NPM: 2106666542
Nomor Urut: 3
2021
Ringkasan Politik Hukum.
Semenjak tahun 1970-an timbul ekspansi yang dilakukan negara-negara otoriter dalam
menuju terbentuknya Negara Demokrasi. Ekspansi negara-negara ini dimulai dari Selatan
Eropa yaitu Yunani dan Spanyol, menuju Amerika Latin, lalu Eropa bagian Timur dan Afrika
Selatan dan dilanjutkan oleh negara negara lainnya. Pada perpindahan posisi ini tentu saja
negara-negara ini tetap menggandeng masa lalu mereka yang disebabkan rezim otoriter di
negara itu yang sudah berlalu, hal tersebut berupa pelanggaran atas hak asasi manusia.
Dalam beberapa dekade terakhir kita melihat banyaknya revolusi politik yang melakukan
transisi dari rezim otoritarianisme menuju negara demokrasi.
Proses transisi pada beberapa negara yang menhadu negara demokrasi sangat beragam,
mulai dari penguatan kelompok reformis pada rezim otoriter dan melakukan inisiasi dalam
melaksanakan transisi, hasil negosiasi pemerintah dengan kelompok oposisi, serta yang
terlahir dari jatuhnya rezim otorittarian. Anthony Giddens melalui pandangannya menjelaskan
bahwa usaha pembaharuan politik dimulai melalui munculnya beberapa partai demokrasi yang
muncul dalam masyarakat hanya sebagai bentuk dari Gerakan-gerakan sosial pada akhir abad
ke sembilan belas. Pada masa ini negara mengalami krisis ideologi, timbulnya banyak
gerakan sosial yang baru juga menjadi salah bentuk faktor atas terjadinya devaluasi
politik sehingga pemerintah kehilangan kekuatannya. Pada masa ini kelompok
neoliberalisme mengkritik pemerintah terkait kehidupan sosial dan ekonomi, yang
mana kritik tersebut sudah menggema dalam dunia nyata. Hal itu dimanfaatkan oleh
para kelompok demokrat sosial untuk mela kukan serangan balik terhadap pandangan
tersebut.
Pada masa-masa berakhirnya politik, menurut Giddens keberadaan pemerintah adalah
untuk: Menyediakan sarana untuk kepentingan perwakilan, Menawarkan forum untuk
rekonsiliasi, Menciptakan dan melindungi ruang publik yang terbuka, Menyediakan beragam
hal untuk memenuhi kebutuhan warga negara, Mengatur pasar untuk kepentingan publik dan
menjaga persaingan pasar, Menjaga keamanan sosial dengan penetapan kebijakan, Mendukung
perkembangan sumber daya manusia, Menopang sistem hukum yang efektif, Memainkan peran
ekonomis secara langsung, sebagai pemberi kerja dan penyedia infrastruktur.
Delapan kecenderungan besar menurut John Naisbitt akan membawa Asia ke arah
Emergence of Women, From West to East. Proses menuju ke delapan kecenderungan besar
menjadi terhambat dan bahkan belum sama sekali tercapai akibat terjadinya krisis moneter
yang di alami beberapa negara Asia termasuk Indonesia. Dalam masa transisi politik, ada
beberapa faktor permasalahan yang dapat dicermati seperti perbedaan antara rezim otoritarian
yang satu dengan yang lain tidak dapat disamakan. Tidak ada rezim otoritarian yang dianggap
monolitik. Pembedaan dapat ditarik antara demokrasi dan poliarki, kaum garis keras dan garis
Transisi politik menuju demokrasi ini juga terkait dengan terminologi totaliterisme.
