Anda di halaman 1dari 21

Faktor Yang Berhubungan Dengan HIV/AIDS

Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS

Dosen pengampu : Ns. Mika Agustiana, M. Kep

DISUSUN OLEH:

1. Arif Sohiman (2002049) 8. Nova Rizqi .S (2002068)


2. Dian Maharani (2002061) 9. Nurtiani Rahmawida (2002069)
3. Dwi Putri .W (2002055) 10. Putri Meli Anjelini (2002071)
4. Inarotul Ulya (2002022) 11. Reni Ardiani (2002072)
5. Jenny Cantika (2002063) 12. Rustiani .A .O .L (2002034)
6. Lisa tri .F (2002064) 13. Trecya Pebrianti (2002078)
7. Nimas Nur .A (2002067)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
TAHUN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Faktor Yang Berhubungan Dengan HIV-AIDS” guna memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS. Shalawat dan salam semoga tetap
tercurah kepada nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing kita keluar dari
zaman kebodohan menuju zaman ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah ikut adil
dalam pembuatan makalah ini. kami menyadari penuh bahwa makalah ini jauh
dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan
untuk menyempurnakan makalah ini.

Purwodadi, 7 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................2
B. Rumusan Masalah........................................................................3
C. Tujuan..........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................4
A. Pengertian HIV/AIDS..................................................................4
B. Etiologi HIV/AIDS......................................................................5
C. Patofisiologi HIV/AIDS..............................................................5
D. Epidemiologi HIV/AIDS.............................................................6
E. Tanda dan Gejala HIV/AIDS.......................................................7
F. Faktor Risiko Infeksi Menular Seksual ......................................7
G. Penularan HIV/AIDS...................................................................8
H. Penularan Napza .........................................................................9
I. Pencegahan Penularan HIV/AIDS dengan Napza pada Remaja...
...................................................................................................11
BAB III PENUTUP......................................................................................15
A. Simpulan....................................................................................15
B. Saran..........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus HIV-AIDS pada mulanya diketemukan pada kelompok


homoseksual, sekarang ini telah menyebar ke semua orang tanpa kecuali
berpotensi untuk terinfeksi virus HIV. Resiko penularan nampaknya sudah
terjadi tidak hanya pada populasi berperilaku risiko tinggi. Data yang ada
menunjukkan bahwa HIV-AIDS telah menginfeksi ibu rumah tangga,
bahkan pada anak-anak atau bayi yang dikandung atau tertular dari ibu
pengidap HIV. Namun demikian, kecenderungan memperlihatkan bahwa
kasus HIV-AIDS tertinggi ditemukan dari hubungan seksual, yang
ditularkan dari dan menularkan pada pekerja seks. Pada beberapa tahun
terakhir peningkatan kasus AIDS lebih banyak ditemukan pada pengguna
Napza jarum suntik atau penasun (Sumiati, 2019).

Upaya untuk menangani permasalahan penularan HIV di kalangan


pengguna napza suntik (penasun) bisa dibilang sebagai pionir dalam
respon HIV di Indonesia. Hal ini sejalan dengan situasi epidemic HIV
sekitar awal 2000an yang banyak disumbangkan akibat penggunaan jarum
suntik secara tidak aman. Saat itu, dukungan mitra pembangunan
internasional (MPI) dalam membuat intervensi di kalangan penasun sangat
berlimbah, baik melalui kerjasama langsung dengan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) ataupun yang dilakukan melalui pemerintah nasional
dan daerah. Program utama yang dipromosikan adalah pendekatan
pengurangan dampak buruk atau harm reduction, melalui pendistribusian
jarum suntik streril (LASS). Pendekatan ini merupakan perpotongan antara
supply side atau alur distribusi napza yang seharusnya terkontrol oleh
pemerintah dan demand side atau permintaan napza dari konsumen. Harm

