Anda di halaman 1dari 12

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MELATIH

BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM UPAYA MEMBANGUN KARAKTER


PESERTA DIDIK

Oleh:
Wida Haliza
NIM. 1710111320011
Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin
Email : 1710111320011.mhs.ulm.ac.id

Abstrak : Pada materi pelajaran Sejarah banyak konsep – konsep Sejarah yang
sulit untuk dipahami siswa pada usia anak sekolah menengah atas. Pembelajaran
sejarah merupakan pembelajaran nilai yang berbasis pada human activity di masa
lalu. Diantara tujuan pembelajaran sejarah, satu di antaranya adalah terbentuknya
kebiasaan berpikir kritis terhadap proses kehidupan dalam lingkup berbangsa dan
bernegara. Kemampuan berpikir kritis akhirnya akan bermuara pada terbentuknya
karakter peserta didik.
Untuk membentuk kebiasaan berpikir kritis maka diperlukan setidaknya dua
langkah penting. Pertama, materi sejarah yang disajikan adalah materi yang
berorientasi pada nilai sehingga peserta didik dapat menjadikannya sebagai
panduan dalam bersikap, sebagai bahan analisis untuk berpikir cerdas dan sebagai
dasar tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, dalam mengajarkan materi
sejarah diperlukan strategi yang mengedepankan empat atribut berpikir kritis
sebagai proses.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dirancang untuk
membelajarkan kecakapan akademik (academic skill), sekaligus keterampilan
sosial (social skill) termasuk interpersonal skill. Metode pembelajaran Jigsaw
merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan keahlian dalam menyelesaikan persoalan tertentu sehingga
membuat peserta didik untuk berpikir kritis.

Kata kunci : Jigsaw, Berpikir kritis, dan Karakter peserta didik.

PENDAHULUAN
Proses belajar mengajar merupakan aktifitas sehari – hari yang dilakukan
guru. Materi yang disajikan oleh guru kepada siswa akan langsung diserap oleh
siswa sehingga siswa dapat memahami isi materi tersebut. Pada materi pelajaran
Sejarah banyak konsep – konsep Sejarah yang sulit untuk dipahami siswa pada
usia anak sekolah menengah atas. Selain itu pembelajaran yang dilakukan masih
secara konvensional dengan dominasi guru melalui ceramah dan metode yang di
gunakan guru kurang bervariasi. Akibatnya hasil belajar yang diperoleh siswa 
kurang memuaskan.
Sehingga guru menciptakan kegiatan belajar yang menyenangkan agar
materi yang di sampaikan dapat dipahami dan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Salah satu kegiatan belajar yang menyenangkan menggunakan
pembelajaran secara kooperatif yang bertujuan untuk menanamkan ketrampilan
kerja sama antar siswa dengan diskusi kelompok sehingga membuat peserta didik
untuk berpikir kritis dan membentuk karakter peserta didik. Dalam berdiskusi
sering-kali peserta didik mampu menjelaskan gagasan sulit yang disampaikan
guru dengan menerjemahkan ke dalam bahasa anak-anak yang lebih mudah
diterima oleh peserta didik (Slavin, 2011). Slavin bahwa pembelajaran kooperatif
dapat meningkatkan kualitas berpikir peserta didik. Dengan pembelajaran
kooperatif dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik untuk belajar berpikir,
menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan
dan pengetahuan mereka sehingga membantu terbentuknya karakter peserta didik.
Menurut Riyanto (2012) pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik
(academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill) termasuk
interpersonal skill. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran
dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang dengan struktur
kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2012). Salah satu pembelajaran
kooperatif yang di gunakan untuk pembelajaran adalah menggunakan model
pembelajaran jigsaw.
Metode pembelajaran Jigsaw merupakan pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan keahlian dalam
menyelesaikan persoalan tertentu. Untuk dapat menguasai semua materi pelajaran
maka peserta didik harus saling tergantung dengan teman satu timnya. Dengan
demikian peserta didik harus dapat bekerja sama dalam kelompok untuk dapat
memahami materi pelajaran. Dengan melakukan kerja sama dalam memahami
materi pelajaran, memungkinkan peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang
maksimal. Berdasarkan paparan diatas peneliti ingin membuat siswa mudah
memahami suatu materi yang disampaikan guru dan mencapai hasil belajar yang
maksimal. Penggunaan metode pembelajaran Jigsaw untuk menumbuhkan siswa
lebih kreatif , berpikir kritis, dan bekerja sama dalam memahami pelajaran Sejarah
dan meningkatkan hasil belajar serta membuat terbentuknya karakter peserta
didik.

