Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH GANGGUAN


THERMOREGULASI PADA Tn. Z DENGAN DIAGNOSA DEMAM TYPOID
DI RUANG WIJAYA KUSUMA RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

REVIEW STUDI KASUS

Disusun Oleh:
THEODOLIA SERLI DEE
NIM. 01.3.21.00502

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS. BAPTIS KEDIRI


PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
T.A 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH GANGGUAN


THERMOREGULASI PADA Tn. Z DENGAN DIAGNOSA DEMAM TYPOID
DI RUANG WIJAYA KUSUMA RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

PJMK Keperawatan Medikal Bedah Kediri, 12 Nopember 2021


Mahasiswa

Desi Natalia T.I., S.Kep., Ns., M.Kep Theodolia Serli Dee

Mengetahui,
Ketua Program Studi

Kili Astarani, S.Kep., Ns., M.Kep


BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMAM THYPOID

A. Pengertian
Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus
halus. Demam paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi
klinis yang sama atau menyebabkan enteritis akut. Sinonim demam tifoid dan
demam paratifoid adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, thyphus
dan paratyphus abdominalis.
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Sinonim dari
demam tifoid adalah typhoid fever, enteric fever. Tifoid berasal dari bahasa
Yunani yang berarti smoke, karena terjadinya penguapan panas tubuh serta
gangguan kesadaran disebabkan demam yang tinggi.
Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan
rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka
kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin.
Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita
dalam fase konvalesen, dan kronik karier. Demam Tifoid juga dikenali dengan
nama lain yaitu Typhus Abdominalis. Demam tifoid adalah penyakit sistemik
yang akut yang mempunyai karakteritik demam, sakit kepala dan ketidakenakan
abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu yang juga disertai gejala-gejala
perut pembesaran limpa dan erupsi kulit. Demam tifoid (termasuk paratifoid)
disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella
paratyphi B dan salmonella paratyphi C. Jika penyebabnya adalah salmonella
paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh
salmonella typhi
B. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pencernaan
1. Anatomi Sistem Pencernaan

Gambar 1. Anatomi sistim pencernaan

Secara sistematis saluran pencernaan terdiri dari 2 bagian, yaitu:


