Pembelajaran sejarah sampai saat ini masih menjadi mata pelajaran yang terkategori
nomor dua, bahkan nomor sekian dari beberapa mata pelajaran yang di sampaikan di sekolah
sehingga guru apapun dasar pendidikannya. Guru seringkali menunjukkan
ketidakmampuannya sebagai guru sejarah dengan menciptakan inovasi model pembelajaran,
ataupun menggunakan metode pembelajaran yang kreatif. Ketidakmampuan guru sejarah
untuk mengembangkan inovasi dalam metode pembelajaran sejarah, dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain :
1. Variatif : pembelajaran apapun yang dilakukan jika monoton pasti membuat siswa
jenuh dan akhirnya kurang berminat. Hal ini terjadi dalam pembelajaran sejarah
karena konsentrasi pada penerapan metode ceramah sehingga kesan yang muncul
adalah mata pelajaran sejarah identik dengan metode ceramah.
2. Penyajian dari fakta ke analitis pembelajaran sejarah di berbagai sekolah ternyata
lebih menekankan pada fakta sejarah dan hafalan fakta seperti pelaku, tahun kejadian,
idealnya pembelajaran sejarah bukan sekedar mengajarkan siswa menjadi cerdas
tetapi juga berakhlak mulia, karena itu pengajaran sejarah bertujuan untuk
mengembangkan keilmuwan sekaligus berfungsi didaktis, bahwa maksut pengajaran
sejarah adalah agar generasi muda yang berikutnya dapat mengambil hikmah dan
pelajaran dari pengalaman nenek moyangnya.
Menurut Mestika Zed siswa tidak cukup dijejali kesibukan kognigtif menghafalkan
pengetahuan lewat fakta-fakta yang sudah mati di masa lalu. Oleh karena itu guru sejarah
wajib mendesain pembelajaran yang bersifat terbuka dan dialogis. Pandangan baru Dewsa ini
tentang pendidikan sejarah haruslah progresif dan berwawasan tegas ke masa depan. Apabila
sejarah hendak berfungsi sebagai pendidikan, maka harus dapat memberikan solusi cerdas
dari relevan dengan situasi sosial dewasa ini. Penekanan prinsip ini merupakan
pengewejatahan mata pelajaran sejarah dengan watak tridimensional.
Menurut Paul L Dresel dan Dora Marcus (1982) mengajar bukan sekedar mengetahui
dan menyalurkan pengetahuan, melainkan suatu usaha yang dimaksudkan untuk mengilhami
dan membantu siswa untuk belajar. Guru tidak lagi menjadi pusat kegiatan menentukan
setiap aktivitas siswa. Sedangkan pendapat Eisner dalam (Craig, Mehrens dan Clarizio 1975)
bahwa pembelajaran harus dilandasi dengan penciptaan lingkungan yang memungkinkan
siswa untuk belajar.
Kauchak dan Eggen mensyaratkan suatu karakteristik yang harus dimiliki oleh guru
yang berkualitas yaitu mempunyai pengharapan yang tinggi terhadap para siswanya,
memberikan contoh yang perilaku yang diinginkan, mengajar dengan penuh semangat dan
mau mendengarkan siswanya menggunakan bahasa yang tepat dan penyajian materi yang
logis dan berkesinambungan. Guru mengajar tepat pada waktunya, mempersiapkan materi
sebelumnya dan mempunyai kebiasaan yang baik.
Pada umumnya guru kurang menyadari peranannya dalam membina pelajaran sejarah.
Hal ini tercermin dari seringnya pembelajaran di sekolah mendapat sorotan tajam dari
masyarakat. Dalam pembelajaran sejarah sangat mengharapkan digunakannya sumber
sejarah, termasuk naskah kuno dalam pengajaran di sekolah. Guru tidak lagi menjadi satu-
satunya sumber informasi di kelas tetapi lebih berperan dalam banyak dimensi. Naskah kuno
sebagai sumber dapat digunakan sebagai alat maupun data dalam menganalisis fakta-fakta
sejarah tergantung dari bagaimana guru dan siswa memperlakukan naskah kuno. Metode
yang selanjutnya adalah proses historiografi atau penulisan sejarah maka dengan demikian
pemanfaatan naskah kuno bagi kajian analisa pada peristiwa sejarah yang dilakukan siswa
bersama gurunya akan memberikan “keutuhan” pada penulisan sejarah sebagai suatu kisah
dan fakta. Cara demikian juga diharapkan akan dapat lebih merangsang siswa dalam
menganalisa peristiwa sejarah.