Anda di halaman 1dari 3

Adelia Annissa Br S

21/483442/SV/20243
UTS Literasi Perilaku Informasi
Model Informasi Pada Content Creator
(Studi Kasus Gita Savitri Devi dalam Video Beropini, Donasi Sambil Bikin Konten: Beneran
Dermawan atau Eksploitasi?)
Setiap orang memiliki pola perilaku penemuan informasi yang berbeda bergantung
pada latar belakang kebutuhan informasinya. Tulisan ini akan mencoba menganalisis
bagaimana model perilaku informasi Gita Savitri dalam video Beropini “Donasi Sambil Bikin
Konten: Beneran Dermawan atau Eksploitasi?” berdasarkan model perilaku informasi
Khulthau.
Perilaku penemuan informasi merupakan upaya menemukan informasi dengan tujuan
tertentu. Biasanya perilaku ini timbul karena adanya kebutuhan informasi untuk tujuan
pembelajaran atau pemecahan masalah. Khulthau menciptakan model perilaku informasi
berdasarkan 3 aspek yang saling berhubungan erat yang diidentifikasi melalui perspektif
pengguna, yaitu affective (feeling), cognitive (thinking), dan physical (acting). Apa yang
pengguna rasakan terhadap kebutuhan informasi akan mempengaruhi apa yang pengguna
pikirkan dan tentunya akan mempengaruhi keputusan pengguna.

Tahap pertama model perilaku informasi Khulthau adalah initiation, perasaan


ketidakpastian atau belum memiliki pengetahuan terhadap suatu fenomena yang mendorong
individu untuk melakukan penelusuran informasi. Pada tahap ini, dapat diasumsikan bahwa
Gita termotivasi untuk melakukan penelusuran informasi setelah melihat fenomena yang
sedang tren di sosial media yaitu kegiatan donasi kepada orang yang kurang mampu namun
dengan menjual kisah haru dan sedih mereka untuk tujuan likes dan view. Gita menganggap
fenomena ini sebagai salah satu konten inspiratif yang eksploitatif namun banyak digemari
oleh masyarakat. Gita berpendapat bahwa kegiatan donasi tersebut memberikan kesan yang
buruk padanya dan dia pribadi menentang perilaku dan kegiatan tersebut. Diasumsikan bahwa
kesan tersebut sudah ada sebelum Gita melakukan pencarian informasi lebih lanjut tentang
kegiatan tersebut.

Merasa belum puas dan penasaran akan fenomena tersebut, Gita kemudian
memutuskan untuk melakukan penelusuran informasi terhadap konten-konten serupa dengan
tema yang sama. Ini merupakan tahap selection, pemilihan topik atau sumber tertentu untuk
menjawab fenomena atau hal yang ingin diketahui. Masuk ke tahap exploration, Gita
mendalami informasi untuk lebih memahami fenomena ini dengan melakukan penelusuran dan
menemukan beberapa acara di stasiun televisi yang juga menjual kisah haru dan sedih orang
lain untuk kepentingan rating dan jumlah penonton. Tidak hanya di Indonesia, fenomena
tersebut juga ia jumpai di acara-acara televisi negara lain. Berdasarkan penelusuran tersebut,
Gita menyimpulkan bahwa konten-konten tersebut terus-menerus dibuat dan menjadi banyak
bertabur di media sosial dan televisi karena orang-orang menyukainya.

Kesimpulan tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan lain, apakah memperlihatkan


orang tidak mampu dan menayangkannya kehidupan realita mereka adalah tindakan yang etis?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Gita menelusuri lebih lanjut tentang poverty porn
dimana media mengeksploitasi kondisi orang tidak mampu untuk mengambil simpati orang
lain demi keuntungan atau kepuasan tersendiri. Kemudian ia menjelaskan opini dan sudut
pandangnya kenapa ia tidak setuju dengan tindakan poverty porn. Menurut Gita, selain kurang
manusiawi dan egois, tindakan poverty porn juga bisa membentuk stereotip dan
misrepresenting terhadap suatu daerah. Hal ini ia yakinkan berdasarkan pengalaman yang
pernah dialaminya. Gita juga menemukan stereotip yang ditimbulkan poverty porn dalam
konteks global juga memunculkan masalah lain, yaitu the white-saviour complex dan
oversimplifikasi isu kemiskinan. Disini bisa terlihat Gita telah memasuki tahap formulation
dan collection. Pada tahap formulation, Gita menemukan kejelasan terhadap informasi yang ia
cari, namun tidak diketahui apakah ia menemukannya melalui diskusi dengan orang lain,
melalui sumber yang lebih valid, atau timbul dari dirinya sendiri. Pemahaman terhadap
informasi tersebur membuat Gita mengumpulkan informasi-informasi yang relevan dan
mencakup kebutuhan informasinya (tahap collection).

Akhirnya, Gita sampai pada tahap terakhir yaitu presentation. Berdasarkan sumber-
sumber informasi yang ia kumpulkan, Gita mampu memberikan opini dan kesannya terhadap
fenomena ini. Ia menyayangkan poverty porn dan kegiatan yang secara tidak langsung
mengeksploitasi orang miskin masih dilakukan dan banyak dinormalisasi oleh masyarakat. Ia
juga memberikan saran untuk mengatasi fenomena ini dengan membantu orang kurang mampu
bukan dengan cara mengeksploitasi kisah mereka, melainkan dengan memberdayakan mereka.
Sebagai seorang influencer, Gita berinisiatif untuk memanfaatkan informasi yang ia temukan
dengan mengunggah video opininya tentang fenomena tersebut dilaman sosial medianya. Dari
tindakannya tersebut, bisa diasumsikan bahwa Gita merasa puas dengan temuannya hingga
akhirnya memutuskan untuk mempublikasi hasil temuan dan opininya kepada masyarakat luas.
Dengan begitu Gita juga secara tidak langsung menguji informasi yang ia publikasikan. Ia
membuka ruang diskusi dan bisa mengamati bagaimana respon masyarakat terhadap fenomena
tersebut.

Menentukan model perilaku informasi berdasarkan video tersebut tidaklah mudah,


terutama memahami tahapan-tahapan yang ia lakukan hingga akhirnya sampai pada
kesimpulan yang dia utarakan di video. Namun, model perilaku informasi Khulthau merupakan
salah satu model informasi yang paling mendekati untuk menggambarkan model perilaku
informasi Gita. Alasan utamanya karena di video Gita cenderung menggambarkan perasaannya
terhadap fenomena tersebut, sehingga mempengaruhi cara ia berpikir dan cara ia melakukan
penelusuran informasi. Hal ini sesuai dengan 3 aspek utama yang mendasari model perilaku
informasi Khulthau.

Anda mungkin juga menyukai