuk

mengerjakan bagian-bagian pompa


51

- Pembatasan pada performansi pompa.

7. Kolam Pengendapan

Kolam pengendapan adalah suatu kolam yang dibuat khusus untuk

menampung air limpasan sebelum dibuang langsung menuju daerah

pengaliran umum. Sedangkan kolam pengendapan untuk daerah

penambangan, adalah kolam yang dibuat untuk menampung dan

mengendapkan air limpasan yang berasal dari daerah penambangan

maupun daerah sekitar penambangan. Nantinya air tersebut akan dialirkan

ke sungai ataupun danau.

Kolam pengendapan berfungsi untuk mengendapkan lumpur-lumpur,

atau material padatan yang bercampur dengan air limpasan yang

disebabkan adanya aktivitas penambangan maupun karena erosi.

Disamping tempat pengendapan, kolam pengendapan juga dapat berfungsi

sebagai tempat pengontrol kualitas dari air yang akan dialirkan keluar

kolam pengendapan, baik itu kandungan materialnya, tingkat keasaman

ataupun kandungan material lain yang dapat membahayakan lingkungan.

Dengan adanya kolam pengendapan diharapkan semua air yang

keluar dari daerah penambangan benar-benar air yang sudah memenuhi

ambang batas yang diizinkan oleh pemerintah, sehingga nantinya dengan

adanya penambangan ini, tidak ada komplain dari masyarakat dan juga

mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.

a. Bentuk Kolam Pengendapan


52

Bentuk kolam pengendapan biasanya hanya digambarkan secara

sederhana, yaitu berupa kolam berbentuk empat persegi panjang, tetapi

sebenarnya bentuk tersebut dapat bermacam-macam, disesuaikan

dengan keperluan dan keadaan lapangannya. Walaupun bentuknya

dapat bermacam-macam, namun pada setiap kolam pengendap akan

selalu ada 4 zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan

material padatan (Gambar 14).

Keempat zona yang ditunjukkan pada gambar adalah (Partanto

Prodjosumarto, 1994)

1) Zona masukan

Zona masukan adalah tempat masuknya aliran air berlumpur

kedalam kolam pengendapan dengan anggapan campuran antara

padatan dan cairan terdistribusi secara merata.

2) Zona Pengendapan

Tempat dimana partikel akan mengendap, material padatan

disini akan mengalami proses pengendapan.

3) Zona Endapan Lumpur

Tempat dimana partikel padatan dalam cairan mengalami

sedimentasi dan terkumpul pada bagian bawah saluran pengendap.

4) Zona Keluaran

Tempat keluarnya buangan cairan yangt relatif bersih, zona

ini terletak pada akhir saluran.


53

Gambar 10. Zona-zona dalam Kolam Pengendapan


Sumber: Suwandhi, “Perancanaan Sistem Penyaliran Tambang”

b. Penentuan Ukuran Kolam Pengendapan

Penentukan luas kolam pengendapan dapat dihitung berdasarkan hal-

hal sebagai berikut (Partanto Prodjosumarto, 1994):

1) Diameter partikel padatan yang keluar dari kolam pengendapan

-6
tidak boleh lebih dari 9 x 10 m, karena akan menyebabkan

pendangkalan dan kekeruhan sungai.

2) Kekentalan air

3) Partikel dalam lumpur adalah material yang sejenis

4) Kecepatan pengendapan material dianggap sama

5) Perbandingan cairan padatan diketahui

Luas kolam pengendapan dihitung dengan menggunakan rumus

(Suripin,2004):

A = Qtotal / V

Keterangan:

2
A = luas kolam pengendapan (m )

Qtotal = debit air yang masuk kolam pengendapan (m3/detik)


54

V = kecepatan pengendapan (m/detik)

Kecepatan pengendapan dihitung dengan menggunakan hukum

Stokes (Suripin, 2004):

Keterangan:

Vt = kecepatan pengendapan (m/detik)

g = gaya gravitasi (m/detik²)

d = diameter partikel padatan (m)

= kerapatan partikel padatan (kg/m³)

= kerapatan air (kg/m³)

viskositas air (kg/m.dtk)

c. Perhitungan Persentase Pengendapan

Perhitungan Persentase pengendapan ini bertujuan untuk

mengetahui apakah kolam pengendapan yang akan dibuat dapat

berfungsi secara optimal untuk mengendapkan partikel padatan yang

terkandung dalam air limpasan tambang. Perhitungan tersebut

memerlukan data-data antara lain persen (%) padatan dan persen (%)

air yang terkandung dalam lumpur.

Debit padatan yang terkandung dalam lumpur pada kolam

pengendapan:

Q solid (Qs) = Q air x %TSS

Keterangan:
55

Qs = debit padatan (m/detik³)

Qsir = debit air (m/detik³)

%TSS = Nilai Total Suspended Solid (%).(1%TSS=10.000 mg/liter)

Waktu yang dibutuhkan oleh partikel untuk mengendap adalah:

tv = h/v (detik)

keterangan:

tv = waktu pengendapan partikel (menit)

v = kecepatan pengendapan partikel (m/detik)

h = kedalaman saluran (m)

Keterangan :

Vh = kecepatan mendatar partikel (m/detik)

3
P = Debit aliran yang masuk ke kolam pengendapan ( m /detik)

2
A = Luas permukaan saluran (m )

Waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar dari kolam

pengendapan dengan kecepatan vh adalah:

th = P/vh (detik)

Keterangan:

th = waktu yang dibutuhkan partikel keluar kolam pengendapan

P = panjang kolam pengendapan

vh = kecepatan mendatar partikel (m/detik)


56

Dalam proses pengendapan ini partikel mampu mengendap dengan

baik jika tv tidak lebih besar dari th, sebab jika waktu yang diperlukan

untuk mengendap lebih kecil dari waktu yang diperlukan untuk mengalir

ke luar kolam atau dengan kata lain proses pengendapan lebih cepat dari

aliran air maka proses pengendapan dapat terjadi. Presentase

pengendapan, yaitu:

waktu yang dibutuhkan air keluar


¿
¿¿

Dari perumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar

ukuran partikel maka semakin cepat proses pengendapan serta semakin

besar pula persentase partikel yang bershasil diendapkan.

d. Jadwal Pengerukan Kolam Pengendapan

Waktu pergerukan kolam pengendapan sangat penting dalam hasil

pengendapan material padatan dari tambang sebelum dibuang ke sungai.

Apabila dilakukan pergerukan yang rutin maka persentase pengendapan

material padatan dari tambang dapat terjaga. Perhitungan waktu

pergerukan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Suripin, 2004):

Vpadatan = debit padatan per hari x persentase pengendapan

volume kolam pengendapan


T=
volume padatan

Keterangan:

T = Jadwal pengerukan (hari)


57

i. Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang menjadi acuan penulis dalam menulis

penelitian ini sebagai berikut:

1. Kajian Dimensi Penyaliran pada Tambang Terbuka PT. Baturona

Adimulya Kabupaten Musi Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan oleh

Diyah Ayu Purwaningsih (2015) Universitas Kutai Kertanegara.

Metode yang biasa digunakan untuk mencegah masuknya air

limpasan dari luar pit adalah metode paritan, karena metode ini yang

paling mudah dalam pengerjaannya. Namun demikian perencanaan yang

matang harus tetap dilaksanakan sehingga paritan dan sediment pond

menjadi efektif. Dari hasil pengolahan data, diperoleh debit air limpasan

sebesar 4,14/det, kecepatan aliran pada paritan sebesar 1,65/det serta

angka Froude sebesar 0,43. Dimensi paritan yang ideal menurut

perhitungan adalah kedalaman aliran 1,35 m dengan tinggi jagaan 0,20 m,

panjang sisi dari dasar saluran 1,89 m, lebar permukaan air 2,87 m. Pada

beberapa titik di bagian tengah dan hilir paritan masih perlu dilebarkan

sesuai lebar perhitungan yang ideal dan ditinggikan tanggulnya untuk

mencegah terjadinya luapan saat paritan mengalirkan debit maksimal.

Dari hasil perhitungan pada sediment pond diperoleh waktu yang

dibutuhkan untuk pengendapan adalah 425,23 detik, sedangkan

waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar dari sediment pond

adalah 27469,23 detik. Sediment pond memiliki panjang total 107,13 m,

luas total 1070,55, serta volume 2141 sedangkan luas yang ideal
58

berdasarkan perhitungan adalah 880,85, pada saat terjadi debit maksimal

air yang masuk ke sediment pond selama 425,23 detik adalah 1761,69,

yang berarti dimensi sediment pond tersebut mampu untuk menampung

air limpasan serta mengendapkan material yang dibawa pada saat debit air

maksimum.

2. Analisis Kebutuhan Kapur Tohor dan Dolomit Untuk Menetralkan Air

Asam Tambang Dengan Model Treatment Skala Laboratorium Pada

Sistem Penyaliran Tambang di Pit Blok 4 PT. Inti Bara Perdana oleh

Dendi Faysal Putra (2017).

Peningkatan produksi di PT. Inti Bara Perdana tahun 2017

memberikan dampak yang signifikan terhadap sistem penyaliran tambang

sehingga perlu dibenahi. Pembenahan ini juga harus selaras dengan

pengelolaan dampak lingkungan, salah satunya pengelolaan air asam

tambang. Salah satu metode pengelolaan air asam tambang yang umum

digunakan adalah dengan melakukan treatment air asam tambang

menggunakan kapur tohor dan dolomit yang jumlahnya melimpah di

Indonesia.

Untuk mewujudkannya, porsi material- material penetral air asam

tambang ini perlu ditentukan sehingga dapat menghasilkan pH outlet yang

memenuhi Keputusan Menteri Nomor 113 Tahun 2003 tentang baku Mutu

Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batubara.

Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan 2 zona catchment area dengan

luas masing – masing 32,4 dan 49,6 hektar. Debit rancangan limpasan
59

permukaan dan air tanah yang telah dihitung adalah sebesar 1,199

m3/s. Dari pertimbangan nilai tersebut didapatkan dimensi sump pada

front yang dirancang adalah 103,4 m x 98 m x 5 m. Untuk sistem

pemompaan digunakan pompa dengan merk Sykes HH160i berjumlah 5

unit, yang akan dialirkan menuju salah satu dari open channel yang

dirancang. Kolam pengendapan lumpur yang dirancang memiliki volume

total 1495,2 m3. Berdasarkan hasil rancangan sistem penyaliran tambang,

dibuat model treatment skala laboratorium untuk menaksir kebutuhan

material penetral air asam tambang yang akan digunakan. Diketahui

faktor konversi ukuran lapangan terhadap ukuran laboratorium adalah

59808 dengan debit pada model sebesar 19,7 cm3/s. Berdasarkan hasil

treatment dan pengolahan data menggunakan regresi linier sederhana

untuk material dolomit dan kapur tohor, dan regresi linier berganda untuk

material campuran.

3. Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Batubara Pit 3 Barat Banko

Barat PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Penambangan Tanjung Enim

Sumatera Selatan untuk Tahun 2016 oleh Intan Agra Siwi (2015),

Universitas Negeri Padang.

