Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ANALISA KEKUATAN POLITIK INDONESIA

( DWI FUNGSI ABRI)

Dosen Pengampu :

Moh. Arief Rakhman, S.IP.,M.I.Pol

Disusun oleh:

WENRIZAL ARZA
NIM. H1B119047

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JAMBI
2020

1
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL…………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR………………………………………………………….....2
DAFTAR ISI…………………..……………………………………………….….3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………….…................4
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………….………5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Jawaban rumusan masalah 1………………………………………….6
2.2 Jawaban rumusan masalah 2………………………………………….12
2.3 Jawaban rumusan masalah 3 …………………………………………14
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dan Saran………………………………………………………16
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….17

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah


memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah
Analisa Kekuatan Politik Indonesia dengan tepat waktu.
Malakah Analisa Kekuatan Politik Indonesia disusun guna memenuhi
tugas Moh. Arief Rakhman, S.IP.,M.I.Pol pada Analisa Kekuatan Politik
Indonesia. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca .

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak


selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni
penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang
telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 16 Desember
2020

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Politik Indonesia pasca kemerdekaan sampai sekarang dipegang oleh dua


kelompok elit, sipil dan militer. Politisi sipil mulai dominan sejak tahhun 1945
sampai tahun 1965, sementara politisi militer sejak tahun 1966 sampai
pertengahan tahun 1998 atau selama Orde Baru. Ciri yang sangat menonjol
dalam Orde Baru adalah dominannya unsure ABRI dalam pentas politik nasional.
Berbaga sector,di luar sektor pertahanan,tidak terlepas dari unsure politisi
militer baik politik, sosial, bahkan merambah ke sector-sektor ekonomi.

Tumbangnya Orde Baru yang ditandai dengan lahirnya Era Reformasi


persoalan mengenai peran sosial politik ABRI atau yang lebih dikenal dengan
Dwifungsi ABRI mendapat sorotan. Keterlibatan ABRI dalam persoalan sosial
politik yang juga mengarah pada penguasaan perekonomian dianggap menjadi
penghambat terciptanya iklim demokrasi yang sehat bagi bangsa Indonesia.
Banyak pengamat menilai bahwa ABRI perlu dikembalikan pada posisinya
sebagai lembaga pertahanan dan keamanan, sehingga hal ini menjadi keputusan
pemerintah EraReformasi untuk mengurangi peran politisi militer dalam sosial
politik. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah dikuranginya jumlah
anggota ABRI dalam badan legeslatif, sehingga secara bertahap ABRI kembali
keposisinya.

4
1.2 Rumusan Permasalahan

Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa itu Dwi fungsi ABRI?
2. Kenapa Dwi fungsi ABRI di tiadakan?
3. Apakah dengan tidak adanya DWI FUNGSI ABRI, TNI menjadi Bukan
Aktor Kekuatan Politik di Indonesia?

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dwi Fungsi Abri

Dwifungsi ABRI adalah suatu dokrin di lingkungan Militer Indonesia yang


menyebutkan bahwa TNI memiliki dua tugas, yaitu pertama menjaga keamanan
dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur negara.
Dengan peran ganda ini, militer diizinkan untuk memegang posisi di dalam
pemerintahan. Pernyataan di atas berdasarkan beberapa pidato Soeharto.
Soeharto mengatakan bahwa sejalan dengan pelaksanaan tugasnya sebagai
alat pertahanan dan keamanan, maka ABRI harus dapat dengan tepat
melaksanakan peranannya sebagai kekuatan sosial, politik.

Sedangkan dalam bentuknya ABRI sebagai kekuatan sosial, memiliki dua


buah fungsi. Yaitu fungsi stabilisator dan fungsi dinamisator. ABRI sebagai
pelaksana tugas keamanan Negara juga kemanunggalannya dengan rakyat yang
lebih di kenal dengan ABRI masuk desa maka dapat di kategorikan ABRI
sebagai dinamisator sedangkan sebagai stabilisator dalam kehidupan bangsa
dan negara. Sejarah mencatat bahwa ABRI telah membuktikan kedua fungsinya
dalam tindakan-tindakan berikut ini:

A) ABRI sebagai dinamisator :

1. Kemampuan ABRI untuk berkomunikasi dengan rakyat, untuk merasakan


dinamika masyarakat , dan untuk memahami serta mersasakan aspirasi
serta kebutuhan-kebutuhan rakyat, memungkinkan ABRI untuk secara nyata
membimbing, menggugah dan mendorong masyarakat untuk lebih giat
melakukan partisipasi dalam pembangunan. Dalam halini dapat di contohkan
dalam amnunggal desa yang lebh di kenal dengan ABRI masuk desa, abri
masuk desa ini membantu segala hal yang yang berkaitan dengan
pembanguna desa dalam rangk mengabdi kepada masyarakat.

2. Kemampuan tersebut dapat mengarah kepada dua jurusan. Di satu pihak hal
tersebut merupakan potensi nyata ABRI untuk membantu masyarakat

6
menegakkan asas-asas serta tata cara kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, termasuk juga rencana-rencana serta proyek-proyek
pembangunan. Di lain pihak hal itu menyebabkan ABRI dapat berfungsi
sebagai penyalur aspirasi-aspirasi dan pendapat-pendapat rakyat.