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW


Dalam rangka menyiapkan bangkitnya generasi emas Indonesia diperlukan
pembangunan pendidikan dalam perspektif masa depan, yaitu mewujudkan
masyarakat Indonesia yang berkualitas, maju, mandiri, dan modern, serta
meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Keberhasilan dalam membangun
pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada pencapaian tujuan
pembangunan nasional secara keseluruhan.
Guru dalam melakukan pembelajaran harus mampu mengubah strategi
pembelajaran yang berlandaskan paradigma teaching menjadi strategi
pembelajaran kreatif berlandaskan paradigma learning. Paradigma learning
terlihat dalam empat visi pendidikan menuju abad ke-21 versi UNESCO.
Keempat visi pendidikan ini sangat jelas berdasarkan pada paradigma learning,
tidak lagi pada teaching, yaitu learning to know, learning to do, learning to live
together, dan learning to be. Paradigma belajar yang oleh UNESCO dipandang
sebagai pendekatan belajar yang perlu diterapkan untuk menyiapkan generasi
muda memasuki abad ke-21 hakikatnya merupakan pendekatan belajar yang
telah diperkenalkan oleh tokoh-tokoh pemikir pendidikan sejak permulaan abad
ke-20 ( Prawitasari, M., 2015: 145).
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. 
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat
berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang
mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam
konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan
menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek
kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta
keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik.
Menurut Prawitasari, M., (2015: 145-146), Agar pembelajaran Sejarah
berhasil baik, metode yang digunakan hendaknya diajarkan berdasarkan hal-hal
yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga proses
pembelajaran akan lebih berarti dan menyenangkan bagi siswa disertai dengan
“ingatan emosional” dan juga menyenangkan tanpa harus ada rasa tertekan untuk
selalu membayangkan bahwa pelajaran sejarah hanyalah sebuah materi hafalan,
sehingga siswa dapat menjadikan sejarah sebagai fakta-fakta yang bukan untuk
dihafalkan tetapi juga menumbuhkan kesadaran dalam diri nya untuk menggali
lebih jauh makna dari berbagai peristiwa sejarah.
Model pembelajaran adalah suatu strategi atau taktik dalam melaksanakan
kegiatan belajar dan mengajar di kelas yang diaplikasikan oleh tenaga pengajar
sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik.
Seorang guru harus bisa menerapkan metode yang tepat dalam kegiatan belajar-
mengajar, sesuai dengan karakter para siswanya. Dengan begitu, proses belajar-
mengajar menjadi lebih menyenangkan dan siswa dapat menyerap pelajaran
dengan lebih mudah. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat
dijadikan alternative bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas
berlangsung secara efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama antar siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif merubah
peran guru dari peran yang berpusat pada gurunya ke pengelolaan siswa dalam
kelompok – kelompok kecil. Model pembelajaran kooperatif dapat digunakan
untuk mengajarkan materi yang kompleks, dan yang lebih penting lagi, dapat
membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi social dan
hubungan antar manusia.
Model pembelajaran kooperatif merupakan terjemahan dari istilah
cooperative learning. Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang
artinya mengerjakan sesuatu secara bersama – sama dengan saling membantu
sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim (Isjoni,2009).
Menurut Lie (2008) Model pembelajaran kooperatif merupakan system
pelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan
sesama siswa dalam tugas – tugas yang terstruktur.
Menurut Slavin (2008) Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok- kelompok kecil untuk
saling membantu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.
Menurut Johnson dan Johnson dalam Isjoni (2009) Model pembelajaran
kooperatif adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu
kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal
yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.
Ada beberapa metode dalam pembelajaran kooperatif. Salah satunya adalah
metode pembelajaran Jig saw. Menurut Slavin. Metode Jigsaw adalah salah satu
dari metode-metode kooperatif yang paling fleksibel. Metode pembelajaran
Jigsaw merupakan salah satu variasi model Collaborative Learning yaitu proses
belajar kelompok dimana setiap anggota menyumbangkan informasi, pengalaman,
ide, sikap, pendapat, kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya, untuk
secara bersama-sama saling meningkatkan pemahaman seluruh anggota.
Menurut Sudrajat (2008) Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu
tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu
kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan
mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.