PT Bukit Asam (Persero) Tbk adalah badan usaha yang didirikan

pada tanggal 2 Maret 1981 dengan dasar Peraturan Pemerintah No. 42

tahun 1980 dan kantor pusat yang berada di Tanjung Enim, Sumatera

Selatan. Sistem penyaliran yang diterapkan di tambang batubara PT Bukit

Asam adalah sistem mine dewatering dan sistem mine drainage. Air yang
60

masuk ke lokasi penambangan sebagian besar berasal dari air hujan, yang

mana pada saat musim curah hujan tinggi menyebabkan adanya genangan

air pada front penambangan.Selain itu rencana kemajuan tambang pada

tahun 2016 akan mengakibatkan bergesernya front penambangan yang

semakin mendekati arah sump yang ada sekarang. Rencana kemajuan

tambang ini akan mengakibatkan dibutuhkannya perencanaan ulang

dimensi sump agar kegiatan penambangan tetap berjalan optimal. Selain

itu diperlukan juga perhitungan kebutuhan pompa dan pipa serta dimensi

saluran terbuka yang mampu untuk mengalirkan air ke KPL tersebut.

Curah hujan rencana diolah menggunakan Metode Gumbell.

Sedangkan penentuan intensitas hujan dengan Metode Monnonobe yang

nantinya akan digunakan untuk memperoleh debit air limpasan yang

masuk. Sehingga dapat ditentukan dimensi sump kebutuhan pompa,

dimensi saluran terbuka serta dimensi KPL. Daerah tangkapan hujan pada

Tambang Batubara Banko Barat pit 3 Barat PT Bukit Asam (Persero) Tbk

seluas 61,35 hektar. Kapasitas maksimal sump untuk menampung air

limpasan dan air tanah adalah sebesar 137825 m 3. Sistem pemompaan

yang dilakukan menggunakan pipa HDPE dan pompa yang digunakan

adalah pompa sentrifugal Multiflow MF-420 E yang memiliki head

maksimum 152 meter serta debit pompa maksimum sebesar 370 liter/detik

sebanyak satu unit. Hasil dari pemompaan dialirkan menuju saluran

terbuka untuk kemudian diendapkan pada kolam pengendapan lumpur

(KPL) dengan volume maksimum KPL sebesar 28060 m3. KPL berfungsi
61

untuk menetralisir kandungan zat berbahaya dari air hasil pemompaan

sebelum dialirkan ke sungai.

4. Analisis Mine Dewatering System di Pit B Rawa Seribu PT. Mandala

Karya Prima Jobsite PT. Mandiri Intiperkasa Kalimantan Utara oleh

Chandrika Raflesia (2015)

Operasi penambangan yang dilakukan di PT. Mandala Karya Prima

menggunakan metode surface mining/open pit. Berdasarkan pengamatan

dilapangan terlihat adanya catchment area yang luas dan air pada main

sump yang meluap ke badan jalan hauling dikarenakan hujan lebat dengan

intensitas 10,94 mm/jam selama 7,77 jam, total lost time 11,77 jam

(sumber : laporan rainfall juni 2015). Analisa mine dewatering system

bertujuan untuk menganalisis catchment area, curah hujan, debit limpasan,

kemampuan pompa dan kapasitas sump yang ada serta untuk mengetahui

solusi agar air pada main sump tidak meluap kembali. Setelah dilakukan

analisis diperoleh luasan catchment area yang terbagi tiga, catchment area

I sebesar 111,558 Ha, catchment area II sebesar 127,76 Ha, dan catchment

area III sebesar 293,266 Ha.

Curah hujan rata-rata maksimum pada lokasi penelitian yaitu 101,11

mm/hari, curah hujan rencana diambil periode ulang dua tahun sebesar

97,33 mm/hari dan intensitas hujan terbesar adalah 33,742 mm/jam. Debit

limpasan maksimum yang masuk diestimasikan sebesar 142.057,2 m3/jam

untuk seluruh catchment area. Debit pompa sebesar 695,48 m3/jam untuk

pompa nomer unit 771, 466,933 m3/jam untuk 731, dan 340,8175 m3/jam
62

untuk pompa nomer unit 728. Head total yang harus diatasi pompa lebih

kecil dari head maksimal yang dapat diatasi pompa tetapi pompa tidak

beroperasi pada titik efisiensi terbaik. Pada lokasi penelitian terdapat satu

sump temporary (sump A7), satu sump transit (sump A6) dan main sump

(sump A5), dari hasil analisis sump A7 belum mampu menampung volume

limpasan, untuk rancangan baru sump A7 dirancang dengan menggunakan

3 pompa dan 1 pompa. Solusi agar air pada main sump tidak meluap

kembali adalah dengan mengoperasikan 1 atau 2 pompa pada main sump

dengan syarat elevasi air tidak lebih dari +17,00 pada saat terjadi hujan.

5. Kajian Teknis Sistem penyaliran Tambang pada Pit Limit Bukit Karang

Putih PT. Semen Padang oleh Fania Yulia Putri (2010) Universitas Negeri

Padang.

Metode penyaliran yang digunakan PT. Semen Padang pada daerah

Pit Limit adalah sistem saluran. Saluran dibuat dengan penampang

berbentuk trapesium dengan kemiringan talud 2:3. Pada areal

penambangan Pit Limit membutuhkan dua buah saluran yang terletak pada

Pit Limit Daerah 1 dan Dearah 2. Pada Pit Limit Daerah 1 terbagi lagi

menjadi beberapa daerah. Besarnya curah hujan rancangan adalah 387,512

mm/hari.

Kondisi daerah penambangan yang gundul mengakibatkan air

limpasan mengalir dengan cepat menuju saluran dengan koefisien

limpasan 0,9. Pit limit Daerah 1 khususnya daerah a memiliki debit

limpasan (Q) sebesar 0,15 /detik dengan intensitas curah hujan (It) 299,67
63

mm/jam. Dimensi saluran tambang yang dibutuhkan, yaitu dengan lebar

dasar saluran (b) 0,2 meter, kedalaman saluran (h) 0,2 meter dan luas

penampang saluran (A) 0,066 dengan kemiringan saluran (S) 0,15/ daerah

b memiliki Q sebesar 0,62 /detik dengan It 392,83 mm/jam. Dimensi

saluran tambang yang dibutuhkan yaitu b=0,3 meter, h=0,3 meter dan A=

0,15 dengan S=0,08. Daerah c memiliki Q sebesar 1,13/detik dengan It

299,57 mm/jam. Dimensi saluran tambang yang dibutuhkan yaitu dengan

b=0,4 m, h=0,4 m dan A=0,267 dengan S=0,16. Daerah d memiliki Q

sebesar 1,73 /detik dengan It 299,67 mm/jam. Dimensi saluran tambang

yang dibutuhkan yaitu dengan b= 0,5 m dan A=0,415 dengan S=0,08.

Sedangkan pada Pit Limit daerah 2 besarnya Q yang harus dikeluarkan

adalah 0,87 /detik dengan It sebesar 247,53 mm/jam. Dimensi saluran

tambang yang dibutuhkan pada daerah ini adalah dengan b=0,7 m, h=0,7m

dan A=0,817 . Kemiringan saluran pada daerah ini adalah 0,004.


64

j. Kerangka Konseptual

Input
Data Primer
1. Dimensi sistem penyaliran awal
2. Luas daerah tampungan hujan (catcment area)
Data Sekunder
1. Peta topografi
2. Data curah hujan
3. Data spesifikasi pompa

Proses

1. Perhitungan Catchment area


2. Perhitungan curah hujan rencana
3. Perhitungan intensitas hujan (distribusi monnobe)
4. Perhitungan debit air limpasan
5. Perhitungan debit air tanah
6. Perhitungan debit air total
7. Analisis system pemompaan
8. Analisis dimensi sump
9. Analisis dimensi settling pond

Output

1. Memperolah kebutuhan pompa dan spesifikasi pompa yang digunakan


untuk mengeluarkan air di sump.
2. Memperoleh ukuran dimensi sump yang dapat menampung air yang
masuk ke dalam front penambangan.
3. Memperoleh ukuran dimensi settling pond yang sesuai untuk kolam
pengendapan lumpur hasil pompaan dari sump penambangan.
4. Memperoleh waktu pengerukan endapan sedimen di settling pond.
5. Memperoleh instalasi pemompaan yang ideal pada penambangan
batubara.
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian terapan (applied

research) dengan melakukan eksperimen yaitu menggabungkan (korelasional)

teori dan data lapangan untuk pemecahan masalah. Data yang akan

ditampilkan pada tugas akhir ini adalah data kuantitatif (berupa angka-angka).

Gay (dalam Sugiyono, 2017) menyatakan bahwa penelitian terapan dilakukan

dengan tujuan menerapkan, menguji, dan mengevaluasi kemampuan suatu

teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis.

Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat data primer yang didapat

langsung dari lapangan dari lapangan, seperti data tangkapan hujan (catchment

area), debit air yang masuk ke dalam tambang dan lain-lain. Data sekunder

juga dimasukkan dalam penelitian ini yang didapat dari perusahaan.

Tahapan pekerjaan penelitian sebagai berikut:

1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang

menunjang, yang diperoleh dari instansi terkait (data perusahaan),

perpustakaan (literatur), brosur-brosur (spesifikasi alat).

2. Orientasi di Lapangan

Dilakukan dengan melakukan peninjauan lapangan untuk

melakukan pengamatan langsung terhadap kondisi daerah penelitian dan

kegiatan penambangan di lokasi tersebut.

64
65

3. Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan setelah mempelajari literatur dan

orientasi lapangan. Data yang diambil berupa data primer dan data

sekunder. Untuk data primer diambil langsung dilapangan, sedangkan data

sekunder didapat dari literatur perusahaan atau laporan perusahaan.

Data yang diambil dapat dikelompokkan menjadi:

a. Data primer yang berupa dimensi sistem penyaliran awal, luas daerah

tampungan hujan (catchment area), debit pompa, kolam pengendapan

(settling pond).

b. Data sekunder berupa data curah hujan, spesifikasi pompa, dan peta

kesampaian daerah.

4. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk rancangan sistem penyaliran

tambang dari peta kemajuan tambang, data curah hujan dan data

spesifikasi pompa yang digunakan. Pengolahan data-data tersebut

menggunakan perhitungan dan interpretasi lapangan, yaitu debit air

limpasan permukaan. Debit air limpasan digunakan sebagai parameter

utama dalam percangan komponen sistem penyaliran tambang.

5. Hasil dan Pembahasan

Hasil pengolahan data akan dianalisa untuk selanjutnya dapat

dihasilkan suatu rekomendasi dalam pembuatan sistem penyaliran yang

tepat guna.
66

6. Kesimpulan dan Saran

Setelah melakukan analisa dapat ditarik suatu kesimpulan dan

rekomendasi yang dapat digunakan oleh perusahaan.

B. Objek Penelitian

Adapun yang menjadi objek penelitian adalah banyaknya air yang

masuk kedalam Pit T4U, PT. Saptaindra Sejati baik air yang berasal dari air

limpasan permukaan maupun air tanah. Dengan mengetahui banyaknya debit

air yang masuk ke dalam pit, maka perlu dibuat perencanaan dalam

menangani maupun mencegah air yang akan masuk kedalam pit.

C. Waktu Penelitian

Waktu dan jadwal kegiatan skripsi telah terlaksana dari tanggal 20

April s/d 20 Juni 2020. Uraian kegiatan dan waktu pelaksanaan skripsi dapat

dilihat pada tabel .

