Anda di halaman 1dari 11

UJMER 6 (2) (2017) 184 – 194

Unnes Journal of Mathematics Education Research


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujmer

Kemampuan Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Jigsaw -


Probing Prompting dengan Sloa Berdasar Metakognisi

Sri Murwati1 , Masrukan2

1. SMA Negeri 1 Gebog Kabupaten Kudus, Indonesia


2. Prodi Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Tujuan penelitian ini untuk (1) mengetahui keefektifan pembelajaran Jigsaw metode Probing -
Diterima 2 Juli 2017 Prompting dengan SLOA terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika (KPMM); (2)
Disetujui 14 Oktober mendeskripsikan KPMM siswa metakognisi tinggi, metakognisi sedang dan rendah. Tipe
2017 penelitian mixed method ini adalah concurrent embedded. Subyek penelitian ditetapkan dengan
Dipublikasikan 28 kuesioner dan wawancara metakognisi. Keefektifan pembelajaran didasarkan pada analisis hasil
Desember 2017 tes KPMM yang diuji dengan Wilcoxon test dan U Mann Whitney test. Hasil analisis kuantitatif,
________________ disimpulkan bahwa pembelajaran Jigsaw - Probing Prompting dengan SLOA efektif terhadap
Keywords: KPMM dan pembelajaran tersebut berkualitas baik. Berdasarkan analisis data kualitatif,
problem solving, Jigsaw dideskripsikan (a) KPMM siswa metakognisi tinggi, memenuhi keempat kriteria; (b) KPMM
model-Probing Prompting siswa matakognisi sedang, memenuhi dua kriteria; dan (c) KPMM siswa metakognisi rendah,
method, SLOA,
hanya memenuhi satu kriteria, dari empat kriteria KPMM. Beberapa kendala ditemui selama
Metacognition
pembelajaran, oleh karenanya disarankan untuk mempersiapkan lembar kerja yang intruksi
___________________
kerjanya lebih terperinci untuk memudahkan proses probing- prompting dan lebih memonitor
peserta didik metakognisi rendah supaya lebih terbiasa melakukan refleksi dan monitoring
terhadap penyelesaian masalahnya.
Abstract
__________________________________________________________________
The purpose of this research to (1) knowing the effectiveness of Cooperatif Learning Jigsaw -
Probing Prompting Whith SLOA to the mathematics problem solving ability; (2) describe the
mathematics problem solving ability of students in hight metacognition (SHM), medium
metacognitions (SMM) and low metacognitions (SLM). Type mix method in this research is
concurrent embedded. The sample determinet of interview and metacognition queisioner. The
effectiveness learning is based on the analysis of results the test of mathematics problem solving
ability whit Wilcoxon test and U Mann Whitney test. Based on the results of the quantitative data
analysis obtained that this learning effective to mathematics problem solving and this learning is
good quality. Based on qualitative data analysis, described of the mathematics problem solving
ability in (a) SHM that the students meet the four Standard; (b) SMM that the students meet the
two Standard; and (c) SLM that students only one standard from four standard of problem
solving by NCTM. From obstacles as research recommended so that completed instructions in
worksheet for probing- prompting and more attention to students in the low metacognition so get
used monitor and reflect on there prosess of mathematical problem solving.
© 2017 Universitas Negeri Semarang

Alamat korespondensi:
SMA Negeri 1 Gebog, Jl. PR Sukun Gondosari Gebog Kudus 59354 P-ISSN 2252-6455
E-mail: murwatianas@gmail.com e-ISSN 2502-4507
Sri Murwati & Masrukan / Unnes Journal of Mathematics Education Research
6 (2) (2017) 184 - 194