a. Saluran pencernaan atas terdiri dari
1) Mulut
Mulut adalah permulaan dari saluran pencernaan yang terdiri atas 2
bagian yaitu bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang antara
gusi, gigi, bibir dan pipi. Sedangkan bagian dalam yaitu rongga mulut
yang dibatasi sisi-sisinya oleh tulang maksilaris dan semua gigi, dan di
sebelah belakang bersambungan dengan awal.
Didalam mulut terdapat saliva dan ludah yang dihasilkan oleh 3
kelenjar yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibularis dan kelenjar
seblingualis. Saliva adalah cairan yang bersifat alkali yang
mengandung misin, enzim pencernaan zat tepung yaitu ptialin dan
sedikit zat padat. Fungsi saliva yaitu ;
a) Kerja fisis membasahi mulut, membersihkan lidah dan mempermudah
saat berbicara.
b) Kerja kimiawi disebabkan oleh amilase ludah, setelah makanan
dicerna dimulut maka makanan tersebut ditelan dengan membentuk
makanan menjadi lobus dan dengan bantuan lidah lidah dan pipi sera
belakang mulut makanan masuk ke dalam faring.
2) Faring
Faring merupakan organ yang berhubungan dengan rongga mulut dan
kerongkongan (esofagus). Didalam lingkungan faring terdapat tonsil yaitu
kumpulan limfa yang mengandung limfosit yang merupakan pertahanan
terhadap infeksi.
3) Esofagus
Esofagus adalah tabung berotot yang panjangnya 20-25 cm, dimulai dari
faring sampai pintu masuk kardiak lambung. Makanan bejalan dalam
esofagus karena gerakan peristaltik. Lingkaran serabut otot di depan
makanan mengendor dan yang di belakang berkontraksi maka gelombang
peristaltik mengantar makanan ke lambung.
4) Gaster (Lambung)
Lambung menerima makanan dari esofagus melalui orifisium kardiak dan
bekerja sebagai penimbun sementara. Kontraksi otot lambung mencapur
makanan dengan getah lambung. Getah ini mengandung 0,4 % HCl yang
mengasamkan semua makanan, bekerja sebagai antiseptikdan
desinfektan. Beberapa enzim pencernaan yang terdapat dalam getah
lambung yaitu:
a) Pepsin berfungsi mengubah protein menjadi pepton
b) Renin adalah ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari
karsinogen yang dapat larut
c) Lipase berfungsi memecahkan lemak.
b. Saluran pencernaan bagian bawah
1) Usus Halus
Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum yang terdiri dari :
a) Duodenum atau usus 12 jari
Panjangnya kira-kira 25 cm, berbentuk sepatu kuda. Saluran empedu
dan saluran pankreas masuk kedalam duodenum pada suatu lubang
yang disebut ampula hepatopangkreas. Di duodenum juga terdapat
getah pangkreas yang terdiri dari 3 jenis enzim yaitu enzim amilase,
lipase dan tripsin.
b) Yeyenum dan Ileum
Yeyenum menempati 2/5 sebelah atas usus halus, sedangkan ileum
menempati 3/5 akhir.di usus terdapat getah usus (sukus enterikus) yang
terdiri dari beberapa enzim yang menyempurnakan pencernaan semua
makanan yaitu enterokinase, eripsin, intertase dan laktase. Setelah
makanan dicerna seluruhnya kemudian diabsorbsi dalam usus halus
melalui dua saluran yaitu pembuluh kapiler darah dan saluran limfe di
vili.
2) Usus Besar
Usus besar merupakan sambungan dari usus halus yang dimulai dari
katub ikosekal. Fungsi ikosekal adalah untuk mengontrol pasase isi usus
kedalam usus besar dan mencegah refluks bakteri ke dalam usus halus.
Lapisan usus besar terdiri dari dalam keluar, yaitu selaput lendir, lapisan
otot melingkar, Lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Adapun fungsi
dari usus besar yaitu :
a) Absorbsi air, garam dan glukosa
b) Sebagai populasi bakteri
c) Sekresi musin
d) Defekasi
Bagian-bagian dari usus besar yaitu :
a) Sekum
Terletak dibawah iliaka kanan dan menempel di otot iliopsoas.
b) Apendiks verivornis
Bagian usus besar yang muncul seperti corong dari akhir sekum,
mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat
dilewati oleh beberapa isi usus.
c) Kolon Asendens
Terletak disebelah kanan membujur ke atas dari ileum ke daerah hati.
