Anda di halaman 1dari 8

The Grace Seeker

Man Proposes, God Disposes

Perihal Anak Bermasalah


(Perkembangan Peserta Didik)
Juni 04, 2012

BAB I
PENDAHULUAN

Sekolah sebagai miniatur masyarakat menampung bermacam-macam


siswa dengan latar belakang kepribadian yang berbeda. Mereka heterogen sebab
diantara mereka ada yang miskin, ada yang kaya, bodoh dan pintar, yang suka
patuh dan suka menentang, juga di dalamnya terdapat anak-anak dari kondisi
keluarga yang berbeda.
Dari uraian di atas jelaslah perbedaan individual diantara mereka.
Ringkasnya dapat disimpulkan bahwa urgensinya meliputi adanya pemahaman
secara lebih menyeluruh dan mendalam tentang perbedaan-perbedaan individual
tersebut, pengenelan diri apabila ada kecenderungan penyimpangan perilaku
diantara para siswa dan mengetahui teknik-teknik menyelesaikan masalah yang
mereka hadapi.
Namun, untuk lebih jelasnya pembahasan perihal anak bermasalah ini,
penulis akan menguraikannya pada BAB berikutnya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perihal Anak Bermasalah


1. Urgensi Pembahasan Anak Bermasalah
1. Urgensi Pembahasan Anak Bermasalah

Sekolah sebagai miniatur masyarakat menampung bermacam-macam


siswa dengan latar belakang kepribadian yang berbeda. Mereka heterogen, sebab
diantara mereka ada yang miskin, ada yang kaya, bodoh dan pintar, yang suka
patuh dan suka menentang, juga di dalamnya terdapat anak-anak dari kondisi
keluarga yang berbeda. Inilah yang dimaksud dengan perbedaan individual
diantara mereka.
Sesuai dengan asas perbedaan individual di atas maka ada pula diantara
mereka sejumlah siswa yang diketegorikan sebagai siswa yang bermasalah.
Dari pembahasan ini jelaslah bahwa urgensi pembahasan anak bermasalah
dalam kajian psikologi pendidikan tak dapat diabaikan. Secara ringkas dapat
disimpulkan bahwa urgensinya meliputi adanya pemahaman secara lebih
menyeluruh dan mendalam tentang perbedaan-perbedaan individual.
Pengenalan diri apabila ada kecenderungan penyimpangan prilaku diantara
para siswa dan mengetahui teknik-teknik menyelesaikan masalah-masalah
yang mereka hadapi.[1]

2. Defenisi Anak Bermasalah


Seorang siswa dikategorikan sebagai anak bermasalah apabila ia
menunjukkan gejala-gejala penyimpangan dari perilaku yang lazim dilakukan oleh
anak-anak pada umumnya.
Penyimpangan perilaku ada yang sederhana ada juga yang ekstrim.
Penyimpangan perilaku yang sederhana semisal : mengantuk, suka
menyendiri, kadang terlambat datang, sedangkan ekstrim ialah semisal :
sering membolos, memeras teman-temannya, ataupun tidak sopan kepada
orang lain juga kepada gurunya.[2]