Tabel 11. Uraian Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

Minggu Ke-
No Kegiatan
I II III IV V VI VII VI
Studi Literatur
1

Observasi Lapangan
2

Pengambilan data
3

Penyusunan draft skripsi


4
dan bimbingan
67

D. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas:

1. Data primer: mencakup pengamatan dan percobaan langsung dari

lapangan, meliputi:

a. Sistem penyaliran awal.

b. Luas daerah tampungan hujan (catchment area).

c. Debit pompa.

d. Kolam pengendapan (settling pond).

2. Data sekunder: merupakan data yang telah ada berasal dari perusahaan

dan penelusuran literatur, meliputi:

a. Data curah hujan

b. Spesifikasi pompa/jenis pompa

c. Peta kesampaian daerah.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Studi literatur

Studi literatur mencakup kegiataan pengumpulan referensi atau

infomrasi yang mendukung dan berasal dari penelitian sejenis sebelumnya

berupa buku, jurnal, data perusaahn, dan lain sebagainya.

2. Observasi Lapangan

Observasi lapangan yang dilakukan dengan meninjau langsung

lokasi daerah penelitian dan kegiataan penambangan.

3. Pengumpulan Data
68

a. Data primer yang meupakan data yang didapat dari hasil kegiatan

dilapangan selama masa penelitian

b. Data sekunder yang merupakan data dari kegiataan-kegiataan yang

bersumber dari perusahaan serta literatur yang berhubungan dengan

permasalahan yang diteliti.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan

menggabungkan antara teori dengan data-data lapangan, sehingga dari

keduanya didapat pendekatan penyelesaian masalah. Setelah mendapatkan

data-data yang diperlukan penulis menggunakan rumus-rumus melalui

literatur yang ada untuk menaganalisis data, analisis data yang dilakukan

anatara lain:

1. Menganalisis luas tangkapan hujan (catchment area)

2. Menganalisis curah hujan rencana dengan metode Gumbel.

3. Menganalisis intensitas hujan dengan rumus Mononobe.

4. Menganalisis debit limpasan permukaan tahun 2020 dengan metode

rasional

5. Menghitung debit air tanah tahun 2020

6. Menentukan jumlah pompa, panjang pipa, head total yang harus diatasi

pompa dan debit pompa rancangan 2020

7. Menghitung volume sump.

8. Menentukan waktu yang dibutuhkan untuk pengerukan material

sedimentasi di kolam pengendapan (settling pond) secara berkala.


69

G. Diagram Alir penelitian

Mulai

Studi Literatur

Observasi Lapangan

Pengambilan data

Data Primer Data Sekunder


3. Dimensi sistem penyaliran awal 4. Data curah hujan (mm)
4. Luas daerah tampungan hujan 5. Data spesifikasi pompa
(catchment area) (km²) 6. Peta kesampaian daerah
5. Debit pompa (m³/detik)
6. Kolam pengendapan

Pengolahan Data
1. Menghitung debit tambang, yang berasal dari hujan dan air limpasan (m³/detik).
2. Menghitung dimensi saluran terbuka dan gorong-gorong (m³).
3. Menghitung volume sump (m³).
4. Menghitung kebutuhan pompa (unit) dan spesifikasi pompa
5. Menghitung waktu untuk pengerukan material sedimentasi di kolam pengendapan
(settling pond) secara berkala (bulan).

Hasil
6. Memperoleh debit air tambang, yang berasal dari hujan dan air limpasan
(m³/detik)..
7. Memperoleh dimensi saluran terbuka dan gorong-gorong (m³).
8. Memperoleh volume sump (m³).
9. Memperoleh kebutuhan pompa (unit) dan spesifikasi pompa untuk mengeluarkan
air di sump.
10. Mendapatkan waktu untuk pengerukan material sedimentasi di kolam
pengendapan (settling pond) secara berkala (bulan

Kesimpulan dan Saran


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)

Dalam pembagian daerah tangkapan hujan dilakukan dengan

pengamatan langsung di lapangan dan pengamatan pada peta rencana

penambangan tahun 2020. Pengamatan langsung di lapangan bertujuan untuk

mengetahui arah aliran limpasan air dan koefisien limpasan yang cocok

digunakan pada setiap catchment area, sehingga nantinya dapat di desain

suatu sistem penyaliran yang dapat mengatasi permasalahan yang ada.

Pengamatan pada peta rencana penambangan tahun 2020 bertujuan untuk

menentukan area yang lebih tinggi dan memiliki kemungkinan untuk

menampung air hujan dan mengalirkannya ke lokasi tambang. Pengambilan

angka luas catchment area ini menggunakan proyeksi dari software Minescape

v4.118, dengan teknik pengambilan titik – titik tertinggi pada batas pit

penambangan. Hasil pengambilan dari titik – titik tersebut berupa poligon

tertutup. Dari garis poligon ini, dilakukan perhitungan dengan membuat opsi

Brief Detail pada garis poligon dari masing – masing catchment area. Nilai

yang didapat untuk luas daerah tangkapan hujan hasil proyeksi dari software

Minescape v4.118 sebesar 100,66 Ha.

70
71

B. Koefisien Limpasan

Nilai koefisien limpasan diperoleh dari perbandingan antara jumlah air

hujan yang jatuh di permukaan tanah dengan yang mengalir di permukaan tanah

sebagai air limpasan dari hujan di permukaan tanah. Nilai koefisien limpasan (C)

dipengaruhi oleh tata guna lahan dan kemiringan. Dari hasil pengamatan

dilapangan kemiringan lahan > 15 %, tanpa tumbuhan, dan lahan tambang dengan

mengacu nilai koefisien pada tabel 5 diperoleh nilai koefisien limpasan sebesar

0,9.

C. Curah Hujan dan Intensitas Hujan Rencana

1. Curah Hujan

Penentuan curah hujan didasarkan pada data curah hujan rata-rata

maksimum pada daerah pengamatan dengan menggunakan data curah hujan

harian maksimum tahun 2010 sampai 2019. Data curah hujan, jumlah hari

hujan, dan rata-rata curah hujan perbulan dalam tiap tahun disajikan dalam

satu tabel agar mempermudah dalam pengelompokan data. Setelah dilakukan

perhitungan maka didapatkan harga curah hujan maksimum rata-rata sebesar

mm/hari dengan periode ulang hujan 2 tahun. Data curah hujan diperoleh dari

Department Engineering PT. Saptaindra Sejati dan Stasiun BMKG Berau.

Penentuan hujan harian menggunakan rata-rata curah hujan harian

maksimum agar dapat mengatasi permasalahan yang mungkin terjadi pada

saat curah hujan mencapai angka maksimum sehingga rancangan sump,open

maupun settling pond/kolam pengendapan dapat menampung debit aliran air


72

limpasan hujan dalam kondisi dan jumlah yang maksimum. Data – data curah

hujan yang telah dikumpulkan merupakan data curah hujan maksimum yang

diambil dari tahun 2010 – 2019 (10 tahun terakhir) yang tertera pada tabel 12

dibawah ini :

Tabel 12. Data Curah Hujan Harian Maksimum


Tahun/Bulan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Januari 65 56 76 70 58 51 48 42 101 105
Februari 38 60 72 107 32 43 48 80 65 35
Maret 25 60 96 20 40 48 44 82 62 53
April 27 55 28 52 44 34 14 50 50 55
Mei 60 44 57 45 32 40 42 30 38 56
Juni 22 29 29 56 42 46 39 43 22 34
Juli 38 27 30 53 31 38 26 57 51 36
Agustus 19 27 29 30 20 28 18 41 36 40
September 41 31 62 33 16 39 50 22 23 43
Oktober 43 55 54 49 8 39 105 46 33 49
November 26 61 49 40 39 46 38 83 44 52
Desember 41 79 65 34 47 53 64 46 76 46
Data Curah Hujan
65 79 96 107 58 53 105 83 101 105
Maks( Xi)
Sumber : Department Engineering PT. SIS dan BMKG Berau

2. Perhitungan Analisis Frekuensi

Sebelum menghitung curah hujan rencana, terlebih dahulu harus

melakukan perhitungan analisis frekuensi. Analisis Frekuensi adalah suatu

analisis dari data hidrologi dengan mrnggunakan statistik yang bertujuan

untuk dapat mengestimasikan besaran hujan dengan kala ulang waktu tertentu.

Analisis frekuensi ini juga berfungsi untuk menentukan nilai dari

besaran dari peristiwa ekstrem yang berkaitan dengan distribusi probabilitas.

Untuk analisis statistik ada beberapa parameter yang digunakan untuk dapat

membantu menentukan jenis sebaran yang sesuai dan tepat.

Hasil pengolahan pengukuran dispersi dapat dilihat pada Tabel 13.


73

Tabel 13. Hasil Pengukuran Dispersi Statistik


NO TAHUN Xi Xr Xi - Xr (Xi - Xr)2 (Xi - Xr)3 (Xi-Xr)4
1 2010 65 -18,5 342,25 -6331,625 117135,063
2 2011 79 -4,5 20,25 -91,125 410,0625
3 2012 96 12,5 156,25 1953,125 24414,0625
4 2013 90 6,5 42,25 274,625 490222,789
5 2014 58 -25,2 635,04 -16003,008 403275,802
83,5
6 2015 53 -30,5 930,25 -28372,625 865365,063
7 2016 105 21,5 462,25 9938,375 213675,063
8 2017 83 -0,5 0,25 -0,125 0,0625
9 2018 101 17,5 306,25 5359,375 93789,0625
10 2019 105 21,5 462,25 9938,375 213675,063
Jumlah 835 0,3 3357,29 -23334,633 24219621,29

Perhitungan standar deviasi (Sx) dapat ditentukan menggunakan

Persamaan (3) :

Sx = √
∑ ( X −X ¿ ) ¿
i r
2

n−1

=
√3357,29
10−1

= 19,314

Selanjutnya perhitungan koefisien Skewness (Cs) dapat ditentukan

menggunakan Persamaan (4) :

Cs = ∑ n× ¿ ¿ ¿

10×−23334,633
=
9 ×8 ×19,314 3

= -0,045
74

Selanjutnya perhitungan koefisien kurtosis (Ck) dapat ditentukan

menggunakan Persamaan (5) :

1
Ck = ∑ ׿ ¿ ¿
n

1
×24219621,29
= 10
19,314 4

= 1,74

Selanjutnya perhitungan koefisien variasi dapat ditentukan

menggunakan Persamaan (6) :

Sx
Cv = X
r

19,314
=
83,5

= 0,231

Selanjutnya melakukan perhitungan dispersi logaritma dan yang harus

kita tentukan yaitu nilai rata-rata, simpangan deviasi, koefisien variasi,

kemencengan, kesalahan standar dan lain- lain. Hasil pengolahan pengukuran

dispersi logaritma seperti Tabel .