d) Kolon Tranversum
Terletak dibawah hati berbelok pada flexura hepatica, lalu berjalan
melalui tepi daerah epigastri dan umbilika.
e) Kolon Desendens
Terletak di bawah limp, membelok sebagai flexura sinistra dan
kemudian berjalan melalui daerah kanan lumbal.
f) Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri.
3) Rektum
Merupakan struktur lanjutan dari kolon sigmoid. Panjang rektum adalah
sekitar 12 cm dan berjalan melalui diafragma pelvis menjadi kanal anus.
4) Anus
Jalan keluar dari sisa makan yang diatur oleh jaringan otot lurik yang
membentuk baik sfinger internal dan eksternal.
2. Fisiologi Sistem Pencernaan
Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrient, air dan
elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam lingkungan internal tubuh.
Manusia menggunakan molekul-molekul organik yang terkandung dalam
makanan dan O2 untuk menghasilkan energi.
Makanan harus dicerna agar menjadi molekul-molekul sederhana yang
siap diserap dari saluran pencernaan ke dalam sistem sirkulasi untuk
didistribusikan ke dalam sel. Secara umum, sistem pencernaan melakukan
empat proses pencernaan dasar, yaitu:
a. Motilitas
Motilitas mengacu pada kontraksi otot yang mencampur dan
mendorong isi saluran pencernaan. Otot polos di saluran pencernaan terus
menerus berkontraksi dengan kekuatan rendah yang disebut tonus. Terhadap
aktivitas tonus yang terus menerus terdapat dua jenis dasar motilitas
pencernaan yaitu :
1) Gerakan propulsif (mendorong) yaitu gerakan memajukan isi saluran
pencernaan ke depan dengan kecepatan yang berbeda-beda. Kecepatan
propulsif bergantung pada fungsi yang dilaksanakan oleh setiap organ
pencernaan.
2) Gerakan mencampur memiliki fungsi ganda. Pertama, mencampur
makanan dengan getah pencernaan. Kedua, mempermudah penyerapan
dengan memajankan semua bagian isi usus ke permukaan penyerapan
saluran pencernaan.
b. Sekresi
Sejumlah getah pencernaan disekresikan ke dalam lumen saluran
pencernaan oleh kelenjar-kelenjar eksokrin. Setiap sekresi pencernaan terdiri
dari air, elektrolit, dan konstituen organik spesifik yang penting dalam
proses pencernaan (misalnya enzim, garam empedu, dan mukus). Sekresi
tersebut dikeluarkan ke dalam lumen saluran pencernaan.
c. Pencernaan
Pencernaan merupakan proses penguraian makanan dari struktur yang
kompleks menjad struktur yang lebih sederhana yang dapat diserap oleh
enzim. Manusia mengonsumsi tiga komponen makanan utama, yaitu:
1) Karbohidrat
Kebanyakan makanan yang kita makan adalah karbohidrat dalam bentuk
polisakarida, misalnya tepung kanji , daging (glikogen), atau tumbuhan
(selulosa). Bentuk karbohidrat yang paling sederhana adalah
monosakarida seperti glukosa, fruktosa, dan galaktosa.
2) Protein
Protein terdiri dari kombinasi asam amino yang disatukan oleh ikatan
peptida. Protein akan diuraikan menjadi asam amino serta beberapa
polipeptida kecil yang dapat diserap dalam saluran pencernaan.
3) Lemak
Sebagian besar lemak dalam makanan berada dalam bentuk trigelsida.
Produk akhir pencernaan lemak adalah monogliserida dan asam lemak.
Proses pencernaan dilakukan melalui proses hidrolisis enzimatik. Dengan
menambahkan H2O dan enzim akan memutuskan ikatan tersebut
sehingga molekul-molekul kecil menjadi bebas.
d. Penyerapan
Proses penyerapan dilakukan di usus halus. Proses penyerapan
memindahkan molekul-molekul dan vitamin yang dihasilkan setelah proses
pencernaan berhenti dari lumen saluran pencernaan ke dalam darah atau
limfe.
Saluran pencernaan (traktus digestivus) merupakan saluran dengan
panjang sekitar 30 kaki (9 m) yang berjalan melalui bagian tengaj tubuh
menuju ke anus. Pengaturan fungsi saluran pencernaan bersifat kompleks
dan sinergistik. Terdapat empat faktor yang berperan dalam pengaturan
fungsi pencernaan, yaitu:
1) Fungsi otonom otot polos.
2) Pleksus saraf intrinsic.
3) Saraf ekstrinsik.