PENDAHULUAN sebuah pertanyaan yang harus di jawab atau di


respon. Tidak semua pertanyaan merupakan
Pendidikan merupakan salah satu masalah, suatu pertanyaan akan menjadi
upaya untuk membangun suatu bangsa, seiring masalah apabila pertenyaan itu menunjukkan
amanah UU No. 20/ 2003, bahawa Pendidikan adanya tantangan yang tidak dapat diselesaikan
Nasional bertujuan untuk berkembangnya oleh satu prosedur rutin yang telah diketahui.
potensi siswa agar menjadi manusia yang (Adiastuty,dkk, 2012)
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Kemampuan pemecahan masalah siswa
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, di SMA 1 Gebog Kabupaten Kudus juga tidak
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga jauh berbeda, meskipun merupakan sekolah
Negara yang demokratis serta bertanggung negeri yang seharusnya memiliki prestasi baik
jawab. Namun kenyataannya mutu pendidikan dalam bidang akademik termasuk mata
di Indonesia masih sangat memprihatinkan. pelajaran matematika, namun kondisi nyata di
(Vendiagrys, Junaedi & Masrukan, 2015). lapangan menunjukkan sebaliknya. Keadaan
Data TIMSS 2011, bahwa rata-rata skor ini disimpulkan dari analisis hasil uji coba
perolehan pada mata pelajaran matematika yang pernah dilakukan.
berada pada urutan bawah. Indonesia Berdasar analisis uji coba
menduduki peringkat 38 dari 45 negara dengan memberikangamb aran kemampuan
skor 386 dari skor Internasional tertinggi 613 pemecahan masalah utamanya dalam materi
pada pelajaran matematika secara Trigonometri siswa rendah, dengan ditandai
keseluruhan, data TIMSS 2015 juga masih masih banyak siswa yang belum mencapai
pada peringkat bawah meskipun ada KKM dalam penilaian materi Trigonometri,
peningkatan yaitu menduduki peringkat 44 dari meskipun dengan soal pemecahan materi
49 negara, perolehan skor 397 (Ina.V.S.,at.all, trigonometri yang sangat sederhana.
2015). Demikian juga dalam PISA, dalam lima
periode penilaian peringkat kompetensi siswa
Indonesia masih dalam kategori rendah.
Periode penilaian sejak tahun 2000 sampai
dengan tahun 2012, data peringkat kompetensi
siswa Indonesia berturut-turut; 39 dari 43
negara, 38 dari 41 negara, 50 dari 57 negara, 61
dari 65 negara dan pada periode penilaian
tahun 2012 pada peringkat 64 dari 65 negara
yang mengikuti penilaian yang dinilai meliputi
matematika, membaca, sains dan pemecahan
masalah (Muhamad, 2016), PISA 2015
menunjukkan terdapat peningkatan peringkat
Gambar 1. Contoh Penyelesaian Soal Ulangan
prestasi, namun masih pada peringkat 62 dari
Harian Salah Seorang Siswa
70 negara (OECD, 2016).
Salah satu faktor yang menjadi Pemecahan masalah memegang peranan
penyebab rendahnya prestasi siswa Indonesia penting dalam pendidikan matematika
dalam PISA adalah lemahnya kemampuan (NCTM,2010). Pemecahan masalah
pemecahan masalah soal non-routine atau level merupakan fokus dari matematika sekolah
tinggi, sistem evaluasi di Indonesia yang masih (Takahashi, 2008: Ali, 2010: Caballero, Blanco,
menggunakan soal level rendah maupun siswa Guerrero, 2011; Karatas & Baki, 2013).
masih terbiasa memperoleh dan menggunakan Berdasar hasil PISA 2003, 2006 dan 2009
pengetahuan matematika formal dikelas menjadi wajib bagi pendidikan untuk
(Muhammad, 2015). Masalah merupakan mengajarkan pemecahan masalah matematika
185
Sri Murwati & Masrukan / Unnes Journal of Mathematics Education Research
6 (2) (2017) 184 - 194

(Blanco, Guerrero & Caballero,2013). Karena bertujuan untuk meningkatkan pemahaman