Dalam istilah ilmu politik totaliterisme adalah suatu gejala paling mengejutkan dalam sejarah
umat manusia. Negara totaliter tidak hanya saja mengatur kehidupan masyarakatnya dengan
Bolshevisme Soviet di bawah kekuasaan Jossif W.Stalin. Bolshevisme masih dianggap baik
Dalam rezim otoritarian mereka mempunyai kesamaan dalam satu hal, yaitu
Hubungan sipil – militer yang di abaikan. Dalam rezim militer tidak ada istilah kontrol sipil,
pemimpin serta organisasi dalam militer melakukan fungsi yang luas dan bermacam dan hal
tersebut jauh dari misi militer yang normal. Dalam otoritarianisme, penguasa memasuki
orang kepercayaanya dalam militer agar menjaga cengkeraman kekuasaan diktator. Dalam
pemerintahan militer dipandang sebagai instrumen dari partai, loyalitas tertingginya lebih
diutmakan kepada partai dibandingkan negara. Dalam sistem monaraki tradisional, militer
berperan sebagai penjaga malam atau fungsi pertahanan keamanan. Fungsi inilah yang
dibedakan dengan fungsi sipil yang mencakup seluruh aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara, kecuali hankam. Dalam negara maju pemetaan kedua fungsi tersebut sudah bisa
berjalan seimbang. Kalaupun ada pengaruh, maka sipil lah yang mempengaruhi militer.
Karena yang berjalan adalah “Supremasi Sipil”, kebijakan politik yang di tempuh dan di
jalankan pemerintahan sipil berpengaruh pada langkah-langkah yang harus di tempuh militer.
Sebelumnya.
Rezim demokrasi baru mencari kebijakan untuk menjadikan mereka sebagai “negara
bersih”, yaitu mencari cari untuk mengubur masa lalunya dan mendahulukan pertanggung
sederhana. Dengan menerima hal itu, timbul sebuah penyederhanaan konsep bahwa kebenran
lah yang lebih baik untuk dijadikan keadilan dan laporan dari komisi merupakan alternatif
Solon (595 SM) seorang yang melakukan revisi drastis terhadap sistem sosial
ekonomi dan politik di Athena. Dijadikan salah satu perspektif karena kebijakan dan
lampau. Hal-hal yang dapat terlihat dari kebijakannya adalah sebagai berikut: Pertama,
perlindungan bagi populasi penduduk. Kedua, masyarakat memerlukan tatanan sosial baru.
Ketiga, menghina pihak-pihak yang dulu kaya dan berkuasa. Keempat, penegasan Solon
tradisi dalam politik menunjukan bahwa adanya kecenderungan untuk terjadinya pengulangan
oleh para politisi yang menolak ketidak pastian proses demokrasi dan kemudian meminta
bantuan kepada pihak militer untuk menyelesaikan secara alternatif, dengan cara menyamar
di balik harapan pengutamaan kepentingan nasional. Nyatanya pihak militer tidak akan
Dalam paradigma baru, militer disarankan untuk tetap berperan dan mempengaruhi
Maksudnya adalah militer memberikan pengaruh dengan cara halus dan tidak langsung.
Menurut kelompok reformis-radikal TNI hanya dapat berubah secara gradual, untuk menuju
Steven Biko, seorang pendiri dari Black Consciousness Movement meninggal dunia
pada 12 September 1977. Pembunuhan terhadapnya adalah dampak dari terjadinya sistem
Apartheid. Dua puluh tahun kemudian, lima orang polisi yang mengaku membunuh biko
mengajukan amnesti kepada komisi kebenaran dan rekonsiliasi Afrika Selatan. Namun ini
dapat diberikan jika para pelaku bersedia membuka fakta secara keseluruhan, karena ini
adalah potensi untuk melakukan pembebasan dari hukuman dan salah satu penyelesaian
Ntsiki Biko, seorang istri dari Steven Biko menghendaki agar para pembunuh
suaminya agar dihukum. Ntsiki mengajukan gugatan di MK Afrika Selatan dengan isi
inkonstitusional dan bertentangan dengan hukum internasional. Dan gugatan tersebut ditolak
oleh mahkamah konstitusi dengan dalil bahwa sudah kewenangan komisi untuk memberikan
amnesti serta kewenangan tersebut bersifat konsisten dengan hukum internasional, dan
kepada steven dengan alasan sebagai berikut: (1) para pembunuh Biko belum
memberikan kesaksian dengan jujur terkait pembunuhan. (2) pembunuhan Biko tidak terkait
Dalam berbagai transisi, fungsi tersendiri dari penghukuman dan amnesti harus
dibandingkan dengan prioritas relatif diantara kedua hal tersebut tidak dapat disusun secara
teorotis “State to punish certain human right crimes committed in their teritorial
jurisdiction”.
selatan dalam transisi politik. Menurut O’Daniel heteroginitas tercatat lebih tinggi di Amerika
Latin dibandingkan Eropa Selatan, menurutnya penting untuk membahas kasus yang
mencakup aneka tipe kekuasaan otoriter dalam masyarakat kapitalis Amerika Latin
kontemporer.