Tabel 14. Hasil Perhitungan Dispersi Logaritma


TAHU
NO Xi Log Xi Log Xr Log Xi - Xr Log (Xi - Xr)2 Log (Xi - Xr)3 Log (Xi-Xr)4
N
75

1 2010 65 1,812 -0,109 0,011881 -0,001295029 0,000141158


2 2011 79 1,897 -0,024 0,000576 -1,3824 3,31
3 2012 96 1,982 0,061 0,003721 0,00022698 1,3845841
4 2013 90 1,954 0,033 0,001089 0,035937 0,01185921
5 2014 58 1,763 -0,158 0,024964 -0,003944312 0,000623201
1,921
6 2015 53 1,724 -0,197 0,038809 -0,007645373 0,001506138
7 2016 105 2,02 0,099 0,009801 0,000970299 9,6059601
8 2017 83 1,91 -0,011 0,000121 -1,331 1,4641
9 2018 101 2,004 0,083 0,006889 0,000571787 4,7458321
10 2019 105 2,02 0,099 0,009801 0,000970299 9,6059601
Jumlah 835 19,086 -0,124 0,195861 -2,68760835 30,13056

Perhitungan standar deviasi (Sx) dapat ditentukan menggunakan

Persamaan (3) :

Sx = √∑ log ( X −X ¿ ) ¿
i r
2

n−1

=√
0,195861
10−1

= 0,147

Selanjutnya perhitungan koefisien Skewness (Cs) dapat ditentukan

menggunakan Persamaan (4) :

Cs = ∑ n× log ¿ ¿ ¿

10×−2,68760835
= 3
9 ×8 ×0,147

= -0,07588

Selanjutnya perhitungan koefisien kurtosis (Ck) dapat ditentukan

menggunakan Persamaan (5) :


76

1
Ck = ∑ ×log ¿ ¿ ¿
n

1
×30,13056
= 10
4
0.147

= 6452,64

Selanjutnya perhitungan koefisien variasi dapat ditentukan

menggunakan Persamaan (6) :

LogS x
Cv =
LogX r

0,8326
=
19,086

= 0,043

Hasil perhitungan parameter dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Parameter Statistik dan Parameter Logaritma


PARAMETER Statistik Logaritma
Xr 83,5 19,086
Sx 19,314 0,147
Cs -0,045 -0,07508
Ck 1,74 6452,64
Cv 0,231 0,043

Pada analisis frekuensi data curah hujan atau data debit untuk dapat

memeperoleh nilai hujan rancangan dan debit rencana maka digunakan

distribusi probabilitas dalam pengolahannya. Distribusi probabilitas yang


77

sering digunakan yaitu distribusi Normal, Gumbel, Log Normal dan Log

Pearson III. Hasil perhitungan jenis distribusi dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Perhitungan Hasil Jenis Distribusi


JENIS DISTRIBUSI SYARAT PERHITUNGAN KESIMPULAN
Cs ≈ 0 Cs = -0,045
NORMAL TIDAK MEMENUHI
Ck ≈ 3 Ck = 1,74
Cs ≤ 1,1396 Cs = -0,045
GUMBEL MEMENUHI
Ck ≤ 5,4002 Ck = 1,74
LOG PEARSON III Cs ≠ 0 Cs = -0,045 MEMENUHI
Cs ≈ 3Cv +
Cs = 0,07508
LOG NORMAL Cv2 = 3 TIDAK MEMENUHI
Ck = 5,383 Ck = 6452,64

Dari hasil perhitungan didapatkan distribusi Gumbel dan Log Pearson

III yang memenuhi syarat, namun perhitungan distribusi yang akan penulis

gunakan adalah Gumbel karena jenis distribusi ini digunakan untuk daerah

yang memiliki daerah dengan tingkat curah hujan yang tinggi dan dapat

diketahui Pit T4U Berau Coal merupakan salah satu dengan daerah yang

memiliki tingkat curah hujan yang tinggi.

3. Uji Chi Kuadrat (X2)


78

Sebelum melakukan perhitungan curah hujan rencana menggunakan

distribusi Gumbel harus melakukan uji kecocokan terlebih dahulu untuk

mengetahui apakah distribusi Gumbel memenuhi syarat atau tidak.

Prosedur dalam perhitungan dengan menggunakan metode Chi

Kuadrat adalah sebagai berikut :

a. Urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya

Urutan data curah hujan maksimum harian dari besar ke kecil dapat

dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Pengurutan Data Curah Hujan Dari Besar Ke Kecil


No Xi (mm) Xi Dari Besar Ke Kecil
1 65 105
2 79 105
3 96 101
4 90 96
5 58 90
6 53 83
7 105 79
8 83 65
9 101 58
10 105 53

b. Menghitung jumlah kelas

1) Jumlah data (n) = 10

2) Kelas distribusi (K) = 1 + 3,3 log n

= 1 + 3,3 log 10

= 4,3 ≈ 5 kelas
79

c. Menghitung derajat kebebasan (Dk) dan Chi Kuadrat kritis (X2cr)

1) Parameter (p) = 2, karena menggunakan perhitungan curah hujan

maksimum harian rata-rata (Xr) dan standar deviasi (Sx).

2) Derajat kebebasan (DK) = K – (p + 1)

= 5 – (2 + 1)

=2

3) Nilai Chi Kuadrat Kritis (X2cr) dengan jumlah data (n) = 10, α = 5%

dan Dk = 2 adalah 5,9910. Nilai Chi Kuadrat Kritis dapat dilihat pada

Gambar .

Sumber : Soewarno,1995

Gambar 11 . Nilai Chi Kuadrat Kritis

d. Menghitung kelas distribusi


80

1
1) Kelas distribusi = × 100 % = 20 %, interval distribusi adalah 20 %,
5

40 %, 60 % dan 80 %

2) Persentase 20 %

1
P(x) = 20 % diperoleh T =
Px

1
=
0,20
= 5 tahun
Hasil perhitungan persentase interval distribusi dapat dilihat pada Tabel
18.
Tabel 18. Persentase Interval Distribusi
PERSENTASE (%) T
20 5 Tahun
40 2,5 Tahun
60 1,67 Tahun
80 1,25 Tahun

e. Menghitung interval kelas

Dengan jumlah data (n) = 10, maka didapatkan nilai :

Yr = 0,495

Sn = 1,001

[ { }]
Yt = -In −¿
T −1
T

[ { }]
= -In −¿
5−1
5

= -In[ 0,2231 ]
81

= 1,5

Yt−Yr
K5 =
Sn

1,5−0,495
= 1,001

= 1,004

Xr = 83,5

Sx = 19,314

Xt = Xr + Sx × K

X5 = 83,5 + (19,314 × 1,004)

= 102,891

Perhitungan interval kelas probabilitas Gumbel dapat dilihat pada Tabel

19.

Tabel 19. Hasil Interval Kelas Probabilitas Gumbel


T Yt K Xt (mm)
5 tahun 1,500 1,004 102,891
2,5 Tahun 0,672 0,177 86,918
1,67 Tahun 0,091 -0,585 72,201
1,25 Tahun -0,476 -0,97 64,765

f. Perhitungan Chi Kuadrat (X2)

Perhitungan nilai Chi kuadrat untuk distribusi Gumbel dapat dilihat

pada Tabel 20.


82

Tabel 20. Perhitungan Nilai X2 Distribusi Gumbel


2
(Of −E f )
Kelas Interval Ef Of Of – Ef
Ef
1 > 102,891 2 2 0 0
2 86,918 – 102,891 2 3 1 0,5
3 72,201 – 86,918 2 2 0 0
4 64,765 – 72,201 2 1 -1 -0,5
5 < 64,765 2 2 0 0
Σ 10 10 0 1

g. Bandingkan nilai X2 terhadap X2cr

Berdasarkan hasil perhitungan nilai yang diketahui nilai

probabilitas X2 < X2cr, maka dapat disimpulkan jenis distribusi Gumbel

dapat diterima dan dapat digunakan untuk menghitung curah hujan

rencana.

4. Perhitungan Curah Hujan Rencana

Pada perhitungan curah hujan rencana menggunakan distribusi

Gumbel, yang harus dicari terlebih dahulu adalah curah hujan maksimum

harian rata-rata (Xr), Reduced Mean (Yn), Reduced Variate (Yt), Standard

Deviation (Sx), dan Reduced Standard Deviation (Sn).

a. Perhitungan Curah Hujan Maksimum Harian Rata-Rata (Xr)

Perhitungan curah hujan maksimum harian rata-rata dapat ditentukan

dengan Persamaan (9) :

Σ Xi
Xr =
n
83

65+79+96+ 90+58+53+105+83+ 101+105


=
10

= 83,5mm/hari

b. Perhitungan Reduce Mean (Yn)

Perhitungan Reduce Mean dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan (12) :

[ {
Yn = -In −¿
n+1−m
n+1 }]
[ {
Yn = -In −¿
10+1−8
10+1 }]
Yn = -0,262

Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 25.

c. Perhitungan Reduce Mean Rata-Rata (Yr)

Perhitungan Reduce Mean Rata-rata dapat ditentukan menggunakaan

Persamaan (13):

ΣYn
Yr =
n

(−0,262 ) + (−0,012 ) +0,794+ 0,501+ (−0,533 ) + (−0,875 ) +2,351+0,238+1,606+ 1,144


=
10

= 0,495

d. Perhitungan Standard Deviation (Sx)

Perhitungan Standar Deviation dapat ditentukan dengan menggunakan


84

Persamaan (10) :

Sx = √∑ ( X −X ¿ ) ¿
i r
2

n−1

=√
3357,29
10−1

= 19,314

e. Perhitungan Reduced Standard Deviation (Sn)

Nilai Reduced Standard Deviation dapat ditentukan dengan

menggunakan Persamaan (11) :


2
Σ ( Y n−Y r )
Sn =
n−1

Sn =
√ 9,020
10−1

Sn = 1,001

Tabel perhitungan reduced mean dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Perhitungan Reduce Mean dan Reduce Mean Rata-Rata


TAHUN Xi M Yn Yr Yn-Yr (Yn-Yr)2
2010 65 8 -0,262 -0,757 0,573
2011 79 7 -0,012 -0,507 0,257
2012 96 4 0,794 0,299 0,089
2013 90 5 0,501 0,006 0,000
2014 58 9 -0,533 -1,028 1,057
0.495
2015 53 10 -0,875 -1,370 1,877
2016 105 1 2,351 1,856 3,445
2017 83 6 0,238 -0,257 0,066
2018 101 2 1,606 1,111 1,234
2019 101 3 1,144 0,649 0,421
Jumlah 9,020
85

f. Perhitungan Reduced Variate (Yt)

Nilai Reduced Variate dapat ditentukan dengan menggunakan

Persamaan (14) dengan nilai periode ulang tahun (T) yaitu 25 tahun:

[ T }]
Yt = -In −¿{ T −1

[ 25 }]
Yt = -In −¿{ 25−1

Yt = -In[ 0,0408 ]

Yt = 3,199

g. Perhitungan Reduced Variate Factor (k)

Nilai Reduced Variate Factor dapat ditentukan dengan menggunakan

Persamaan (15) :

Yt−Yr
k=
Sn

3,199−0,495
k= = 2,701
1,001

h. Perhitungan Curah Hujan Rencana (Xt)

Dalam menghitung curah hujan harian rencana dapt menggunakan

metode Gumbel dengan menggunakan Persamaan (8) :

Sx
Xt = Xr + (Yt – Yr)
Sn
86

19,314
Xt = 83,5 + x (3,199 – 0,495)
1,001

Xt = 135,672 mm/hari

Perhitungan periode ulang curah hujan dapat dilihat pada tabel 22.

