Anda di halaman 1dari 8

Nama : Robbi Yasinnadiva

NIM : 042011333061
Kelas : N

PDRD yang Berlaku di Indonesia


Maksud dan Tujuan UU PDRD
Pemerintah mengeluarkan UU PDRD (UU No. 18 Tahun 1997 sebagaimana yang
telah diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000 dan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah) dengan maksud bahwa pemerintah tidak hanya memperhatikan
pajak pusat saja, tetapi juga pajak daerah yang menjadi salah satu sumber penerimaan daerah.
Tujuan dari UU PDRD ini antara lain:
 Menyederhanakan berbagai pungutan daerah dalam rangka mengurangi ekonomi
biaya tinggi.
 Menyederhanakan sistem dan administrasi perpajakan dan retribusi daerah untuk
memperkuat pondasi penerimaan daerah khususnya kabupaten/kota, dengan
mengefektifkan jenis pajak dan retsribusi tertentu yang potensial.
Jenis Pajak dan Retribusi Daerah, cara perhitungan dan pembagian hasil penerimaan
pajak daerah.
Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
A. Pajak Provinsi
 Pajak Kendaraan Bermotor
Objek: kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.
Subjek: orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan
Bermotor.
Wajib pajak: orang pribadi atau Badan yang memiliki Kendaraan Bermotor.
Dasar pengenaan: hasil perkalian nilai jual kendaraan dengan bobot yang
mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan.atau pencemaran lingkungan
akibat penggunaan kendaraan bermotor.
Tarif
 Pribadi: kepemilikan pertama paling rendah 1% dan paling tinggi 2%,
kepemilikan kedua dan seterusnya dapat ditetapkan secara progresif paling
rendah 2% dan paling tinggi 10%.
 Angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan,
pemerintah/TNI/POLRI, pemerintah daerah: paling rendah 0,5% dan paling tinggi
1%.
 Alat-alat berat dan alat-alat besar: paling rendah 0,1% dan paling tinggi 0,2%.
 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Objek: penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor.
Subjek: orang pribadi atau Badan yang dapat menerima penyerahan Kendaraan
Bermotor.
Wajib pajak: orang pribadi atau Badan yang menerima penyerahan Kendaraan
Bermotor.
Dasar pengenaan: nilai jual kendaraan bermotor.
Tarif: penyerahan pertama paling tinggi 20%, penyerahan kedua dan seterusnya
paling tinggi 1%. Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan besar yang
tidak menggunakan jalan umum: penyerahan pertama 0,75%, penyerahan kedua dan
seterusnya 0,075%.
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Objek: Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan
untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di
air.
Subjek: konsumen Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
Wajib pajak: orang pribadi atau Badan yang menggunakan Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor.
Dasar pengenaan: nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor sebelum dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai.
Tarif: paling tinggi 10%, khusus kendaraan umum ditetapkan paling sedikit 50% lebih
rendah daripada kendaraan pribadi.
 Pajak Air Permukaan
Objek: pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan.
Subjek: orang pribadi atau Badan yang dapat melakukan pengambilan dan/atau
pemanfaatan Air Permukaan.
Wajib pajak: orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau
pemanfaatan Air Permukaan.
Dasar pengenaan: nilai perolehan air permukaan.
Tarif: paling tinggi 10%.
 Pajak Rokok
Objek: konsumsi rokok.
Subjek: konsumen rokok.
Wajib pajak: pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin
berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai.
Dasar pengenaan: cukai yang diterapkan oleh pemerintah.
Tarif: 10% dari cukai rokok.
B. Pajak Kabupaten/Kota
 Pajak Hotel
Objek: pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran, termasuk jasa
penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan
kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.
Subjek: orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi
atau Badan yang mengusahakan Hotel.
Wajib pajak: orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.
Dasar pengenaan: jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar pada hotel.
Tarif: paling tinggi 10%.
 Pajak Restoran
Objek: pelayanan yang disediakan oleh Restoran.
Subjek: orang pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari
Restoran.
Wajib pajak: orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Restoran.
Dasar pengenaan: jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima
restoran.
Tarif: paling tinggi sebesar 10%.
 Pajak Hiburan
Objek: jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran.
Subjek: orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan.
Wajib pajak: orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan Hiburan.
Dasar pengenaan: jumlah uang yang diterima atau seharusnya diterima oleh
penyelenggara hiburan.
Tarif: paling tinggi 35%, khusus untuk hiburan berupa pagelaran budaya, kontes
kecantikan, diskotik, karaoke, klub malam, permainan ketangkasan panti pijat, mandi
uap/spa paling tinggi 75%, khusus hiburan kesenian rakyat paling tinggi 10%.
 Pajak Reklame
Objek: semua penyelenggaraan Reklame.
Subjek: orang pribadi atau Badan yang menggunakan Reklame.
Wajib pajak: orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan Reklame.
Dasar pengenaan: nilai sewa reklame.
Tarif:paling tinggi 25%.
 Pajak Penerangan Jalan
Objek: penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang
diperoleh dari sumber lain.
Subjek: orang pribadi atau Badan yang dapat menggunakan tenaga listrik.
Wajib pajak: orang pribadi atau Badan yang menggunakan tenaga listrik.
Dasar pengenaan: nilai jual tenaga listrik.
Tarif: paling tinggi 10%.
 Pajak Mineral Bukan Logam dan Bantuan
Objek: kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang meliputi asbes,
batu tulis, batu setengah permata, dll.
Subjek: orang pribadi atau Badan yang dapat mengambil Mineral Bukan Logam dan
Batuan.
Wajib pajak: orang pribadi atau Badan yang mengambil Mineral Bukan Logam dan
Batuan.
Dasar pengenaan: nilai jual hasil pengambilan mineral bukan logam dan batuan.
Tarif: paling tinggi 25%.
 Pajak Parkir