Amerika Latin dalam masa pra-transisi nya dikenal oleh para ahli ilmu politik dengan
memiliki unsur patrimonialis. Hal ini merupakan jenis rezim yang paling rentan terhadap
Peranan para hakim dalam proses kembar dari transisi menuju demokrasi dan
konsolidasi di yunani sangat menarik untuk dieksplorasi secara sistematis. Para hakim di
negara-negara yang menerapkan tradisi hukum sipil, ditetapkan untuk melakukan langkah
sebagai suatu yang berkedudukan sebagai “operator dari suatu mesin yang di design oleh para
ilmuwan dan dibangun oleh para pembuat undang-undang”. Peranan utama mereka adalah
penegakan hukum, tanpa secara terbuka untuk mendapatkan pengaruh politik yang nyata.
Permasalahan ditemukan dalam tentang apa yang harus diakukan dengan arsip-arsip
negara yang telah menimbulkan perdebatan publik di negara-negara yang memiliki aparat
yang represif. Resolusi bisa dilakukan di kedua negara tersebut jika mereka bersifat
kompromistis, bersifat jalan tengah, tidak merusak arsip masa lalu namun juga tidak dapat
Beberapa bangsa telah berekasi terhadap masa lalunya yang kacau dengan menutup
mata mereka secara kolektif. Beberapa negara lainnya juga mendapat kesulitan untuk
Dalam konteks keadilan dalam masa transisi terdapat beberapa kata yang menarik untuk di
diskusikan, Daan Bronkhost memilih kata-kata yang dijakdikan salah satu parameter untuk
berbeda, perbedaan kondisi masa lalu ini membuat upaya penyelesaian berbagai masalah
yang terjadi pada masa sebelumnya. Terutama masalah yang berkaitan dengan pelanggaran
HAM berat.
dalam proses menuju demokrasi yang terjadi, keempat pertanyaan yang dikemukaan oleh
Teitel dapat dijadikan sebagai tolak ukur. Pertanyaan tersebut adalah: Bagaimana pemahaman
masyarakat terhadap komitmen suatu rezim baru terhadap aturan-aturan hukum yang
transformatif ?, Apakah jika ada terdapat kaitan antara pertanggung jawaban suatu negara
terhadap masa lalunya yang represif dan prospeknya untuk membentuk suatu tata
pemerintahan yang liberal ?, Hukum apakah yang potensial sebagai pengantar ke arah
liberalisasi.
Nuremberg.
Penyebab berbagai negara memiliki norma hukum pidana dikarenakan adanya para
untuk mengadili dan menghukum orang-orang yang ikut berkonspirasi melakukan kejahatan
terhadap perdamaian, kejahatan perang, kejahtan terhadap kemanusiaan yang diatur dalam
piagam dibentuk oleh negara yang memegang kekuasaan utama dan mengatur yuridiksi serta
fungsi dari pengadilan Nuremberg itu sendiri. Para terdakwa pelaku kejahatan HAM Berat
selama masa perang dunia ke-2 didakwa telah melakukan kejahatan terhadap manusia dengan
Dalam statuta Roma diatur adanya kejahatan Genosida, yaitu sejumlah tindakan yang
tertentu. Pasal 6 statuta Roma diklasifikasikan sebagai genosida yang bertujuan untuk
menghancurkan seluruh atau sebagian sebuah kelompok. Pasal 25 ayat (3) butir b Statuta
berisi tentang siapapun yang memerintahkan, memohon atau membujuk orang lain dalam
melakukan tindakan yang diklasifikasi sebagai genosida juga dapat dinyatakan berasalah.