1
reduction berperan untuk mmfasilitasi jumlah pengguna napza yang
terlanjur banyak agar berperilaku sehat dan terhindari dari penularan
infeksi HIV, dengan mempromosikan alat suntik steril yang diberikan
langsung oleh LSM atau diambil di Puskesmas. Alhasil, prevalensi HIV di
kalangan penasun berhasil ditekan sampai 20 persen (Robbins, 2011).
Dapat dibilang, intervensi HIV di kalangan penasun. Namun, arah
penanggulangan HIV di Indonesia mulai berubah. Angka penularan HIV
melalui transmisi seksual meningkat tajam, menyebabkan fokus respon
beralih ke populasi beresiko lain seperti pekerja seks atau lelaki-seks-
dengan-lelaki. Jumlah dukungan terhadap program pengurangan dampak
buruk menurun drastis, ditambah dengan banyaknya MPI yang
menyelesaikan periode dukungan dana di Indonesia. Hal ini mengggugah
Pusat Penelitian HIV&AIDS Atma Jaya (PPH) untuk melihat lebih jauh
kesiapan sistem dan mekanisme lokal untuk mendukung program LASS
bagi penasun (Sumiati, 2019).

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa penegertian HIV/AIDS ?
2. Jelaskan etiologi HIV/AIDS ?
3. Jelaskan patofisiologi HIV/AIDS ?
4. Jelaskan epidemiologi HIV/AIDS ?
5. Apa tanda dan gejala HIV/AIDS?
6. Apa Faktor risiko infeksi menular seksual?
7. Bagaimana Penularan HIV/AIDS?
8. Bagaimana Penularan Napza?
9. Bagaimana Pencegahan Penularan HIV/AIDS dengan Napza
pada Remaja?
C. Tujuan
1. Agar mengetahui pengertian dari HIV/AIDS.
2. Agar mengetahui etiologi HIV/AIDS.
3. Agar mengetahui patofisiologi HIV/AIDS.
4. Agar mengetahui epidemiologi HIV/AIDS.
5. Agar mengetahui tanda dan gejala HIV/AIDS.
6. Agar mengetahui faktor resiko infeksi menular seksual.
7. Agar mengetahui penularan HIV/AIDS.
8. Agar mengetahui penularan Napza.
9. Agar mengetahui cara pencegahan penularan HIV/AIDS dengan
Napza pada remaja.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan
retrovirus yang menyerang sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia
dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Sebagian besar
orang yang terinfeksi HIV tidak menyadarinya karena tidak ada
gejala yang muncul setelah terjadi infeksi, seseorang yang
terinfeksi HIV sangat mudah menularkan virus tersebut kepada
orang lain. Satu - satunya cara untuk mengetahui apakah virus HIV
ada di dalam tubuh seseorang adalah melalui tes HIV
(Kementerian Kesehatan RI, 2013). Acquired Immune Deficiency
Syndrome atau dikenal dengan singkatan AIDS adalah gambaran
sebuah sindrom dengan berbagai gejala dan infeksi yang terkait
dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS sendiri
disebabkan oleh virus yang disebut HIV (Kementerian Kesehatan
RI, 2014) . HIV merupakan virus yang menyebabkan penyakit
AIDS yang termasuk dalam retrovirus yang sangat mudah
mengalami mutasi sehingga tidak mudah untuk menemukan obat
yang bisa mematikan virus tersebut. Daya penularan pengidap HIV
tergantung pada sejumlah virus yang ada didalam darahnya,
semakin tinggi atau semakin banyak virus dalam darahnya maka
semakin tinggi daya penularannya sehingga penyakitnya juga
semakin parah (Katiandagho, 2015).

Virus HIV yang menyebabkan AIDS adalah virus yang


akan menyerang sel-sel darah putih atau sistem kekebalan tubuh
manusia, bila seseorang terserang oleh penyakit ini maka tidak
dapat melawan penyakit yang menyerang tubuhnya, sehingga akan
menyebabkan kekurangan imun yang berat. AIDS merupakan

4
manisfestasi stadium akhir HIV ( Katiandagho, 2015 ).

