Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini dalam dunia kesehatan ada berbagai macam jenis penyakit
yang telah teridentifikasi. Penyakit-penyakit tersebut sangat beraneka ragam
dan menyerang berbagai macam sistem tubuh manusia tanpa mengenal jenis
kelamin, usia, status ekonomi dan hal-hal lain yang lekat dengan manusia.
Salah satu penyakit yang sering kita jumpai yang menyerang system
pencernaan adalah appendisitis.
Appendisitis adalah Peradangan dari apendik periformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 2008).
Apendiks atau umbai cacing merupakan peradangan pada apendiks yang
berlokasi dekat katub illeocekal. Gejala awal yang muncul adalah pasien
merasakan nyeri dibagian umbilicus kemudian diikuti dengan merasakan mual
dan muntah. Apabila ditemukan appendisitis maka satu-satunya pengobatan
adalah apendektomi. Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat
appendiks (Mansjoer, 2008).
Rasio pria dibandingkan wanita adalah 2 banding 1. Usia antara 10
sampai 25 tahun insiden ruptur terjadi antara 15 % sampai 25% pasien saat
datang, dengan insiden lebih tinggi pada anak-anak dan lansia.
Data Insiden di Negara maju lebih tinggi dari pada di Negara
berkembang. Tujuh persen penduduk di Amerika menjalani appendektomi
dengan insidens 1,1/1000 penduduk pertahun. Sedang di Negara-negara barat
sekitar 16%. Di Afrika dan Asia prefalensi lebih rendah
(www.ilmubedah.com).
Data insiden di Indonesia dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT), appendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen.
Insiden appendisitis di Indonesia pada tahun 2008 menempati urutan keempat
diantara kasus kegawatan abdomen lainnya (Depkes, 2008).

1
A. Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk kenaikan
pangkat golongan dalam jabatan fungsional tertentu.
Makalah ini juga dibuat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
Appendicitis.

B. Manfaat
1. Manfaat
a. Bagi masyarakat. Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
masyarakat khususnya pasien appendisitis.
b. Bagi perkembangan IPTEK .Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
tenaga kesehatan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang
appendisitis

2
BAB II
TINJAUAN TEORETIS

A. Defenisi
Appendiks adalah ujung seperti jari jari yang kecil panjangnya kira-kira
10cm (4 inchi), melekat pada sekum tepat dibawah katub ileosekal.
(Smeltzer, 2001).
Appendisitis adalah Peradangan dari apendik periformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 2008).
Appendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah dari rongga abdomen, adalah penyebab yang paling
umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Berdasarkan definisi yang ada maka penulis menyimpulkan bahwa
appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks yang
menyebabkan inflamasi akut pada kuadran kanan bawah dari rongga
abdomen dan merupakan penyebab yang paling umum untuk bedah abdomen
darurat.
B. Etiologi
Terjadinya appendicitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri.
Namun terdapat banyak sekali factor pencetus terjadinya penyakit ini.
Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen appendiks. Obstruksi pada
lumen appendiks biasanya disebabkan oleh timbunan tinja yang keras
(fekalit), hyperplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing
dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering
menyebabkan obstruksi lumen appendiks adalah fekalit dan hyperplasia
jaringan limfoid (Jitowiyono, 2010).

3
C. Anatomi dan Fisiologi
a) Anatomi

Gambar 2.1. Anatomi Sistem Pencernaan


(http://www.anatomipencernaan.com)

Gambar 2.2. Anatomi Appendiks


(http://www.google.com/search.mozilla.anatomi usus)