itu penting untuk mengembangkan karakteristik tersebut (Masrukan;2014).
kemampuan pemecahan masalah siswa sejak Penilaian yang dilakukan oleh guru
dini (Takahashi, 2008; Arslan, 2010). hendaknya tidak hanya penilaian atas
Model pembelajaran di yakini dapat pembelajaran (assessment of learning), melainkan
meningkatkan efektifitas pembelajaran. hal ini juga penilaian untuk pembelajaran (assessment
dikuatkan oleh penelitian Purnomo, Kartono for learning) dan penilaian sebagai pembelajaran
dan Widowati (2015), Adiatuty, Rachmad, (assessment as learning) (Direktorat pembinaan
dan Masrukan ( 2012) dan Ulya. H, Masrukan Sekolah Menengah, 2016). Penilaian
& Kartono (2012) yang menyimpulkan merupakan bagian yang sangat penting dan
kemampuan pemecahan masalah siswa yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan
mengikuti pembelajaran dengan sebuah model pembelajaran. Penilaian mengukur aspek-aspek
beajar lebih baik dari pada siswa yang belajar dari suatu pembelajaran yang akan
ekspositori. berkontribusi terhadap pembelajaran siswa dan
Model kooperatif tipe Jigsaw dengan dilakukan bagi siswa untuk membimbing dan
metode Probing - Prompting dipilih karena meningkatkan kemampuan belajar mereka(
proses pembelajaran terjadi pada kelompok- Hammond, Newton & Wei, 2013; NCTM,
kelompok kecil yang memungkinkan siswa 2000).
untuk menyampaikan apa yang mereka Menurut Uno (2007:134) metakognisi
pikirkan sehingga terjadi diskusi, disertai merupakan keterampilan seseorang dalam
dengan pertanyaan yang membimbing dan mengatur dan mengontrol proses berpikirnya.
menuntun dari guru. Penjelasan ini dikemukakan oleh Matlin
Dalam setiap pembelajaran diperlukan (dalam Desmita, 2012:132), bahwa
suatu kesadaran metakognisi siswa. Anggo metakognitif adalah ”knowledge and
(2011) menyatakan bahwa metakognisi awareness about cognitive processes or our
merupakan kesadaran tentang kognisi, dan thoughts about thinking”. Tingkatan
pengaturan kognisi seseorang yang berperan metakognisi siswa mempengaruhi prestasi
penting terutama dalam meningkatkan belajar siswa yang dikuatkan oleh penelitian
kemampuan belajar dan memecahkan masalah. Diyarko, St. Budi Waluyo (2016)
Flavell (1979), Wilson (2004) dalam menyimpulkan bahwa kemampuan literasi
Young (2010) mengemukakan bahwa siswa yang memiliki matakognisi tinggi,
komponen kunci dari metakognisi adalah sedang dan rendah berbeda.
kesadaran metakognisi yaitu suatu komponen Berdasarkan uraian di atas, tujuan
metakognisi melibatkan kesadaran seseorang penelitian ini adalah: 1 ) mengetahui kualitas
dalam berpikirnya. Lester (Ozsoy dan Ataman, pembelajaran Jigsaw metode Probing Prompting
2009, dalam Alfurofika, et.all, 2013) dengan SLOA, yang meliputi: a. kualitas
menyatakan bahwa kunci sukses dalam keterlaksanaan pembelajaran Jigsaw metode
pemecahan masalah adalah metakognisi. Probing Prompting dengan SLOA, b. gambaran
Sementara Flavell (Ozsoy dan Ataman, 2009, respon peserta didik terhadap pembelajaran
dalam Alfurofika, et.all, 2013) menjelaskan Jigsaw metode Probing Prompting dengan SLOA,
metakognisi berarti kesadaran seseorang pada c. menguji ketuntasan kemampuan pemecahan
proses berpikir dan kemampuannya untuk masalah matematika (KPMM) siswa dalam
mengontrol proses tersebut. pembelajaran Jigsaw metode Probing Prompting
Assesment istilah asal dari penilaian. dengan SLOA. d.menguji peningkatan KPMM
Assesment merupakan prosedur yang sistimatis siswa dari sebelum dan sesudah pembelajaran
untuk mengumpulkan informasi selain dapat Jigsaw metode Probing Prompting dengan SLOA.
digunakan untuk membuat kesimpulan tentang e. menguji perbedaan peningkatan KPMM
karakeristik orang atau benda, assesmen juga siswa antara pembelajaran Jigsaw metode
186
Sri Murwati & Masrukan / Unnes Journal of Mathematics Education Research
6 (2) (2017) 184 - 194

Probing Prompting dengan penilaian SLOA dan lembar hasil wawancara KPMM, dan lembar
pembelajaran koopertif pendekatan saintific. 2) hasil observasi KPMM siswa. Instrumen
menganalisis KPMM peserta didik pada penelitian terdiri dari instrumen penelitian tes
pembelajaran Jigsaw metode Probing dan non tes. Instrumen penelitian tes yaitu tes
Promptingdengan SLOA berdasar metakognisi. KPMM. Instrumen penelitian non tes meliputi
pedoman wawancara KPMM siswa dengan
METODE guru. Masing-masing instrumen dilakukan
analisis kelayakan dimana instrumen tes
Penelitian ini menggunakan desain dilakukan validitas konstruk, validitas isi dan
concurrent embedded yaitu metode penelitian uji coba. Instrumen pedoman wawancara
kombinasi yang menggabungkan metode hanya dilakukan validasi konstruk dan validasi
penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif isi. Untuk pengujian kredibilitas data dilakukan
secara tidak berimbang dalam satu waktu ( triangulasi data. Triangulasi diartikan sebagai
Sugiyono, 2015: 537). pengecekan data dari beberapa sumber dengan
Kegitan diawali dengan analisis berbagai cara dan berbagai waktu (Sugiyono,
pendahuluan, secara kualitatif dan kuantitatif 2012).
untuk mengetahui kondisi awal dan Analisis data pada penelitian kuantitatif
teridentifikasinya permasalahan dan terdapat dua analisis yaitu analisis asumsi
perumusan masalah dilanjutkan dengan prasyarat dan analisis data akhir. Analisis
perencanaan penelitian dan pembelajaran asumsi prasyarat meliputi uji normalitas, uji
sesuai hasil analisis awal dan tujuan yang homogenitas dan uji kesamaan dua rata-rata.
ditetapkan kemudian dilaksanakan Analisis data penelitian meliputi uji normalitas,
pembelajaran serta kegiatan pasca uji homogenitas, uji ketuntasan, uji perbedaan
pembelajaran dengan analisis kuantitaif dan dua rata-rata satu pihak kanan. Analisis data
kualitatif secara tidak berimbang. kualitatif mengikuti konsep yang diberikan
Penelitian kuantitatif untuk mengetahui Milles & Huberman (2007) yaitu data reduction
kualitas dan keefektifan pembelajarankooperatif (reduksi data), data display (penyajian data), dan
Jigsaw metode Probing Prompting dengan SLOA conclusions: drawing/verification.
terhadap KPMM sedangkan penelitian
kualitatif untuk mengetahui kemampuan HASIL DAN PEMBAHASAN
pemecahan masalah matematika peserta didik
metakognisi tinggi, metakognisi sedang dan Kualitas Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
metakgnisi Rendah. Penelitian dilaksanakan di metode Probing Prompting dengan Penilaian
SMAN 1 Gebog, Kudus pada kelas X MIPA
SLOA
tahun pelajaran 2017/2018. Subjek penelitian Kualitas pembelajaran dapat diukur
pada penelitian kuantitatif adalah kelas berdasarkan 3 tahap, yaitu tahap perencanaan,
eksperimen (X MIPA1) dan kelas kontrol (X tahap pelaksanaan, dan tahap penilaian.
MIPA 2). Pada penelitian kualitatif, subjek Penilaian validator terhadap perangkat
penelitian yang digunakan hanya kelas yang pembelajaran dan instrumen penelitian
memperoleh pembelajaran Jigsaw yaitu kelas diperoleh rata-rata dalam kategori baik dan
eksperimen dimana pemilihan subjek penelitian sangat baik artinya perencanaan dalam kategori
tersebut menggunakan teknik random sampling. baik. Kualitas pelaksanaan pembelajaran di
Subjek penelitian dipilih dari dua peserta didik tentukan melalui pengamatan keterlaksanaan
metakognisi tinggi, dua peserta didik pembelajaran , aktivitas siswa, jurnal dan
metakognisi sedang dan dua peserta didik respon siswa terhadap pembelajaran.
metakognisi Rendah. Amatan keterlaksanaan pembelajaran
Sumber data pada penelitian ini adalah yang menujukkan skor antara 70 sampai
siswa dimana diperoleh dari hasil tes KPMM , dengan 95 yang masuk kriteria tinggi dan
187
Sri Murwati & Masrukan / Unnes Journal of Mathematics Education Research
6 (2) (2017) 184 - 194

