(R) LP Demam Typoid Theodolia
(R) LP Demam Typoid Theodolia
Disusun Oleh:
THEODOLIA SERLI DEE
NIM. 01.3.21.00502
Mengetahui,
Ketua Program Studi
A. Pengertian
Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus
halus. Demam paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi
klinis yang sama atau menyebabkan enteritis akut. Sinonim demam tifoid dan
demam paratifoid adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, thyphus
dan paratyphus abdominalis.
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Sinonim dari
demam tifoid adalah typhoid fever, enteric fever. Tifoid berasal dari bahasa
Yunani yang berarti smoke, karena terjadinya penguapan panas tubuh serta
gangguan kesadaran disebabkan demam yang tinggi.
Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan
rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka
kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin.
Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita
dalam fase konvalesen, dan kronik karier. Demam Tifoid juga dikenali dengan
nama lain yaitu Typhus Abdominalis. Demam tifoid adalah penyakit sistemik
yang akut yang mempunyai karakteritik demam, sakit kepala dan ketidakenakan
abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu yang juga disertai gejala-gejala
perut pembesaran limpa dan erupsi kulit. Demam tifoid (termasuk paratifoid)
disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella
paratyphi B dan salmonella paratyphi C. Jika penyebabnya adalah salmonella
paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh
salmonella typhi
B. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pencernaan
1. Anatomi Sistem Pencernaan
C. Etiologi
Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah salmonella typhi,
salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B dan salmonella paratyphi C.
D. Patofisiologi
Kuman salmonella typhi masuk ketubuh manusia melalui mulut dengan
makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque
Peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi
kemudian menembus ke lamina propina, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar
limfe messenterial yang juga mengalami hipertropi. Setelah melewati kelenjar-
kelenjar limfe ini salmonella typhi masuk kealiran darah melalui duktus
thoracicus. Kuman-kuman salmonella typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi
portal dari usus. Salmonella typhi bersarang di plaque Peyeri, limpa, hati dan
bagian-bagian lain system retikuloendotial.
Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid
disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian-
eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab
utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin
Salmonella typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu
terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan setempat Salmonella typhi
berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena Salmonella typhi dan
endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
E. Manifestasi Klinik
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang
timbul sangat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia,
tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit
bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit
yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang
ahli yang sudah berpengalaman pun mengalami kesulitan untuk membuat
diagnosis klinis demam tifoid.
Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan
penyakit akut pada umumnya. Yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk
dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya dijumpai suhu badan meningkat.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi
relatif, lidah yang khas (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor),
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa samnolen,
stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang
Indonesia.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas,
terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan
penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan
jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm 3 ditemukan pada fase demam. Hal ini
diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu
hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium
panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit
meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.
2. Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan
lekosit dalam urine.
3. Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan
usus dan perforasi.
4. Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella typhi
dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
5. Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ). Adapun
antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah
antobodi O dan H. Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada
minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih
dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian
menunjukkan diagnosa positif dari infeksi salmonella typhi.
6. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat
demam tifoid.
G. Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal :
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra-intestinal :
a. Komplikasi kardiovaskular :
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan
tromboflebitis.
b. Komplikasi darah :
Anemia hemolitik, trombositopenia dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru :
Pneumonia, empiema dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung empedu :
Hepatitis dan kolesistisis.
e. Komplikasi ginjal :
Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang :
Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artitis.
g. Komplikasi neuropsikatrik :
Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, SGB, psikosis dan
sindrom katatonia.
Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi.
Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum
terutama bila perawatan pasien kurang sempurna (Ramadoni, 2008).
H. Penatalaksanaan
Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian yaitu perawatan, diet dan
obat-obatan.
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7
hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi pasien harus
dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-
ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia
hipostatik dan dekubitus.
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
Dimasa lampau, pasien dengan demam tifoid diberi bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan
pasien. Karena usus perlu diistirahatkan.
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini
dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
3. Obat
Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah :
a. Kloramfenikol
b. Thiamfenikol
c. Ko-trimoksazol
d. Ampisillin dan Amoksisilin
e. Sefalosporin generasi ketiga
f. Fluorokinolon.
Obat-obat simptomatik :
a. Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin).
b. Kortikosteroid (tapering off Selama 5 hari).
c. Vitamin B komp. Dan C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan
kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.
I. Pathway
Makanan, Minuman, Air Tercemae
Penurunan /peningkatan
Peristaltik usus
MK: Konstipasi/Diare
J. Fokus Pengkajian
Dasar data atau data fokus pengkajian klien dengan demam thypoid antara
lain :
1. Pengumpulan Data
a. Wawancara
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register
dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella
typhi ke dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang
digunakan. Gangguan dalam beribadat karena klien tirah baring total
dan lemah.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual
dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan
tidak makan sama sekali, penurunan berat badan, tidak toleran
terhadap diet/sensitive misalnya buah segar/sayur, produk susu,
makanan berlemak. Penurunan lemak subkutan/massa otot,
kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa
pucat, luka, inflamasi rongga mulut.
b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena
tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami
gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien
dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang
berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat
meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan dibantu.
Pembatasan aktivitas kerja sampai dengan efek proses penyakit.
d) Pola kenyamanan (nyeri)
Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kanan bawah (mungkin hilang
dengan defakasi). Titik nyeri berpindah, nyeri tekan, nyeri mata,
foofobia.
e) Pola aktifitas, tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan
suhu tubuh, kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia,
tidak tidur semalaman karena diare, merasa gelisah dan ansietas.
f) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya
dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
g) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan
penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak
terdapat suatu waham pad klien.
h) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di
rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
i) Pola reproduksi dan seksual
Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah
karena harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum
menikah tidak mengalami gangguan.
j) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena
keadaan sakitnya.
OUTCOME
Termoregulasi Membaik (L. 14134)
INTERVENSI KEPERAWATAN
A. Manajemen Hipertermia (I.15506)
Observasi
- Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar lingkungan panas
penggunaan incubator)
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urine
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
- Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada, abdomen,aksila)
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Batasi oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Definisi
Penyebab
OUTCOME
Intervensi Keperawatan
Observasi
Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
Kolaborasi