BAB I
PENDAHULUAN
3. Sebab-Sebab Bermasalah
Banyak orang yang berpandangan bahwa apa yang ada adalah merupakan
suatu aksi yang akan menimbulkan reaksi. Bahwa apa yang terjadi pada para
siswa adalah semata-mata perilaku mereka sendiri yanglepas dari latar belakang
yang menyebabkannya.
Seorang anak atau siswa yang mengantuk di dalam kelas misalnya, hal
ini sering diterima sebagai kemalasan murid yang terpuji. Padahal pada
hakikatnya tidaklah selamanya demikian. Seorang murid terpaksa mengantuk
dalam kelas bisa jadi kareka kelelahan dari semalam bekerja membantu
orang tuanya.
Secara garis besar pangkal soal masalah-masalah siswa dapat
dikelompokkan menjadi dua : Internal dan Eksternal
a. Internal
Sebab-sebab internal ialah sebab-sebab yang berpangkal dari kondisi si murid itu
sendiri. Hal ini bisa bermula dari adanya kelainan Rsik maupun kelainan psikis.
a) Kelainan -sik
Anak-anak yang menderita kelainan Rsik akan merasa tertolak untuk hadir
ditengah-tengah temannya yang normal. Sebagai contoh si Udin yang terlalu
gemuk akan jadi bahan ejekan teman-temannya. Hal ini membuatnya merasa tak
aman untuk hadir ditengah-tengah temannya.
Kelainan Rsik amatlah banyak bentuknya. Diantaranya ialah buta,
bermata satu, bisu tuli, kaki kecil satu atau bahkan lumpuh total.
Agar mereka tidak tersisihkan diantara teman-temannya yang
normal, maka demi masa depannya negara menyelenggarakan
pendidikan yang khusus buat mereka.
b) Kelainan psikis
Yang dimaksud dengan kelainan psikis ialah kelainan yang terjadi pada
kemampuan brpikir (kecerdasan) seorang anak. Kelainan ini baik secara inferior
(lemah) maupun suferior(kuat).
Tak dapat dipungkiri bahwa anak-anak memang memiliki taraf
kecerdasan (IQ) yang berbeda-beda. Kelainan inferior dalam
kecerdasan meliputi : ideot, embisil, debil, border line, dan bodoh.
Anak-anak seperti ini akan sangat tersiksa bila dikumpulkan dalam
suatu kelas dengan anak-anak yang superior. Begitu juga
sebaliknya, orang genius akan merasa tertekan apabila disatu
ruangkan dengan anak-anak yang inferior.
Alternatif terbaik untuk mereka adalah dengan mengumpulkan
mereka pada satu kelas tersendiri bahkan satu sekolah khusus
yang mendidik mereka.[3]
Kelainan psikis lainnya :
a) Anak-anak yang tegang
Sering kita melihat anak-anak yang tingkah lakunya mengimplikasikan
penyaluran ketegangan jiwanya atau usaha pengendoran dari ketegangan. Gejala-
gejala yang sering tampak biasanya berwujud tingkah laku tidak tenang, gerak-
gerik yang tidak lancar, pandangan mata yang menunjukkan ketidak bahagiaan
(kesedihan), menggigit-gigit pensil, menghisap ibu jari dan menggigit kuku.
Guru atau orang tua perlu meluangkan waktunya khusus untuk
mengetahui mengapa anak tersebut melakukan yang demikian. Apakah
ada kemungkinan anak itu mempunyai masalah yang terpecahkan ?
Apakah ada kekecewaan yang dialami anak, baik ditinjau dari segi
pemenuhan kebutuhan jasmaniah atau kejiwaan. Bahaya atau sebabnya
masih baru diketemukan, dan untuk mendorongnya maka masalahnya
masih baru diketemukan, dan untuk mendorongnya maka masalahnya
perlu dihadapi oleh anak maupun pendidik. Agar dapat dicari jalan keluar
sebaik-baiknya.
b) Anak yang agresif
Anak yang selalu mengganggu di kelas tentu mempunyai masalah sendiri.
Sebelum kita dapat mengadakan langkah-langkah pertolongan terhadap anak
tersebut, sebaiknya diketahui sebab-sebab mengapa anak itu bersifat agresif ?
Sifat agresif sering disebabkan oleh : perlakuan orang tua, kompetisi, iri antara
kakak beradik, kondisi di dalam rumah atau sekolah. Dan sebagai faktor yang
lebih dasar ialah adanya kebutuhan pokok anak, yaitu kebutuhan akan kasih
sayang, penghargaan, pengakuan yang tidak terpenuhi dengan semestinya.