Menurut Zaini (2008). Model pembelajaran Jigsaw merupakan strategi
yang menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi
menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan
penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik
dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain.
Menurut arens metode Jig saw merupakan model pembelajaran kooperatif
dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara
heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung
jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan
menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.
Metode Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-
rekan sejawatnya (Arends, 2008: 13). Dalam metode Jigsaw para siswa dari suatu
kelas dikelompokkan menjadi beberapa tim belajar yang beranggotakan 5 atau 6
orang secara heterogen. Guru memberikan bahan ajar dalam bentuk teks kepada
setiap kelompok dan setiap siswa dalam satu kelompok bertanggung jawab untuk
mempelajari satu porsi materinya. Para anggota dari tim-tim yang berbeda tetapi
membahas topik yang sama bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam
mempelajari topic tersebut. Kelompok semacam ini dalam metode Jigsaw disebut
kelompok ahli (expert group).
Pelaksanaan metode Jigsaw terdiri dari 6 langkah kegiatan (Trianto, 2007)
sebagai berikut.
Fase ke-1: Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok belajar. Setiap
kelompok beranggotakan 5 – 6 orang siswa.
Fase ke-2: Guru memberikan materi ajar dalam bentuk teks yang telah terbagi
menjadi beberapa sub materi untuk dipelajari secara khusus oleh setiap anggota
kelompok.
Fase ke-3: Semua kelompok mempelajari materi ajar yang telah diberikan oleh
guru.
Fase ke-4: Kelompok ahli bertemu dan membahas topik materi yang menjadi
tanggung jawabnya.
Fase ke-5 : Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal masing-masing
                  (home teams) untuk membantu kelompoknya.
Fase ke-6: Guru mengevaluasi hasil belajar siswa secara individual.
Berdasarkan dari para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa Metode Jig saw
adalah proses belajar siswa secara kelompok yang terdiri dari 4-6 siswa dan saling
bekerja sama dalam mempelajari suatu materi yang di berikan serta materi yang
sudah dikuasai disampaikan kepada anggota kelompok lain.
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menitik beratkan kepada kerja
kelompok dalam bentuk kelompok kecil. Metode atau tipe Jigsaw merupakan
metode belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang
terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen. Siswa bekerja
sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam
pembelajaran ini, siswa juga memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan
pendapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Anggota
kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan
bagian materi yang dipelajari dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya
(Rusman dalam Shoimin, 2014:90)
Pembelajaran dengan metode Jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang
akan dibahas oleh guru. Guru bisa menulis topik pembelajaran pada papan tulis,
white board, penayangan power point, dan sebagainya. Kemudian aktivitas belajar
siswa lebih banyak didapatkan dalam kelompok yang sudah dibagi oleh guru.
Dimana dalam satu kelompok itu dihitung sesuat nomor 1-5, kemudian proses
belajar dilanjutkan dengan berkelompok pada nomor urut yang sama. Apabila
sudah didapatkan informasi, maka kelompok yang bekerja sama sesuai persamaan
nomor urut tersebut disebut kelompok ahli. Kelompok yang kumpul pertama
merupakan kelompok asal atau home teams (Suprijono, 2009:89).
Model pembelajaran kooperati tipe Jigsaw sama halnya siswa bekerja
kelompok selama dua kali, yakni dalam kelompok mereka sendiri dan dalam
kelompok ahli (Huda, 2014:121).
Teknik ini mempunyai kelemahan adalah waktu yang digunakan cukup
banyak. Oleh karena itu, guru wajib untuk mengatur jalannya diskusi dari awal
pembentukan, proses diskusi, hingga hasil akhir. Jigsaw memiliki keunggulan
yaitu pembagian tugas pada setiap kelompok dapat divariasikan, siswa
memperoleh kesempatan untuk mengungkapkan pengetahuannya tentang
informasi yang dipelajari dalam kelompok, baik kelompok asal maupun kelompok
ahli. Siswa terlibat dalam kerja sama kelompok sehingga siswa yang
berkemampuan kurang memiliki tanggung jawab yang sama terhadap kesuksesan
hasil kerja, hal itu akan mengakibatkan siswa bekerja keras mengerjakan tugasnya
untuk memberikan hasil terbaik bagi kelompok.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik jigsaw adalah
suatu teknik kooperatif yang mendorong siswa untuk menggabungkan latar
belakang pengalaman siswa untuk menghasilkan kumpulan pengetahuan yang
padu. Model pembelajaran Jigsaw juga merupakan model pembelajaran
pertukaran kelompok dengan kelompok atau dapat dikatakan siswa mengajarkan
sesuatu pada siswa lainnya yang di dalamnya terdapat kelompok asal dan
kelompok ahli.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MODEL PEMBELAJARAN


KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Hamdayana (2014: 89-90) menyatakan bahwa bila dibandingkan dengan
metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
memiliki beberapa kelebihan di antaranya adalah: 1) Mempermudah pekerjaan
guru dalam mengajar, karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan
materi kepada rekan-rekannya. 2) Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai
dalam waktu yang lebih singkat. 3) Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa
untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.
Beberapa hal yang bisa menjadi kelemahan aplikasi model pembelajaran
Kooperatif tipe Jigsaw di lapangan adalah sebagai berikut.
a. Prinsip utama pembelajaran ini adalah peer teaching, yaitu pembelajaran oleh
teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam
memahami konsep yang akan didiskusikan bersama siswa lain.
b. Apabila peserta didik tidak memiliki rasa percaya diri dalam berdiskusi
menyampaikan materi pada teman.
c. Butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model ini bisa
berjalan dengan baik.
d. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi dan cenderung mengontrol
jalannya diskusi.
e. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berpikir rendah akan
mengalami kesulitan untuk menjelaska materi apabila ditunjuk sebagai tanaga
ahli.
f. Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.
g. Pembagian kelompok yang tidak heterogen, dimungkinkan kelompok yang
anggotanya lemah semua.
h. Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti
proses pembelajaran (Roy Killen dalam Hamdayama, 2014:89-90).
Menurut Shoimin kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw juga
dijelaskan dalam sebagai berikut:
1) memungkinkan murid dapat mengembangkan kreativitas, kemampuan, dan
daya pemecahan masalah menurut kehendaknya sendiri,
2) hubungan antara guru dan murid dapat berjalan secara seimbang dan
memungkinkan suasana belajar menjadi sangat akrab sehingga
memungkinkan harmonis,
3) memotivasi guru untuk bekerja lebih aktif dan kreatif,
4) mampu memadukan berbagai pendekatan belajar, yaitu pendekatan kelas,
kelompok, dan individual (2014:93).
Sedangkan kelemahan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menurut
Shoimin adalah sebagai berikut:
1) jika guru tidak mengingatkan siswa agar selalu menggunakan keterampilan-
keterampilan kooperatif dalam kelompok masing-masing, dikhawatirkan
kelompok akan macet dalam pelaksanaan diskusi,
2) jika anggota kelompoknya kurang akan menimbulkan masalah,
3) membutuhkan waktu yang lebih lama, apalagi bila penataan ruang belum
terkondisi dengan baik sehingga perlu waktu untuk mengubah posisi yang
dapat menimbulkan kegaduhan (2014:93-94).