Tabel 22. Curah Hujan Periode Ulang


Periode Ulang Xt(mm)
5 tahun 64,242
10 tahun 74,348
15 tahun 84,484
20 tahun 99,205
25 tahun 135,672

5. Perhitungan Intensitas Hujan (I)

Penentuan nilai intensitas hujan didapatkan dari perhitungan

menggunakan metode Mononobe. Penentuan nilai tc ditentukan dengan

mengamati titik terjauh catchment area di jalur pengaliran air menuju

kolam/sump. Asumsi ini menggambarkan waktu air mengalir hingga

mencapai badan air yang tergenang. Patokan data yang digunakan yaitu data

boundary catchment area, data topografi pit penambangan, dan data elevasi

terendah pada front. Berdasarkan hasil pengolahan data survey lapangan

tersebut pada software Minescape, nilai panjang lintasan 1750 meter dan beda

lintasan antar kontur sebesar 50 meter. Maka diambil panjang lintasan

Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai waktu

konsentrasi :

0,77 -0,385
tc = 0,0195 x L xS
87

0,77 -0,385
tc = 0,0195 x 1750 x (50/1750)
tc = 24,07 jam
Penentuan intensitas hujan bertujuan untuk mengkonversikan curah

hujan harian menjadi curah hujan dalam satuan jam dengan

mempertimbangkan harga tc. Setelah didapat besaran nilai waktu konsentrasi

(tc) maka perhitungan intensitas hujan dapat dilakukukan dengan

menggunakan Persamaan (18).

( )( )
Xt 2
24
I= 3
24 Tc

( )( )
2
135,672 24 3
I=
24 24,07

= 5,642mm/jam

Maka diketahui Intensitas Hujan Rencana sebesar 5,642mm/jam.


D. Debit Air Limpasan Permukaan

Debit air limpasan dapat ditentukan setelah diketahui luas masing-masing

catchment area/daerah tangkapan hujan, nilai intensitas curah hujan dan nilai

koefisien limpasan. Berdasarkan tipe lokasi di sekitar catchment area, wilayah pit

penambangan PT.Saptaindra Sejati termasuk zona pertambangan yang

mempunyai koefisien limpasan sebesar 0,9. Perhitungan debit air limpasan

permukaan pada catchment area pit tahun 2020. Perhitungan metode rasional

menggunakan persamaan berikut:

Q = 0,00278 x C x I x A

Q = 0,00278 x 0,9 x 5,642 mm/jam x 100,66 Ha


88

3
Q = 1,42 m /detik

3
Dari perhitungan tersebut didapat nilai debit limpasan sebesar 1,42 m /detik.

E. Perhitungan Debit Air Tanah

Air tanah adalah semua air yang terdapat di bawah permukaan tanah pada

lajur/zona jenuh air (zone of saturation). Debit air tanah di lokasi penambangan

yaitu sebesar 0,72 m3/hari (Sumber: PT. Saptaindra Sejati).

Debit air tanah = 0,72 m3/hari : 24 jam = 0,030 m3/jam

F. Debit Total

Secara umum sumber air yang sering masuk ke bukaan tambang dapat

dibedakan menjadi dua macam, yaitu air yang berasal dari permukaan tanah (air

sungai, air danau atau air rawa) dan airtanah (rembesan air tanah). Air permukaan

sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi dan iklim, sedangkan air tanah

tergantung dari kondisi akuifernya.

Besar kecilnya debit air permukaan sangat dipengaruhi oleh kondisi curah

hujan, topografi, jenis tanah/batuan dan kondisi tutupannya. Sedangkan air tanah,

besar-kecilnya debit air tanah yang masuk kedalam bukaan tambang sangat

dipengaruhi karakteristik dari akuifer, struktur geologi dan kondisi hidrolik dari

air tanah itu sendiri.


89

Debit total merupakan debit keseluruhan yang masuk ke dalam bukaan

tambang (pit) dan ditampung di sump. Debit keseluruhan yang dimaksud adalah

debit limpasan air permukaan ditambah dengan debit air tanah.

Berdasarkan hasil perhitungan debit limpasan permukaan dan air tanah,

maka didapatkan nilai debit limpasan total air limpasan yang mengalir ke masing-

masing catchment area. Adapun perhitungan total debit air limpasan sebagai

berikut:

Catchment Pit:

Debit total = Q air permukaan + Q air tanah

3 3
= 1,42 m /detik + 0,03 m /detik

3
= 1,45 m /detik

3 3
= 1,45 m /detik x 3600 = 5,220 m /jam

G. Pompa

1. Pemilihan Pompa dan Pipa

Pompa adalah suatu alat mekanis yang terdiri dari energi listrik yang

berasal dari suatu mesin (turbin, motor) yang berfungsi untuk mengeluarkan

air, cairan maupun fluida dari tempat yang rendah menuju ke tempat yang

lebih tinggi. Pompa yang digunakan harus mampu mengatasi total head yang

timbul. Head pompa terdiri dari perbedaan ketinggian air yang akan

dipompakan dengan ketinggian dimana air itu akan keluar dari pemompaan.

Belokan dalam perencanaan jaringan pipa dan panjang pipa juga berpengaruh
90

pada kemampuan suatu pompa untuk memompakan air dari bawah ke atas,

rencana jaringan pipa dan panjang pipa dapat dilihat pada (Lampiran E). Jika

total head yang timbul lebih besar daripada head spesifikasi pompa, maka

pompa akan tidak dapat bekerja.

Pipa yang digunakan adalah jenis pipa HDPE (High Density Poly

Ethnyl) yaitu pipa HDPE diameter 8 inci untuk sisi inletdan 10 inci untuk sisi

outlet. Pipa jenis ini dikenal sebagai pipa yang mudah dalam penanganannya.

Beberapa keunggulan pipa HDPE dibandingkan dengan pipa baja antara lain:

a. Pipa HDPE lebih elastis dan tidak mudah pecah.

b. Pipa HDPE terbuat dari bahan plastik, sehingga pipa tersebut tahan karat.

c. Pemasangan atau instalasi pipa HDPE lebih mudah.

d. Radius belokan pipa HDPE mampu melingkar dengan diameter sebesar

dua puluh kali diameter pipa, sehingga tidak mudah patah.

2. Rencana Sistem Pemompaan

Pemompaan dilakukan sebagai upaya pengeluaran air dari dalam

tambang karena tidak bisa dilakukan dengan cara pengeringan atau

pemanfaatan gravitasi. Air yang dipompa keluar dari dalam pit masuk ke

dalam saluran terbuka/open channel yang kemudian dialirkan menuju main

sump, lalu dilakukan pemompaan kembali dan dialirkan ke kolam

pengendapan lumpur/settling pond.


91

a. Rencana Posisi Pompa dan Jaringan Pipa

Rencana posisi pompa berada pada main sump, dengan jumlah

pompa sebanyak 1 unit pompa jenis Multiflo MF-420. Serta panjang

pipa HDPE sepanjang 2.379 meter yang mengalirkan air dari sump ke

sediment pond.

Tabel 23. Rencana Posisi Pompa dan Jaringan Pipa

Tahun 2020

Posisi Main Sump

Pump Model Multiflo MF-420

Jumlah Unit 1

Panjang Pipa 2379 meter

b. Analisis Head Total Pompa

Head pompa adalah energi yang harus disediakan untuk dapat

mengalirkan sejumlah air. Head total pompa dapat dihitung dengan

rumus:

HT = HS + HV + Hi + ∆Hp + HF1 + HF2+ HF3


92

Terdapat beberapa hal yang perlu diketahui sebelum melakukan

perhitungan head, yaitu:

2
1) Viskositas fluida : 0,000001 m /detik

2) Diameter pipa (satuan diameter pipa dalam inci, kemudian

dikonversikan ke meter untuk mempermudah perhitungan head

pompa).

Diameter pipa sisi inlet (8 inci) = 0,203 m

Diameter pipa sisi outlet (10 inci) = 0,254 m

3) Untuk keperluan perhitungan head total yang membutuhkan

kecepatan aliran air dalam pipa maka diasumsikan pompa

3 3
menghasilkan debit 900 m /jam atau 0,25 m /detik dengan melihat

kurva spesifikasi pompa, dianggap bahwa pompa sedang bekerja

pada head tertinggi dan titik efisiensi terbaik (Lampiran B).

Maka didapat kecepatan aliran air (V) :

Q
V=
A

Q
V= 1
4 πd ²

Q
V= 1
4 πd ²

0,25 m ³/detik
V= 1
4 3,14(0,203) ²

V = 7,728 m/detik
93

4) Gravitasi = 9,8 m/detik 2

5) Koefisien kekasaran pipa HDPE (𝜀)= 0,0000015

Berikut perhitungan head of static, head of velocity, head

perubahan diameter, head of pressure, head of friction, head of bend,

head of valve pompa pada tahun 2020 sesuai dengan posisi pompa.

1) Head of Static

Hs = t2 - t1

Keterangan:

t2 = Elevasi air sisi keluar, m

t1 = Elevasi air sisi hisap, m

Tabel 24. Head of Static

Posisi t1 (mdpl) t2 (mdpl) Head of Static (Meter)


Main Sump -20 40 60

2) Head of Velocity


Hv =
2g

Keterangan:

v = Kecepatan aliran air dalam pipa, m/detik

2
g = Gaya gravitasi bumi, 9.8 m/detik
94

Tabel 25. Head of Velocity

V G Head of Velocity (Hv)


Posisi 2
(m/detik) (m/detik ) (meter)

Mai
n
Sum
p 7,728 9,8 3,05

3) Head Akibat Perubahan Diameter (Hi)

2
Hp = ƒ x (v /2g)

2
ƒ = (1 – (D1/D2))

Keterangan:

v = Kecepatan rata-rata di dalam pipa, m/detik

ƒ = Koefisien kerugian pada pipa

2
g = Percepatan gravitasi bumi, 9.8 detik

Hi = Head kerugian akibat perubahan diameter

D1 = Diameter inlet

D2 = Diameter outlet

Head akibat perubahan diameter untuk tahun 2020 bernilai

sama, hanya saja posisi pompa yang berbeda.

Tabel 26. Head Akibat Perubahan Diameter

Kecepatan aliran air (v) Gaya gravitasi D1 (m) D2 (m) Koefisien Hi (m)
(m/detik) bumi (m/detik) kerugian (f)
7,728 9,8 0,254 0,203 0,04 0,122
95

4) Head of Pressure

(∆Hp) = hpa – hpb

5,256
hpa = 10,33 (1-0,0065 x ha/288)

5,256
hpb = 10,33 (1-0,0065 x hb/288)

Keterangan :

∆hp = Perbedaan tekanan pada permukaan air (m)

hpa = Tekanan pada permukaan air yang akan dipindahkan

hpb = Tekanan pada permukaan air

ha = Elevasi sisi isap (m)

hb = Elevasi sisi keluar (m)

10,33 = Tekanan udara pada ketinggian 0 m

5,256
hpa = 10,33 (1-0,0065 x -10/288) = 10,362

5,256
hpb = 10,33 (1-0,0065 x 58/288)

= 10,304

∆hp = 10,362-10,304

= 0,058

5) Head Gesekan (Hf1)

Nilai Hf dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

v²D
Hf 1 = f
2 gL

Keterangan :

f = Koefisien Gesekan
96

v = Laju aliran, m/detik

D = diameter pipa, m

L = panjang pipa, m

Untuk mendapatkan nilai f, maka harus ditentukan terlebih

dahulu jenis aliran yang terjadi pada sistem perpipaan. Untuk itu

harus diselidiki terlebih dahulu nilai reynold (R) sebagai berikut :

vD
R=
v

7,728 m/s .0,203 m


R=
0,000001m ²/ detik

R = 1568784

Selanjutnya, dapat ditentukan nilai koefisien gesek (f)

dihitung dengan persamaan :

v
f= €
R
D

7,728 m/ s ²
f = 0,0000015
( x 1568784 )
0,203 m

f = 0,00666

Maka nilai Head Gesekan (Head Friction) adalah sebagai berikut:

v ². L
Hf 1 = f
2g. D

7,728 m/ s ² , 240 m
Hf 1= 0,00666
2 x 9,8 x 0.203 m

Hf 1=23,99
97

6) Head Belokan (Hf2)