Putusan yang dikenakan oleh para terdakwa adalah: dibebaskan, 10 tahun penjara, 15-20
Teitel mengemukakan bahwa keempat permasalah utama dalam hal ini disebut
dengan the Politics of Memory. Menurutnya demokratisasi yang terjadi pada abad ke dua
puluh merupakan “most powerfull collective decision makers are selected through fair,
honest, and periodic elections”, bagi kelompok lain transisi berakhir ketika kelompok politis
menerika aturan hukum. Di antara dua kelompok ini mencakup pandangan demokrasi yang
teologis, namun pandangan tersbut tidak dapat diterima karena memasukkan sesuatu yang
Hopefully, Guide the way from and autocratic to a democratic regime. “Wily Florentine” was
the first Great Political Theorist, not only to treat political outcomes as the artefactual and
contingent product of human collective action, but also to recognize the spesific problematocs
and dynamics of regime change. Consolidology has no such obvious a patron saint. It reflects
a much more consistent preoccupation among students of politics with the conditions
akibat” ke analisis suatu bentuk yang lebih pasti “rasionalitas yang meyakinkan”, kedua
kondisinya dihubungkan dengan kelas kapitalis, pecahan etnis, budaya lama, konflik status
dan antagoisme internasional, yang didukung oleh politisi profesional yang mengisi pernanan
(1) Refleksi Pertama: Demokrasi bukan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan,
dicabut atau diubah. Demokrasi tidak dibutuhkan untuk memenuhi fungsional dari
kapitalisme atau tidak merepon kepada beberapa keharusan etis dari revolusi sosial.
(2) Refleksi Kedua: Transisi rezim ototriter membawa perubahan yang berbeda-beda.
Hasil logis yang paling tersembunyi dan paling di bawah lingkungan kontemporer. Keempat,
memecahkan perbedaan pendapat secara konsensus. Demokrasi yang stabil adalah demokrasi
yan dimana terdapat konsensus dasar yang kuat, bahwa semua hal diputuskan dengan cara
demokratis. Demokrasi menjamin kepentingan, cita-cita, dan keyakinan dasar semua orang
termasuk minoritas. Hal itu dijamin di dalam Undang-undang Dasar serta Pembukaannya.
(3) Refleksi Ketiga: Bukanlah demokrasi yang dikonsolidasikan, namun satu aatau tipe yang
(4) Refleksi Keempat: Tipe demokrasi akan tergantung secara signifikan pada model transisis
dari otokrasi.
(5) Refleksi Kelima: Segala tipe demokrasi memiliki kelangsungan hidup mereka sendiri,
pada keberhasilan konsolidasi demokrasi tergantung pada pembelahan dari struktur sosial,
biaya dan tingkatan dari perubahan ekonomi dan proses-proses budaya dari sosialisasi politik
yang sah dari demokrasi politik. Ketidak terulangan dari proses demokrasi ini menimbulkan
kensekuensi sekunder yang tidak dapat dihitung bagi negara demokrasi baru, perubahan
diabaikan berarti merupakan suatu hal yang penuh resiko untuk menyarikan pelajaran.
(7) Refleksi Ketujuh: Peranan yang dimainkan oleh berbagai insitusi perantara ini partai
politik, perkumpulan kepentingan gerakan sosial mengalami perubahan yang tidak dapat
(8) Refleksi Kedelapan: Transisi menuju demokrasi jarang terjadi dalam isolasi struktur
(9) Refleksi Kesembilan: Terdapat suatu aturan bahwa Semua knsolidologis tampak setuju
dengan prinsip “it is preferable, if not indispensable, that national identity and territorial
(10) Refleksi Kesepuluh: Demokrasi cenderung muncul dalam gelombang, yang terjadi
dalam suatu oeriode waktu yang relatif singkat dan di dalam suatu wilayah geografis yang
berdampingan. Implikasi besar menurut Schmitter dari hal ini adalah bahwa relevansi dari
demokrasi.