3. Sebab-Sebab Bermasalah
Banyak orang yang berpandangan bahwa apa yang ada adalah merupakan
suatu aksi yang akan menimbulkan reaksi. Bahwa apa yang terjadi pada para
siswa adalah semata-mata perilaku mereka sendiri yanglepas dari latar belakang
yang menyebabkannya.
Seorang anak atau siswa yang mengantuk di dalam kelas misalnya, hal
ini sering diterima sebagai kemalasan murid yang terpuji. Padahal pada
hakikatnya tidaklah selamanya demikian. Seorang murid terpaksa mengantuk
dalam kelas bisa jadi kareka kelelahan dari semalam bekerja membantu
orang tuanya.
Secara garis besar pangkal soal masalah-masalah siswa dapat
dikelompokkan menjadi dua : Internal dan Eksternal
a. Internal
Sebab-sebab internal ialah sebab-sebab yang berpangkal dari kondisi si murid itu
sendiri. Hal ini bisa bermula dari adanya kelainan Rsik maupun kelainan psikis.
a) Kelainan -sik
Anak-anak yang menderita kelainan Rsik akan merasa tertolak untuk hadir
ditengah-tengah temannya yang normal. Sebagai contoh si Udin yang terlalu
gemuk akan jadi bahan ejekan teman-temannya. Hal ini membuatnya merasa tak
aman untuk hadir ditengah-tengah temannya.
Kelainan Rsik amatlah banyak bentuknya. Diantaranya ialah buta,
bermata satu, bisu tuli, kaki kecil satu atau bahkan lumpuh total.
Agar mereka tidak tersisihkan diantara teman-temannya yang
normal, maka demi masa depannya negara menyelenggarakan
pendidikan yang khusus buat mereka.
b) Kelainan psikis
Yang dimaksud dengan kelainan psikis ialah kelainan yang terjadi pada
kemampuan brpikir (kecerdasan) seorang anak. Kelainan ini baik secara inferior
(lemah) maupun suferior(kuat).
Tak dapat dipungkiri bahwa anak-anak memang memiliki taraf
kecerdasan (IQ) yang berbeda-beda. Kelainan inferior dalam
kecerdasan meliputi : ideot, embisil, debil, border line, dan bodoh.
Anak-anak seperti ini akan sangat tersiksa bila dikumpulkan dalam
suatu kelas dengan anak-anak yang superior. Begitu juga
sebaliknya, orang genius akan merasa tertekan apabila disatu
ruangkan dengan anak-anak yang inferior.
Alternatif terbaik untuk mereka adalah dengan mengumpulkan
mereka pada satu kelas tersendiri bahkan satu sekolah khusus
yang mendidik mereka.[3]
Kelainan psikis lainnya :
a) Anak-anak yang tegang
Sering kita melihat anak-anak yang tingkah lakunya mengimplikasikan
penyaluran ketegangan jiwanya atau usaha pengendoran dari ketegangan. Gejala-
gejala yang sering tampak biasanya berwujud tingkah laku tidak tenang, gerak-
gerik yang tidak lancar, pandangan mata yang menunjukkan ketidak bahagiaan
(kesedihan), menggigit-gigit pensil, menghisap ibu jari dan menggigit kuku.
Guru atau orang tua perlu meluangkan waktunya khusus untuk
mengetahui mengapa anak tersebut melakukan yang demikian. Apakah
ada kemungkinan anak itu mempunyai masalah yang terpecahkan ?
Apakah ada kekecewaan yang dialami anak, baik ditinjau dari segi
pemenuhan kebutuhan jasmaniah atau kejiwaan. Bahaya atau sebabnya
masih baru diketemukan, dan untuk mendorongnya maka masalahnya
masih baru diketemukan, dan untuk mendorongnya maka masalahnya

perlu dihadapi oleh anak maupun pendidik. Agar dapat dicari jalan keluar
sebaik-baiknya.
b) Anak yang agresif
Anak yang selalu mengganggu di kelas tentu mempunyai masalah sendiri.
Sebelum kita dapat mengadakan langkah-langkah pertolongan terhadap anak
tersebut, sebaiknya diketahui sebab-sebab mengapa anak itu bersifat agresif ?
Sifat agresif sering disebabkan oleh : perlakuan orang tua, kompetisi, iri antara
kakak beradik, kondisi di dalam rumah atau sekolah. Dan sebagai faktor yang
lebih dasar ialah adanya kebutuhan pokok anak, yaitu kebutuhan akan kasih
sayang, penghargaan, pengakuan yang tidak terpenuhi dengan semestinya.
Tindakan menolong perlu dilatar belakangi pemahaman tentang
keadaan dan kebutuhan kejiwaan anak, dilaksanakan dengan hati-hati,
dengan sikap dan tindakan yang dipikirkan secara masak dengan
mempertimbangkan persoalan dan tujuan yang ingin dicapai maupun
akibat dari pertolongan ini.
c) Anak yang pemalu dan menyendiri
Sebab-sebab anak berperangai demikian ialah :
- Sebab-sebab jasmaniah : kekurangan daya tahan, penglihatan atau
pendengaran kurang baik.
- Perwujudan bentuk tubuh atau roman muka kurang menarik,
pakaian tidak dapat menyamai atau mengikuti teman lain atau
mode, dan lain-lain.
- Kemampuan dan keterampilan intelegensi (kecerdasan)
ketinggalan atau tidak dapat menyamai teman-teman sekelasnya.
- Kegagalan yang terus-menerus, tidak disertai dengan keberhasilan.
- Tidak memiliki keterampilan-keterampilan tertentu yang dapat
menarik penghargaan teman-teman sebayanya.
- Guru yang keras dan meminta atau menuntut terlalu banyak.
- Mempunyai kakak laki-laki atau perempuan yang diperlakukan
berbeda dengan kita.[4]
Sebab-sebab eksternal ialah sebab-sebab yang hadir dari luar si murid,
terdiri dari :
a) Keluarga
Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama kali oleh
anak. Di dalam keluarga anak mulai tumbuh sejak lahir. Pada waktu kecil
inilah adanya apa yang disebut Media Montessori sebagai masa peka,
sedangkan Dr. Zakiah Darodjat memberikan istilah adanya persepsi dasar.
Orang tua yang otoriter akan memperlakukan anak-anaknya secara
otoriter. Perlakuan ini akan berkesan dalam jiwa anak sebagai persepsi
dasar. Sebagai kelanjutannya ialah bahwa anak tersebut akan tumbuh dan
berkembang sebagai anak yang otoriter dan keras kepala.
b) Pergaulan
Lingkungan kedua yang dikenal oleh anak adalah lingkungan masyarakat
atau lingkungan pergaulan anak-anak yang telah didik baik oleh orang tuanya.
Seorang anak yang dididik untuk jujur akan merasa jengkel jika
ternyata teman-temannya suka berbohong. Dia dihadapkan pada dua
pilihan, jujur sesuai dengan dididikan orang tua tapi tak diterima oleh
kelompok atau ikut berbohong agar diterima oleh kelompok meskipun
bertentangan dengan batinnya.
Lingkungan pergaulan juga mempunyai andil yang sangat berarti
bagi perkembangan psikis anak. Jika lingkungan baik anak cenderung
menjadi baik. Jika, lingkungan jelek anakpun ada kecenderungan ikut
jelek.
c) Pengalaman hidup
Pepatah mengatakan “Pengalaman adalah guru yang terbaik”. Pepatah ini
mengajarkan bahwa, pengalaman-pengalaman masa lalu tak akan pernah hilang.
Semuanya tersimpan rapi dalam ruang ingatan.
Anak-anak yang bodoh sering tak diperhatikan oleh gurunya. Suatu
saat dia membuat keonaran dan ternyata dengan cara itu ia diperhatikan
oleh gurunya. Tetapi, hakikatnya dia juga tak menyukai keonaran itu tapi
apa boleh buat. Karena hanya itulah satu-satunya cara yang ia tempuh
untuk menarik perhatian gurunya.[5]