4
b) Fisiologi
1) Mulut
Mulut merupakan jalan masukmenuju sistem pencernaan dan berisi
organ aksesoris yang berfungsi dalam proses awal pencernaan.
a) Bagian luar yang sempit (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, bibir
dan pipi.
b) Bagian rongga mulut (bagian dalam) yaitu rongga mulut yang
dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis
disebelah belakang bersmbung dengan faring. Selaput lendir mulut
ditutupi epithelium yang berlapis–lapis, dibawahnya terletak
kelenjar–kelenjar halus yang mengeluarkan lender, selaput ini kaya
akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf
sensoris. Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah
dalam ditutupi oleh selaput lender (mukosa). Dalam mulut terdapat
enzim amylase dimana diproduksi oleh kelenjar saliva dan enzim
phyalin yang berfungsi mengubah amilum menjadi maltose (Setiadi,
2007).
2) Faring dan esophagus
Faring atau tekak terletak dibelakang hidung, mulut, dan laring
(tenggorokan). Faring berupa saluran berbentuk kerucut dari bahan
membrane berotot (mukosa membranosa) dengan bagian terlebar
disebelah atas dan berjalan dari dasar tengkorak sampai diketinggian
vertebra servikal keenam, yaitu ketinggian tulang rawan krikoid,
tempat faring tersambung dengan esophagus.
Nasofaring berada dibelakang hidung. Didinding pada daerah ini
terdapat lubang saluran eustakhius. Kelenjar–kelenjar adenoid terdapat
lubang pada nasofaring. Faring oralis, terletak dibelakang mulut. Kedua
tonsil ada di dinding lateral daerah faring ini. Faring laringel ialah
bagian terendah yang terletak dibelakang laring.
Esophagus adalah sebuah tabung berotot yang panjangnya 20-25 cm,
diatas dimulai dari faring, sampai pintu masuk kardiak lambung
dibawah.setelah melalui toraks, menembus diafragma, masuk kedalam

5
abdomen, dan menyaambung dengan lambung. Esophagus berdinding
empat lapis. Disebelah luar terdiri atas lapisan jaringan ikat yang
renggang, sebuah lapisan otot yang terdiri atas dua lapis serabut otot,
yang satu berjalan longitudinal dan yang lain sirkular, sebuah lapisan
submukosa, dan paling dalam terdapat selaput lender (mukosa). Dalam
esophagus terdapat dua sfingter yaitu sfingter faringesofagus dan
sfingter gastroesofagus, dimana selama menelan sfingter tersebut
berkontraksi sehingga sfingter terbuka dan bolus dapat masuk kedalam
esophagus. Setelah bolus berada dalam esophagus maka sfingter
faringesofagus akan menutup dan saluran pernapasan terbuka sehimgga
bernappas dapat kembali dilakukan (Pearce, 2010).
3) Lambung
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak
terutama didaerah epigaster, lambung terdiri atas bagian fundus uteri
berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak
dibawah diafragma didepan pankreas dan limpa, menempel disebelah
fundus uteri.
a. Bagian-bagian lambung
Regia-regia lambung terdiri atas:
1. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol keatas terletak sebelah
kiri osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.
2. Setinggi osteum kardim, sebuah lekukan pada bagian bawah
kunfantura minor.
3. Antrum pylorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai
otot yang tebal membentuk spinter pylorus.
4. Kunfatura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari
osteum kardiak sampai ke pylorus.
5. Kunfantura mayor, lebih panjang dari kunvantura minor
terbentang dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus
ventrikuli menuju kekanan sampai ke pylorus inferior.

6
6. Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana esophagus bagian
abdomen masuk kelambung. Pada bagian ini terdapat orifisium
pilorik.
b. Fungsi lambung:
1. Menampung makanan, menghancurkan, menghaluskan makanan
oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
2. Produksi kimus, aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya
kimus (massa homogeny setengah cair berkadar asam tinggi yang
berasal dari bolus) dan mendorongnya kedalam duodenum.
3. Digesti protein, lambung memulai digesti protein melalui sekresi
tripsin dan asam klorida.
4. Produksi mucus, mucus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk
barrier setebal 1 mm, untuk melindungi lambung terhadap aksi
pencernaan dari sekresinya sendiri.
5. Produksi factor instrinsik, yaitu gikoprotein yang disekresi sel
parietal dan vitamin B12 yang terdapat dari makanan yang
dicerna dilambung yang terikat pada factor intrinsik
6. Absorbsi, dilambung hanya terjadi absorbsi nutrient sedikit.
Beberapa zat yang absorbsi antara lain adalah beberapa obat yang
larut lemak (aspirin) dan alcohol diabsorbsi pada dinding
lambung serta zat yang larut dalam air terabsorbsi dalam jumlah
yang tidak jelas.
4) Usus halus
Usus halus adalah pencernaan diantara lambung dan usus besar,
yang merupakan tuba terlilit yang melintang dari sfingter pylorus
sampai katub ileosekal, tempatnya menyatu dengan usus besar.
Susunan usus halus :
a) Duodenum
Organ ini disebut juga usus 12 jari panjangnya 25-30 cm,
berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri pada lengkungan ini
terdapat pancreas yang menghasilan amylase yang berfungsi