4) Hormon saluran pencernaan.
Proses pencernaan dimulai ketika makanan masuk ke dalam organ
pencernaan dan berakhir sampai sisa-sisa zat makanan dikeluarkan dari organ
pencernaan melalui proses defekasi.
a. Pencernaan Oral
Makanan masuk melalui rongga oral (mulut). Langkah awal adalah
proses mestikasi (mengunyah). Terjadi proses pemotongan, perobekan,
penggilingan, dan pencampuran makanan yang dilakukan oleh gigi. Tujuan
mengunyah adalah menggiling dan memecah makanan, mencampur
makanan dengan air liur, dan merangsang papil pengecap.
Ketika merangsang papil pengecap maka akan menimbulkan sensasi
rasa dan secara refleks akan memicu sekresi saliva. Di dalam saliva
terkandung protein air liur seperti amilase, mukus, dan lisozim. Fungsi saliva
dalam proses pencernaan adalah:
1) Memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja enzim amilase.
2) Mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel-partikel
makanan dengan adanya mukus sebagai pelumas.
3) Memiliki efek antibakteri oleh lisozim.
4) Pelarut untuk molekul-molekul yang merangsang pupil pengecap.
5) Penyangga bikarbonat di air liur menetralkan asam di makanan serta asam
bakteri di mulut sehingga membantu mencegah karies.
b. Menelan
Selanjutnya adalah proses deglutition (menelan). Menelan dimulai
ketika bolus di dorong oleh lidah menuju faring. Tekanan bolus di faring
merangsang reseptor tekanan yang kemudian mengirim impuls aferen ke
pusat menelan di medula. Pusat menelan secara refleks akan mengaktifkan
otot-otot yang berperan dalam proses menelan. Tahap menelan dapat dibagi
menjadi 2, yaitu:
1) Tahap orofaring: berlangsung sekitar satu detik. Pada tahap ini
bolusdiarahkan ke dalam esofagus dan dicegah untuk masuk ke saluran
lain yang berhubungan dengan faring.
2) Tahap esofagus: pada tahap ini, pusat menelan memulai gerakan
peristaltik primer yang mendorong bolus menuju lambung. Gelombang
peristaltik berlangsung sekitar 5-9 detik untuk mencapai ujung esophagus.
c. Kerja Lambung
Selanjutnya, makanan akan mengalami pencernaan di lambung. Di
lambung terjadi proses motilita. Terdapat empat aspek proses motilitas di
lambung, yaitu:
1) Pengisian lambung (gastric filling): volume lambung kosong adalah 50
ml sedangkan lambung dapat mengembang hingga kapasitasnya 1 liter
2) Penyimpanan lambung (gastric storage): pada bagian fundus dan korpus
lambung, makanan yang masuk tersimpan relatif tenang tanpa adanya
pencampuran. Makanan secara bertahap akan disalurkan dari korpus ke
antrum.
3) Pencampuran lambung (gastric mixing): kontraksi peristaltik yang kuat
merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi lambung dan
menghasilkan kimus. Dengan gerakan retropulsi menyebankan kimus
bercampur dengan rata di antrum. Gelombang peristaltik di antrum akan
mendorong kimus menuju sfingter pilorus.
4) Pengosongan lambung (gastric emptying): kontraksi peristaltik antrum
menyebabkan juga gaya pendorong untuk mengosongkan lambung.
Selain melaksanakan proses motilitas, lambung juga mensekresi getah
lambung. Beberapa sekret lambung diantaranya:
1) Sel-sel partikel secara aktif mengeluarkan HCL ke dalam lumen lambung.
Fungsi HCL dalam proses pencernaan adalah :
a) Mengaktifkan prekusor enzim pepsinogen menjadi pepsin dan
membentuk lingkungan asam untuk aktivitas pepsin.
b) Membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat.
c) Bersama dengan lisozim bertugas mematikan mikroorganisme dalam
makanan.
2) Pepsinogen: pada saat di ekresikan ke dalam lambiung, pepsinogen
mengalami penguraian oleh HCL menjadi bentuk aktif, pepsin. Pepsin
berfungsi dalam pencernaan protein untuk menghasilkan fragmen-
fragmen peptida. Karena fungsinya memecah protein, maka peptin dalam
lambung harus disimpan dan disekresikan dalam bentuk inaktif
(pepsinogen) agar tidak mencerna sendiri sel-sel tempat ia terbentuk.
