rohani. Di dalam jiwa itu ada kekuatan bermacam-macam, dan keutamaan itu timbul
dari pertimbangan dan tunduknya kepada hukum. Pokok-pokok keutamaan itu adalah
hikmat bijaksana, keberanian, keperwiraan, dan keadilan. Hal ini merupakan tiang
penegak bangsa-bangsa dan pribadi. Pokok-pokok keutamaan itu memberikan batasan
kepada manusia dalam setiap perbuatannya, agar ia melakukan segala sesuatu dengan
sebaik-baiknya.
Aristoteles berpendapat bahwa tujuan akhir dari yang dikehendaki manusia
mengenai segala perbuatan adalah bahagia. Namun pengertiannya tentang konsep
bahagia itu lebih luas dan lebih tinggi. Menurutnya untuk mendapatkan kebahagiaan,
seseorang itu hendaklah mempergunakan kekuatan akal dengan sebaik-baiknya.
Aristoteles menciptakan teori serba tengah. Tiap-tiap keutamaan adalah tengah-
tengah, diantara dua keburukan. Misalnya, dermawan adalah pertengahan antara boros
dan kikir. Keberanian adalah pertengahan antara membabi buta dan takut.
Pada akhir abad ke tiga M, tersiarlah agama nasrani di Eropa. Agama tersebut
merubah pikiran manusia dan membawa poko-pokok akhlak tersebut dalam Taurat.
Memberi pelajaran kepada manusia bahwa Tuhan adalah sumber segala akhlak.
Tuhan yang membuat patok yang harus kita pelihara dalam hubungan kita dengan
orang lain. Dan Tuhan juga yang menjelaskan tentang arti baik dan jahat. Baik
menurut arti yang sebenarnya adalah kerelaan Tuhan Allah, dan melaksanakan segala
perintahnya. Menurut ahli filsafat Yunani, pendorong untuk melakukan perbuatan
baik ialah pengetahuan atau kebijaksanaan. Sedangkan menurut agama Nasrani,
bahwa yang mendorong perbuatan baik adalah cinta kepada Allah, dan iman kepada-
Nya.
1. Etika Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan, Etika biasa dikatakan ‘dianiaya’ oleh Gereja. Pada saat
itu gereja memerangi filsafat yunani dan romawi, dan menentang penyiaran ilmu dan
kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari
wahyu. Dan apa yang terkandung dan diajarkan oleh wahyu adalah benar. Jadi
manusia tidak perlu lagi bersusah-susah menyelidiki tentang kebenaran hakikat,
kerena semuanya telah diatur oleh Tuhan.
2. Etika Periode Bangsa Arab
Bangsa Arab pada zaman jahiliah tidak mempunyai ahli-ahli filsafat yang
mengajak kepada aliran atau faham tertentu sebagaimana yunani, Epicurus,
Zeno,Plato, dan Aristoteles. Hal itu terjadi karena penyelidikan ilmu tidak terjadi
4
kecuali di Negara yang sudah maju. Waktu itu bangsa Arab hanya memiliki ahli-ahli
hikmat dan sebagian ahli syair. Yang memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran, mendorong menuju keutamaan, dan menjauhkan diri dari kerendahan
yang terkenal pada zama mereka.
Namun sejak kedatangan islam, agama yang mengajak kepada orang-orang
untuk percaya kepada orang-orang untuk percaya kepada Allah, sumber segala
sesuatu di seluruh alam. Allah memberikan jalan kepada manusia yang harus
diseberangi. Allah juga menetapkan keutamann seperti benar dan adil, yang harus
dilaksankannya, dan menjadikan kebahgiaan di dunia dan kenikmatan di akhirat,
sebagai pahala bagi orang yang mengikutinya. Jadi bangsa Arab pada masa itu, telah
puas mengambil etika dari agama dan tidak merasa butuh untuk menyelidiki
mengenai dasar baik dan buruk. Oleh karena itu agama banyak menjadi dasar buku-
buku yang dilukiskan dalam etika.
3. Etika Periode Abad Modern
Pada akhir abad lima belas, Eropa mulai bangkit. Ahli pengetahuan mulai
menyuburkan filsafat Yunani Kuno. Begitu juga dengan Italia, lalu berkembang ke
seluruh Eropa. Pada masa ini, segala sesuatu dikecam dan diselidiki, sehingga
tegaklah kemerdekaan berfikir. Dan mulai melihat segala sesuatu dengan pandangan
baru, dan mempertimbangkannya dengan ukuran yang baru.