(11) Refleksi Kesebelas: Ilmu politik telah lama dipertimbangkan sebagai hal yang sangat
dibutuhkan untuk suatu tugas yang sedemikian besar dan sulit. Sekumpulan refleksi yang
dimaksud meliputi tujuh hal sebagai berikut: Pertama, Tanpa kekerasan atau penghilangan
waktu dari transisi. Ketiga, tanpa mendapatkan suatu tingkat yang tinggi dari pembangunan
ekonomi. Keempat, tanpa menyebabkan suatu distribusi kembali dari pendapatan yang
substansial atau kekayaan. Kelima, tanpa kehadiran sebelumnya dari para borjuis nasional.
1. Internasionalisasi Permasalahan.
yang saling mempengaruhi antara pemerintahan baru yang menggantikan mereka yang
berada di luar negeri. Pendapat kritz pemerintah asing di dorong untuk melakukan suatu
peranan baik dalam bentuk pemberian perlindungan bagi mereka yang berasal dari rezim
alternatif dari hukum, walaupun terdapat suatu perubahan politik yang substansial, tetap
berlangsung dan kekal. Potensi dari pemahaman dari hukum internasional ini mendapatkan
kekuatannya dalam periode pasca perang. Hukum internasional pun berperan sebagai konsep
penengah untuk mengurangi dilemma dari aturan hukum yang dilontarkan oleh keadilan
pengganti dalam waktu transisi dan untuk menjustifikasi legalitas dari pengadilan nuremberg
mengancam pemahaman dari legalitas dalam periode penggantinya. Dalam putaran kedua
dari judicial review, pengadilan menyetujui statuta baru yang mengotorisasi tuntutan tahun
menawarkan suatu konsep mediasi yang berguna. Pembentukan aturan hukum bergerak dari
antimoni positivisme dan hukum alam. Norma hukum positif internasional didefinisikan
Keadilan di tiga negara tersebut sampailah pada waktunya ketika aturan yang bersifat
suprasional tentang penghormatan terhadap HAM dan aturan hukum justru lemah atau tidak
ada. Kemudian mengalami perubahan “covenant on civil and political rights” dan Helsinki
Accords. Kerangka landasasn hukum baru ini telah dan tetap menjadi rujukan penting dalam
putusan yang berkaitan dengan masa lalu di Cekoslovakia, Hongaria, dan Polandia.
Dapat disimpulkan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh para elit politik
merupakan suatu fungsi dari kondisi yang menjadi jalan ke arah demokrasi. Selanjutnya
adalah tak ada satupun solusi ajaib untuk berhubungan dengan masa lalu yang represif.
Begitupula dengan perdebatan tentang apa yang terjadi selama dan sesaat setelah perang
mengurangi kebebasan untuk bertindak dari para elit politik pascakomunis. Sisi positif dari
kebijakan semacam ini adalah ketika tiba pada masa penuntutan dan penyaringan,
penghormatan terhadap peraturan hukum lebih kurang dijamin. Hal inilah yang menyebabkan
hampir semua analis berpendapat bahwa jika keseimbangan kekuatan pada masa transisi
4. UU Lustrasi Cekoslovakia.
Mengikuti model uni soviet, mereka memaksakan suatu sistem pemerintahan dimana
partai melakukan kontrol terhadap negara. Kerja paksa menjadi suatu yang rutin karena
ekonomi dan pertanian dinasionalisasikan. Agama, budaya, media, dan perjalanan ke luar
negeri sangat dibatasi. Pemerintahan kemudian bergerak cepat untuk melawan warisan
ketidak adilan dari rezim komunis. Perkembangan yang terjadi kemudian tidak menunjukan
dengan jelas bagaimana kritisisme semacam ini dalam konteks yang lebih jauh dapat
diberlakukan untuk memberikan rehabilitasi kepada para tahanan politik dan restitusi
politik, hakin dan sarajana hukum cekoslovakia meminta konvensi HAM internasional
beberapa faktor yang mempengaruhi arah dari keadilan Pascaotoritarian. Yang paling
menentukan adalah faktor keseimbangan diantara kekuatan di masa lampau dan para elit
berlangsung. Pertama, penggulingan kekerasan atau jatuhnya rezim yang represif. Kedua,
berdasarkan inisiatif dari kelompok reformis yang berasal dari kekuatan pada masa lalu.