3) Sekresi mukus: mukus berfungsi sebagai sawar protektif untuk mengatasi
beberapa cedera pada mukosa lambung.
4) Sekresi Gastrin: di daerah kelenjar pilorus (PGA) lambung terdapat sel G
yang mensekresikan gastrin. Aliran sekresi getah lambung akan
dihentikan bertahap seiring dengan mengalirnya makanan ke dalam usus.
Di dalam lambung telah terjadi pencernaan karbohidrat dan mulai tejadi
pencernaan protein. Makanan tidak diserap di lambung. Zat yang diserap
di lambung adalah etil alkohol dan aspirin.
d. Kerja usus halus
Makanan selanjutnya memasuki usus halus. Usus halus merupakan
tempat berlangsungnya pencernaan dan penyerapan. Usus halus di bagi
menjadi tiga segmen, yaitu:
1) Duodenum (20 cm/ 8 inci): pencernaan di lumen duodenum di bantu oleh
enzim-enzim pankreas. Garam-garam empedu mempermudah pencernaan
dan penyerapan lemak.
2) Jejenum (2,5 m/ 8 kaki)
3) Ileum (3,6 m/12 kaki)
Proses motalitas yang terjadi di dalam usus halus mencakup
Segmentasi yang merupakan proses mencampur dan mendorong secara
perlahan kimus. Kontraksi segmental mendorong kimus ke depan dan ke
belakang. Kimus akan berjalan ke depan karena frekuensi segmentasi
berkurang seiring dengan panjang usus halus. Kecepatan segmentasi di
duodenum adalah 12 kontraksi/menit, sedangkan kecepatan segmentasi di
ileum adalah 9 kontraksi/menit. Segmentasi lebih sering terjadi di bagian
awal usus halus daripada di bagian akhir, maka lebih banyak kimus yang
terdorong ke depan daripada ke belakang. Akibatnya, kimus secara perlahan
bergerak maju ke bagian belakang usus halus dan selama proses ini kimus
mengalami proses maju mundur sehingga terjadi pencampuran dan
penyerapan yang optimal.
e. Kerja Kolon
Dalam empat jam setelah makan, materi sisa residu melewati ileum
terminalis dan dengan perlahan melewati bagian proximal kolon sepanjang
saluran. Transport lambat ini memungkinkan reabsorbsi efisien terhadap air
dan elektrolit. Materi sisa dari makanan mencapai dan mengembangkan
anus, biasanya kira-kira 12 jam.
f. Defekasi
Bila terjadi pergerakan massa ke rektum, kontraksi rektum dan
relaksasi sfingter anus akan timbul keinginan defekasi. Pendorongan massa
yang terus menerus akan dicegah oleh konstriksi tonik dari sfingter ani
interni dan sfingter ani eksternus. Keinginan berdefekasi muncul pertama
kali saat tekanan rektum mencapai 18 mmHg dan apabila mencapai 55
mmHg, maka sfingter ani internus dan eksternus melemas dan isi feses
terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah refleks intrinsic
(diperantarai sistem saraf enteric dinding rektum).
Ketika feses masuk rektum, distensi dinding rektum menimbulkan
sinyal aferen menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan
gelombang peristaltik dalam kolon descendens, sigmoid, rektum, mendorong
feses ke arah anus. Ketika gelombang peristaltik mendekati anus, sfingter ani
interni direlaksasi oleh sinyal penghambat dari pleksus mienterikus dan
dalam keadaan sadar berelaksasi secara volunter sehingga terjadi defekasi.
Jadi sfingter melemas sewaktu rektum terenggang.
Sebenarnya stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai
relfeks defekasi, sehingga diperlukan refleks lain, yaitu refleks defekasi
parasimpatis. Bila ujung saraf dalam rektum terangsang, sinyal akan
dihantarkan ke medulla spinalis, kemudian secara refleks kembali ke kolon
descendens, sigmoid, rektum, dan anus melalui serabut parasimpatis
pelvikus. Sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltik
dan merelaksasi sfingter ani internus, mengubah refleks defekasi intrinsik
menjadi proses defekasi kuat. Sinyal defekasi masuk ke medula spinalis
menimbulkan efek lain, seperti mengambil napas dalam, penutupan glottis,
kontraksi otot dinding abdomen mendorong isi feses dari kolon turun ke
bawah dan saat bersamaan dasar pelvis mengalami relaksasi dan menarik
keluar cincin anus mengeluarkan feses.