7
mencerna hidrat arang menjadi diskarida. Duodenum
merupakan bagian yang terpendek dari usus halus.
b) Jejunum
Adalah bagian kelanjuan dari duodenum yang panjangnya
kurang lebih dari 1-1,5 m.
c) Ileum
Ileum merentang sampai menyatu dengan usus besar dengan
panjang 2-2,5 meter. Lekukan jejunum dan ileum melekat
pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan
peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai
mesenterium.Pergerakan usus halus dipicu oleh peregangan
dan secara reflex dikendalikan oleh system saraf otak.
Gerakan usus halus antara lain adalah :
(1) Segmentasi irama
Segmentasi irama yaitu pergerakan percampuran utama
dengan mencampur kimus dengan cairan pencernaan dan
memaparkannya kepermukaan absorbtif.
(2) Peristaltik
Yaitu kontraksi ritmis otot polos longitudinal dan sirkuler
yang mendorong dan menggerakan kimis kearah bawah
disepanjang saluran.
(3) Gerakan pendulum/ayunan
Menyebabkan isi usus bercampur.
Fungsi usus halus :
a) Menerima zat zat makanan yang sudah dicerna untuk yang
sudah diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-
saluran limfe dengan proses sebagai berikut:
(1) Menyerap protein dalam bentuk asam amino
(2) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida
b) Secara selektif mengabsorbsi produk digesti dan juga air,
garam dan vitamin.

8
5) Usus besar
Usus besar merupakan bagian akhir dari proses pencernaan,
karena sebagai tempat pembuangan, maka diusus besar sebagian
nutrient telah dicerna dan diabsorbsi dan hanya menyisahkan zat
zat yang tidak tercerna. Makanan biasaanya memerlukan waktu
dua sampai lima hari untuk menempu ujung saluran pencernaan
kurang lebih 2 sampai 6 jam dilambung, 6 sampai 8 jam diusus
halus, dan sisa waktunya berada di usus besar.
a) Fungsi usus besar
Fungsi usus besar antara lain adalah:
(1) Menyerap air dan elektrolit 80%-90% dari makanan dan
mengubah dari cairan menjadi massa.
(2) Tempat tinggal sejumlah bakteri coli, yang mampu
mencerna sejumlah kecil selulosa dan memproduksi
sedikit kalori nutrient bagi tubuh dalam setiap hari.
(3) Memproduksi vitamin antara lain vitamin K, riboflavin,
dan tiamin serta bebagai gas.
(4) Penyiapan selilosa yang berupa hidrat arang dalam
tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, dan sayuran hijau
(Setiadi, 2007).
6) Rektum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam pelvis didepan os
sakrum dan os koksigeus (Syaifuddin, 2006).
7) Anus
Anus adalah bagian terletak dari saluran pencernaan yang
menghubungkan rectum dengan dunia luar (udarah luar).
Terletak didasar pelvis, dinding diperkuat oleh 3 sfingter :
Sfingter ani internus (sebelah atas) yang bekerja tidak menurut
kehendak, sfingter levator ani yang bekerja juga tidak menurut
kehendak dan sfingter ani eksternus yang bekerja menurut
kehendak (Syaifuddin, 2006).

9
8) Appendiks
Appendiks adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat
pada secum (bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing
putih. Secara anatomi appendix sering disebut juga dengan
appendix vermiformis atau umbai cacing. Appendix terletak di
bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di ileosecum dan
merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendix berada
di sebelah postero-medial secum.
Penentuan letak pangkal dan ujung appendix yang normal adalah
sebagai berikut :
a) Menurut garis Monroe Pichter : Garis yang menghubungkan
SIAS dan umbilicus. Pangkal appendix terletak pada 1/3
lateral dari garis ini (titik Mc Burney).
b) Menurut garis Lanz : Diukur dari SIAS dextra sampai SIAS
sinistra. Ujung appendix adalah pada titik 1/6 lateral dextra.
Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga
mempunyai mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis
membran yang melekatkan appendix pada struktur lain pada
abdomen. Kedudukan ini memungkinkan appendix dapat
bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang
daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium
dengan appendix yang panjang menyebabkan appendix
bergerak masuk ke pelvis (antara organ-organ pelvis pada
wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendix bergerak
ke belakang colon yang disebut appendix retrocolic.
Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus
yang mengikutinya. (Nasution, 2010).
Fisiologi Appendiks
Fungsi appendiks pada manusia belum diketahui secara pasti.
Diduga berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan
dalam appendix menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal

