Anda di halaman 1dari 4

Tugas pertemuan 11

MICHAEL SATRIA DAMAIAN


031911091
K3 B 2019

Perusahaan Migas dan Tambang Terkena Sanksi Pencemaran Lingkungan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat ada belasan perusahaan
minyak dan gas bumi (migas) dan tambang yang melakukan pencemaran lingkungan selama
2017-2018. Alhasil perusahaan tersebut terkena sanksi yang beragam. Direktur Jenderal
Penegakkan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani mengatakan, di sektor migas ada lima
perusahaan yang terlibat kasus pencemaran. Pertama, PT Chevron Pasific Indonesia di Blok
Rokan wilayah operasi kabupaten Kampar yang mengacu hasil pengawasan 18 Januari 2018.
Meski sudah dikenai sanksi administrasi, Chevron belum melaksanakan kewajibannya.

Kedua, PT Laman Mining di Kalimantan Barat, kini sudah masuk dalam tahap penyidikan P-21. Ketiga,
kasus penambangan ilegal timah di Bangka Belitung. Saat ini tersangka HS telah divonis tiga tahun
penjara dengan denda Rp 1,5 miliar dan perampasan barang bukti berupa dua excavator. Keempat, PT
Indominco Mandiri di Kutai Kartanegara. Ini merupakan kasus ilegal dumping fly ash dan buttom ash
dari PLTU di lokasi Tambang PT Indominco Mandiri. Adapun kasus ini telah dikenai pidana dengan
denda Rp 2 miliar dan tindakan tertentu berupa pemulihan lingkungan.

SOURCE : https://katadata.co.id/arnold/berita/5e9a55526efa2/11-perusahaan-migas-dan-tambang-
terkena-sanksi-pencemaran-lingkungan
Pencemaran Limbah Tekstil di Bandung Ditangani KLH

Penanganan limbah tekstil di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, kini


memasuki babak baru. Sejak 2011, kasus  ini ditangani Kementerian Lingkungan Hidup
(KLH) yang mengkaji dan menghitung kerugian masyarakat dampak limbah. Kepala
bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Daerah (BPLHD) Jawa Barat (Jabar),
Suharsono mengatakan, studi lapangan, menghasilkan data valid terus dilakukan KLH.
“Besaran kerugian nanti diakumulasikan agar perusahaan-perusahaan yang membuang
limbah bisa mengganti. KLH akan menjadi fasilitator menemukan titik temu
kesepakatan antara masyarakat Rancaekek dan perusahaan,” katanya di Bandung.

Jika setelah mediasi tak menemukan titik temu, sanksi lebih tegas bisa diberikan
kepada perusahaan tekstil yang membuang limbah tanpa prosedur. Sanksi yang
diberikan bisa bentuk pidana bahkan pencabutan izin usaha.“Proses kajian sedang
berjalan. Paling lama dua tahun sudah selesai. Kita tunggu saja tahun 2013.”

Masalah limbah di kawasan Rancaekek, sudah sejak 1991 dan berlarut-larut. “Limbah
industri di Rancaekek bukan permasalahan baru,” kata Suharsono. Dia menilai,
masalah ini bak lingkaran setan. Setidaknya ada 35.000 orang menggantungkan hidup
sebagai pekerja di perusahaan-perusahaan tekstil  ini. Ini menyebabkan penanganan
lewat jalur hukum menjadi sangat sulit. Dia mengatakan, hingga saat ini setidaknya 450
hektar sawah tercemar dan tidak bisa ditanami lagi. Kerusakan sudah sangat parah.
Data BPLHD Jabar, sepanjang 1993 hingga 2008 tercatat 20 laporan resmi masuk.
“Agustus 2002 ada kesepakatan antara masyarakat dengan PT. Kahatex, PT. Insan
Sandang dan PT. Five Star dalam mengatasi limbah tekstil.” Kesepakatan itu ditempuh
dengan alternative dispute resolution (ADR) ber Nomor 660.3/631/I/2002 tanggal 6
Agustus 2002. Ia berisi beberapa hal untuk jangka pendek dan panjang.