Diketahui berdasarkan desain dan tata letak sistem

perpipaan, terdapat 7 elbow yang terdapat dalam rangkaian pipa

yang mengalirkan air dari main sump ke saluran terbuka (open

channel). Sudut pada setiap elbow berbeda-beda mengikuti

sudut kemiringan high wall pada pit penambangan, yaitu sudut

15°, 25°, 34°, 60°, 65°. Maka, dapat head belokan yang

direncanakan dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:

α α v²
Hf 2= ¿0,964Sin )²+ 2,047 (Sin ( ¿ ¿ ⁴ ]x
2 2 2g

15 15 4 (7,728 m/s ²)²


Hf 2= ¿0,964Sin )²+ 2,047 (Sin ( ¿ ¿ ]x
2 2 2 x 9,8 m² /s

Hf 2=0,05 m

Untuk perhitungan Hf2 pada sudut elbow dalam pemipaan

(sump – open channel) yang lainnya dapat dilihat pada tabel 27:

Tabel 27. Head Belokan

Kecepatan Gravitasi
Elbow Jumlah Hf2
(m/detik) (m2/s)
15° 1 7,728 9,8 0,05
25° 1 7,728 9,8 0,13
334° 1 7,728 9,8 0,29
60° 2 7,728 9,8 2.20
65° 2 7,728 9,8 2,66
Total Head Belokan 5,33
98

Maka, head elbow total pada pit adalah :

Hf2 = 5,33 m

7) Head of Suction Valve ( Hf 3)


Hf₃ = f
2. g

Keterangan:

f = koefisien kerugian penggunaan katup

2
g = Percepatan gravitasi bumi, 9.8 m/detik

Katup yang digunakan pompa merk Multiflo MF-420 adalah

katup katup sorong, dimana nilai koefisien kerugiannya adalah

0,09.

7 ,728²
Hf₃ = 0,09
2.9,8

Hf₃ = 0,274

8) Head Total

HT = HS + HV + Hi + ∆Hp + HF1 + HF2 + HF3

Keterangan:

HT = Head total pompa, m

HS = Head statis, m

HV = Head of velocity, m

Hi = Head perubahan diameter, m

∆Hp = Head of pressure, m


99

HF1 =Head of friction, m

HF2 =Head of bend, m

HF3 =Head of valve, m

Berikut perhitungan head total pompa pada tahun 2020.

Tabel 28. Head Total pada Jaringan Pemipaan

(Hs) (Hv) Hi (m) (∆Hp) (Hf1) (Hf2) (Hf3) Head Total

(meter) (meter) (meter) (meter) (meter) (meter) (meter)


6
3,05 0,122 0,058 23,99 5,33 0,274 92,824
0

a. Penentuan Debit Pompa

Debit pompa dapat diestimasikan setelah head total diketahui.

Nilai head total diplotkan ke dalam kurva spesifikasi pompa dan

dipotongkan dengan efisiensi tertentu sehingga diperoleh debit

pemompaan sesuai dengan head yang diatasi pompa (Lampiran B).

Operating speed pompa (RPM) sangat perlu

diperhatikan,penggunaannya harus sesuai dengan head yang diatasi.

Sebagai contoh, apabila pompa bekerja pada head rendah dengan

menggunakan operating speed (RPM) yang tinggi hal tersebut dapat

membuat umur pompa menjadi lebih singkat.

Tabel 29. Nilai Debit Pemompaan

Posi T R Debit Debit


o P Pomp Pomp
si t M a a
a (m³/
100

l jam) (m³/
H
e detik)
a
d
Mai 9 1 1000 0,27

n 2 3

Su , 0

mp 8 0

H. Perencanaan Sump

Sump berfungsi sebagai tempat penampungan air sementara dan lumpur

sebelum dipompa ke luar tambang. Volume sump didapat dari perhitungan air

yang akan masuk ke bukaan tambang (pit), dengan adanya sump, air tidak

akan menggenangi pit dan terakumulasi dalam satu tempat. Jika air sudah

terakumulasi dalam satu tempat, air akan mudah dipompakan keluar pit dan

proses penambangan akan berjalan dengan lancar. Pada prinsipnya sump

diletakkan pada lantai tambang (floor) yang paling rendah dan jenjang

disekitarnya tidak mudah longsor. Air tambang yang telah tertampung pada

sump akan dialirkan dengan mengunakan pompa ke saluran terbuka dan

menuju kolam pengendapan.


101

Untuk menentukan dimensi sump tambang sangat bergantung pada debit

air limpasan baik permukaan maupun air tanah, kapasitas pompa, volume dan

waktu pemompaan.

1. Penentuan Volume Sump

Volume sump yang optimum dapat dicari dari selisih antara volume

air limpasan permukaan ditambah volume air tanah dengan volume

pemompaan harian.

a. Vol. Sump = Vol. Total Inflow (m3/day) – Vol. Pemompaan (m3/day)

b. Vol. Total Inflow (m3/day) = Vol. Limpasan + Vol. Air Tanah

c. Vol. Pemompaan (m3/day) = debit pemompaan (m3/s) x 3600 x waktu

operasi pompa per hari (hour/day).

Pompa yang digunakan untuk mengeluarkan air dari sump adalah

pompa merk Multiflo MF-420. Waktu operasi pompa per hari adalah 16

jam. Berikut perhitungan volume Temporary Sump tahun 2020:

a. Debit air permukaan = 1,42 m³/detik = 5112 m³/jam

Debit air tanah = 0,03 m³/detik = 108 m³/jam

b. Debit pemompaan adalah debit pompa per unit dikali banyak unit yang

beroperasi pada Main Sump. Unit yang beroperasi dan debit pompa

pada Main Sump tahun 2020 adalah :

Unit yang beroperasi = 1 unit

Debit pompa = 1000 m³/jam

Debit pemompaan = 1 x 1000 m³/jam = 1000 m³/jam


102

c. Volume air total merupakan debit air total (debit air permukaan dan air

tanah) dikali dengan 13 jam. Durasi hujan dianggap 13 jam itu

merupakan kemungkinan terburuk yang akan terjadi.

3
Vol. Air Total (m /hari) = Vol. Limpasan Permukaan + Vol. Air

Tanah

3 3
= (5112 m /jam x 13 jam) + (108 m /jam x

24 jam)

3
= 66.456 + 2.592 = 69.048 m /hari

3 3
d. Volume pemompaan (m /hari) = debit pemompaan (m /jam x operasi

pompa perhari (jam/hari).

3 3
Vol. pemompaan (m /hari) = 1000 m /jam x 16 jam

3
= 16.000 m /hari

e. Volume sump yang harus dibuat adalah selisih antara volume air total

yang masuk dan volume pemompaan.

Volume sump = Volume air total – Volume pemompaaan

= 69.048 m3 –16.000 m3

3
= 53.048 m

2. Dimensi Main Sump pada Front Tahun 2020


103

Main yang direncanakan berbentuk prisma persegi dengan panjang

sisi bawah yang lebih kecil dari panjang sisi atas. Volume sump (V)

dengan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

V=( A 1+ A 2
)t
2

V=
¿

Sumber: Gautama, 1999

Keterangan :

A1 = Luas Penampang 1 (m²)

A2 = Luas Penampang 2 (m²)

X = Panjang sisi atas (m)

Y = Panjang sisi persegi bawah (m)

T = Tinggi kolam (m)

Diketahui bahwa debit harian sepanjang tahun 2020 dari cathment

area yang mengarahkan air ke pit penambangan yaitu sebesar

3
53.048 m /hari. Ditentukan bahwa sump berbentuk trapesium, maka sudut

kemiringan dinding sump adalah 60°. Tinggi kolam yang

direkomendasikan adalah 5 meter. Maka, dapat ditentukan perpanjangan

sisi trapesium (A) adalah sebagai berikut :

t
tan α =
A
5
A =
tanα
5 95
A = =
tan 60 1,72
104

A = 2,88
Karena, X = 2A + Y

X = 5,76 Y

Maka persamaan tersebut didistribusikan kembali ke dalam persamaan :

( X ²+ Y ²)
V = 5
2
2
( ( 5,76 2+Y ) +Y ²)
V = 5
2

V = 2,5 (2Y² + 11,52 Y + 33,18)

V = 5Y² + 28,95 Y + 83,23

Volume debit limpasan harian, yaitu sebesar 53.048 m3, maka: Volume air

yang digunakan yaitu sebesar :

53.048 = 5Y² + 28,85 Y + 83,23

5Y² + 28,95Y – 52.964,7 =0

Maka, untuk menyelesaikan persamaan tersebut maka dapat digunakan

rumus ABC persamaan kuadrat :

−b ± √b 2−4 ac
Y =
2a

−28,95 ± √ (28,95) ²−4.5 .(−52.555,7)


Y =
2.5

Y = 99,681 m

Maka,
X = 5,76 + 99,681
X = 105,441 m
105

Maka, diketahui bahwa nilai panjang sisi persegi atas Temporary

Sump sebesar 106 meter dan panjang sisi alas sebesar 100 meter, dengan

tinggi kolam 5 meter dan sudut kemiringan dinding kolam sebesar 60º.

Selanjutnya untuk dimensi main sump dapat dilihat pada tabel 30.

Tabel 30. Nilai Dimensi Sump

Panjang Panjang Volume


Jenis Kedalaman Kemiringan dan Dan yang
Sump (m) Lebar Lebar Dapat
atas Bawah ditampung
Sump Sump

1 1
0 0 53.0
6 0 00
3
Main 5 60 m m m
Sump

Ada pun hasil desain dimensi main sump dengan Software

Autocad ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Rencana Main Sump


106

I. Kolam Pengendapan Lumpur (Settling Pond) untuk Mencegah

Pencemaran Lingkungan

Pembuatan kolam pengendapan lumpur/settling pond bertujuan untuk

mengendapkan lumpur-lumpur atau material padatan yang bercampur dengan

air limpasan yang disebabkan adanya aktivitas penambangan maupun karena

erosi. Di samping itu, kolam pengendapan juga dapat berfungsi sebagai

tempat pengontrol kualitas dari air yang akan dialirkan keluar kolam

pengendapan, baik itu kandungan materialnya, tingkat keasaman ataupun

kandungan material lain yang dapat membahayakan lingkungan.

