Anda di halaman 1dari 4

Walter Mischel, anak kedua dari keluarga kelas menengah atas,

dilahirkan pada 22 Februari 1930, di Vienna. Ia dan saudara laki-lakinya,


Theodore, yang di kemudian hari menjadi pakar filsafat ilmiah., tumbuh di
lingkungan yang nyaman yang tidak jauh dari tempat tinggal Freud. Setelah
tinggal di berbagai Negara bagian, mereka akhirnya menetap di Brooklyn-
Walter pun mengikuti sekolah dasar dan sekolah menengah pertama disana.
Sebelum ia dapat menerima beasiswa untuk kuliah, ayahnya mendadak jatuh
sakit, dan Walter terpaksa harus mengambil serangkaian kerja serabutan. Pada
akhirnya, ia dapat berkuliah di New York University dan menjadi sangat tertarik
dengan bidang seni (melukis dan memahat) serta membagi waktunya antara
seni, psikologi, dan kehidupannya di Greenwich Village.

Dikampus, Mischel sangat benci dengan kelas-kelas pengenalan


psikologi yang terfokus pada penelitan tentang tikus, karena hal tersebut sangat
berbeda dengan kehidupan sehari-hari manusia. Kecenderungannya terhadap
humanistik semakin diperkuat setelah membaca Freud, pemikir-pemikir
eksestensial, dan penyair-penyair hebat. Setelah kelulusannya, ia kemudian
memasuki program master dalam psikologi klinis di City College of New York.
Sambil menyelesaikan program masternya, ia bekerja sebagai pekerja social di
daerah kumuh Lower East Side, pekerjaan yang membuatnya meragukan
kegunaan teori psikoanalisis dan untuk melihat pentingnya menggunakan bukti
empiris dalam mengevaluasi klaim-klaim yang ada di psikologi.

Perkembangan Mischel sebagai psikolog kognitif social semakin


meningkat karena studi doktornya di Ohio State University dari tahun 1953-
1956. Pada saat itu, departemen psikologi di Ohio State secara informal terbagi
ke dalam kelompok-kelompok pendukung dari dua anggota fakultas yang paling
berpengaruh-Julian Rotter dan George Kelly. berargumen bahwa, sebaik-
baiknya, orang-orang tersebut hanya separuhnya benar. Ia berpendapat bahwa
beberapa sifat dasar memang bertahan seiring berjalannya waktu, tetapi hanya
ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa sifat-sifat tersebut dapat
digeneralisasikan dari satu situasi ke situasi lainnya. Mischel sangat menentang
usaha untuk mengatribusikan perilaku pada sifat global ini. Selama bertahun-
tahun, penelitian telah gagal untuk mendukung konsistensi dari sifat kepribadian
di antara situasi yang berbeda. Hugh Harthstorne dan Mark May, dalam
penelitian klasik mereka pada tahun 1928, menemukan bahwa anak sekolah
yang jujur dalam satu situasi dapat menjadi tidak jujur pada situasi yang lainnya.
Sebagai contoh, beberapa anak akan mencontek dalam ujian, tetapi tidak akan
mencuri barang-barang pesta; yang lainnya akan melanggar peraturan dalam
perlombaan atletik, tetapi tidak akan menyontek dalam ujian. Beberapa
psikologi seperti Seymour Epstein (1979,1980) berargumen bahwa penelitan
seperti yang dilakukan oleh Hartshorne dan May menggunakan perilaku yang
terlalu spesifik. Epstein beranggapan bahwa, daripada bergantung pada satuan
perilaku, peneliti harus menghitung rata-rata pengukuran dari perilaku; yang
berarti mereka harus mendapatkan jumlah dari berbagai perilaku.

Pada akhirnya, Mischel (1973,2004) kemudian dapat melihat bahwa


manusia bukanlah suatu wadah kosong tanpa ada sifat kepribadian yang
bertahan didalamnya. Penolakan Mischel untuk menggunakan sifat sebagai
prediktor perilaku tidak disadari oleh ketidakstabilan sementara dari sifat, namun
oleh kurangnya konsistensi dari satu situasike situasi lainnya. Ia melihat bahwa
banyak disposisi dasar dapat bersifat stabil untuk jangka waktu yang lam.
Sebagai contoh, seorang siswa mungkin mempunyai sejarah sebagai orang yang
rajin dalam hal akademis, tetapi gagal untuk menjadi rajin dalam membersihkan
apartemen atau menjaga mobilnya dalam kondisi prima. Kurangnya kerajinan
dalam membersihkan apartemen mungkin akibat dari informasi yang tidak
memadai. Oleh karena itu, situasi spesifik berinteraksi dengan kompetensi,
minat, tujuan, nilai, ekspektasi dan hal lainnya dari orang tersebut untuk
memprediksikan perilaku. Bagi Mischel, pandangan mengenai sifat atau
disposisi Tidak satupun dari situasi ataupun sifat kepribadian yang stabil
menentukan perilaku secara mandiri. Perilaku merupakan produk dari keduanya.
Oleh karena itu, mischel dan shoda telah menawarkan system kepribadian
kognitif-afektif yang berusaha menjembatani kedua pendekatan dalam
memprediksikan perilaku manusia.

Sistem Kepribadian Kognitif-Afektif Untuk memecahkan paradoks


konsistensi yang klasik. Mischel dan Shoda (Mischel, 2004; Mischel & Shoda,
1995, 1999; Shoda & Mischel, 1996, 1998) menawarkan system kepribadian
kognitif-afektif(cognitive-affektive personality system atau disebut juga
cognitive-affective processing system-CAPS)yang menjelaskan keberagaman
dalam berbagai situasi dan juga stabilitas dari perilaku dalam diri seseorang.
Kurangnya konsistensi yang terlihat dari perilaku seseorang tidak disebabkan
oleh eror yang bersifat acak ataupun situasi. Akan tetapi, perilaku yang
berpotensi untuk dapat diprediksi, yang merefleksikan pola variasi stabil
didalam diri seseorang. System kepribadian kognitif-afektif memprediksikan
bahwa perilaku seseorang akan berubah dari satu situasi ke situasi yang lainnya.
Mischel dan Shoda (Mischel, 1999, 2004;Mischel&Ayduk, 2002; Shoda,
LeeTiernan, & Mischel, 2002) percaya bahwa variasi dalam perilaku dapat
dikonseptualisasikan dalam kerangka berpikir berikut: apabila A, maka X; tetapi
apabila B, maka Y. Sebagai contoh, apabila Mark diprovokasi oleh istrinya,
maka ia akan bereaksi agresif. Akan tetapi, saat “apabila” berubah, begitu juga
dengan “maka”. Apabila Mark terlihat konsisten karena ia bereaksi berbeda pada
stimulus yang sama. Akan tetapi, Mischel dan Shoda akan berargumen bahwa
diprovokasi oleh dua orang yang berbeda tidak menyusun stimulus yang sama.
Perilaku Mark tidak berarti tidak konsisten dan dapat merefleksikan pola seumur
hidup yang stabil dalam bereaksi. Interpretasi ini diyakini Mischel dan Shoda
memecahkan paradoks konsistensi, dengan mengikutsertakan sejarah panjang
dari variasi dalam perilaku yang dapat diobservasi dan keyakinan intuitif dari
psikolog dan orang awam bahwa kepribadian relative stabil. Variasi dalam
perilaku yang paling sering diobservasi merupakan bagian penting dalam
menyatukan stabilitas kepribadian.

Referensi

http://modul.mercubuana.ac.id/files/pbael/pbaelmercubuanaacid/Modul
%20Backlink/Modul%20Genap%202011-2012/Fakultas%20Psikologi/Ika%20Susanti%20-
%20Psikologi%20Kepribadian%20II/ModulPsikologiKepribadian2GP1112TM9.pdf Dikutip
pada tanggal 22 maret 2017 pada pukul 19.00 WIB

[1] Jess Freist.Gregory J.Frist, Teori Kepribadian Theories of Personality, Salemba


Humanika: Jakarta, 2009, hal. 240-241

[2] Jess Freist.Gregory J.Frist, Teori Kepribadian Theories of Personality, Salemba


Humanika: Jakarta, 2009, hal. 241-242
[3] Jess Freist.Gregory J.Frist, Teori Kepribadian Theories of Personality, Salemba
Humanika: Jakarta, 2009, hal. 242-243

Anda mungkin juga menyukai