Ketiga, demokratisasi dihasilkan dari tindakan bersama oleh dan proses penyelesaian yang
oposisi.
a. Skenario Pertama: sistem ini dilambangkan oleh suatu komitmen umum kepada aturan
permainan, terdapat suatu budaya demokratis yang didirikan dengan baik dan suatu
b. Skenario Kedua: suatu sistem otoritarian. Membedakan antara rezim yang memilih suatu
sistem yang secara mendasar merupakan sistem kapitalis meskipun melibatkan negara yang
tinggi dalam bidang ekonomi, dan pencari tahuan suatu pengambilan terhadap berbagai
c. Skenario Ketiga: Essensial tidak mengarah kepada transisi jangka panjang, dimana
pemerintah berubah dengan frekuensi yang abnormal, dan tetap berupaya untuk mengubah
arah.
d. Skenario Keempat: Skenario yang tidak dapat atau tidak seharusnya dideskripsikan, ia
Perdebatan tentang hukum dan keadilan dengan liberalisasi, terdapat dua pandangan
yang salong berhadapan, yakni pandangan kelompok realis versus idealis. Padangan Teitel
akan hal ini dilema awal dimulai dari konteks keadilan dalam
transformasi politik: Hukum dicerna sebagai sebagai suatu fenomena yang terletak pada masa
lalu dan masa yang akan datang, antara retrospektif dan prospektif, antara individual dan
kolektif.
Keadilan transisional adalah keadilan yang diasosiasikan dengan konteks ini dan keadaan-
keadaan politik. Dalam fungsi sosial, hukum berfungsi untuk memberikan ketertiban dan
stabilitas, namun dalam masa pergolakan politik yang luar biasa, hukum berfungsi sebagai
Keadilan yang dicari dalam masa ini hanya dapat dijelaskan dengan cara yang terbaik dalam
konteks penyeimbangan kekuasaan, hukum hanyalah suatu produk dari perubahan politik.
Dalam suatu negara demokrasi tidak boleh terdapat suatu pembersihan yang bersifat
Antimoni pandangan kelompok realis dan idealis tentang keadilan dalam masa transisi
politik, penyusunan teori liberal atau kritis sebagai hubungan antara hukum dan internasional
dan politik. Teori liberal dominan dalam hukum internasional dan politik, hukum dipahami
sebagai mengikuti konsep idealis bahwa secara luas dipengaruhi oleh konteks politik.
Sedangkan dalam penyusunan teori hukum kritis, kelompok realis menekankan pada kaitan
antara hukum dan politik. Dalam realitanya, ternyata hukum tidak steril dari subsistem
dirumuskan sebagai kebijakan hukum yang akan dilaksanakan secara nasional oleh
pemerintah. Kedua, Politik mempengaruhi hukum dengan melihat konfigurasi kekuatan yang
ada di belakang pembuatan dan penegakan hukum tersebut sendiri. Hukum tidak dipandang
sebagai pasal yang bersifat imperatif atau keharusan yang bersifat das sollen dan das sein.
Dalam periode transformasi politik, masalah legalitas berbeda dengan masalah dalam
teori hukum sebagaimana yang muncul pada demokrasi dalam waktu yang normal. Ketika
suatu sistem hukum mengalami perubahan terus menerus, tantangan terhadap pemahaman
umum aturan hukum akan mencapai puncaknya. Tantangan bersifat kurang keras pada masa
transisi pascaperang dari pada pemerintahan komunis, periode transformasi bersifat simultan
Kolaborator Nazi.
Menurut Hart, hukum tertulis yang berlaku sebelumnya harus dinyatakan berlaku
serta harus diikuti oleh pengadilan sesudahnya hingga ia dinyatakan tidak berlaku atau
diganti dengan yang baru. Tuntutannya adalah agar prinsip aturan hukum yang mengatur
putusan dalam masa transisi harus diproses sebagaimana hal tersebut dilakukan dalam masa
Fuller, hukum mengandung arti bahwa memutuskan hubungan dengan rezim hukum Nazi.