B. Etiologi
Menurut Kemenkes RI (2014) Penyakit AIDS disebabkan
oleh Human Immunodeficiency Virus HIV yang menginfeksi
sistem kekebalan tubuh manusia dan bekerja dengan cara merusak
sel darah putih sehingga terjadinya penurunan fungsi pada sistem
kekebalan tubuh seseorang. Menurut Robbins SL (2011) di dalam
tubuh , virus HIV memiliki kecenderungan untuk berikatan
dengan sel CD4 , dimana sel itu berpengaruh besar terhadap
sistem kekebalan tubuh. Virus HIV merupakan sejenis retrovirus,
yang memiliki 2 tipe yakni HIV- 1 (tipe 1) dan HIV-2 (tipe 2).
Secara serologis dan geografis kedua virus ini relatif berbeda
namun memiliki ciri epidemiologis yang sama. HIV-2 memiliki
patogenesitas lebih rendah dari HIV-1 (Kunoli, 2012).
Tipe virus HIV-2 ditemukan dan diisolasi, pada tahun 1986,
dari pengidap AIDS di wilayah Afrika Selatan. Gejala-gejala
infeksi virus HIV-2 mirip dengan gejala – gejala klinis virus HIV-
1, ini diakibatkan transmisi virus HIV-2 serupa dengan transvisi
virus HIV-1. Namun perjalanan menjadi AIDS pada penderita
yang terinfeksi virus HIV-2 dinyatakan lebih lambat dan lebih
ringan dibanding penderita yang terinfeksi virus HIV-1
(Katiandagho, 2015).

C. Patofisiologi
Menurut Robbins (2011) perjalanan HIV paling baik
dipahami dengan menggunakan kaidah saling mempengaruhi
antara HIV dan sistem imun. Ada tiga tahap yang dikenali yang
mencerminkan dinamika interaksi antara virus dan penjamu, fase
akut pada tahap awal, fase kronis pada tahap menengah dan fase
kritis pada tahap akhir. Fase akut menggambarkan respon awal

5
seseorang dewasa yang imunokompeten terhadap infeksi HIV.
fase ini ditandai dengan gejala non-spesifik yaitu nyeri
tenggorokan, demam, ruam, dan kadang-kadang meningitis
aseptik. Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukan tahap
penahanan relatif virus. Pada fase ini, sebagaian besar sistem imun
masih utuh, tetapi replikasi virus berlanjut hingga beberapa tahun.
Tahap akhir, fase kritis, ditandai dengan kehancuran pertahanan
penjamu yang sangat merugikan viremia yang nyata, serta penyakit
klinis.

D. Epidemiologi
Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
(K.P.A.N.) tahun 2015, di Indonesia, rate penderita infeksi HIV yang
dilaporkan adalah 12 per 100.000 populasi. Kelompok umur 25-49 tahun
memiliki persentase infeksi HIV tertinggi yaitu 70,4%. Selanjutnya
pada kelompok umur 20 – 24 tahun (15,9%), dan kelompok umur >50
tahun (6,5%). Berbeda dengan tahun 2017, persentase kasus baru HIV
positif tertinggi pertama yaitu pada kelompok umur 25-49 tahun
(69,3%), kemudian tertinggi kedua 20-24 tahun (17,1%), dan tertinggi
ketiga pada diatas 50 tahun (7,3%). Persentase kasus baru AIDS
menurut kelompok umur yang tertinggi pertama adalah pada 30-39
tahun (35,5%), kemudian tertinggi kedua pada 20-29 tahun (30,5%), dan
tertinggi ketiga pada 40-49 tahun (17,6%) (Kemenkes, 2018). Menurut
WHO pada akhir tahun 2018 secara global ada sekitar 37,9 juta orang
yang hidup dengan HIV, dimana 95,5% diantaranya adalah orang
dewasa dan 4,5% nya adalah anak – anak (Kementrian kesehatan RI,
2015).
Kasus HIV/AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan di Bali
pada tahun 1987 dan diperkirakan kasus HIV kini sudah menyebar di
407 kabupaten / kota atau sekitar 80% dari seluruh kabupaten / kota di
Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Kasus HIV yang

6
dilaporkan cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga
2017. Pada tahun 2016 kasus HIV meningkat sebesar 24,95% dari kasus
HIV tahun 2015, dan pada tahun 2017 meningkat kembali sebesar
14,59% dari kasus HIV tahun 2016, kasus tahun 2018 dilaporkan ada
sebanyak 46.659 kasus HIV positif di Indonesia (Kementerian
Kesehatan RI, 2013).