10
dialirkan ke appendix dan secum. Hambatan aliran lendir di
muara appendix berperan pada patogenesis appendicitis.
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari yang bersifat basa
mengandung amilase, erepsin dan musin. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke
caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks berperan
pada patofisiologi appendiks (Nasution, 2010).
D. Patofisiologi
Appendiks biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
appendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
appendicitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium. Bila
sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah. Keadaan ini disebut dengan appendicitis supuratif akut. Bila
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks
yang diikuti dengan ganggren. Stadium ini disebut dengan appendicitis
ganggrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
appendicitis perforasi. Bila proses diatas berjalan lambat, omentum dan
usus yang berdekatan akan bergerak kearah appendiks sehingga timbul
suatu massa fokal yang disebut infiltrat appendikularis. Peradangan
appendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-
anak, karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang,
dinding appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya

11
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadi perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2008).
Appendiks menghasilkan lender 1-2 ml/hari. Lender tersebut
secara normal dicurahkan dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya
mengalir ke caecum. Imunoglobin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT
(Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran
cerna termasuk appendiks adalah IgA. Imunoglobin ini sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan
appendiks tidak mengurangi sistem imun tubuh karena jumlah cairan
limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya saluran
cerna dan diseluruh tubuh (Syamsuhidajat, 2005).

12
E. Manifestasi Klinik
Keluhan appendicitis biasanya bermula dari nyeri dibagian umbilicus
atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam
nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan
diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia,
malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat
konstipasi, tetapi kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan
timbulnya penyakit belum ada keluhan nyeri abdomen yang menetap.
Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin
progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukan satu
titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah
dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri tekan, nyeri lepas, dan
spasme biasanya juga muncul. Bila tanda rovsing, psoas dan obturaktor
positif, akan semakin meyakinkan diagnosis klinis appendicitis.
(Mansjoer, 2008)
a. Nyeri abdomen kuadran kanan bawah biasanya disertai dengan
demam derajat rendah, mual, dan sering kali muntah.
b. Pada titik Mc. Burney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan
spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan
sedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan.
c. Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan
sejumlah nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare
kembungan. (Smeltzer, 2000)
F. Klasifikasi
Appendisitis terbagi atas 2, yaitu:
a. Appendicitis akut, dibagi atas:
1) Appendicitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh
akan timbul striktur lokal.
2) Appendicitis purulen atau difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah
b. Appendicitis kronik, dibagi atas:
1) Appendicitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan
timbul striktur local.

13
2) Appendicitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya
ditemukan pada usia tua.
(1) Letak appendiks
Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney
yaitu daerah ⅓ tengah garis yang menghubungkan sias kanan
dengan pusat.
(2) Ukuran appendiks
Panjang appendiks rata – rata 6 – 9 cm. lebar 0,3 – 0,7 cm.
(3) Posisi appendiks
Laterosekal: dilateral kolon asendens. Di daerah inguinal:
membelok kea rah dinding abdomen. (Jitowiyono, 2010)
G. Komplikasi
Appendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan,
tetapi pnyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan
menjadi progresif mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi
dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa
tersebut. Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme
otot terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan leukositosis semakin jelas.
Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah
terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan
dengan pasti. Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang
dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan
tindakan lain sebagai penunjang; tiraibaring dalam posisi fowler medium
(setengah duduk), pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan
elektrolit, pemberian penenang, pemberian anti biotic berspektrum luas
dilanjutkan dengan pemberian anti biotic yang sesuai dengan kultur,
trnsfusi untuk mengalami anemia, dan penanganan syok septic secara
intensif, bila ada. Bila terbentuk abses appendiks akan teraba massa di
kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung kearah rectum
atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotic (misalnya
ampisilin, gentamisin, metronidazole, atau klindamisin). Dengan
kesediaan ini abses akan segera menghilang, dan appendektomi dapat