sangat tinggi, rangkuman jurnal diperoleh data Keterangan:


bahwa sebanyak 56% peserta didik beraktivitas a. Postes >65 (eksperimen) b.Postes <65
(eksperimen) dan c.Postes = 65 (eksperimen)
tinggi, sebanyak 31% sangat tinggiserta repon
peserta didik terhadap pembelajaran JIGSAW - Tabel 3. Uji Peningkatan Kemampuan
probing Prompting dangan SLOA, di rangkum Pemecahan Masalah Matematika
dalam tabel 1. Menggunakan Wilcoxon
Rata-rata
Tabel 1. Respon Peserta didik terhadap Zthitu Sig Krit
Kel Prete Post N
n eria
Pembelajaran Jigsaw-Probing Prompting dengan s es
ng

SLOA 1a Me
Interval Kriteria Frekuensi % Eks 32.4 75.7 39b 5.50 0,0 nin
25,00  % skor  Sangat p 4 1 2 00 gka
43,75 0 0 1c
rendah t
43,70  % skor 
Rendah 4 9,7 Keterangan:
62,50
62,50  % skor 
a. Postes < Pretes (Eksperimen)b. Postes > Pretes
81,25
Tinggi 29 70,73 (Eksperimen)c. Postes = pretes (Eksprimen)
81,25  % skor  Sangat
100,0 8 19,5 Dari tabel 2 dinyatakan 39 nilainya lebih
tinggi
dari 65 dan sebanyak 2 peserta didik yang
Jumlah 41 100
nilainya masih di bawah 65. Hasil uji
ketuntasan kemampuan diperoleh Zhitung = -
Tabel 1. memperlihatkan bahwa siswa 5.351 dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05,
(70,73%) memberikan respon tinggi, selebihnya yang berarti bahwa secara signifikan KPMM
19,5% peserta didik memberikan respon sangat siswa dengan pembelajaran Jigsaw-Probing
tinggi, hanya 9,7% yang memberikan respon Prompting dengan SLOA lebih dari KKM = 65
rendah. Pada tahap penilaian, pengukuran atau mencapai ketuntasan. Sementara dari
kualitas pembelajaran dilakukan dengan tabel 3 disebutkan rata-rata nilai KPMM
memberikan tes kemampuan pemecahan kelompok eksperimen sebesar 32,44 dan
masalah matematika. mengalami peningkatan menjadi 75,71. Dari 41
peserta didik pada kelompok eksperimen
Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif semuanya memiliki nilai postes lebih dari
Jigsaw metode Probing Prompting dengan pretes dan hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai
Penilaian SLOA terhadap KPMM Siswa Zhitung = -5,502, dengan nilai signifikansi 0,000
Pembelajaran berdampak kepada < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa
ketuntasan KPMM dan Peningkatan KPMM Hipotesis 2 yang menyatakan ada peningkatan
peserta didik kelas eksperimen dimana uji KPMM setelah mengikuti pembelajaran
kebermaknaannya menggunakan uji Wilcoxon Jigsaw- Probing Prompting diterima.
karena data tidak berdistribusi normal dengan Adapun perbedaan peningkatan KPMM
hasil pada Tabel 2 dan tabel 3. kelas eksperimen dan kelas kontrol diuji
keberartinya dengan uji u Mann-Whitney U,
Tabel 2. Uji Ketuntasan Kemampuan hasil tercantum pada Tabel 4.
Pemecahan Masalah Matematika
Menggunakan Wilcoxon
Rata Zhitun Kriteri
Kel 0 n Sign
-rata g a
39
a -
Eks 75.7 65.0 0.00
5.35 Tuntas
p 0 0 2b 0
1
0c
188
Sri Murwati & Masrukan / Unnes Journal of Mathematics Education Research
6 (2) (2017) 184 - 194

