Anda di halaman 1dari 3

Inovasi dalam pembelajaran dan pengajaran sejarah

Pembelajaran merupakan bagian yang sangat dominan dalam mewujudkan kualitas


proses dan lulusan pendidikan. Pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru dalam
mengemas dan melaksanakan proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan
baik dan tepat akan memberikan kontribusi sangat dominan bagi siswa. Sebaliknya
pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak baik akan menyebabkan potensi
siswa sulit berkembang.

Kata inovation diartikan sebagai pembaharuan maupun penemuan. Namun, kata


penemuan juga digunakan untuk menerjemahkan kata invention dan discovery. Ketiga kata
ini sebenarnya memiliki arti yang berbeda. Sedangkan inovasi diartikan sebagai suatu ide,
barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati oleh seseorang atau sekelompok orang
dan sesuatu itu merupakan hal yang baru. Inovasi pembelajaran diadakan untuk membantu
para guru dan siswa dalam menata dan mengorganisasi pembelajaran menuju tercapainya
tujuan belajar.

Belajar merupakan aktivitas yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.


Manusia melakukan aktivitas belajar sepanjang hidupnya dengan mengikuti pendidikan
formal, informal maupun nonformal. Ciri-ciri belajar adalah perubahan perilaku yang
merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungannya serta perilaku tersebut bersifat
permanen. Proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari proses dan hasil belajar. Proses
pembelajaran ini harus dengan sengaja diorganisasikan dengan baik agar dapat
menumbuhkan proses belajar yang baik dan mencapai hasil belajar yang optimal.

Pembelajaran sejarah sampai saat ini masih menjadi mata pelajaran yang terkategori
nomor dua, bahkan nomor sekian dari beberapa mata pelajaran yang di sampaikan di sekolah
sehingga guru apapun dasar pendidikannya. Guru seringkali menunjukkan
ketidakmampuannya sebagai guru sejarah dengan menciptakan inovasi model pembelajaran,
ataupun menggunakan metode pembelajaran yang kreatif. Ketidakmampuan guru sejarah
untuk mengembangkan inovasi dalam metode pembelajaran sejarah, dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain :

1. Padatnya materi pelajaran sehingga memungkinkan untuk mengambil jalan pintas,


berarti mengabaikan aspek efektif dan psikomotorik.
2. Guru tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk membelajarkan sejarah yang
dapat menarik minat siswa.
3. Guru cenderung menggunakan satu metode dalam pembelajaran satu materi tanpa
mempertimbangkan karakteristik dari setiap topik materi yang disampaikan.

Pembenahan metode pembelajaran sejarah tidak sekedar menjadi pemicu minat


belajar, tetapi juga sebagai salah satu instrumen yang berperan memproses anak didik agar
mendapat hasil belajar yang baik. Langkah awal untuk merevitalisasi metode pembelajaran
adalah berusaha memahami bagaimana seharusnya mata pelajaran sejarah diajarkan. Ada
lima unsur pembelajaran sejarah yang harus diimplementasikan.

1. Variatif : pembelajaran apapun yang dilakukan jika monoton pasti membuat siswa
jenuh dan akhirnya kurang berminat. Hal ini terjadi dalam pembelajaran sejarah
karena konsentrasi pada penerapan metode ceramah sehingga kesan yang muncul
adalah mata pelajaran sejarah identik dengan metode ceramah.
2. Penyajian dari fakta ke analitis pembelajaran sejarah di berbagai sekolah ternyata
lebih menekankan pada fakta sejarah dan hafalan fakta seperti pelaku, tahun kejadian,
idealnya pembelajaran sejarah bukan sekedar mengajarkan siswa menjadi cerdas
tetapi juga berakhlak mulia, karena itu pengajaran sejarah bertujuan untuk
mengembangkan keilmuwan sekaligus berfungsi didaktis, bahwa maksut pengajaran
sejarah adalah agar generasi muda yang berikutnya dapat mengambil hikmah dan
pelajaran dari pengalaman nenek moyangnya.

Menurut Mestika Zed siswa tidak cukup dijejali kesibukan kognigtif menghafalkan
pengetahuan lewat fakta-fakta yang sudah mati di masa lalu. Oleh karena itu guru sejarah
wajib mendesain pembelajaran yang bersifat terbuka dan dialogis. Pandangan baru Dewsa ini
tentang pendidikan sejarah haruslah progresif dan berwawasan tegas ke masa depan. Apabila
sejarah hendak berfungsi sebagai pendidikan, maka harus dapat memberikan solusi cerdas
dari relevan dengan situasi sosial dewasa ini. Penekanan prinsip ini merupakan
pengewejatahan mata pelajaran sejarah dengan watak tridimensional.

Menurut Paul L Dresel dan Dora Marcus (1982) mengajar bukan sekedar mengetahui
dan menyalurkan pengetahuan, melainkan suatu usaha yang dimaksudkan untuk mengilhami
dan membantu siswa untuk belajar. Guru tidak lagi menjadi pusat kegiatan menentukan
setiap aktivitas siswa. Sedangkan pendapat Eisner dalam (Craig, Mehrens dan Clarizio 1975)
bahwa pembelajaran harus dilandasi dengan penciptaan lingkungan yang memungkinkan
siswa untuk belajar.

Tujuan kognitif berkaitan dengan usaha pengembangan intelektual siswa, efektif


berhubungan dengan perkembangan sosial dan emosional, sedangkan psikomotorik
berkenaan dengan perkembangan aspek ketrampilan siswa. Pendapat ini sesuai dengan
pendapat Dick dan Reiser bahwa pembelajaran yang berkualitas adalah pembelajaran yang
memungkinkan siswa mendapatkan ketrampilan, pengetahuan dan sikap yang telah
ditetapkan.

Kauchak dan Eggen mensyaratkan suatu karakteristik yang harus dimiliki oleh guru
yang berkualitas yaitu mempunyai pengharapan yang tinggi terhadap para siswanya,
memberikan contoh yang perilaku yang diinginkan, mengajar dengan penuh semangat dan
mau mendengarkan siswanya menggunakan bahasa yang tepat dan penyajian materi yang
logis dan berkesinambungan. Guru mengajar tepat pada waktunya, mempersiapkan materi
sebelumnya dan mempunyai kebiasaan yang baik.

Pada umumnya guru kurang menyadari peranannya dalam membina pelajaran sejarah.
Hal ini tercermin dari seringnya pembelajaran di sekolah mendapat sorotan tajam dari
masyarakat. Dalam pembelajaran sejarah sangat mengharapkan digunakannya sumber
sejarah, termasuk naskah kuno dalam pengajaran di sekolah. Guru tidak lagi menjadi satu-
satunya sumber informasi di kelas tetapi lebih berperan dalam banyak dimensi. Naskah kuno
sebagai sumber dapat digunakan sebagai alat maupun data dalam menganalisis fakta-fakta
sejarah tergantung dari bagaimana guru dan siswa memperlakukan naskah kuno. Metode
yang selanjutnya adalah proses historiografi atau penulisan sejarah maka dengan demikian
pemanfaatan naskah kuno bagi kajian analisa pada peristiwa sejarah yang dilakukan siswa
bersama gurunya akan memberikan “keutuhan” pada penulisan sejarah sebagai suatu kisah
dan fakta. Cara demikian juga diharapkan akan dapat lebih merangsang siswa dalam
menganalisa peristiwa sejarah.

Anda mungkin juga menyukai