E. Tanda dan Gejala HIV/AIDS


Menurut Mandal (2014) tanda dan gejala penyakit HIV/AIDS
menyebar luas dan dasarnya dapat menguasai semua system organ.
Adanya HIV dalam tubuh seseorang tidak dapat di lihat dari
penampilan luar.orang yang terinfeksi tidak akan menunjukkan gejala
apapun dalam jangka waktu relatife lama (kurang lebih 7-10 tahun)
setelah tertular HIV. Masa ini di sebut masalaten.Dari masalaten
kemudian masuk ke keadaan AIDS dengan gejala sebagai berikut:
1. Gejala Mayor:
a) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.
b) Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
c) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan.
2. Gejala Minor:
a) Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
b) Adanya herpens zostermultisegmental dan zoster berulang.
c) Kandidias orofaringeal.
d) Limfadenopati generalisata.
e) Ruam.

F. Faktor Risiko Infeksi Menular Seksual


Menurut Abrori (2017) faktor risiko terjadinya infeksi menular
seksual ada 4,yaitu :
a. Seks tanpa pelindung.

7
b. Berganti-ganti pasangan seksual.
c. Berhubungan seksual pada usia dini.
d. Penggunaan obat-obat terlarang.

Faktor internal dalam penyalahgunaan NAPZA biasanya


berasal dari diri sendiri yang menyebabkan adanya perubahan
perilaku, adapun diantaranya: rasa ingin tahu yang tinggi sehingga
terdapat keinginan untuk mencoba, keinginan untuk bersenang-
senang, keinginan untuk mengikuti gaya hidup terbaru, keinginan
untuk diterima oleh lingkungan atau kelompok, pengertian yang salah
bahwa penggunaan sekali-kali tidak menimbulkan ketagihan,
pengetahuan agama yang kurang, ketidaktahuan akan bahaya
NAPZA baik bagi dirinya, keluarga, lingkungan maupun masa
depannya. Selain itu juga disebabkan oleh faktor lain seperti rendah
diri dan merasa tertekan atau ingin lepas dari segala aturan-aturan
dari orang tua. Penyalahgunaan NAPZA juga dapat dipengaruhi
faktor eksternal dari keluarga seperti hubungan antara anggota
keluarga tidak harmonis, keluarga yang tidak utuh, kurang
komunikasi antar anggota keluarga, keluarga terlalu mengekang
kehidupan pribadi, keluarga yang kurang mengamalkan hidup
beragama dan keluarga yang orang tuanya telah menggunakan
NAPZA. Faktor lain yang merupakan faktor eksternal berasal dari
pengaruh buruk dari lingkungan pergaulan, khususnya pengaruh dan
tekanan dari kelompok teman sebaya dan kurangnya perhatian dari
pemerintah (Sumiati, 2009).

G. Penularan HIV/AIDS
Penularan HIV/AIDS menurut Mandal (2014) dibagi menjadi
berikut:
1. Media penularan HIV/AIDS

8
HIV dapat ditularkan melalui pertukaran berbagai cairan tubuh
dari individu yang terinfeksi, seperti darah, air susu ibu, air mani
dan cairan vagina. Individu tidak dapat terinfeksi melalui kontak
sehari-hari biasa seperti berciuman, berpelukan, berjabat tangan,
atau berbagi benda pribadi, makanan atau air.