Pasca membaca, menandai serta meringkas dari isi buku Hak Asasi Manusia dalam
Transisi Politik di Indonesia karya Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H, M.Hum., saya akan
memberikan sedikit tanggapan terhadap buku tersebut sesuai pemahaman dan pengetahuan
saya. Setelah membaca buku ini, kami sebagai pembaca merasa mendapatkan sebuah Insight
tentang sejarah Hak Asasi Manusia di Dunia. Terjadinya perubahan atau berpindahnya masa
kekuasaan yang mulanya Otoriter menjadi Demokrasi adalah sebuah bentuk dari awalnya
penghargaan Hak Asasi Manusia, dalam hal tersebut juga merupakan awal dari penghargaan
kemerdekaan jiwa dari setiap individu yang terlepas dari kepemilikan manusia lainnya.
Dalam perubahan besar tersebut, tentu saja negara mereka membutuhkan hukum-hukum baru
yang bersifat efektif untuk digunakan selama masa transisi hingga tercapainya tujuan
tersebut.
Terkait Komunisme, yang dimaksud komunisme dalam buku tersebut adalah peta
pemikiran (ideologi) yang berlaku dan dipakai oleh para partai-partai komunis di dunia.
Dalam hal ini mereka menggunakan sosialisme sebagai sistem alat kekuasaan dimana
kepemilikan dan hak-hak individu sangat amat dibatasi. Banyak dari kita mengetahui rezim
komunisme yang paling sadis adalah masa pemerintahan Nazi, namun menurut saya rezim
yang paling kejam adalah masa pemerintahan Khmer Merah di Cambodia. Komunisme
sendiri masih banyak dan berlaku di dalam kehidupan masyarakat, namun seiring berjalannya
waktu sebagian besar dari masyarakat membentuk gerakan berlawanan terhadap kekuasaan
pemerintah.1
1 Marx, Karl dan Friedrich Engels. Manifesto Partai Komunis 1848 : Pendahuluan. Edisi
Keterangan. https://www.marxists.org/indonesia/archive/marx-engels/1848/manifesto/
manedi.htm, 10 Oktober 2021.
Sebelum bergerak lebih jauh, ada baiknya kita memahami dahulu apa itu HAM yang
dimaksud dalam buku ini. Pengertian Hak Asasi Manusia menurut Bangsa Indonesia masih
ada kaitannya dengan Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang HAM adalah “Hak
Asasi sama dengan hak dasar yang dimiliki oleh seluruh umat manusia tanpa adanya
perbedaan. Hak dasar merupakan sebuah anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang Maha
Esa, Maka Hak Asasi Manusia adalah Hak atau Anugerah dari Tuhan yang Maha Esa yang
melekat pada setiap diri manusia, mempunyai sifat Kodrati, Universal dan Abadi, serta
Dalam masa-masa modern kini Hak Asasi Manusia dimengerti secara Humanistik,
tanpa memperdulikan latar belakang suku, agama, ras, warna kulit serta gender. Banyak
peristiwa yang berkaitan dengan Hak Asasi di Indonesia dan menjadi tatanan aturan hukum
baru terkait HAM itu sendiri, diantaranya adalah Tragedi Semanggi, Tragedi Trisakti dan
masih banyak lagi. Berkiblat dengan peristiwa- peristiwa tersebut, maka harus kita ingat lagi
konsep dari Hak Asasi Manusia menurut Undang-undang Dasar 1945 yang berisi tujuan
negara Indonesia yang didasari oleh pancasila. Isi dari pancasila tersebut adalah:
3. Persatuan Indonesia.
Perwakilan.
2 Satya Arinanto, Hak Asasi Manusida dalam Transisi Politik di Indonesia, (Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia; Cetakan Kelima, 2018), hal.52.