1. Perhitungan Persen Solid dan Persen Air

Sebelum menentukan ukuran kolam pengendapan, terlebih dahulu

harus diketahui persen (%) padatan dan persen (%) air yang terkandung

dalam air tambang yang akan dialirkan menuju kolam pengendapan. Air

yang akan masuk ke kolam pengendapan adalah debit air dari catchment

pit ditambah debit air hasil pemompaan rencana yaitu dengan debit air

1,38 m3/detik. Dari uji pengendapan diperoleh besarnya residu terendap

pada aliran air adalah sebesar 10.228,7 gr/m3 (Sumber: Dept HSE

PT.Saptaindra Sejati). Jadi berat residu yang masuk ke kolam

pengendapan adalah:

Residu terendap yang masuk = residu terendap x debit air masuk

= 10.228,7 gr/m³ x 1,38 m³/detik

= 14115,2 gr /detik
107

Dari persamaan:

m
𝜌=
V

Diketahui:

𝜌 partikel padatan = 1,6 ton/m3 (Sumber: Dept HSE PT.Saptaindra Sejati)

Maka volume padatan yang masuk adalah:

14115,2 gr /detik
Volume padatan masuk (Vpm) = =0,0088 m ³/detik
1600000 gr /m³

Sehingga persentase padatan yang masuk terhadap total air dan padatan

adalah:

0,0088 m³ /detik
% Solid = x 100 %=0,64 %
1,38 m³ /detik

% Air = 100% - 0,64% = 99,36%

2. Penentuan Letak dan Dimensi Kolam Pengendapan/Settling Pond

Penentuan letak kolam pengendapan harus memperhatikan beberapa

ketentuan antara lain kolam pengendapan yang akan dibuat berada di luar

area penambangan sehingga tidak akan mengganggu kegiatan

penambangan, dibuat pada daerah yang rendah dengan memperhatikan

keadaan topografi daerah penambangan, letaknya diusahakan dekat

dengan saluran alami yang akan menuju ke pembuangan akhir.

Bentuk kolam pengendapan yang direncanakan yaitu berbentuk

persegi panjang dan berkelok – kelok. Kolam pengendapan dibuat

berkelok – kelok supaya kecepatan air dan material yang masuk dapat

diperkecil, dengan kecepatan aliran yang kecil maka waktu yang

dibutuhkan oleh air dan material untuk keluar dari kolam pengendapan
108

semakin lama, sehingga material mempunyai waktu yang cukup untuk

mengendap. Kolam pengendapan yang direncanakan terdiri dari 4

kompartemen, layout kolam pengendapan dapat dilihat pada (Gambar 13).

Berdasarkan spesifikasi alat gali excavator PC 200 pada Lampiran E,

didapatkan kemampuan excavator sebagai berikut :

Kapasitas mangkok munjung = 1 m³

Jangkauan kedalaman penggalian = 7,270 m

Jangkauan gali mendatar = 10,760 m

Sehingga ukuran satu kolam pengendapan:

Lebar atas kolam (L1) = 35 m

Lebar bawah kolam (L2) = 33 m

Panjang atas kolam (P1) = 75 m

Panjang bawah kolam (P2) = 73 m

Lebar atas penyekat =5m

Lebar bawah penyekat =7m

Panjang atas penyekat = 32 m

Panjang bawah penyekat = 33 m

Banyak penyekat =2

Kedalaman kolam (d) =5m

Kedalaman aliran (h) = 4,5 m

Maka:

Volume kolam = Volume keseluruhan – Volume Penyekat


109

Volume keseluruhan = [(35 x 75) + (33 x 73) /2] x 4.5 = 11.326,5 m³

Volume penyekat = [(32 x 5) + (33 x 7) /2] x 4.5 = 879,75 m³

Volume kolam = 11.326,5 m³ - 879,75 m = 10.446,75 m³

Dalam pembuatan kolam pengendapan tersebut akan dibuat sekat a

dan b dengan panjang 32 m, lebar 5 m dan tinggi 4,5 m. Sekat ini akan

dibuat agar excavator dapat beraktifitas diatas sekat tersebut. Dengan

dimensi kolam pengendapan tersebut diharapkan akan ada pengendapan

partikel padatan yang terbawa oleh air di dasar kolam, sehingga air

tambang akan keluar dalam keaadaan bersih dan tidak mencemarkan

lingkungan.

Gambar 13. Desain Kolam Pengendapan Lumpur


110

3. Perhitungan Kecepatan Pengendapan Partikel (V)

Dari hasi perhitungan persen solid diketahui persen padatan yang

terlarut adalah 0,64 %. Untuk menghitung kecepatan pengendapan dengan

persen padatan yang kurang dari 40 % digunakan persamaan Stokes:

g x D ² x ( ρs−ρa)
V=
18 μ

Diketahui:

g = 9,8 m/detik²

ρ s = 1590 kg/m³

ρ a = 1000 kg/m³

μ = 0,00000131 kg/m.detik

D = 5 x 10-6 m

9,8 x 0 , 000005² x(1590−1000)


V= = 0,00613 m/detik
18 x 0,00000131

4. Perhitungan Presentase Pengendapan (%P)

Waktu yang dibutuhkan partikel untuk mengendap (Tv) adalah:

Tv = h/V

Dengan h sama dengan kedalaman kolam pengendapan:

= 4,5 m / 0,00613 m/detik

= 734,094 detik = 12 menit

Waktu yang dibutuhkan material untuk keluar dari kolam pengendapan

(Th), partikel padatan akan mengendap dengan baik jika Tv < Th.
111

Kecepatan air dalam kolam adalah (Vh) :

Vh = Q/A

Keterangan:

Q = 0,6 m3/detik

A = Lebar kolam x dalam kolam pengendapan

= [(35 m + 33 m)/2 x 4,5 m]

= 153 m2

Vh = 0,6 m3/detik / 153 m2

= 0,0039 m/detik

Maka Th (waktu yang dibutuhkan air dan material terlarut keluar dari

kolam pengendapan) dapat dicari dengan rumus:

Th = P/Vh

Keterangan:

Th = P/Vh

P = Panjang aliran air dalam kolam pengendapan (m)

Th = (35 m x 4) + (5 m x 3) /0,0039 m/detik

= 39.743,58 detik = 662,3 menit

Dari perhitungan diatas didapatkan Tv < Th yaitu 12 menit < 662,3 menit.

Dengan membandingkan waktu pengendapan dan waktu keluarnya air dan

material dapat digunakan untuk mengetahui persentase pengendapan,

yaitu:

Th
%P= × 100
(Th+Tv )
112

662,3 menit
%P= × 100=98,23 %
( 662,3menit +12 menit )

Dengan persentase tersebut maka material yang terlarut dalam air

tidak semuanya terendapkan. Padatan yang berhasil diendapkan hanya

98,23 % dari total padatan yang masuk ke kolam.

Volome padatan yang berhasil diendapkan dalam waktu sehari (Vp)

dengan jam kerja pompa rencana perhari adalah 8 jam:

Diketahui volume padatan yang masuk (Vpm) = 0,0088 m3/detik

Vp = (Vpm) x (%P)

= 0,0088 m3/detik x (8 x 3600) x 98,23 %

= 248,95 m3/hari

5. Waktu Penggerukan Kolam

Pembuatan kolam pengendapan dimaksudkan untuk menampung

lumpur yang berupa partikel dan padatan, lumpur akan dikeruk sehingga

kolam dapat menampung volume lumpur sebelum dikeruk selama interval

waktu tertentu.

Volume keseluruhan kolam pengendapan(Vsp)


T=
Volome padatan yang berhasil diendapkan (Vp)

8.687,25 m3
T= 3
=35 hari=±1 bulan
248,95 m /hari

Jadi interval waktu pengerukan oleh excavator adalah ± 1 bulan.


113

Tabel 31. Jadwal penggerukan selama tahun 2020-2021

Tahun 2020 Tahun 2021

5 Mei 2020 13 Februari 2021

9 Juni 2020 20 Maret 2021

15 Juli 2020 24 April 2021

19 Agustus 2020 29 Mei 2021

24 September 2 Juli 2021

29 Oktober 7 Agustus 2021

3 Desember 12 September 2021

18 Oktober 2021

24 November 2021

30 Desember 2021

Instruksi Kerja untuk melakukan pembersihan mateial lumpur yang

ada settling pond dapat dilihat di Lampiran G.

6. Pengelolan Kandungan Air di Settling Pond

Untuk melakukan pengelolan settling pond dilakukan pengambilan

sampel air di outlet jika air belum sesuai dengan baku mutu air sesuai

dengan perda kaltim yang berlaku yaitu (PH 6-8, TSS 300m/l) maka akan

dilakukan pengelolan. Jika pH air tidak sesuai dengan baku mutu air pH

kurang dari 6 maka akan dilakukan pengapuran menggunakan kapur


114

tohor. Jika TSS tidak sesuai dengan baku mutu air maka dilakukan

penawasan untuk lebih jelas dapat dilihat instruksi kerja pada lampiran H.

7. Kajian Lingkungan Air yang berada di Settling Pond

Air yang telah dikelola dengan baik di settling pond yang sesuai

dengan baku mutu air akan dialirkan ke aliran sungai kecil. Karena air

sudah dikelola dan sudah dilakukan pengujian sesuai baku mutu air maka

makhluk hidup biotik dan abitoik tidak terganggu dan bisa hidup.

Komponen biotik merupakan komponen yang terdiri dari makhluk

hidup, baik tumbuhan maupun binatang. Ekosistem sungai mempunyai

banyak sekali komponen biotik, seperti tumbuhan ganggang, angkung

liar, enceng gondok, lumut, binatang seperti siput, keong, remis, kerang,

udang , ular, serangga, dan lain sebagainya. Komponen biotik yang di

aliran sungai segah kabupaten terdapat tumbuhan lumut dan hewan ikan

ular serangga.

Komponen abiotik ini merupakan komponen ekosistem yang

berbentuk benda- benda tak hidup. Namun, meski benda- benda tersebut

tak hidup, keberadaan benda- benda tersebut tetap berpengaruh terhadap

kelangsungan hidup komponen biotik yang ada di ekosistem tersebut.

Beberapa komponen abiotik yang berada di ekosistem sungai antara lain:

batu, suhu, cahaya matahari, kelembaban udara, dan lain sebagainya.

Dengan menjaga kualitas air yang baik sesuai dengan baku mutu

air maka ekosistem biotik dan abiotik dapat dijaga untuk terciptanya

ekosistem kehidupan yang baik.


115

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan mengenai kajian teknis dan biaya untuk

rencana sistem penyaliran tambang di pit penambangan batubara

PT. Saptaindra Sejati jobsite Sambarata PT. Berau Coal dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Dari perencanaan berdasarkan kebutuhan didapatkan design sump dengan

luas permukaan atas sump sebesar 106 meter, luas permukaan bawah sump

sebesar 100 meter dengan kedalaman 5 meter. Dapat menampung volume

air hingga 53.000 m³.

2. Jumlah pompa yang dibutuhkan oleh PT. Saptaindra Sejati jobsite

Sambarata PT. Berau Coal untuk mengeluarkan air yang masuk ke pit

penambangan batubara untuk tahun 2020 adalah sebanyak 1 unit merk

Multiflo MF-420. Dimana posisi dari pompa terletak pada main sump.

3. Adapun rancangan settling pond penambangan batubara PT. Saptaindra

Sejati jobsite Sambarata PT. Berau Coal adalah sebagai berikut:

Dimensi Settling Pond Ukuran

Lebar atas kolam (L1) 35 m

Lebar bawah kolam (L2) 33 m

Panjang atas kolam (P1) 75 m

Panjang bawah kolam (P2) 73 m

Lebar atas penyekat 5m


116

Lebar bawah penyekat 7m

Panjang atas penyekat 32 m

Panjang bawah penyekat 33 m

Banyak penyekat 2

Kedalaman kolam (d) 5m

Kedalaman aliran (h) 4,5 m

Berdasarkan rancangan tersebut settling pomd dapat memiliki

kapasitas sebesar 10.446,75 m³.

4. Sistem pemompaan yang ideal adalah dengan mengeluarkan air yang

terakmulasi pada sump (elevasi -20 mdpl) menggunakan pompa jenis

Multiflo MF-420 dengan panjang hose HDPE total 2.379 meter dari sump

menuju sediment pond.