Tindakan menolong perlu dilatar belakangi pemahaman tentang
keadaan dan kebutuhan kejiwaan anak, dilaksanakan dengan hati-hati,
dengan sikap dan tindakan yang dipikirkan secara masak dengan
mempertimbangkan persoalan dan tujuan yang ingin dicapai maupun
akibat dari pertolongan ini.
c) Anak yang pemalu dan menyendiri
Sebab-sebab anak berperangai demikian ialah :
- Sebab-sebab jasmaniah : kekurangan daya tahan, penglihatan atau
pendengaran kurang baik.
- Perwujudan bentuk tubuh atau roman muka kurang menarik,
pakaian tidak dapat menyamai atau mengikuti teman lain atau
mode, dan lain-lain.
- Kemampuan dan keterampilan intelegensi (kecerdasan)
ketinggalan atau tidak dapat menyamai teman-teman sekelasnya.
- Kegagalan yang terus-menerus, tidak disertai dengan keberhasilan.
- Tidak memiliki keterampilan-keterampilan tertentu yang dapat
menarik penghargaan teman-teman sebayanya.
- Guru yang keras dan meminta atau menuntut terlalu banyak.
- Mempunyai kakak laki-laki atau perempuan yang diperlakukan
berbeda dengan kita.[4]
Sebab-sebab eksternal ialah sebab-sebab yang hadir dari luar si murid,
terdiri dari :
a) Keluarga
Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama kali oleh
anak. Di dalam keluarga anak mulai tumbuh sejak lahir. Pada waktu kecil
inilah adanya apa yang disebut Media Montessori sebagai masa peka,
sedangkan Dr. Zakiah Darodjat memberikan istilah adanya persepsi dasar.
Orang tua yang otoriter akan memperlakukan anak-anaknya secara
otoriter. Perlakuan ini akan berkesan dalam jiwa anak sebagai persepsi
dasar. Sebagai kelanjutannya ialah bahwa anak tersebut akan tumbuh dan
berkembang sebagai anak yang otoriter dan keras kepala.
b) Pergaulan
Lingkungan kedua yang dikenal oleh anak adalah lingkungan masyarakat
atau lingkungan pergaulan anak-anak yang telah didik baik oleh orang tuanya.
Seorang anak yang dididik untuk jujur akan merasa jengkel jika
ternyata teman-temannya suka berbohong. Dia dihadapkan pada dua
pilihan, jujur sesuai dengan dididikan orang tua tapi tak diterima oleh
kelompok atau ikut berbohong agar diterima oleh kelompok meskipun
bertentangan dengan batinnya.
Lingkungan pergaulan juga mempunyai andil yang sangat berarti
bagi perkembangan psikis anak. Jika lingkungan baik anak cenderung
menjadi baik. Jika, lingkungan jelek anakpun ada kecenderungan ikut
jelek.
c) Pengalaman hidup
Pepatah mengatakan “Pengalaman adalah guru yang terbaik”. Pepatah ini
mengajarkan bahwa, pengalaman-pengalaman masa lalu tak akan pernah hilang.
Semuanya tersimpan rapi dalam ruang ingatan.
Anak-anak yang bodoh sering tak diperhatikan oleh gurunya. Suatu
saat dia membuat keonaran dan ternyata dengan cara itu ia diperhatikan
oleh gurunya. Tetapi, hakikatnya dia juga tak menyukai keonaran itu tapi
apa boleh buat. Karena hanya itulah satu-satunya cara yang ia tempuh
untuk menarik perhatian gurunya.[5]
4. Bentuk-Bentuk Masalah
Bentuk-bentuk masalah yang dihadirkan siswa dapat dibagi menjadi dua
sifat. Regresif dan agresif. Bentuk-bentuk yang bersifat regresif antara lain : suka
menyendiri, pemalu, penakut, mengantuk, tak mau masuk sekolah. Sedangkan
yang bersifat agresif antara lain ialah : berbohong, membuat onar, memeras
temannya, beringas, dan perilaku-perilaku lain yang bisa menarik perhatian orang.
Perilaku yang bersifat regresif biasanya ditunjukkan oleh anak dengan
kepribadian introvert, sedangkan yang bersifat agresif biasanya ditunjukkan oleh
anak-anak dengan kepribadian yang extrovert.[6]
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah kita membaca dan membahas makalah ini, penulis dapat
menyimpulkan beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Bahwa siswa dikategorikan sebagai anak yang bermasalah apabila
ia menunjukkan gejala-gejala penyimpangan dari perilaku yang
lazim dilakukan oleh anak-anak pada umumnya.
2. Secara garis besar sebab-sebab masalah siswa dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
- Internal
Sebab internal bermula dari adanya kelainan Rsik maupun psikis
- Eksternal
Sebab-sebab eksternal ini bermula dari keluarga, pergaulan,
pengalaman hidup.
3. Bentuk-bentuk masalah yang dihadirkan siswa dapat dibagi menjadi
dua sifat, yaitu :
- Regresif
- Agresif
MAKALAH
BACA SELENGKAPNYA
BACA SELENGKAPNYA
Arsip
keyword
Zona Backlink