Profesi Guru
Sikun Pribadi dalam Oemar Hamalik (2006) mengemukakan bahwa :
Profesi itu pada hakikatnya adalah suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan
mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, terpanggil
untuk menjabat pekerjaan itu.
Guru sebagai jabatan professional memerlukan berbagai keahlian khusus.
Sebagai suatu profesi, maka harus memenuhi kriteria professional.
Oemar Hamalik (2006) mengemukakan kriteria professional guru sebagai
berikut :
a. Fisik
Sehat jasmani dan rohani, tidak mempunyai cacat tubuh yang biasa
menimbulkan ejekan/cemoohan atau rasa kasihan dari anak didik.
b. Mental/kepribadian
Berpendidikan / berjiwa Pancasila, mampu menghayati GBHN, mencintai
bangsa dan sesama manusia dan rasa kasih sayang kepada anak didik, berbudi
5
pekerti yang luhur, berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada
secara maksimal, mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa,
mampu mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab yang besar akan
tugasnya, mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi, bersifat terbuka, peka
dan inovatif, menunjukkan rasa cinta kepada profesinya, ketaatannya akan
disiplin, dan memiliki sense of humour.
c. Keilmiahan/pengetahuan
Memahami ilmu yang melandasi pembentukan pribadi, memahami ilmu
pendidikan dan keguruan serta mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai
pendidik, memahami, menguasai, serta mencintai ilmu pengetahuan yang cukup
tentang bidang-bidang yang lain, senang membaca buku-buku ilmiah, mampu
memecahkan persoalan secara sistematis, terutama yang berhubungan dengan
bidang studi, dan memahami prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar.
d. Keterampilan
Mampu berperan seabagai organisator proses belajar mengajar, mampu
menyusun bahan-bahan pelajaran atas dasar pendekatan struktural, interdisipliner,
fungsional, behavior, dan teknologi, mampu menyusun garis-garis besar program-
progaram pengajaran (GBPP), dan mampu memecahkan mendasari seseorang
yang berkaitan dengan efektifitas kerja individu dalam pekerjaannya.
A. Esensi Kode Etik
Guru harus menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat,
terlindungi, bermartabat, dan mulia. Karena itu, ketika bekerja mereka harus
menjunjung tinggi etika profesi. Mereka mengabdikan diri dan berbakti untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia yang beriman,
bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab.
Guru selalu tampil secara professional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
Mereka memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga Negara
6
yang demokratis dan bertanggung jawab. Penyandang profesi guru adalah insan yang
layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya
oleh peserta didik. Dalam melaksanakan tugas, mereka harus berpegang teguh pada
prinsip ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Untuk
itu pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan
profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan bangsa lain di
Negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Dalam
melaksanakan tugas profesinya, guru sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang
mengejewatah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai
pendidik. Kebijakan pengembangan Profesi Guru-Badan PSDMPK-PMP 80 putera-
puteri bangsa. KEGI yang tercermin dalam tindakan nyata itulah yang disebut etika
profesi atau menjalankan profesi secara beretika.
Guru dan organisasi profesi guru bertanggung jawab atas pelaksanaan KWGI.
Kode Etik harus mengintegral para perilaku guru. Disamping itu, guru dan organisasi
guru berkewajiban mensosialisasikan kode etik dimaksud kepada rekan sejawat,
penyelenggara pendidikan, masyarakat, dan pemerintah. Bagi guru, kode etik tidak
boleh dilanggar, baik sengaja maupun tidak.
Dengan demikian, sebagai tenaga professional, guru bekerja dipandu oleh
kode etik profesi guru dirumuskan dan disepakati oleh organisasi atau asosiasi profesi
guru. Kode etik dimaksud merupakan standar etika kerja bagi penyandang profesi
guru. Di dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa
Guru membentuk organisasi atau asosiasi profesi yang bersifat inependen. Organisasi
atau asosiasi profesi guru berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan
kompetensi, karier, wawasan pendidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan
pengabdian kepada masyarakat. Sejalan dengan itu UU No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi atau
asosiasi profesi. Pembentukan organisasi dan asosiasi profesi dimaksud dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada sisi lain UU No. 14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen mengamanatkan bahwa untuk menjaga dan menigkatkan
kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian, organisasi atau
asosiasi profesi guru membentuk kode etik. Kode etik yang dimaksud berisi norma
dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian.
7