Tabel 4. Hasil Uji Perbedaan Peningkatan


KPMM antara Kelompok Eksperimen dan
Kontrol (Mann-Whitney U)
K n Me Var Man- Zhi Sig Krit
el an ians Whit tung n eria
ney U
Ek 4 56. 18. 240,0
Ber
sp 1 15 187 0 -
bed Gambar 2. Rata-rata Kemampuan Pemecahan
3 5, 0,0
a Masalah Ditinjau Dari kriteria
K 4 26. 0.5 58 00
nya
on 1 85 03 1
ta KPMM Peserta Didik Metakognisi Tinggi,
t
Tabel 4 memperlihatkan bahwa rata-rata Metakognisi Sedang, dan Metakognisi
peningkatan KPMM kelompok eksperimen Rendah
sebesar 56,15 kategori tinggi, sedangkan Sebelum diberikan pembelajaran Jigsaw
kelompok kontrol sebesar 26,85 kategori metode Probing Prompting, dilakukan
sedang. Hasil uji Mann Whitney Udiperoleh pengambilan angket dan wawancara
nilai Zhitung = -5,581 dengan nilai signifikansi metakognis untuk menentukan subyek
0,000 < 0,05, sehingga disimpulkan bahwa penelitian. Selanjutnya dilakukan analisis
hipotesis alternatif diterima, yang berarti terkait KPMM siswa berdasarkan metakognisi
peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada siswa kelaseksperimen sebagai berikut.
matematika pada pembelajaran kooperatif
Jigsaw metode probing prompting dengan 1) KPMM siswa metakognisi tinggi
penilaian SLOA lebih dari peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematika
pada pembelajaran kooperatif dengan
pendekatan saintific. Hasil tersebut diatas
menunjukkan bahwa suatu model
pembelajaran tertentu efektif terhadap
kemampuan pemecahan masalah siswa, di
mana pendapat ini diperkuat oleh hasil
Gambar 3. contoh hasil pengerjaan KPMM
penelitain Faroh, Sukestiyarno, Junaedi (2014) Siswa Metakognisi tinggi.
menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan
pada pembentukan karakter kemandirian Berdasarkan hasil analisa, siswa
belajar dan keterampilan pemecahan masalah metakognisi tinggi memenuhi kriteria NCTM
pada siswa terpilih dalam kelas dengan model “build new mathematical knowledge through
pembelajaran Missouri Mathematics Project problem solving” yang tinggi artinya memiliki
terpadu TIK. Secara Diskriptif rata-rata kemampuan membangun pengetahuan
kemampuan pemecahan akhir kedua kelompok Matematika baru melalui pemecahan masalah
di tinjau dari criteria KPMM, tersaji pada yang baik, siswa dapat menerjemahkan
gambar 2. permasalahan kontektual ke dalam bahasa
matematika. siswa dapat menuliskan model
yang akan di gunakan untuk menyelesaikan
permasalahan serta dapat menganalogikan
bahasa kontekstual ke dalam bahasa
matematik. siswa yang memiliki metakognisi
dalam kategori tinggi memenuhi kriteria
NCTM “solve problems that arise in mathematics
189
Sri Murwati & Masrukan / Unnes Journal of Mathematics Education Research
6 (2) (2017) 184 - 194

and in other contexts” yang tinggi artinya siswa


mampu menyelesaikan permasalahan
matematika maupun permasalahan dalam
konteks lain dengan baik. Siswa yang memiliki
metakognisi dalam kategori tinggi memenuhi
kriteria NCTM “apply and adapt a variety of
appropriate strategies to solve problems” yang tinggi
artinya siswa mampu memilih berbagai
startegi yang tepat untuk menyelesaikan
permasalahan. Siswa yang memiliki
metakognisi dalam kategori tinggi memenuhi
kriteria NCTM “reflect on the prosess of
mathematical problem solving” yang tinggi artinya
siswa terbiasa merefleksi dan memonitor
proses pemecahan masalah matematika dengan
baik, sehingga meminimalkan terjadinya
kesalahan dalam menyelesaikan Gambar 4. Pekerjaan siswa metokognisi
permasalahan. sedang.
2) KPMM siswa metakognisi sedang