2. Cara penularan HIV/AIDS :


a) Hubungan seksual : hubungan seksual yang tidak aman
dengan orang yang telah terpapar HIV.
b) Transfusi darah : melalui transfusi darah yang tercemar HIV.
c) Penggunaan jarum suntik : penggunaan jarum suntik, tindik,
tato, dan pisau cukur yang dapat menimbulkan luka yang tidak
disterilkan secara bersama-sama dipergunakan dan
sebelumnya telah dipakai orang yang terinfeksi HIV. Cara-
cara ini dapat menularkan HIV karena terjadi kontak darah.
d) Ibu hamil kepada anak yang dikandungnya, dibagi mennjadi 3
yaitu;
i. Antenatal : saat bayi masih berada di dalam rahim,
melalui plasenta.
ii. Intranatal : saat proses persalinan, bayi terpapar darah
ibu atau cairan vagina.
iii. Postnatal : setelah proses persalinan, melalui air susu
ibu. Kenyataannya 25-35% dari semua bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang sudah terinfeksi di negara
berkembang tertular HIV, dan 90% bayi dan anak yang
tertular HIV tertular dari ibunya.

H. Penularan NAPZA
Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang
mengkhawatirkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BNN
dan Puslitkes UI pada 10 kota besar di Indonesia menunjukkan data

9
sebagai berikut. Dari total populasi sejumlah 3,2 juta orang, jumlah
penyalah guna sebesar 1,5%, dengan kisaran 2,9 sampai 3,6 juta,
terdiri dari 69% kelompok teratur pakai dan 31 persen kelompok
pecandu. Dari kelompok teratur pakai terdiri dari penyalahguna ganja
(71%), shabu (50%), ekstasi (42%), penenang (22%). Singkatnya,
untuk kasus Indonesia tingkat angka kematian di kalangan pecandu
adalah 1,5 per tahun yaitui 5 ribu orang per tahun (BNN dan Puslitkes
UI, 2004 ). Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) biasanya dimulai dengan pemakaian yang pertama
kalinya pada saat usia SD atau SMP karena tawaran, bujukan, atau
tekanan dari seseorang maupun kawan sebaya. Dari pemakaian
sekali, kemudian beberapa kali dan akhimya menjadi ketergantungan
terhadap zat yang digunakan. Dampak yang ditimbulkan tergantung
pada jenis NAPZA yang digunakan dan cara menggunakannya, dapat
terjadi berbagai masalah medis seperti infeksi Human
Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome
(HIV/ AIDS), hepatitis C atau B, kecemasan, depresi, dan psikosis.
Pada beberapa tahun terakhir, angka penderita HIV/AIDS di Jawa
Tengah meningkat sangat fantastis. Pada tahun 2000 hanya
ditemukan 14 kasus, tapi tahun 2009 sudah menjadi 2290 penderita.
Faktor risiko utama penyebab penyakit ini adalah akibat hubungan
seksual dan Pengguna Napza Suntik atau Penasun.. Diperkirakan ke
depan, Penasun akan menjadi faktor risiko utama menggeser
hubungan seksual. Penasun atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan
istilah Injection Drug User's (IDU's) menjadi salah satu faktor risiko
utama penularan HIV AIDS pada beberapa tahun terakhir. Ditingkat
nasional faktor penyebab HIV AIDS pada kelompok ini sudah
mencapai angka 42% sedangkan di Jawa Tengah tercatat 21%. Di
beberapa kota besar seperti Jakarta, Medan dan Surabaya bahkan
telah menggeser hubungan seksual sebagai penyebab nornor satu
dengan angka prevalensi sebesar 56%. Hal ini semakin membuktikan