Kesepakatan jangka pendek dengan mengoptimalisasikan IPAL sesuai teknis yang


direkomendasikan BPLHD Jabar,  normalisasi Sungai Cikijing dan memberikan
kompensasi bagi program ini. Adapun besaran kompensasi, PT. Kahatex Rp115, 500
juta, PT. Insan Sandang Internusa  Rp8 juta, dan PT. Five Star Rp7,5 juta. Untuk
jangka panjang, pembangunan IPAL terpadu, pengembangan program community
development meliputi penyediaan air bersih, sarana medis dan pengalihan mata
pencarian masyarakat  dari sawah ke usaha lain. Juga memfasilitasi dan pembinaan
untuk pengembangan peluang dan potensi usaha masyarakat.
SOURCE : https://www.mongabay.co.id/2012/10/17/pencemaran-limbah-tekstil-di-bandung-ditangani-
klh/
Lakukan Pencemaran Lingkungan, DLH Sulut Perketat Pengawasan
Operasional PT. MNS

Komentar.co.id Manado - Menyikapi dugaan kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh
PT. Multi Nabati Sulawesi (MNS) di kota Bitung,  Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Sulawesi
Utara akan memperketat pengawasan operasional pabrik tersebut.

Kepada wartawan komentar.co.id, Senin (3/9-2018) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH)
Sulut , melalui Kepala  Bidang Penataan Lingkungan Arfan  Basuki, SH  mengakui,  kasus yang 
dikeluhkan warga kecamatan Madidir terutama bermukim di sekitar pabrik pengolahan minyak
kelapa tersebut sebenarnya telah berlangsung sejak tahun 2016.

Pada saat itu menurutnya Pemerintah Kota Bitung dan Pemprov Sulut melalui dinas terkait telah
merespon keluhan warga terlebih yang terkena dampak pencemaran yang diakibatkan sisa-sisa
pembakaran bahan bakar batubara.

Meski pada awalnya kasus tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Kota Bitung dalam
melakukan pengawasan, namun Dinas Lingkungan Hidup Propinsi turut terlibat memberikan
pendampingan dalam hal  melakukan pembinaan terhadap perusahaan tersebut.

“ Seiring berjalannya waktu, persoalan tersebut tidak ada titik temunya, akhirnya tahun 2016
akhir kasus tersebut diambil alih oleh Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Sulut. “ ungkap Arfan.

Menurutnya dalam rangkaian pemeriksaan melalui tahapan berjenjang atas dugaan pencemaran 
yang dilakukan perusahaan tersebut, terbukti PT. Multi Nabati Sulawesi (MNS) melakukan
pelanggaran. 
“ Pada waktu itu saya sebagai ketua tim pengawasan dan penegakan kami bahkan melibatkan pihak
kepolisian dari Polda Sulut turun ke lokasi pabrik dan melakukan tindakan administratif serta
menghentikan sementara operasional pabrik tersebut bahkan mem-police line tempat tesebut sebagai
salah satu sanksi agar melakukan kewajibannya terkait dampak yang ditimbulkan akibat pencemaran
lingkungan terhadap penduduk sekitar. Tidak hanya itu perusahaan tersebut bahkan telah mendapatkan
sanksi pidana ” bebernya.
Meski demikian menurutnya sanksi yang diberikan kepada perusahaan tersebut tidak serta merta
menutup total kegiatan operasional perusahaan yang mempekerjakan ribuan tenaga kerja, namun
perusahaan tersebut diwajibkan melakukan recovery untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh
debu sisa – sisa pembakaran bahan bakar batubara serta intens melakukan komunikasi dengan masyarakat
sekitar pabrik.
Disamping itu Affan menambahkan, pihak perusahaan wajib memberikan laporan rutin setiap tiga bulan
kepada tim dari Kementerian dan Dinas lingkungan Hidup Propinsi yang melakukan pengawasan
langsung ke kelokasi pabrik sebagi bagian dari komitmen pembinaan dan pengawasan.
“ Pembinaan dan pengawasan secara ketat kegiatan mereka hingga saat ini terus dilakukan Dinas
Lingkungan hidup. Disisi lain pihak perusahaan harus berupaya melakukan perbaikan-perbaikan untuk
mengurangi dampak terhadap lingkungan serta intens melakukan komunikasi dengan masyarakat sekitar,
“ pungkasnya.

Anda mungkin juga menyukai