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW


Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang
bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif,
dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4–7 orang secara
heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung
jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan
menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan
dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan
demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama
secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan (Lie, A., 2005). Para
anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi
(tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang
ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada
tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain
tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal
dan kelompok ahli. Kelompok asal, yaitu kelompok induk siswa yang
beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang
beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Sedangkan
kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal
yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu
dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk
kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.

BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM UPAYA MEMBANGUN


KARAKTER PESERTA DIDIK
Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir pada level yang
kompleks dan menggunakan proses analisis dan evaluasi. Berpikir kritis
melibatkan keahlian berpikir induktif seperti mengenali hubungan, menganalisis
masalah yang bersifat terbuka, menentukan sebab dan akibat,membuat
kesimpulan dan memperhitungkan data yang relevan. Berpikir kritis harus selalu
mengacu dan berdasar kepada suatu standar yang disebut universal intelektual
standar.
Berpikir kritis adalah suatu konsep. Setiap konsep memiliki atribut dan
satu konsep dibedakan dari konsep lainnya berdasarkan atribut yang dimiliki dan
struktur atribut tersebut. Berpikir kritis merupakan komponen karakter. Berpikir
kritis adalah sintesa dari pengetahuan moral. Pengetahuan moral terdiri dari
kesadaran moral,nilai moral, perspektif, pemikiran moral, pengambilan keputusan
dan pengetahuan perspektif. Dengan konsep tersebut berarti pembelajaran yang
dilakukan seharusnya tidak hanya menyangkut aspek kognitif praktis, akan tetapi
lebih diarahkan pada pencarian nilai (value) dan arti (meaning) Susanto, H. (2014:
403).
Karakter menjadi kata yang semakin akrab di telinga kita akhirakhir ini.
Berbagai tafsiran dan gagasan kemudian muncul menyertainya, di antara tema
pemikiran yang banyak diperbincangkan adalah adanya keprihatinan bahwa
bangsa ini mengalami gejala kehilangan karakternya. Kondisi tersebut telah
memunculkan berbagai macam penafsiran, dalam dunia pendidikan banyak ahli
pendidikan di negeri ini mengemukakan bahwa praksis pendidikan yang
dijalankan sekarang ini belum mampu menanamkan nilai-nilai karakter dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah. Sementara itu di sisi lain masyarakat juga
seakan lupa untuk mempertahankan nilai-nilai karakter dalam kehidupan
berbangsa, kejujuran tidak lagi menjadi standar utama dalam hubungan antar
individu di masyarakat. Bagi dunia pendidikan, dalam hal ini pendidikan sejarah,
PR utamanya adalah bagaimana disiplin ilmu ini mampu memberi kontribusi
dalam upaya membangun karakter bangsa melalui nilai-nilai yang terkandung
dalam sejarah bangsa (Heri, S. 2014: 28).
Salah satu inovasi yang dikembangkan dalam praktik pembelajaran adalah
memasukkan nilai-nilai karakter dalam setiap mata pelajaran mulai dari
penyusunan parangkat pembelajaran seperti RPP berkarakter, meskipun dalam
pelaksanaannya pada saat pembelajaran berlangsung kadangkala nilai-nilai
karakter tersebut terlupakan oleh guru. Mengikuti inovasi tersebut berarti
pendidikan karakter menjadi relevan untuk setiap bidang studi tidak terkecuali
pendidikan sejarah. Untuk dapat membentuk karakter pendidikan sejarah harus
diarahkan pada upaya rekonstruksi dan reaktualisasi nilai-nilai luhur dalam setiap
narasi sejarah sebagai upaya penanaman karakter bangsa.
Terkait karakter, setiap proses pendidikan adalah pendidikan karakter.
Pendidikan karakter terjadi dengan lebih alamiah ketika dilaksanakan secara
natural dan informal. Oleh karena itu, tidak perlu ada mata pelajaran khusus
tentang pendidikan karakter. Demikian juga, tidak perlu ada usaha-usaha
terprogram untuk mengembangkan pendidikan karakter yang nantinya malah
terjatuh pada formalisme, atau lebih parah lagi jatuh pada indoktrinasi. Pandangan
tersebut memberikan petunjuk bahwa pendidikan karakter dapat terjadi di dalam
maupum di luar kelas. Pendidikan karakter di dalam kelas sudah tentu melibatkan
guru sebagai tokoh sentral pembelajaran. Dalam hal ini kemampuan guru untuk
merancang pembelajaran dan manajemen materi pembelajaran menjadi sangat
penting. Meskipun pendidikan karakter selayaknya bebas dari proses indoktrinasi,
akan tetapi kemampuan guru dalam merancang materi pembelajaran akan sangat
menentukan apakah siswa akan memiliki karakter yang diinginkan sebagai hasil
proses pendidikan (Heri, S. 2014: 32).