C. Etiologi
Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah salmonella typhi,
salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B dan salmonella paratyphi C.
D. Patofisiologi
Kuman salmonella typhi masuk ketubuh manusia melalui mulut dengan
makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque
Peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi
kemudian menembus ke lamina propina, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar
limfe messenterial yang juga mengalami hipertropi. Setelah melewati kelenjar-
kelenjar limfe ini salmonella typhi masuk kealiran darah melalui duktus
thoracicus. Kuman-kuman salmonella typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi
portal dari usus. Salmonella typhi bersarang di plaque Peyeri, limpa, hati dan
bagian-bagian lain system retikuloendotial.
Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid
disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian-
eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab
utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin
Salmonella typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu
terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan setempat Salmonella typhi
berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena Salmonella typhi dan
endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.

E. Manifestasi Klinik
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang
timbul sangat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia,
tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit
bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit
yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang
ahli yang sudah berpengalaman pun mengalami kesulitan untuk membuat
diagnosis klinis demam tifoid.
Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan
penyakit akut pada umumnya. Yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk
dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya dijumpai suhu badan meningkat.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi
relatif, lidah yang khas (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor),
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa samnolen,
stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang
Indonesia.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas,
terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan
penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan
jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm 3 ditemukan pada fase demam. Hal ini
diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu
hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium
panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit
meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.
2. Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan
lekosit dalam urine.
3. Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan
usus dan perforasi.
4. Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella typhi
dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
5. Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ). Adapun
antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah
antobodi O dan H. Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada
minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih
dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian
menunjukkan diagnosa positif dari infeksi salmonella typhi.
6. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat
demam tifoid.
G. Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal :
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra-intestinal :
a. Komplikasi kardiovaskular :
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan
tromboflebitis.
b. Komplikasi darah :
Anemia hemolitik, trombositopenia dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru :
Pneumonia, empiema dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung empedu :
Hepatitis dan kolesistisis.
e. Komplikasi ginjal :
Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang :
Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artitis.
g. Komplikasi neuropsikatrik :
Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, SGB, psikosis dan
sindrom katatonia.
Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi.
Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum
terutama bila perawatan pasien kurang sempurna (Ramadoni, 2008).
H. Penatalaksanaan
Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian yaitu perawatan, diet dan
obat-obatan.
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7
hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi pasien harus
dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-
ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia
hipostatik dan dekubitus.
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
Dimasa lampau, pasien dengan demam tifoid diberi bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan
pasien. Karena usus perlu diistirahatkan.
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini
dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
3. Obat
Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah :
a. Kloramfenikol
b. Thiamfenikol
c. Ko-trimoksazol
d. Ampisillin dan Amoksisilin
e. Sefalosporin generasi ketiga
f. Fluorokinolon.
Obat-obat simptomatik :
a. Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin).
b. Kortikosteroid (tapering off Selama 5 hari).
c. Vitamin B komp. Dan C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan
kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.
I. Pathway
Makanan, Minuman, Air Tercemae