Dari lembar penyelesaian postes KPMM Berdasarkan hasil penelitian, siswa yang
siswa metakognisi sedang, diperoleh, pada tabel memiliki metakognisi dalam kategori sedang
5 memenuhi kriteria NCTM “build new
mathematical knowledge through problem solving”
Tabel 4. Data Kemampuan Pemecahan yang sedang artinya memiliki kemampuan
Masalah Matematika peserta Didik Pilihan membangun pengetahuan Matematika baru
yang memiliki Metakognisi Kategori Sedang melalui pemecahan masalahyang cukup baik,
N Rataan siswa dapat menerjemahkan permasalahan
Kriteria KPMM kontektual ke dalam bahasa matematika. siswa
o Skor
1 Membangun pengetahuan baru 4.85 dapat menuliskan model yang akan di gunakan
2 Memecahkan masalah 4.65 untuk menyelesaikan permasalahan serta dapat
3 Menerapkan berbagai strategi 3.85 menganalogikan bahasa kontekstual ke dalam
4 Merefleksi kembali proses 3.65 bahasa matematik. siswa yang memiliki
metakognisi dalam kategori sedang memenuhi
kriteria NCTM “solve problems that arise in
mathematics and in other contexts” yang sedang
artinya siswa mampu menyelesaikan
permasalahan baik permasalah matematika
maupun permasalahan dalam konteks lain
dengan baik. Siswa yang memiliki metakognisi
sedang memenuhi kriteria NCTM “apply and
adapt a variety of appropriate strategies to solve
problems” yang kurang artinya siswa belum
sepenuhnya mampu memilih berbagai startegi
yang tepat untuk menyelesaikan
permasalahan dengan baik. Siswa yang
memiliki metakognisi dalam kategori sedang
memenuhi kriteria NCTM “reflect on the prosess

190
Sri Murwati & Masrukan / Unnes Journal of Mathematics Education Research
6 (2) (2017) 184 - 194

of mathematical problem solving” yang cukup


tinggi artinya siswa kadang kadang merefleksi
dan memonitor proses pemecahan masalah
matematika dengan baik, sehingga
meminimalkan terjadinya kesalahan dalam
menyelesaikan permasalahan. Gambar 6.Capaian Skor siswa pilihan berdasar
3) KPMM siswa metakognisi rendah Metakognisi
Gambar 2 menunjukkan capaian kriteria
KPMM siswa, bahwa (a) siswa metakognisi
tinggi memenuhi empat kriteria KPMM
NCTM. (b) siswa metakognisi sedang
memenuhi dua kriteria KPMM NCTM dan (c)
siswa metakognisi rendah memenuhi hanya
satu kriteria KPMM NCTM. Berdasarkan
grafik tersebut ditunjukkan bahwa siswa
metakogisi rendah masih lemah dalam
menentukan strategi yang bervariasi dalam
memecahkan masalah dan kemampuan
merefleksi maupun memonitor kembali proses
pemecahan masalah.

Gambar 5.Pekerjaan siswa metakognisi SIMPULAN


rendah.
Berdasarkan hasil penelitian, siswa yang Dari hasil penelitian dan pembahasan,
memiliki metakognisi rendah belum memenuhi diambil simpulan berikut: 1.pembelajaran
semua kriteria NCTM, hanya kriteria build new koperatif Jigsaw metode Probing Prompting
mathematical knowledge through problem solving, dengan penilaian SLOA berkualitas baik.
yang cukup menguasai, namun tidak pada Kualitas pembelajaran ditunjukkan dengan
semua soal, sementara untuk tiga criteria yang kualitas perencanaan, pelaksanaan, dan
lain belum dimiliki. Ketiga criteria tersebut kualitas penilaian semua memiliki kriteria baik.
adalah solve problems that arise in mathematics and i) kualitas perencanaan berdasarkan hasil
in other contexts, apply and adapt a variety of penilaian validator terhadap perangkat
appropriate strategies to solve problems , maupun pembelajaran dan instrumen penelitian
monitor and reflect on the prosess of mathematical diperoleh rata-rata nilai untuk setiap perangkat
problem solving. Artinyapeserta didik belum pembelajaran dan instrumen penelitian
memiliki kemampuan sepenuhnya termasuk dalam kategori baik dan sangat baik,
membangun pengetahuan Matematika baru ii) kualitas pelaksanaan berdasarkan hasil
dari permasalahan yang di pecahkan, belum penilaian dari lembar obsevasi keterlaksanaan
sempurna dalam meyelesaikan permasalahan pembelajaran, lembar pengamatan aktivitas
matematika ataupun permasalahan dalam peserta didik dan rangkuman hasil kuesioner
konteks lain, belum memiliki ketrampilan respon peserta didik diperoleh nilai rata-rata
dalam memilih berbagai strategi yang tepat dalam kategori tinggi, iii) kemampuan
dalam pemecahan masalah serta tidak terbiasa pemecahan masalah matematika peserta didik
merefleksi dan memonitor proses pemecahan kelas eksperimen mencapai KKM yang
masalah matematika dengan baik, sehingga dipersyaratkan, dan iv) peningkatan KPMM
sering muncul kurang teliti dalam peserta didik kelas eksperimen lebih baik dari
menyelesaikan permasalahan. peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematika peserta didik kelas kontrol.
191
Sri Murwati & Masrukan / Unnes Journal of Mathematics Education Research
6 (2) (2017) 184 - 194