117

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan di lapangan maka penulis

memberikan saran sebagai berikut:

1. Perlu adanya perencanaan sistem penyaliran tambang untuk kemajuan

penambangan tahun-tahun berikutnya.

2. Perlunya pelaksanaan pengambilan data curah hujan perhari untuk

keperluan perhitungan curah hujan rencana periode berikutnya.

3. Dalam mengoperasikan pompa sebaiknya disesuaikan operating speed

(RPM) pompa dengan head total yang diatasi, agar pompa bekerja pada

titik efisiensi terbaik, hal tersebut berpengaruh terhadap umur pompa

penggunaan fuel dan dll.

4. Pada saat proses penggalian, sebaiknya memperhatikan kemiringan lantai

bukaan tambang sehingga air dapat mengalir dengan baik menuju sump

agar tidak terjadi genangan air pada lantai bukaan tambang.

5. Semua komponen dalam sistem penyaliran tambang yang ada nantinya

harus selalu dilakukan maintenance guna mendapatkan hasil yang

maksimal dan tepat guna.


DAFTAR PUSTAKA

A.Muri Yusuf. 2005 .Metodologi Penelitian. UNP Press: Padang.

Anonim. Data-data laporan dan Arsip PT. Saptaindra Sejati.

Anonim. Data-data laporan dan Arsip PT. Berau Coal.

Anonim. 2014. Buku Panduan Penulisan Tugas Akhir/Skripsi Jurusan


Teknik Pertambangan. Padang: Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Negeri Padang

Carlsson, B. 1998. An Introduction to Sedimentation Theory in


Westwater
Treatment. Systems and Control Group. Upssala University

Endrianto dan Ramli. 2013. Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang


Terbuka
Batubara. Universitas Hasanuddin

Gautama, Rudy Sayoga. 1993. Pengantar Penyaliran Tambang.


Institut
Teknologi Bandung.

Gautama, RS dan Prahastini, SD. 2012. Perancangan Aplikasi Untuk


Sistem
Penyaliran Tambang Terbuka. Jurusan Teknik Pertambangan FTM:
ITB.

Gumbel, E.J. 1954. Statistical theory of extreme values and some practical
applications. Applied Mathematics Series 33 (1st ed.). U.S.
Department of Commerce, National Bureau of Standards. ASIN
B0007DSHG4.

Khairuddin dan Djamaluddin. 2015. Sistem Penyaliran Tambang Tambang


Terbuka. Universitas Hasanuddin

Kudela, Henryk. 2009. Hydraulic losses in pipes.

Kerby, W. S. 1959. Time of concentration for overland flow. Civil


Engineering
29(3), 60. Kerby’s work is based on Hatheway’s (1945) data. (In
PDF).

118
119

Partanto Prodjosumarto, 1994. Rancangan Kolam Pengendapan Sebagai


Perlengkapan Sistem Penirisan Tambang, Bandung

Sularso. 2000. Pompa dan Kompresor. Jakarta : Pradya Paramita

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Bandung

Suyono S, 2003, Hidrologi Untuk Pengairan, PT. Pradnya Paramita,


Jakarta

Tumpal dan Edi. 2017. Perencanaan Teknis Sistem Penyaliran Tambang


Terbuka. Universitas Sriwijaya

Rusli, H.A.R. 2004. Studi Potensi Air Tanah di Daerah Kota Padang dan
Hubungannya Dengan Rencana Induk Kodya Padang 2003/2004.
Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Barat.

___________. 2005. Analisis Kawasan Perioritas Resapan Air Kota Padang


Ditinjau Dari Kondisi Hidrogeologi. Badan Penelitian dan
Pengembangan Provinsi Sumatera Barat.

___________. 2005. Kajian Resapan Pada Daerah Kipas Aluvial Kota


Padang. Jurnal Saintek. Vol.VIII. No.1: 1-147. ISSN. 1410-8070.

___________. 2014. Studi Potensi, Pengembangan, Pengelolaan dan


Zonasi Air Tanah di Kota Padang. Hibah Bersaing 2014.

___________. 2015. Bahan Ajar KuliahHidrogeology. Padang: UNP.

___________. 2017. Laporan Studi Pembangunan Sumur Air Tanah Dalam


di UNP Padang. Padang: UNP.
LAMPIRAN A
DATA CURAH HUJAN TAHUN 2010-2019

Tahun/Bulan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Januari 65 56 76 70 58 51 48 42 101 105

Februari 38 60 72 90 32 43 48 80 65 35

Maret 25 60 96 20 40 48 44 82 62 53

April 27 55 28 52 44 34 14 50 50 55

Mei 60 44 57 45 32 40 42 30 38 56

Juni 22 29 29 56 42 46 39 43 22 34

Juli 38 27 30 53 31 38 26 57 51 36

Agustus 19 27 29 30 20 28 18 41 36 40

September 41 31 62 33 16 39 50 22 23 43

Oktober 43 55 54 49 8 39 105 46 33 49

November 26 61 49 40 39 46 38 83 44 52

Desember 41 79 65 34 47 53 64 46 76 46

LAMPIRAN B
GRAFIK PERHITUNGAN HEAD, RPM DAN DEBIT POMPA MF-420

LAMPIRAN C
SPESIFIKASI POMPA MF-420
LAMPIRAN D
PETA YERLY PLAN DAN CATCHMENT AREA PIT T4U
LAMPIRAN E
PETA MONTHLY PLAN DAN PETA SUMP
LAMPIRAN F
SPESIFIKASI ALAT BERAT
LAMPIRAN G
INTRUKSI KERJA PEMBERSIHAN SETTLING POND

Langkah Kerja Gambar dan Keterangan


1. Sebelum Pekerjaan Pastikan bahaya sudah dikendalikan sebelum
1.1 Ketahui potensi bahaya yang ada selama melakukan pekerjaan pembersihan Settling
kegiatan. Pond baik perawatan, pengambilan lumpur,
pengangkutan dan rehandling lumpur.

1.2 Gunakan Alat Pelindung Diri, pastikan Sesuaikan dengan kondisi dan lingkungan kerja
terpasang dengan baik dan tidak mudah lepas. (helm, kacamata safety, Masker, rompi pantul,
sarung tangan, sepatu safety dan pelampung)

1.3 Lakukan pemeriksaan terhadap alat dan unit Periksa peralatan unit alat muat dan angkut
yang digunakan dalam pembersihan Settling lumpur dalam keadaan baik (dump truck dan
Pond. excavator). Pastikan ceklist harian pada form
P2H unit.

1.4 Cek apakah ada longsoran disekitar Settling Pastikan ceklist harian pada Formulir
Pond. Pemeriksaan Bangunan Settling Pond.

Lakukan identifikasi tempat


1.5 Cek apakah ada jalur kabel di sekitar WMP.
penampungan/pengeringan lumpur, jika tidak
1.6 Cek tempat penampungan/pengeringan
ada buatlah terlebih dahulu sesuai dengan
sementara material buangan (sludge drying
rekomendasi Enviro Dept. dengan persyaratan
bed).
minimal yang perlu dilengkapi sebagai berikut;
a. Terdapat tanggul disekeliling sludge drying
bed.
b. Kedalaman sludge drying bed maksimal < 1
meter.
c. Arah aliran sisa penirisan diarahkan ke kolam
sedimen.

1.7 Tempatkan excavator di tempat yang aman Pastikan manuver excavator tidak mengenai
(lantai kerja keras, terdapat area bebas untuk gudang kapur, sekat beton antar kolam dan
manuver dan area swing unit). fasilitas Settling Pond lainnya.

1.8 Matikan pompa yang masuk ke Settling Pond. Pastikan pompa air tambang yang masuk ke
Settling Pond yang akan dilakukan pembersihan
Settling Pond dihentikan sementara waktu.

2. Saat Aktivitas
Pastikan operator paham mengenai item
2.1 Ambil material lumpur di Settling Pond.
prioritas pekerjaan, tata cara dan potensi bahaya
yang timbul dari kegiatan tersebut.

2.2 Tempatkan material lumpur di tempat


Untuk karakteristik lumpur encer.
penampungan sementara.

2.3 Muat lumpur langsung dengan dump truck. Pastikan lumpur benar-benar tidak encer atau
keras sehingga bisa langsung dimuat ke dump
truck.
2.4 Lakukan pekerjaan tersebut sampai material Pastikan tidak terjadi ceceran pada saat proses
lumpur bersih. pengangkutan.
2.5 Lakukan pemantauan kualitas air di outlet Lakukan treatment jika selama pembersihan
secara rutin selama kegiatan pembersihan terjadi penurunan kualitas air limbah settling
berlangsung. pond.

2.6 Lakukan penutupan pintu air. Apabila selama kegiatan pembersihan


ditemukan kualitas air yang keluar melebihi
baku mutu yang ditetapkan pada saat
pembersihan yaitu > 200 mg/liter, segera
hentikan kegiatan dan lakukan treatment pada
air menggunakan kapur.

3. Loading material lumpur


Jika kondisi lumpur masih cair lakukan
3.1 Cek kondisi lumpur pencampuran tanah keras pada saat
pengangkutan sebagai penahan lumpur cair.
Unit pengangkut harus mampu mencegah
3.2 Muat lumpur dengan unit dump truck. terjadinya potensi ceceran lumpur.
Pastikan tempat pembuangan lumpur (disposal)
3.3 Buang lumpur ke tempat yang telah dilakukan.
merupakan rekomendasi dari mine engineer.
Pastikan seluruh area sekitar Settling Pond
3.4 Lakukan pekerjaan tersebut sampai material sisa termasuk jalan akses keluar masuk bersih
lumpur di area Settling Pond bersih,
kembali.
LAMPIRAN H
PENGELOLAAN SETTLING POND

Urutan kerja Keterangan


1. Air asam mengalir ke dalam Settling Pond. Air asam tambang mengarah ke sediment pond
sesuai.
2. Melakukan monitoring ketinggian air di Sebelum dilakukan pengelolaan settling pond,
Settling Pond. dilakukan monitoring ketinggian air di settling
pond sesuai dengan stik ketinggian air.
Melakukan pengunkuran kualitas air di inlet
3. Melakukan pengukuran kualitas air di inlet
settling pond.
Settling Pond.
4. Melakukan pengukuran kualitas air di outlet
Melakukan pengukuran di outlet settling pond,
Settling Pond.
apakah air sudah sesuai dengan baku mutu air
5. Hasil pengukuran di outlet Settling Pond sesuai
(pH 6-8,TSS 300m/l)
dengan baku mutu air perda kaltim.
6. Hasil pengukuran di outlet Settling Pond tidak
sesuai dengan baku mutu air perda kaltim.
6.1 PH air tidak sesuai dengan baku mutu air, Ketika pH tidak sesuai dengan baku mutu air
dilakukan pengapuran maka akan dilakukan pengapuran agar air sesuai
dengan baku mutu air (pH 6-8)
6.2 TSS air tidak sesuai dengan baku mutur air, Ketika TSS tidak sesuai dengan baku mutu air
dilakukan penawasan. maka akan dilakukan penawasan agar air sesuai
dengan baku mutu air (TSS 300 m/l)

7. Melakukan pengukuran kualitas air di outlet


Melakukan pengukuran kembali kualitas air di
settling pond.
outlet setelah dilakukan pengelolaan
menggunakan kapura dan tawas.

8. Melakukan pencatatan. Mencatat hasil pengukuran

Anda mungkin juga menyukai