14
dilakukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus
segera dilakukan drainase, abses daerah pelvis yang menonjol kearah
rectum atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu dibuatkan
drainase. Tromboflebitis supuratif dari system portal jarang terjadi
merupakan komplikasi yang letal. Hal ini kita harus curigai bila
ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali dan ikterus setelah
terjadi perforasi appendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian
antibiotic kombinasi dengan drainage. Komplikasi lain yang dapat terjadi
berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis antar abdomen lain. Obstruksi
intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan. (Mansjoer, 2008)
a. Infeksi luka
b. Abses intra abdomen (pelvis, fossa illiaka kanan)
c. Perlekatan
d. Obstruksi usus
e. Peritonitis
f. Hernia insisional
g. Fistula fakol
h. Infake intraabdomen
i. Kematian (Kimberly, 20011)
H. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakan diagnosa pada appendisitis didasarkan atas
anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan
penunjang lainnya.
Gejala appendisitis ditegakan dengan anamnese, ada 4 hal yang
penting adalah: nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang
beberapa waktu kemudian menjalar keperut kanan bawah. Muntah oleh
karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus)
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang selera makan, penderita
nampak sakit, menghindarkan pergerakan, diperut terasa nyeri.

1. Pemeriksaan yang lain lokalisasi

15
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut,
tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah
infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan
kita akan merasakan seperti ada tumor dititik Mc. Burney.
2. Test rektal
Pada penderita rektal toucher akan teraba bejolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis
untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang
lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah
(LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting
untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk
menegakkan diagnosa appendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis,
tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: adanya
sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang
ada fecalit (sumbatan).Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara
bebas dalam diafragma (Syamsuhidajat, 2005)
I. Pemeriksaan Penunjang
Akan terjadi leukosit ringan (10.000-20.000/ml) dengan peningkatan
jumlah netrofil.Pemeriksaan urin juga perlu dilakukan untuk
membedakanya dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih. Pada
kasus akut tidak diperbolehkan melakukan barium edema, sedangkan
pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan. Pemeriksaan USG
dilakukan bila telah terjadi infiltrate apendikularis. (Syamsuhidajat,
2005)
J. Dignosis Banding
Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan
appendisitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam
dan leukosit akan meningkat dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang
timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik

16
merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut,
suatu observasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.
Adenitis mesentrikum juga dapat menunjukan gejala dan tanda
yang identik dengan apendisitis. Penyakit ini lebih sering pada anak-
anak, biasanya didahului infeksi saluran napas. Lokasi nyeri di perut
kanan bawah tidak konstan dan menetap, jarang terjadi true muscle
guarding.
Diventrikulitis meckeli juga menunjukkan gejala yang hampir
sama. Lokasi nyeri mungkin lebih ke medial, tetapi ini bukan criteria
diagnosis yang dapat dipercaya.Karena kedua kelainan membutuhkan
tindakan operasi, maka perbedaanya bukanlah hal penting.
Enteritis regional, amubiasis, ileitis akut, perforasi ulkus duodeni,
kolik ureter, salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista
ovarium terpuntir juga sering dikacaukan dengan apendisitis. Pneumonia
lobus kanan bawah kadang-kadang juga berhubungan dengan nyeri di
kuadran kanan bawah. (Syamsuhidajat, 2005)

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Appendiks adalah ujung seperti jari jari yang kecil panjangnya kira-kira
10cm (4 inchi), melekat pada sekum tepat dibawah katub ileosekal. (Smeltzer,
2001).
Appendisitis adalah Peradangan dari apendik periformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 2008).
Appendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah dari rongga abdomen, adalah penyebab yang paling
umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Berdasarkan definisi yang ada maka penulis menyimpulkan bahwa
appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks yang menyebabkan
inflamasi akut pada kuadran kanan bawah dari rongga abdomen dan merupakan
penyebab yang paling umum untuk bedah abdomen darurat.

B. Saran
Salah satu tujuan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah ingin
menambah wawasan atau pengetahuan pembaca tentang appendisitis,oleh
karena itu penulis mengharapkan masyarakat dapat lebih termotivasi untuk
meningkatkan kebiasaan membaca buku/makalah-makalah seperti ini,salah
satunya adalah makalah tentang appendisitis sehingga masyarakat dapat
mencegah sedini mungkin penyebab terjadinya penyakit ini agar angka
kesakitan dan kematian akibat penyakit appendisitis menurun.

18

Anda mungkin juga menyukai