Simpulan berikutnya, bahwa: KPMM Berdasarkan simpulan analisis


pada pembelajaran Kooperatif Jigaw metode kemampuan pemecahan masalah matematika
Probing Prompting dengan penilaian SLOA peserta didik berdasar kategori metakognisinya
berdasar metakognisi adalah: (a) pada peserta dalam pembelajaran Jigsaw metode Probing-
didik metakognisi tinggi, menunjukkan bahwa Prompting dengan SLOA, maka disarankan agar
peserta didik telah memenuhi keempat kriteria selama pembelajaran Jigsaw metode Probing
kemampuan pemecahan masalah matematika. Prompting dengan SLOA, guru perlu memantau
Kemampuan tersebut yaitu build new peserta didik yang memiliki metakognisi
mathematical knowledge through problem solving, rendah pada pemenuhan kriterian memonitor
solve problems that arise in mathematics and in other dan merefleksi proses pemecahan masalah. Hal
contexts, apply and adapt a variety of appropriate ini karena peserta didik sering tidak
strategies to solve problems , maupun monitor and melakukannya.
reflect on the prosess of mathematical problem solving
menujukkan kategori tinggi artinya peserta UCAPAN TERIMA KASIH
didik sudah memiliki kemampuan membangun
pengetahuan matematika baru dari Ucapan terima kasih peneliti sampaikan
permasalahan yang dipecahkan, mampu kepada Prof. Dr. Kartono, M. Si, dosen pasca
dengan baik dalam meyelesaikan permasalahan Sarjana Universitas Negeri Semarang yang
matematika ataupun permasalahan dalam telah membimbing peneleitian ini sampai
konteks lain, memiliki ketrampilan dalam dengan layak untuk diterbitkan dalam jurnal.
memilih berbagai strategi yang tepat dalam
pemecahan masalah serta selalu merefleksi DAFTAR PUSTAKA
dan memonitor proses pemecahan masalah
matematika dengan baik, kecil peluangnya Adiastuty, N., Rachmad, Masrukan. 2012. ”
dalam melakukan kesalahan. (b) pada peserta Perangkat Pembelajaran Model BBL
didik metakognisi sedang menunjukkan bahwa Materi Barisan dan Deret untuk
peserta didik memenuhi dua kriteria NCTM Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
berkaitan kemampuan pemecahn masalah. Masalah”. Unnes Journal of Mathematics
Artinya memiliki kemampuan membangun Education Research, 1(2): 87-93.
pengetahuan matematika baru dari Ali, R. 2010. “Effect of Using Problem Solving
permasalahan yang di pecahkan, mampu Method in Teaching Mathematics on
dengan baik dalam meyelesaikan permasalahan The Achievement of Mathematics
matematika ataupun permasalahan dalam Student”. Asian Social Science, 6(2) :
konteks lain, dan mereka sudah mampu ddfsddds.
merencanakan strategi pemecahan masalah, Alfurofika, P.S., Waluyo, S.B., Supartono.
namun kemampuan menggunakan berbagai 2013.”Model Pembelajaran Jigsaw
strategi sekaligus dalam menyelesaikan dengan Strategi Metakognisi untuk
masalah belum nampak. dalam penghitungan, Meningkatkan Self-Efficacy dan
mereka juga masih mengalami ketidak Kemampuan Pemecahan
cermatan dan ketidak telitian karena belum Masalah”.Unnes Journal of Mathematics
sepenuhnya melakukan refleksi dan monitoring Education Research, 2(2): 128 -133.
proses penyelesaian masalah. (c) pada peserta Anggo, M. 2011. ”Pelibatan Metakognisi
didik metakognisi rendah, peserta didik dalam Pemecahan masalah matematika”
memenuhi satu kreteria pemecahan masalah Edumatica. 1(1): 25-32.
berdasar NCTM, yaitu memahami masalah Arslan, E. 2010 “ Analysis of Communication
dan belum dapat membuat strategi Skill and Interpersonal Problem Solving
penyelesaian masalah. in Preschool Trainnees”. Social Behavior
and Personality, 38(4): 523-530.
192
Sri Murwati & Masrukan / Unnes Journal of Mathematics Education Research
6 (2) (2017) 184 - 194