4. Bentuk-Bentuk Masalah
Bentuk-bentuk masalah yang dihadirkan siswa dapat dibagi menjadi dua
sifat. Regresif dan agresif. Bentuk-bentuk yang bersifat regresif antara lain : suka
menyendiri, pemalu, penakut, mengantuk, tak mau masuk sekolah. Sedangkan
yang bersifat agresif antara lain ialah : berbohong, membuat onar, memeras
temannya, beringas, dan perilaku-perilaku lain yang bisa menarik perhatian orang.
Perilaku yang bersifat regresif biasanya ditunjukkan oleh anak dengan
kepribadian introvert, sedangkan yang bersifat agresif biasanya ditunjukkan oleh
anak-anak dengan kepribadian yang extrovert.[6]

BAB III
PENUTUP
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah kita membaca dan membahas makalah ini, penulis dapat
menyimpulkan beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Bahwa siswa dikategorikan sebagai anak yang bermasalah apabila
ia menunjukkan gejala-gejala penyimpangan dari perilaku yang
lazim dilakukan oleh anak-anak pada umumnya.
2. Secara garis besar sebab-sebab masalah siswa dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
- Internal
Sebab internal bermula dari adanya kelainan Rsik maupun psikis
- Eksternal
Sebab-sebab eksternal ini bermula dari keluarga, pergaulan,
pengalaman hidup.
3. Bentuk-bentuk masalah yang dihadirkan siswa dapat dibagi menjadi
dua sifat, yaitu :
- Regresif
- Agresif

[1] M. Dalyono. Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005),


hlm.259-260
[2] Mustaqim dan Abdullah Wahib. Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineke
Cipta, 1991), hlm. 138
[3] Ibid., hlm. 138-140
[4] Kartono, Kartini. Bimbingan Bagi Anak dan Remaja Yang Bermasalah,
(Jakarta : Rajawali Press, 1991), hlm. 2-5
[5] M. Dalyono. Op. cit., hlm. 263-264
[6] Mustaqim dan Abdul Wahib. Op. cit., hlm. 142-143
[6] Mustaqim dan Abdul Wahib. Op. cit., hlm. 142-143

MAKALAH

Postingan populer dari blog ini

ASPEK-ASPEK AJARAN ISLAM


Juni 04, 2012

Gambar ASPEK-ASPEK AJARAN ISLAM Islam merupakan agama


yang sangat diridhoi oleh Allah SWT. Para mudjahid membagi
Islam ke dalam tiga kerangka pokok yaitu aqidah, Syariah dan …

BACA SELENGKAPNYA

Bahasa Inggris Gaul (singkatan kalo chatting)


Juni 27, 2012

Internet slang adalah istilah-istilah khusus yang biasa digunakan pada


percakapan di internet. Internet slang biasanya berupa singkatan kata
(abbreviations), seperti misalnya LOL, OMG, CMIIW, GBU, FYI dan lain lain. Istilah…

BACA SELENGKAPNYA

ORGANISASI FORMAL DAN NON FORMAL SERTA


MENGATASI KONFLIK DALAM ORGANISASI
Juni 04, 2012

A. Pendahuluan Dalam kehidupan modern saat ini betapa pentingnya


organisasi bagi manusia, sehingga organisasi mendominasi kehidupan manusia.
Manusia lahir, hidup dan bekerja tidak dapat terhindar dari organisasi. Seperti …
BACA SELENGKAPNYA

Diberdayakan oleh Blogger

Gambar tema oleh Galeries

Arsip

keyword

Zona Backlink

Anda mungkin juga menyukai