Mengandung Salmonella Thypi

Masuk ke dalam tubuh melalui saluran cerna


Proses penyakit
Thypus Abdominalis
MK: Kurang pengetahuan
Masuk ke lambung Toksemia Usus halus
MK: Cemas
Salmonella dimusnakan Ductus Thoracicus Salmonella bersarang
oleh asam lambung di jaringan limfoid
Masuk kehati plaque payeri

Produksi asam lambung Salmonella Thypii Mukosa membran


meningkat berkembang biak payeri cedera/luka
Berkembag biak
Mual dan muntah dihati/limfa Hipertrofi Tukak pada mukosa
payeri
Anorexia Pembesaran Penekanan pada saraf
limfa di hati Perdarahan perforasi
MK: Nutrisi Kurang intestinal
Dari Kebutuhan Tubuh Nyeri ulu hati
MK: Resiko Kekurangan Proses Infeksi
VolmeCairan Splenomegali MK: Gangguan Rasa
Nyaman Nyeri MK: Hypertermi
Penurunan /peningkatan
Mobilitas usus

Penurunan /peningkatan
Peristaltik usus

MK: Konstipasi/Diare
J. Fokus Pengkajian
Dasar data atau data fokus pengkajian klien dengan demam thypoid antara
lain :
1. Pengumpulan Data
a. Wawancara
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register
dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella
typhi ke dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang
digunakan. Gangguan dalam beribadat karena klien tirah baring total
dan lemah.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual
dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan
tidak makan sama sekali, penurunan berat badan, tidak toleran
terhadap diet/sensitive misalnya buah segar/sayur, produk susu,
makanan berlemak. Penurunan lemak subkutan/massa otot,
kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa
pucat, luka, inflamasi rongga mulut.
b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena
tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami
gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien
dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang
berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat
meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan dibantu.
Pembatasan aktivitas kerja sampai dengan efek proses penyakit.
d) Pola kenyamanan (nyeri)
Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kanan bawah (mungkin hilang
dengan defakasi). Titik nyeri berpindah, nyeri tekan, nyeri mata,
foofobia.
e) Pola aktifitas, tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan
suhu tubuh, kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia,
tidak tidur semalaman karena diare, merasa gelisah dan ansietas.
f) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya
dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
g) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan
penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak
terdapat suatu waham pad klien.
h) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di
rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
i) Pola reproduksi dan seksual
Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah
karena harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum
menikah tidak mengalami gangguan.
j) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena
keadaan sakitnya.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan


Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total
dan tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang
dideritanya saat ini.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38-41 0
C, muka kemerahan.
2) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.
4) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin
rendah, takhikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses
imflamasi dan nyeri). Kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin
K). Hipotensi termasuk postural.
5) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak
kusam. Kulit dan membran mukosa seperti turgor buruk, kering, lidah
pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).
6) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
7) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas),
mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak
enak, peristaltik usus meningkat.
8) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut
kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas,
terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam
sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah.
Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000-4000 /mm 3 ditemukan
pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh
endotoksin. Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi.
Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu
pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat
rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.
2) Pemeriksaan urine
Didaparkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga didapatkan
peningkatan lekosit dalam urine.
3) Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan
usus dan perforasi.
4) Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella dan
biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
5) Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ).
Adapun antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman
salmonella adalah antobodi O dan H. Apabila titer antibodi O adalah
1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer
antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan
1 atau 2 minggu kemudian menunjukkan diagnosa positif dari infeksi
Salmonella typhi.
6) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau
komplikasi akibat demam tifoid.

K. Fokus Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin dijumpai pada pasien demam
thypoid adalah
1. Hypertermi bernubungan
dengan infeksi kuman salmonella thypi
2. Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi nutrien, status
hipermetabolik, secara medik masukan dibatasi.
3. Nyeri berhubungan dengan
Hiperperistaltik, diare lama, iritasi kulit/jaringan, ekskoriasi fisura perirektal
L. Intervensi dan Implementasi
1. Hipertermi (D.0130)
DEFINISI
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
PENYEBAB
- Dehidrasi
- Terpapar lingkungan panas
- Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
- Ketidaksesuaian pakaian dengan tubuh
- Peningkatan laju metabolisme
- Respon trauma
- Aktivitas berlebihan
- Penggunaan incubator