Blanco, L.J., Barona, E.G., & Carrasco, A.C. Masrukan, 2014.”Assesment Otentik
2013.”Cognition and Affect in Pembelajaran MAtematika”. Semarang:
Mathematics ProblemSolving with Swadaya Manunggal.
Prospective Teachers”.The Mathematics Mayasari,Y., Irwan & Mirna. 2014.
Enthusiast. 10(1): 335-364. ”Penerapan Teknik Probing-Prompting
Caballero, A., Blanco, L.J,.& Guerrero, E. Dalam Pembelajaran Matematika Siswa
2011.“Problem Solving and Emotional Kelas Viii MTsN Lubuk Buaya Padang”
Education in Initial Primary Teacher Jurnal Pendidikan Matematika. 3(1): 56-61.
Education”. Eurasia Journal of Muhammad, H. 2016. Pedoman Umum Sistem
Mathematics, Secience & Technology Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan
Education. 7(4): 281-292. Menengah, Jakarta: Direktorat Jenderal
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pendidikan Dasar dan Menengah
Atas. 2016. Panduan Penilaian Oleh Kementerian Pendidikan dan
Pendidik dan Satuan Pendidikan untuk Kebudayaan.
Sekolah Menengah Atas. Jakarta: NCTM . 2000. “Principles and Standards for Shool
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Mathematics”. USA: NCTM
dan Menengah, Kementerian Purnomo, A., Kartono & Widowati. 2015. ”
Pendidikan dan Kebudayaan. Model Pembelajaran Problem Posing
Diyarko, St. Budi Waluyo. 2016.” Analisis dengan Pendekatan Saintifik untuk
Kemampuan Literasi Matematika Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Ditinjau Dari Metakognisi Dalam Masalah” Unnes Journal of Mathematics
Pembelajaran Inkuiri Berbantuan Education Reseaach, 4(1): 49 – 55.
Lembar Kerja Mandiri Mailing Merge”. Rasiman. 2015. “Leveling of Critical Thinking
Unnes Journal of Mathematics Education Abilities of Student of Mathematics
Research, 5(1): 71-80. Education In Mathematical Problem
Desmita. 2012, Psikologi Perkembangan Siswa. Solving”. Indo MS-JME, 6(1): 40-52.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan.
Faroh, N., Sukestiyarno & Junaedi, I., 2014.” Bandung: Alfabeta.
Model Missouri Mathematics Project Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi .
Terpadu dengan TIK untuk Bandung: Alfabeta.
Meningkatkan Pemecahan masalah dan Tahar,I. dan Enceng. 2006.” hubungan
Kemandiarian Belajar”. Unnes Journal of Kemandirian Belajar dan Hasil Belajar
Mathematics Education Research. 3(2): 98– pada Pendidikan JarakJauh”.Jurnal
103. Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh.7(2):
Hammond, L.D., Newton, S.P., dan Wei,R, C. 91–101.
2013. ”Developing and Assessing Takahashi. 2008. ”Beyond Show and Tell :
Beginning Teacher Effectiveness: The Neriage for Japanese Problem Solving
Potential of Performance Assessments.” Approaches for Teaching Mathematics”.
Educational Assessment Evaluation Papers, The 11 th International Congress
Accountabiliity. 25(3): 179-204. on Mathematics Education in Mexico (
Karatas, I. & Baki, A. 2013. “The Effect of Section TSG 19: Research and
Learning Environments Based on Development in Problem Solving in
Problem Solving on Mathematics Education) Montere,
Students’Achievements of Problem Mexico.
Solving”. International Elektronic Journal Ulya, H., Masrukan., Kartono. 2012. “
of Elementary Education, 5(3): 249-268. Keefektifan Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Probing
Promting dengan penilaian produk”.
193
Sri Murwati & Masrukan / Unnes Journal of Mathematics Education Research
6 (2) (2017) 184 - 194

Unnes Jaurnal of Mathematics Education. Zeynep Cigdem Ozcan. 2015. “The


1(1): 26-31. Relationship Between Mathematical
Uno, H.P. 2007. Model Pembelajaran: Problem-Solving Skills And Self-
Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Regulated Learning Through Homework
Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT. Bumi Behaviours, Motivation, And
Aksara. Metacognition”. International Journal of
Vendiagrys, L.,Junaedi, I., Masrukan. 2015. ” Mathematical Education in Science and
Analisis Kemampuan Pemecahan Technology,
Masalah Soal Setipe TIMSS http://dx.doi.org/10.1080/0020739C.20
Berdasarkan Gaya Kognitif Siswa Pada 15.1080313 ( diunduh Desember 2016).
Pembelajaran Model Problem Based Zimmerman, B.J dan Pons, M.M. 1990. ”
Learning”. Unnes Journal of Mathematisc Student Differences in Self Regulated
Education Reasearch. 4(1): 34-41. Learning, Relating Grade, Sex, and
Wilson, P. S. 1993. Research Ideas for the Giftedness to Self-Efficacy and Strategy
Classroom High School Mathematics. New Use”.Journal of Educational Psychology,
York : Mac Millan Publishing Company. 82(1):51-59.

194

Anda mungkin juga menyukai