PENUTUP
Proses belajar mengajar merupakan aktifitas sehari – hari yang dilakukan
guru. Materi yang disajikan oleh guru kepada siswa akan langsung diserap oleh
siswa sehingga siswa dapat memahami isi materi tersebut. Pada materi pelajaran
Sejarah banyak konsep – konsep Sejarah yang sulit untuk dipahami siswa pada
usia anak sekolah menengah atas. Selain itu pembelajaran yang dilakukan masih
secara konvensional dengan dominasi guru melalui ceramah dan metode yang di
gunakan guru kurang bervariasi. Akibatnya hasil belajar yang diperoleh siswa 
kurang memuaskan. Salah satu kegiatan belajar yang menyenangkan
menggunakan pembelajaran secara kooperatif yang bertujuan untuk menanamkan
ketrampilan kerja sama antar siswa dengan diskusi kelompok sehingga membuat
peserta didik untuk berpikir kritis dan membentuk karakter peserta didik. Dalam
berdiskusi sering-kali peserta didik mampu menjelaskan gagasan sulit yang
disampaikan guru dengan menerjemahkan ke dalam bahasa anak-anak yang lebih
mudah diterima oleh peserta didik. Ada beberapa metode dalam pembelajaran
kooperatif. Salah satunya adalah metode pembelajaran Jig saw. Menurut Slavin.
Metode Jigsaw adalah salah satu dari metode-metode kooperatif yang paling
fleksibel. Metode pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu variasi model
Collaborative Learning yaitu proses belajar kelompok dimana setiap anggota
menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan, dan
keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan
pemahaman seluruh anggota.
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sudrajat. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik dan


Model Pembelajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo.
Arends, R. 1997. Classroom Instrunction and Management. Mc Grow-Hill
Companies Inc. New York.
Hamdayama, Jumanta. 2014. Model Dan Metode Pembelajaran Kreatif Dan
Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia.
HERI, S. 2013. PEMBELAJARAN IPS BERBASIS MULTIKULTURALISME
DALAM MEMBENTUK KARAKTER KEBANGSAAN. FKIP
Heri, S. 2014. Seputar Pembelajaran Sejarah; Isu, Gagasan Dan Strategi
Pembelajaran. Aswaja Pressindo.
Huda, Miftahul. 2014. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur Dan
Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Huda, Miftahul. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Lie, Anita. 2005. Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang Kelas. Jakarta:
Gramedia.
Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning :Mempraktikkan Cooperative Learning di
Ruang-Ruang Kelas. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Prawitasari, M. 2015. Metode Pembelajaran Hypnoteaching Melalui Mind
Mapping dalam Pembelajaran Sejarah (Studi Pada Siswa Kelas
XI IPS SMA PGRI 6 Banjarmasin). FKIP
Rianto,Y. 2012. Paradigma Baru Pembelajaran. Sebagai Referensi bagi Pendidik
dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafido Persada
Shoimin, Aris. 2014. 68  Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Slavin, R. E. 2008. Cooperative Learning. Bandung : Nusa Media
Slavin, R.E. 2011. Cooperative Learning: Teori, riset dan praktik. (Terjemahan
Nurulita Yusron). Bandung: Nusa Media.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susanto, H. 2014. Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pedagogi Sejarah Sebagai
Upaya Membangun Karakter Peserta Didik. FKIP
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
Prestasi Pustaka
Zaini, Hisyam, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Center for
Teaching Staff Development.

Anda mungkin juga menyukai