Objek: penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan
berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha,
termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
Subjek: orang pribadi atau Badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor.
Wajib pajak: orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan tempat Parkir.
Dasar pengenaan: jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada
penyelenggara tempat parkir.
Tarif: paling tinggi 30%.
 Pajak Air Tanah
Objek: pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
Subjek: orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau
pemanfaatan Air Tanah.
Wajib pajak: orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau
pemanfaatan Air Tanah.
Dasar pengenaan: nilai perolehan air tanah.
Tarif: paling tinggi 20%.
 Pajak Sarang Burung Walet
Objek: pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet.
Subjek: orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau
mengusahakan Sarang Burung Walet.
Wajib pajak: orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau
mengusahakan Sarang Burung Walet.
Dasar pengenaan: nilai jual sarang burung walet.
Tarif: paling tinggi 10%.
 Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Objek: Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh
orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Subjek: orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi
dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas Bangunan.
Wajib pajak: orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas
Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai,
dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
Dasar pengenaan: nilai jual objek pajak.
Tarif: paling tinggi 0,3%.
 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Objek: Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Subjek: orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan.
Wajib pajak: orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan.
Dasar pengenaan: nilai perolehan objek pajak.
Tarif: paling tinggi 5%.
Cara Penghitungan Pajak Daerah
Penghitungan pajak daerah dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak × Tarif Pajak Daerah
Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Daerah
 Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor dan Kendaraan di Atas Air: paling sedikit 30%.
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor: paling sedikit 70%.
 Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan: paling
sedikit 70%.
Diserahkan kepada daerah kabupaten/kota yang diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah
provinsi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antardaerah kabupaten/kota.
 Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan,
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan Pajak Parkir: paling sedikit 10%.
Diserahkan kepada desa di wilayah Daerah Kabupaten yang bersangkutan dengan
memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antardesa.
Gubernur berwenang merealokasi hasil penerimaan jika:
 Pajak kabupaten/kota dalam suatu provinsi terkonsentrasi pada sejumlah kecil daerah
kabupaten/kota yang akan direalokasikan kepada daerah kabupaten/kota dalam
provinsi yang bersangkutan.
 Objek pajak kabupaten/kota dalam satu provinsi yang bersifat lintas daerah
kabupaten/kota direalokasikan kepada daderah kabupaten/kota yang terkait.
Realokasi yang dilakukan oleh Gubernur atas dasar kesepakatan yang dicapai antardaerah
kabupaten/kota yang terkait dengan persetujuan DPRD Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Sistem pemungutan pajak daerah serta tata cara pembayaran
Sistem Pemungutan Pajak
 Sistem Official Assessment: pemungutan pajak berdasarkan penetapan Kepala Daerah
dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lainnya
yang dipersamakan.
 Sistem Self Assessment: wajib pajak menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri
pajak daerah yang terutang. Dokumen yang digunakan adalah Surat Pemberitahuan
Pajak Daerah (SPTPD).
Tata Cara Pembayaran
1. Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak
yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak dan
paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.
2. SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SK Pembetulan, SK Keberatan, dan
Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah
merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama
1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
3. Kepala Daerah atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat
pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan
Kepala Daerah.
Tata cara pengajuan keberatan dan banding.
Keberatan
1. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat
yang ditunjuk atas suatu SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN;
dan pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundangundangan perpajakan daerah.
2. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-
alasan yang jelas.
3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal
surat, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali jika Wajib Pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya.
4. Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak.
5. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai Surat Keberatan
sehingga tidak dipertimbangkan.
6. Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Kepala Daerah atau pejabat
yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai
tanda bukti penerimaan surat keberatan.
7. Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal
Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
8. Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
9. Apabila jangka waktu telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan,
keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Banding
1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.
2. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan
yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri
salinan dari surat keputusan keberatan tersebut.
3. Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai
dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

Anda mungkin juga menyukai