5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Masih dalam topik Hak Asasi Manusia, pada masa Transisi Politik dalam Buku
tersebut dibahas pula macam-macam pelanggaran Hak Asasi Manusia. Yang dimaksud
dengan pelanggaran HAM sesuai dengan Pasal 1 (6) Undang-undang No.39 Tahun 1999
tentang HAM adalah seluruh perbuatan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih
(berkelompok) termasuk aparat hukum, disengaja ataupun tidak disengaja, melawan hukum,
menghakimi, menghalangi serta mencabut Hak individu seseorang atau suatu kelompok yang
di lindungi oleh Undang-undang dan tidak mendapatkan penyelesaian hukum secara baik dan
benar berdasarkan regulasi yang berlaku.3 Masih dalam Undang-undang No.39 tahun 1999,
dapat di rumuskan bahwa HAM itu bersifat melekat pada setiap diri manusia dan bukanlah
suatu hal yang diberikan oleh penguasa atau manusia lainnya. Hak-hak yang diperoleh oleh
1. Pasal 9: Hak Hidup. Setiap individu berhak untuk mempertahankan hidup, meingkatkan
taraf hidup, nyaman, aman dan sejahtera lahir dan batin dan mendapat kehidupan yang layak.
2. Pasal 10: Hak Berkeluarga dan Hak melanjutkan keturunan. Setiap individu berhak
membentuk sebuah keluarga dan melangsungkan keturunannya melalui perkawinan yang sah.
3. Pasal 11: Hak Mengembangkan Diri. Setiap individu berhak berjuang atas dirinya baik
setara tanpa memandang latar belakang suku, agama, ras ataupun gender. Baik dalam ranah
perdata ataupun pidana, sesuai dengan administrasi secara bebas dan tidak memihak serta
diadili secara objektif oleh hakim yang jujur dan mendapatkan putusan yang adil serta benar.
5. Pasal 20: Hak Kebebasan Individu. Setiap Individu berhak mempunyai pendapatnya
sendiri, memilih keyakinan agama serta politik, bebas bergerak dan berpindah tanpa rasa
6. Pasal 28: Hak Rasa Aman. Setiap individu memperoleh hak atas perlindungan diri,
7. Pasal 36: Hak Kesejahteraan. Setiap individu mempunyai hak milik dan mendapatkan
jaminan sosial yang dibutuhkan, mempunyai hak atas mendapatkan pekerjaan, hidup yang
8. Pasal 43: Hak Serta dalam Pemerintahan. Setiap individu berhak mengikuti pemerintahan
9. Pasal 45: Hak Perempuan. Setiap perempuan berhak untuk mendapatkan, dipilih, memilih
dalam sebuah jabatan, profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan serta undang-
10. Pasal 52: Hak Anak. Setiap individu anak berhak mendapatkan perlindungan dari orang
tuanya, masyarakat sekitar dan negara, dan mendapatkan pendidikan serta tidak dirampas
kebebasannya.
Jika kita melihat perbedaan antara Rezim Otoriter dengan demokrasi yang terdapat
dalam buku, suatu negara yang diatur oleh elit politik tertentu akan menimbulkan pengaruh
yang berbeda dalam pengambilan kebijakan regulasi yang terkandung dalam negara tersebut.
padahal seharusnya negara adalah alat yang dapat digunakan masyarakat (yang memiliki hak
kekuasaan) untuk mengatur hubungan sesama antar manusia (masyarakat) untuk merapihkan
Dapat kita simpulkan bahwa bahwa antara Hak Asasi Manusia dengan Negara, harus
adanya landasan dasar yaitu aturan hukum atau undang-undang. Dalam penegakan HAM di
dalam negara yang menganut asas-asas hukum, pemerintah harus memperhatikan regulasi
yang berlaku. Jika pemerintah tidak berpaku pada regulasi dan melaksanakannya dengan
kekuasaan, maka orang yang di dalam pemerintahan itulah yang dapat terjerat hukum.
Namun hal itu hanya yang bertentangan saja dengan undang-undang yang berlaku. 6 Di
Indonesia sendiri yang bersifat demokrasi, dapat kita lihat secara jelas bahwa adanya
Anak, Komisi Perlindungan Saksi dan Korban adalah sebuah bentuk usaha negara untuk
baik dan benar agar tidak hanya menjadi pelengkap sistem kenegaraan saja, namun juga dapat
A. Buku
Demokrasi, HAM, & Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press. 2000.
B. Artikel
Hidayat, Eko. Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Indonesia.
C. Internet
D. Peraturan Perundang-Undangan