10
bahwa penularan HIV AIDS melalui penggunaan jarum suntik
NAPZA akan menjadi penular utama dan mungkin hal tersebut akan
terus menjadi pola penularan utama. Survei perilaku penasun yang
dilakukan pada tahun 2011, menunjukkan bahwa para penasun
menggunakan jarum suntik secara bersama-sama dengan
menggunakan jarum suntik bekas dan tidak steril. Seperti diketahui
bahwa salah satu penularan HIV AIDS dapat terjadi karena
penggunaan jarum suntik bekas yang tidak steril. Jarum suntik bekas
dari pengguna NAPZA yang menderita penyakit HIV AIDS dapat
menularkan kepada penasun yang lain. Karena virus di dalam darah
penasun yang terinfeksi, dapat bertahan di dalam jarum suntik selama
4 minggu (Kemenkes RI, 2013).
WHO memberikan upaya pencegahan dengan program Harm
Reduction atau pengurangan dampak buruk . WHO menggunakan
istilah ini untuk kegiatan yang dilakukan yang bertujuan untuk
mengurangi dampak buruk akibat penggunaan jarum suntik di
kalangan penasun. Program ini tidak hanya untuk mengurangi
dampak buruk akibat tertular HIV/AIDS, tetapi juga penyakit lain
yang ditularkan melalui penggunaan jarum suntik. Ada 12 kegiatan
yang termasuk dalarn program ini, salah satunya yang sedang
dikembangkan pelayanannya oleh pemerintah Indonesia di
Puskesmas dan Rumah Sakit, adalah Program Terapi Rumatan
Metadon (PTRM). Program ini adalah program yang memberikan
layanan rumatan atau pemeliharaan yang diberikan kepada penasun,
yaitu dengan menyediakan dan memberikan metadon (sebagai obat
legal) yang dikonsumsi secara oral (dengan cara diminum), sebagai
pengganti NAPZA (obat ilegal) yang biasanya dikonsumsi dengan
cara menyuntikkan ke tubuh. Program ini merupakan program
pemeliharaan jangka panjang yang dapat diberikan hingga 2 tahun
atau lebih. Metadon sendiri adalah heroin sintetik. Ditemukan
pertama kali di Jerman pada tahun 1937. Secara kimiawi metadon

11
tidak sama dengan heroin dan morpin, namun menimbulkan efek
yang sama dengan kedua zat tersebut. Didalam tubuh, metadon dapat
menstabilkan kondisi pengguna NAPZA dari sindrom ketergantungan
obat-obatan, sehingga digunakan dalam pengobatan dan rumatan
terhadap penasun yang menyuntikkan napza golongan opiodis seperti
heron dan morpin tersebut (WHO, 2018).

I. Pencegahan Penularan HIV/AIDS dengan Napza pada Remaja


Menurut Yusuf .Y (2018) HIV/AIDS dan narkoba merupakan
suatu mata rantai yang pada saat ini perlu mendapat perhatian khusus
secara global, karena hal ini terjadi banyak kasus di berbagai Negara
yang berdampak pada masalah kesehatan seperti kesehatan
reproduksi merupakan suatu keadaan sejahtera baik fisik, mental dan
sosial secara utuh, tidak semata mata bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi,
serta fungsinya dan prosesnya, mengapa hal ini yang menjadi sorotan
utama, karena cikal bakal manusia lahir dari masalah ini, kesehatan
produsen tidak sehat maka akan melahirkan generasi yang tidak utuh
dan sehat. Secara umum semua jenis narkoba jika disalahgunakan
akan memberikan empat dampak buruk sebagai berikut :
1. Depresan, pemakai akan tertidur atau tidak sadarkan diri.
2. Halusinogen, pemakai akan berhalusinasi (melihat sesuatu yang
sebenarnya tidak ada).
3. Stimulant, mempercepat kerja organ tubuh seperti jantung dan
otak sehingga pemakai merasa lebih bertenaga untuk sementara
waktu. Karena organ tubuh terus dipaksa bekerja di luar batas
normal, lama-lama saraf-sarafnya akan rusak dan bisa
mengakibatkan kematian.
4. Adiktif, pemakai akan merasa ketagihan sehingga akan melakukan
berbagai cara agar terus bisa mengonsumsinya. Jika pemakai tidak

12
bisa mendapatkannya, tubuhnya akan ada pada kondisi kritis
(sakaw).

Menurut Yusuf .Y (2018) Upaya pencegahan terus


dilakukan dalam menangani HIV dan AIDS yaitu menghindari seks
bebas, jangan memakai jarum suntik bergantian, dan gunakan
kontrasepsi untuk menghindari penularan. Pada hakekatnya remaja
yang masih bersekolah, sekolah harus memperhatikan aspek
kesehatan antara lain dalam bidang kesehatan difokuskan kepada
pemberi pelayanan kesehatan melalui kegiatan UKS (Unit
Kesehatan Sekolah) disekolah. Pelayanan kesehatan kepada remaja
meliputi; bimbingan yang berlanjut untuk mencegah terjadinya
mordibitas baru, melakukan pemeriksaan rutin untuk memantau
kesehatan para pelajar(remaja), menilai dan memantau proses
biologis pubertas remaja dengan berbagai keluhan yang mungkin
timbul. Berdasarkan dari materi/jurnal yang telah kami baca dan
diringkas, bahwa dalam kasus ini potensi dan permasalahan yang
dihadapi pihak sekolah dan siswa perlu mendapatkan penyuluhan
tentang HIV dan narkoba dengan metode permainan AIKA sebagai
upaya promotif dan preventif pencegahan terjadinya HIV dan
narkoba pada Sekolah Menengah Pertama. Permainan AIKA yaitu
permainan yang dimainkan dalam bentuk kelompok, dalam 1
kelompok terdiri 5-10 siswa, permainan ini dilakukan dengan
memberikan kartu kepada siswa tentang HIV/AIDS dan Narkoba.
Disini siswa di harapkan untuk dapat menjelaskan kepada teman
sebaya nya apa yang dia ketahui tentang HIV/AIDS dan narkoba.
Permainan ini akan dipandu oleh bapak/ibu guru yang telah
mengikuti kegiatan seminar HIV dan narkoba. Setelah para siswa
sudah menjelaskan apa yang mereka ketahui tentang HIV dan
narkoba siswa diberi kesempatan untuk bertanya kepada tim

13
penyuluhan tentang apa yang kurang mereka pahami dari penjelasan
yang sudah dijelaskan oleh teman sebayanya.

Kegiatan penyuluhan dengan metode permainan AIKA


mendapatkan respon yang sangat positif bagi siswa, dan dapat
menimbulkan berbagai pertanyaan dari siswa Sekolah Menegah
Pertama. Jika dilihat dari segi umur bahwa para siswa lebih mudah
memahami informasi dalam bentuk metode permainan AIKA,
dikarenakan remaja pada usia 13-15 tahun memiliki keingintahuan
yang sangat tinggi dan lebih gampang jika dijelaskan dengan
metode-metode yang ringan, menarik, kreatif, dan inovatif. Secara
tidak langsung siswa/remaja akan menerima, mengolah dan
mengirim pesan ke saraf organ otak dan menghasilkan pertanyaan-
pertanyaan dari keingintahuan mereka terhadap informasi yang akan
di sampaikan untuk para siswa di sekolah. Metode ini sangat efektif
dan membantu siswa untuk dapat mengupayakan terjadinya
penularan HIV dan narkoba pada diri sendiri maupun lingkungan di
sekitarnya. Dibandingkan dengan penyuluhan biasa kepada remaja,
remaja akan bersikap cuek tentang informasi yang sedang/telah
disampaikan kepada mereka, karena pada usia 13-15 tahun rasa
bosan, jenuh akan timbul, jika siswa tidak dilibatkan dan hanya
dapat duduk dengan tenang pada saat sesi penyuluhan itu sangat
kurang efektif. Siswa akan menunjukkan respon pada saat sesi
penyuluhan berlangsung seperti, berbicara hal lain dengan teman
sebaya nya, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing dan tidak
mendengarkan penjelasan dari sesi penyuluhan tersebut. Pihak
sekolah juga harus menyediakan sarana informasi lain seperti buku
tentang HIV dan narkoba itu akan membantu siswa untuk dapat
memahami lebih lanjut bahaya dari HIV dan narkoba bagi para
siswa/remaja (Yusuf Y, 2018).