OUTCOME
Termoregulasi Membaik (L. 14134)
INTERVENSI KEPERAWATAN
A. Manajemen Hipertermia (I.15506)
Observasi
- Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar lingkungan panas
penggunaan incubator)
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urine

Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
- Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada, abdomen,aksila)
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Batasi oksigen, jika perlu

Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

2. Defisit Nutrisi (D.0019)


Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Penyebab
1) Ketidakmampuan menelan makanan
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4) Peningkatan kebutuhan metabolisme
5) Faktor ekonomi (mis, finansial tidak mencukupi)
6) Faktor psikologis (mis, stres, keengganan untuk makan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif     : (tidak tersedia)     
Objektif :
1. Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal .
 
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1) Cepat kenyang setelah makan 
2) Kram/nyeri abdomen 
3) Nafsu makan menurun  . 
Objektif :
1) Bising usus hiperaktif
2) Otot pengunyah lemah
3) Otot menelan lemah
4) Membran mukosa pucat
5) Sariawan
6) Serum albumin turun
7) Rambut rontok berlebihan
8) Diare
Kondisi Klinis terkait :
1) Stroke
2) Parkinson
3) Mobius syndrome
4) Celebral palsy
5) Cleft lip
6) Cleft palate
7) Amyotropic lateral sclerosis
8) Kerusakan neuromuskular
9) Luka bakar
10) Kanker
11) Infeksi
12) AIDS
13) Penyakit Crohn’s
14) Enterokolitis
15) Fibrosis kistik
Outcome
Defisit Nutrisi
Intervensi Utama :
1) Manajemen Nutrisi
2) Promosi Berat Badan.
Intervensi Pendukung :
1) Edukasi Diet
2) Edukasi Kemoterapi
3) Konseling Laktasi
4) Konseling Nutrisi
5) Konsultasi 
6) Manajemen cairan
7) Manajemen Demensia
8) Manajemen Diare
9) Manajemen Eliminasi Fekal
10) Manajemen Energi
11) Manajemen Gangguan Makan
12) Manajemen Hiperglikemia
13) Manajemen Kemoterapi
14) Manajemen Reaksi Alergi
15) Pemantauan Reaksi Alergi
16) Pemantauan Cairan
17) Pemantauan Nutrisi.
18) Pemantauan Tanda Vital
19) Pemberian Makanan
20) Pemberian Makanan Enteral
21) Pemberian Makanan Parenteral
22) Pemberian Obat Intravena
23) Terapi Menelan.

3. Nyeri Akut (D.0077)

Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan


aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab

1. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)


2. Agen pencedra kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencidra fisik (mis. Abses, trauma, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat,prosedur operasi,trauma, latihan fisik berlebihan

OUTCOME

Tingkat Nyeri Menurun (L.08066)

Intervensi Keperawatan

A. Manajemen Nyeri (I. 08238)

Observasi

1) lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri


2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi

1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


M. Evaluasi
Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama demam tifoid
dikatakan berhasil/efektif jika :
1. Klien mampu mengontrol
diare/konstipasi melalui fungsi usus optimal/stabil.
2. Komplikasi minimal/dapat
dicegah.
3. Stres mental/emosi
minimal/dapat dicegah dengan menerima kondisi dengan positiKlien mampu
mengetahui/memahami/menyebutkan informasi tentang proses penyakit,
kebutuhan pengobatan dan aspek jangka panjang/potensial komplikasi
berulangnya penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, Ilham. 2012. Laporan Pendahuluan Demam Typhoid. (Online) Available:
https://www.academia.edu/5497287/Lp-demam-typhoid3 (Diakses pada
tanggal 3 April 2017)
Anonim. Makalah Demam Typhoid. (Online) Available:
http://dokumen.tips/documents/tugas-kmb-55b08aae423b5.html
Padila.2013.Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai