Anda di halaman 1dari 13

REGULATORY IMPACT ASSESSMENT STATEMENT (RIAS)

PP TENTANG TARIF BIAYA TERA

1. Latar Belakang

Peran Departemen Perdagangan di bidang penyelenggaraan kemetrologian (Metrologi


Legal) sebagaimana diatur dalam penjelasan pasal 1 Undang-Undang Metrologi adalah
membina, mengelola, dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan di bidang
kemetrologian, hal ini merupakan konsekuensi sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, yang bertujuan melindungi
kepentingan umum, perlunya jaminan dalam kebenaran pengukuran serta adanya
ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan,
metode pengukuran dan alat-alat ukur,takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP).

Tantangan yang muncul dewasa ini adalah pelaksanaan otonomi daerah, di mana
daerah berwenang mengatur daerahnya sendiri dan memungkinkan terjadinya benturan
kepentingan antar daerah yang dapat merugikan kepentingan nasional dalam kerangka
pembangunan industri dan perdagangan bebas. Pada hakekatnya pelaksanaan otonomi
daerah dimaksudkan agar potensi ekonomi di seluruh daerah dapat segera dioptimalkan
menjadi kegiatan ekonomi yang signifikan dengan didukung oleh tumbuhnya prakarsa,
jiwa wiraswasta, dan kemampuan berusaha di kalangan masyarakat bawah. Ini
tercermin dalam Propenas 2000-2004, yaitu otonomi menjadi bagian dalam mencapai
tujuan pembangunan ekonomi nasional yan lebih adil dan merata melalui peningkatan
peran daerah dan pemberdayaan seluruh rakyat dengan basis efisiensi serta menjamin
keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Peraturan Perundang-undangan yang terakhir tentang Pemerintahan Daerah adalah UU


Nomor 32 Tahuan 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Di sini urusan
perdagangan termasuk dalam urusan pilihan yang dibagi antara ketiga tingkatan
pemerintahan tersebut. Karena pelayanan kemetrologian termasuk dalam urusan

1
perdagangan maka sudah seharusnya Pelayanan tera dan tera ulang UTTP juga menjadi
wewenang Pemerintah Daerah.

Sejalan dengan itu, terbitnya PP 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah memberikan
wewenang bagi Pemerintah Daerah untuk menarik retribusi atas pelayanan yang
diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kegiatan pelayanan kemetrologian yang diterapkan oleh pemda kota/kabupaten


berpotensi menimbulkan ketidakharmonisan manakala Pemerintah Daerah menetapkan
retribusi tera yang berbeda-beda. Secara substansial hal ini memang tidak menjadi
masalah di era otonomi daerah saat ini. Akan tetapi, kalau retribusi yang ada tidak
memiliki acuan yang jelas dari peraturan yang ada di atasnya, maka ini akan
menimbulkan ketidakjelasan bagi para pemilik UTTP yang akan menera/menera
ulangkan UTTP-nya. Tanpa aturan yang jelas maka retribusi tera yang dihasilkan oleh
satu Pemda dan Pemda lainnya akan saling bertentangan.

Akibatnya, para pemilik UTTP akan menghadapi ketidakpastian akan biaya tera yang
harus dibayar. Kesenjangan biaya tera antara satu daerah dengan daerah lainnya yang
tidak terkontrol akan mendorong pemilik UTTP membawa UTTP-nya ke daerah lain.
Ini berpeluang menambah biaya transaksi yang harus ditanggung. Di sisi lain,
penyusunan Perda sendiri tentang retribusi juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Termasuk di antaranya adalah biaya penyusunan, waktu yang diperlukan, juga biaya
untuk mengimplementasikan Perda tersebut. Harus diingat juga kerugian yang harus
ditanggung apabila ternyata Perda itu dibatalkan.

Perkembangan di daerah mengisyaratkan bahwa aneka pelayanan yang diberikan oleh


Pemda adalah sumber pemasukan, tidak terkecuali pelayanan kemetrologian. Meski
pemasukan yang dimaksud tidak selalu harus sepadan dengan APBD yang
dialokasikan, DPRD melihat bahwa yang penting dari pelayanan yang diberikan harus
terlihat ada pemasukan yang signifikan. Jika tidak, ada kemungkinan pos pelayanan
tersebut dihentikan operasionalnya.

2
Harus diperhatikan bahwa pelayanan tera/tera ulang itu sendiri termasuk dalam
pelayanan publik. Hal ini sesuai dengan definisi pelayanan publik (public services)
yaitu “Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan
publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan”. (Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003),

Pada hakekatnya pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada


masyarakat yang merupakan kewajiban aparatur negara sebagai abdi masyarakat.
(Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003).

Pelayanan publik kepada masyarakat dapat diberikan secara cuma-cuma sebagai


kompensasi dari pembayaran pajak, ataupun ditarik bayaran. Terhadap pelayanan
publik yang ditarik bayaran, tarif pelayanan publik oleh pemerintah ditetapkan
berdasarkan harga yang paling tepat.

2. Permasalahan yang terkait dengan biaya tera/tera ulang bisa diidentifikasi


sebagai berikut:

Pemerintah Daerah menyusun aturan sendiri melalui Peraturan Daerah (Perda) yang
menetapkan biaya tera yang besarnya berbeda-beda ditiap-tiap daerah, sementara tarif
biaya tera itu sendiri besarnya sudah diatur dalam PP biaya tera. Pemerintah daerah
membutuhkan panduan, guidance, yang menjamin bahwa peneraan yang dilakukan di
manapun di Indonesia memilki biaya tera yang harmonis, dengan tidak menafikan hak
daerah untuk memperoleh pemasukan dari pelayanan tersebut. Di sisi lain, berkaitan
dengan harmonisasi peraturan yang dibutuhkan oleh dunia usaha, bagaimana
seharusnya PP mengatur tentang besaran Retribusi Tera yang dipungut oleh Pemda ?

3. Identifikasi Tujuan
Harmonisasi antara peraturan pemerintah tentang biaya tera dan perda retribusi biaya
tera

3
4. Identifikasi Alternatif Tindakan

a. Do Nothing

Membiarkan PP apa adanya Sedangkan di daerah tetap diberlakukan PERDA yang


menganggap tera sebagai retribusi.

b. Revisi 1

Melakukan revisi dalam PP tentang biaya tera, yang memberikan guidance dalam
menentukan biaya tera/tera ulang, dengan besaran nilai biaya tera yang lebih
sesuai.(nanti dijelaskan)

c. Revisi 2

Melakukan revisi dalam PP tentang biaya tera, yang memberikan guidance dalam
menentukan biaya tera/tera ulang, dengan memberikan subsidi penuh (nanti dijelaskan)
(100%).

Sebenarnya retribusi mungkin saja ditetapkan sebesar biaya yang dikeluarkan oleh
masyarakat

5. Analisis Manfaat dan Biaya


Analisis ini dilakukan dengan menghitung nilai manfaat dan biaya yang diproyeksikan
hingga 5 tahun ke depan. Daerah yang dipakai sebagai objek pembahasan RIA adalah
Unit Metrologi DKI Jakarta.

Beberapa asumsi yang dipakai dalam tulisan ini:


1. Keterbatasan data-data yang tersedia, sehingga dipakai pendekatan untuk
memperoleh data-data berikut:

a. Angka cakupan pelayanan (service coverage) UTTP untuk Indonesia


diasumsikan 10 % (rujukan dari Ditmet, Renstra) dari potensi nilai tera/tera
ulang UTTP yang ada.

4
b. Karena GDP Perkapita Jakarta sebesar 4 kali lipat GDP perkapita Indonesia,
maka seharusnya angka coverage untuk UTTP DKI Jakarta juga empat kali
lipat dari 10%, yakni 40%. (pembanding dari daerah lain supaya lebih logis)

c. Angka 40 % tidak mungkin tercapai mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh


Dinas Metrologi DKI Jakarta, di samping untuk mengantisipasi kekurangan
data UTTP yang telah ditangani, maupun potensi UTTP yang sebenarnya.
Sehingga kita anggap bahwa cakupan UTTP yang terlayani di DKI Jakarta
sebesar separuh dari 40 % yakni 20%. Saat ini pendapatan yang tercatat dari
tera/tera ulang di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2008 sebesar Rp
2.674.215.124,-

2. Semakin besar GDP di suatu negara/wilayah, maka diharapkan semakin besar pula
cakupan pelayanan UTTP di tempat itu. Sehingga untuk wilayah DKI Jakarta yang
memiliki GDP perkapita 3,95 kali lipat dari GDP perkapita nasional maka cakupan
pelayanan UTTP juga dikalikan dengan angka yang mendekati angka itu, yakni sebesar
4 kali lipat1.

3. Dari referensi diperoleh penelitian2 yang menunjukkan peran ekonomis dari kegiatan
pengukuran. Di sini disampaikan penelitian bahwa keuntungan atau nilai tambah dari
pengukuran sebesar 3,5% (rujukan..) GDP untuk Amerika Serikat. Untuk negara
berkembang seperti Indonesia maka disusun asumsi bahwa kapasitas pelayanan
metrologi tentu lebih kecil selain kesadaran masyarakat yang masing kurang untuk
mendapatkan pengukuran yang benar, sehingga nilai tambah kegiatan pengukuran
adalah lebih kecil, sekitar 1,5% dari GDP.

1
Tahun 2007 GDP perkapita Jakarta US$ 6810,89 dan GDP perkapita nasional US$ 1722,53
2
Pasqual A. Don Vito, Estimates of the Cost of Measurement in the U.S. Economy, November 1984 Planning
Report 21 NBS p1-42. Figures for the value added, defined as “ the value of goods and services sold less the
non labor costs plus certain other items such as profits and indirect business taxes. ” were determined by
the Bureau of Economic Analysis in the US Department of Commerce for each industry sector. As the cost of
labour is typically the largest component of value added Don Vito used the labor component of value added
as a surrogate for total value added to obtain the value added from measurement related activities for each
sector and summing over all sectors derived that the value added from measurement related activities was
3.5% of GDP.

5
4. Pada alternatif ke-3 (Revisi dalam PP tentang biaya tera, yang memberikan guidance
dalam menentukan biaya tera/tera ulang, dengan memberikan subsidi penuh /biaya tera
Rp 0), diasumsikan pada setahun pertama, dari tahun 2007 hingga 2008 akan terjadi
pengurangan pelayanan oleh unit metrologi daerah untuk sementara, sebelum akhirnya
ditangani oleh pemerintah pusat pada 4 tahun berikutnya.

a. Alternatif 1: Do Nothing
Tidak melakukan apa-apa (do nothing). PP biaya tera dan Perda retribusi
diberlakukan apa adanya secara bersama-sama

Manfaat:
 Pemerintah Daerah
Dengan kondisi yang ada, Pemda masih mendapatkan pemasukan berupa retribusi
yang besarnya diatur berdasarkan Perda. Data untuk point ini berasal dari retribusi
tera/tera ulang Pemda DKI Jakarta.

Perhitungan:
M PD  (UTTP ) x(1  i ) n
MPD =( 2.674.215.124,) x (1+0,09)5
= Rp. 4,111,858,046,-
Dengan:
MPD = manfaat yang diperoleh Pemda
UTTP = retribusi tera/tera ulang DKI tahun 2008
i = rata-rata inflasi dari tahun 2001 s.d 2005

 Konsumen
Pelayanan UTTP akan dirasakan manfaatnya bagi konsumen dengan nilai yang
sebanding dengan besarnya proporsi dampak transaksi pengukuran di negara
berkembang dikalikan dengan cakupan pelayanan UTTP di DKI Jakarta, 20 % dari
40%. Nilai manfaat ini diproyeksikan (future valued) ke 5 tahun ke depan.

Perhitungan:

6
MK(5th) = (20/40) x ImpactDEV x GDPDKI x (1+i)n
MK(5th) = (20/40) x 0,015 x (566.449.360.220.000.-) x (1+0,09)5
= Rp. 6.536.644.161.542,02
Dengan:
MK(5th) = manfaat bagi konsumen dlm 5 tahun
ImpactDEV = nilai tambah metrologi bagi GDP negara maju
GDPDKI = GDP DKI tahun 2007
i = rata-rata inflasi dari tahun 2001 s.d 2005
Total manfaat = manfaat Pemda + manfaat konsumen = Rp. 6,540,758,772,992

Biaya
 Pemerintah Daerah
Biaya yang muncul berupa biaya operasional dan perawatan yang dikeluarkan oleh
Dinas Metrologi DKI Jakarta

Perhitungan
Bops = OPS x (1+(i+d))5
Bops = (5.288.500.000,-) x (1+(0,09+0,052))5
Bops = Rp. 10.284.935.273.99
Di mana:
Bops = biaya operasional 5 tahun mendatang
OPS = biaya operasional Dinas Metrologi DKI tahun 2008
i = rata-rata inflasi DKI dari 2001 s.d 2005
d = laju depresiasi barang inventaris 5 tahun mendatang

 Pemilik UTTP
Ini adalah biaya transaksi yang diakibatkan oleh penerapan PP biaya tera dan Perda
biaya tera sehingga menyebabkan service coverage UTTP untuk DKI Jakarta hanya
separuh dari 40%, yakni 20%.

Perhitungan:
BUTTP = UTTP’ x (1+i)5
BUTTP = Rp 2.674.215.124 x (1+0,096)5

7
BUTTP = Rp. 4.229.111.266
Di mana:
BUTTP = biaya yang berdampak pada pemilik UTTP
UTTP’ = potensi retribusi tera/tera ulang dikurangi retribusi tera/tera ulang
yang diperoleh di DKI Jaya

 Konsumen
Biaya yang ditanggung konsumen adalah kerugian akibat UTTP yang tidak ditera,
sama dengan separuh dari potensi nilai tambah metrologi terhadap GDP. Nilai
biaya ini diproyeksikan (future valued) ke 5 tahun ke depan.

Perhitungan:
BK(5th) = MK(5th)
BK = Rp. 6.536.644.161.542,02

Total biaya= biaya Pemda + biaya pemilik UTTP+ biaya konsumen = Rp.
6,551,158,208,081.82
Dengan demikian,
Net benefit = manfaat total – biaya total = -(Rp.10.339.435.089,44) 
biaya >> manfaat

b. Alternatif 2: Revisi 1

Melakukan revisi dalam PP tentang biaya tera, yang memberikan guidance dalam
menentukan biaya tera/tera ulang, dengan besaran nilai biaya tera yang lebih sesuai.

Manfaat:
 Pemerintah Daerah
Ada dua macam manfaat yang diperoleh oleh Pemda DKI Jakarta:

1. Penghematan anggaran karena tidak perlu lagi menghitung besaran biaya tera
yang membutuhkan biaya tidak sedikit untuk penyusunan dan pengesahannya.
Perhitungan:

8
Perkiraan penghematan biaya penyusunan dan pengesahan Perda sekitar Rp.
300.000.000,-

2. Asumsi peningkatan retribusi tera menjadi sebesar dua kali lipat daripada uang
tera/tera ulang DKI Jakarta tahun 2008 dengan jumlah UTTP yang dianggap
tetap.
Perhitungan:
MPD = 2 x UTTP
MPD = 2 x Rp. 4.114.611.450,-

 Konsumen
Dengan makin harmonisnya PP dan biaya tera maka diharapkan pelayanan UTTP
yang dirasakan konsumen semakin meningkat dengan nilai yang sebanding dengan
besarnya proporsi dampak transaksi pengukuran di negara berkembang dikalikan
dengan cakupan pelayanan UTTP di DKI Jakarta yang meningkat menjadi 30%
dari yang seharusnya 40%. Nilai manfaat ini diproyeksikan (future valued) ke 5
tahun ke depan.
Perhitungan:
MK(5th) = (30/40) x ImpactDEV x GDPDKIx(1+i)n
MK = (30/40) x 0,015 x566,449,360,220,000.- x (1+0,09)5
= Rp. 9,804,966,242,313.05

di mana:
MK(5th) = manfaat konsumen
ImpactDEV = nilai tambah metrologi bagi GDP negara berkembang
GDPDKI = GDP DKI tahun 2007
i = rata-rata inflasi tahun 2001 s.d 2005

Total manfaat = manfaat Pemda + manfaat konsumen =


Rp. 9,813,495,465,213.74

Biaya:

9
 Pemerintah Daerah
Biaya berupa biaya operasional dan perawatan yang dikeluarkan oleh Dinas
Metrologi DKI Jakarta, sebesar 2 kali lipat sebanding dengan penerimaan retribusi
tera.

Perhitungan:
Bops = 2 x OPS x (1+(i+d))5
Bops = 2 x (5.288.500.000,-) x (1+(0,09+0,052))5
Bops = Rp. 20,569,870,547.98
Dengan:
Bops = biaya operasional 5 tahun mendatang
OPS = biaya operasional Dinas Metrologi DKI tahun 2008
i = rata-rata inflasi DKI dari 2001 s.d 2005
d = laju depresiasi barang inventaris 5 tahun mendatang

 Konsumen
Kerugian akibat UTTP yang tidak ditera, sama dengan seperempat dari cakupan
pelayanan UTTP di DKI Jakarta yang seharusnya 40%.
Perhitungan:
BK = (10/40) x ImpactDEV x GDPDKI x(1+i)n
BK = (10/40) x 0,015 x 566,449,360,220,000.-x (1+0,09)5
= Rp. 3,268,322,080,771.02

Total biaya = biaya Pemda + Biaya Konsumen = Rp 3,288,891,951,319.00

Net benefit = total manfaat – total biaya = 6.524.598.007.085 


manfaat>> biaya

c. Alternatif 3: Revisi 2

Revisi 2: Melakukan revisi dalam PP tentang biaya tera, yang memberikan


guidance dalam menentukan biaya tera/tera ulang, dengan memberikan subsidi
penuh (biaya tera Rp 0).

10
Manfaat:
 Pemerintah Pusat
Kita anggap bahwa dengan menerapkan biaya nol rupiah terjadi penghentian atau
pengurangan pelayanan oleh Unit Metrologi Daerah pada tahun pertama.
Selanjutnya pelayanan tera/tera ulang diambil alih oleh pemerintah Pusat. Sehingga
manfaat yang dihitung adalah uang tera Pemda DKI proyeksi 5 tahun ke depan
dikurangi uang tera Pemda DKI tahun 2008

Perhitungan:
M Pus (5th )  (UTTP ) x(1  i ) n  UTTP

MPus(5th)= Rp. 4.111.858.046 – 2.672.425.600


MPus(5th) = Rp. 1.439.432.446
Di mana:
MPus(5th) = manfaat yang diterima pemerintah pusat 5 th kedepan
UTTP = retribusi tera/tera ulang DKI tahun 2008
i = rata-rata inflasi dari tahun 2001 s.d 2005

 Konsumen
Manfaat yang diperoleh oleh konsumen merupakan hasil prediksi manfaat yang
diperoleh dalam 5 tahun (sesuai dampak ekonomi konsumen pada opsi 1) dikurangi
manfaat yang hilang pada tahun pertama akibat penghentian sementara pelayanan
UTTP.

Perhitungan:
MK(5th) = [(20/40)xImpactDEVx GDPDKI x(1+i)n] –[(20/40)x ImpactDEV x GDPDKI)]
MK(5th)= [(20/40) x 0,015 x 566.449.360.220.000] x [(1+0,09)5-1]
di mana:
MK(5th) = manfaat bagi konsumen dlm 5 tahun
ImpactDEV = nilai tambah metrology bagi GDP negara berkembang
GDPDKI = GDP DKI tahun 2007
i = rata-rata inflasi dari tahun 2001 s.d 2005

11
Total manfaat = manfaat Pemda + manfaat konsumen =
Rp. 9,813,495,465,213.74

Biaya:
 Pemerintah Daerah
Biaya operasional dan perawatan yang dikeluarkan oleh Dinas Metrologi DKI
Jakarta, sebesar biaya operasional dan perawatan yang diproyeksikan 5 tahun ke
depan dikurangi biaya operasional dan perawatan tahun 2008.

Perhitungan:
Bops = OPS x [(1+(i+d))5-1]
Bops = 5.288.500.000,- x [(1+(0,09+0,052))5-1]
Bops = Rp. 4.996.435.273.99
Dengan:
Bops = biaya operasional 5 tahun mendatang
OPS = biaya operasional Dinas Metrologi DKI tahun 2008
i = rata-rata inflasi DKI dari 2001 s.d 2005
d = laju depresiasi barang inventaris 5 tahun mendatang

 Konsumen
Kerugian akibat UTTP yang tidak ditera, sama dengan dampak tera/tera ulang
UTTP terhadap GDP DKI Jakarta tahun 2008 dengan asumsi cakupan UTTP 20%.

Perhitungan:
BK = (20/40) x ImpactDEV x GDPDKI
BK = (20/40) x 0,015 x 566,449,360,220,000.-x
= Rp. 4.248.370.201.650
Dengan:
MK = biaya oleh konsumen
ImpactDEV = nilai tambah metrologi bagi GDP negara berkembang
GDPDKI = GDP DKI tahun 2007
i = rata-rata inflasi dari tahun 2001 s.d 2005
Total biaya: Rp 4,253,366,636,923.99

12
Net benefit = total manfaat – total biaya = -1,963,653,244,586.11biaya>>
manfaat
Dengan demikian, dari ketiga opsi kebijakan di atas, opsi ke-2 (revisi 1)
adalah pilihan yang memberikan net benefit terbesar.

Analisis Sensitivitas (sebagai pendukung)


Kesimpulan (manfaat apa saja, dll) disampaikan lebih dulu, bagaimana
perhitungan, baru asumsi. Tapi option mana yang dipilih ditaruh di belakang.
Perhitungan bisa ditaruh di footnote/belakang.

Opsi 2, maka ada peningkatan benefit sekian, peningkatan cost sekian.


Adakah biaya yang cuma 1 kali (one off, belanja modal) atau terus naik (on
going, rutin)

Untuk menyiapkan 5 tahun, harus ada flow revenue dan cost yang tidak sama.
Ditarik ke recent value.
Ada kemungkinan untuk memproyeksi tahun-tahun ke depan, r cost dan r
benefit tidak sama
Beban biaya yang harus dibayar oleh pemilik UTTP, ada kenaikan atau
tidak..(kalo ada lebih, biaya siluman juga realistis)

13

Anda mungkin juga menyukai