14
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus yang


menyerang sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia dan mengganggu
fungsinya. Sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
adalah gambaran sebuah sindrom dengan berbagai gejala dan infeksi
yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh.Virus HIV
yang menyebabkan AIDS adalah virus yang akan menyerang sel-sel
darah putih atau sistem kekebalan tubuh manusia. Tanda dan gejala
penyakit AIDS menyebar luas dan dasarnya dapat menguasai semua
sistem organ. Adapun penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif
(NAPZA) yang dapat menyebabkan HIV/AIDS, dampak yang
ditimbulkan tergantung pada jenis NAPZA yang digunakan dan cara
penggunaannya. Upaya pencegahan virus HIV/AIDS yaitu dengan
menghindari seks bebas, jangan memakai jarum suntik secara
bergantian, dan gunakan kontrasepsi untuk menghindari penularan.

B. Saran
1. Institusi pendidikan.
Diharapkan kepada pihak universitas agar dapat berkolaborasi
dengan pihak Puskesmas dalam kesehatan dan LSM yang bergerak
di bidang HIV/AIDS untuk menjalankan kegiatan PKPR
(Pelayananan Kesehatan Peduli Remaja) serta bekerja sama dengan
tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam membina dan membentuk
perilaku remaja kearah yang lebih baik.

2. Masyarakat dan Orang Tua dari Remaja.

15
Agar mencapai remaja Indonesia harus tumbuh secara positif
dan kontruktif, serta sebisa mungkin dijauhkan dari telibatnya
kenakalan remaja. Inilah tantangan yang kita hadapi sebagai orang
tua. Sudah sedemikian lama fenomena kenakalan remaja dibiarkan
begitu saja, seolah hanya di tangani dengan asal-asalan. Dengan
permasalahan remaja yang terkena HIV/AIDS dikalangan
masyarakat diakibatkan pergaulan bebas remaja yang tidak
terpantau, dengan sebab itu berharap dengan adanya pengawasan
dari orang yang bertanggung jawab Semoga makalah sederhana ini
dapat menjadi ilmu yang bermanfaat dan diharapkan makalah ini
dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama yang berkaitan dengan
upaya pencegahan HIV/AIDS.

16
DAFTAR PUSTAKA

Katiandagho, D. (2015). Epidemiologi HIV-AIDS. Bogor: Info Media

Kementrian kesehatan RI.(2014). Estimasi Jumlah Populasi Kunci Terdampak


HIV Tahun 2012. Jakarta: Sekretaris Jenderal

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Evaluasi program penanggulangan HIV dan


AIDS di DKI Jakarta. Jakarta: KPAP

Kementrian kesehatan RI. (2015). Laporan situasi perkembangan HIV & AIDS di
indonesia Triwulan III. Jakarta: KPAP

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta:


Sekretaris Jenderal

Kementrian Kesehatan RI. (2017). Profil Kesehatan Provinsi NTT 2017. Jakarta:
Sekretaris Jenderal

Konsulat Jendral RI. (2010). HIV/AIDS. Jakarta: KPAP

Kunoli, F. J. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: CV. Trans


Info Media

Mandal,ibhatK.,Wilkins,EdmundG.L.,Dunbar,Edward M.,MayonWhite,Richard
T.Lecture Notes.(2014) : Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga

Sumiati. (2019) Asuhan Keperawatan pada Klien Pasien Penyalahgunaan dan


Ketregantungan NAPZA. Jakarta: Trans Info Media

Robbins SL, Kumar V, Cotran RS. Buku Ajar Patologi. (2011), Vol. 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

World Health Organization. (2018). HIV/AIDS. USA: WHO

17
Yusuf Y. Marini R. (2018). Penanggulangan HIV dan Narkoba Dengan
Permainan Aika. Jakarta: Jurnal SOLMA,07(1), 65-75

18

Anda mungkin juga menyukai