Anda di halaman 1dari 4

NAMA : WENRIZAL ARZA

NIM : H1B119097

KELAS : RABU JAM 07:00

TUGAS UAS PARTAI POLITIK

ILMU POLITIK

UNIVERSITAS JAMBI 2020

1. Perbedaan partai politik dan pressure grup (kelompok kepentingan)


Partai politik:
dibentuk berdasarkan kepentingan politik sebagai representasi konstituen
dan memiliki masa umur ketika elektabilitasnya terjaga dari konstituennya.

Kelompok kepentingan:
organisasi/kelompok yang dibentuk karena kepetingan tertentu dan dapat
dibubarkan ketika sudah mencapai tujuannya.

Kelompok penekan:
kelompok yang dibentuk untuk menjadi
penyeimbang/penekan oposisinya. tidak memiliki program berkelanjutan
dan akan dibubarkan setelah tujuannya tercapai.

2. Perkembangan partai politik di Indonesia sejak era orde lama, orde baru dan
reformasi:
a. Partai Politik dalam Era Orde Lama
Pada masa sesudah kemerdekaan, Indonesia menganut sistem multi partai yang
ditandai dengan hadirnya 25 partai politik

b.Partai Politik dalam Era Orde Baru


Dalam masa Orde Baru yang ditandai dengan dibubarkannya PKI Serta ada suatu
kelompok fungsional yang dimasukkan dalam salah satu kelompok tersendiri yang
kemudian disebut Golongan Karya, pada masa ini peserta pemilu hanya terdiri 2 parpol
dan 1 Golkar. Dan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memenangkan
Pemilu. Hal ini mengingat Golkar dijadikan mesin politik oleh penguasa saat itu.

c. Partai Politik pada era Reformasi


pada era reformasi ini, partai politik menghadapi persoalan terkait denga
pelembagaan partai, yaitu partai-partai politik menghadapi persoalan pelembagaan
partai yang belum kuat, yaitu masalah ideologi dan platform.Selain itu, sistem
kepartaian yang ada
ternyata belum kompatibel dengan sistem pemerintahan presidensil sehingga
pemerintahan tidak berjalan efektif.

3. Kebutuhan dana yang sangat besar dalam partai politik dan minim nya bantuan dari
negara membuat partai politik amat bergantung pada dana yang berasal dari pengurus
partai (anggota partai). Dengan demikian pengaruh elit sangatlah besar dalam
menentukan kebijakan partai, dengan menjadikan parpol sebagai kendaraan politiknya
dalam mewujudkan kepentingan pribadi dan kelompoknya, kondisi seperti ini justru
sangat renrtan terhadap potensi korupsi. Pembiayaan partai juga bisa di dapatkan
melalui sumbangan yang sah berdasarkan hukum baik perseorangan, dari perusahaan
atau badan usaha dalam batas maksimal yang di tentukan undang-undang.

4. cara kerja pelembagaan partai politik menurut Vicky Randall dan Lars Svasand
dikatakannya, bahwa proses pelembagaan mengandung dua aspek, yaitu aspek internal-
eksternal, dan aspek struktural-kultural. Bila kedua dimensi ini dipersilangkan, maka akan
tampak sebuah tabel empat sel, yaitu :
(1) derajat kesisteman (systemness) suatu partai sebagai hasil persilangan aspek internal
dengan struktural,
(2) derajat identitas nilai (value infusion) suatu partai sebagai hasil persilangan aspek
internal dengan kultural,
(3) derajat otonomi suatu partai dalam pembuatan keputusan (decisional autonomy)
sebagai hasil persilangan aspek eksternal dengan struktural, dan
(4) derajat pengetahuan atau citra publik (reification) terhadap suatu partai politik
sebagai persilangan aspek eksternal dengan kultural

5. Dalam konteks affirmative action terhadap representasi perempuan, dari berbagai


literatur tentang kuota gender dikenal berbagai tipe dan varian yang bisa diklasifikasikan
secara umum oleh Mona Lena Krook (2009) menjadi tiga. Yaitu party quota, memberi
akses pencalonan perempuan yang dilakukan partai politik dalam persentase tertentu di
dalam daftar kandidatnya; legislative quota, yang agak mirip dengan party quota yakni
memberikan akses dalam pencalonan bagi perempuan dalam persentase tertentu hanya
saja dimandatkan untuk seluruh partai politik yang berkontestasi melalui regulasi yang
mengikat. Sementara reserved seats, agak berbeda dengan dua yang disebutkan
sebelumnya, yaitu suatu bentuk jaminan memperoleh kursi di parlemen dalam jumlah
atau persentase tertentu bagi perempuan melalui regulasi pemilu.
Dua jenis kuota gender yang pertama lebih mengintervensi proses memilih
karena berada dalam ranah proses memilih, dengan menyediakan pilihan yang ‘lebih’
representatif. Sementara jenis yang terakhir lebih mengintervensi pada hasil agar
parlemen dipastikan memiliki wakil yang ‘lebih’ representatif.
Rendahnya keterwakilan perempuan di ranah politik dapat dijelaskan ke
dalam setidaknya dua pembacaan. Pertama, masih mengakar kuatnya paradigma
patriarki di sebagian besar masyarakat Indonesia. Pola pikir patriarki cenderung
menempatkan perempuan di bawah kekuasaan laki-laki. Perempuan dicitrakan sekaligus
diposisikan sebagai pihak yang tidak memiliki otonomi dan kemandirian di semua
bidang, termasuk politik.
Contoh problematika keterwakilan perempuan di politik di DPRD provinsi
jambi sangat minim bahkan tidak sampai 30%, dengan ini dikarenakan politik dinasti
sangat kuat di daerah tersebut dan juga partai politik kurang mengakomodirkan
perempuan di dalam politik.
6. Dalam politik kartel yang diuntungkan hanya elit dan yang di rugikan rakyat dan massa.
Politik kartel memberikan hasil yang ironis terhadap kekuatan politik masyarakat.
Sedangkan oligarki suatu tindakan yang menghilangkan kebebasan dan kedaulatan
rakyat, yang membuat penguasa (pemerintah) sewenang-wenang terhadap rakyat demi
kepentingan pribadi dan golongan serta demokrasi hanya berjalan setengah, seperti
prosedurnya jalan tapi subtansi nya mati.
Pembenahan yang harus dilakukan ialah didalam parpol harus dilakukan
pembenahan AD/ART partai dan perlu di tambah dengan sitem kode etika seperti
adanya dewan terhormat yang efektif, dan partai harus menerapkan norma moral,
norma hukum, dan norma etika. Serta partai harus mempunyai prosedur kerja yang jelas
dan mempunyai pegangan bersama. Lembaga bawaslu harus diperkuat guna menegak
keadilan dan memberantas kecurangan KPU, sebagai penyelenggara harus memiliki
integritas.

Anda mungkin juga menyukai