3. Untuk dapat lebih meningkatkan kesadaran nasional dan untuk dapat


mensukseskan dan untuk dapat mensukseskan pembangunan, diperlukan
suatu disiplin social dan disiplin nasional yang mantap. Oleh karena disiplin
ABRI bersumber pada Saptamarga dan Sumpah Prajurit, sehingga secara
masyarakat, maka ABRI dapat berbuat banyak dalam rangka pembinaan
serta peningkatan disiplin nasional tersebut.

4. Sifat ABRI yang modern serta penguasaan ilmu dan teknologi serta perlatan
yang maju, memberikan kemampuan kepada ABRI untuk juga mempelopori
usaha-usaha modernisasi.

B. ABRI sebagai stabilisator :

1. Kemampuan ABRI untuk berkomunikasi dengan rakyat, untuk merasakan


dinamika masyarakat dan untuk memahami aspirasi-aspirasi yang hidup
dalam masyarakat, membuat ABRI menjadi salah satu jalur penting
dalam rangka pengawasan sosial.

2. Kesadaran nasional yang tinggi yang dimiliki oleh setiap prajurit ABRI
merupakan suatu penangkal yang efektif terhadap pengaruh social yang
bersifat negatif dari budaya serta nilai-nilai asing yang kini membanjiri
masyarakat Indonesia.

3. Sifat ABRI yang realistis dan pragmatis dapat mendorong masyarakat


agar dalam menanggulangi masalah-masalah berlandaskan tata pilir yang

7
nyata dan berpijak pada kenyataan situasi serta kondisi yang dihadapi,
dengan mengutamakan nilai kemanfaatan bagi kepentingan nasional.
Kemudian rakyat akan dapat secara tepat waktu menentukan prioritas-
prioritas permasalahan dan sasaran-sasaran yang diutamakan.

4. Dengan demikian akan dapat dinetralisasi atau dikurangi ketegangan,


gejolak-gejolak dan keresahan-keresahan yang pasti akan melanda
masyarakat yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dan
karenanya mengalami perubahan social yang sangat cepat.

Pengaturan Dwifungsi ABRI dalam undang-undang sendiri baru dimulai pada era
Orde Baru, undang-undang yang mengatur Dwifungsi ABRI ialah Ketetapan
MPRS Nomor XXIV/MPRS/1966, yang kemudian disusul oleh UU No. 15 Tahun
1969 tentang Pemilihan Umum dan UU No. 16 Tahun 1969, Ketetapan MPR No.
IV/MPR/1978, Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pertahaan Keamanan Negara, dan UU no. 2 Tahun 1988
tentang Prajurit ABRI.

Adapun penjelasan lebih lanjut tentang beberapa pasal tersebut adalah sebagai
berikut :

UU No. 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan
DPRD yang antara lain mengatakan :

“Mengingat Dwifungsi ABRI sebagai alat negara dan kekuatan social harus
kompak bersatu dan merupakan kesatuan untuk dapat menjadi pengawal
Pancasila dan UUG 1945 yang kuat dan sentosa.”

Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara


mengukuhkan Dwifungsi ABRI sebagai salah satu modal dasar pembangunan
nasional dengan kalimat :

8
“Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagai kekuatan pertahanan
keamanan dan kekuatan sosial yang tumbuh dari rakyat bersama rakyat
menegakkan kemerdekaan bangsa dan negara.”

UU No. 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan


Keamanan Negara, pasal 16 berbunyi :

“Angkatan bersenjata mempunyai fungsi sebagai kekuatan pertahanan kemanan


negara dan sebagai kekuatan social.”

Dalam Penjelasan Pasal ini dirumuskan :

“Fungsi Angkatan bersenjata sebagai kekuatan social sudah ada sejak


kelahirannya serta merupakan bagian dari hasil proses perjuangan dan
pertumbuhan bangsa Indonesia yang telah dirumuskan dalam marga kesatu
sampai marga ketiga Saptamarga dan dinyatakan sebagai salah satu modal
dasar pembangunan nasional dalam Garis-garis Besar Haluan Negara.
(Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1978).

Selanjutnya dalam pasal 28 dikatakan :

“(1) Angkatan bersenjata sebagai kekuatan social bertindak selaku dinamisator


dan stabilisator yang bersama-sama kekuatan social lainnya memikul tugas dan
tanggung jawab mengamankan dan mensukseskan perjuangan bangsa dalam
mengisi kemerdekaan serta meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia.

(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini
angkatan bersenjata diarahkan agar secara aktif mampu meningkatkan dan
memperkukuh ketahanan nasional dengan ikut serta dalam pengambilan
keputusan mengenai maslaah kenegaraan dan pemerintahan, mengembangkan

9
demokrasi Pancasila dan kehidupan konstitusional berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945 dalam sefala usaha dan kegiatan pembangunan nasional.”

Penjelasan Pasal ini berbunyi :

“Sepanjang sejarah perjuangan bangsa Indonesia terbukti angkatan bersenjata


merupakan pengawal dan pengamal Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
yang setia, sehingga dalam peranannya sebagai kekuatan social, angkatan
bersenjata mendayagunakan kempuannya selaku dinamisator dan stabilisator
dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab mengamankan dan
mensukseskan perjuangan dalam mewujudkan tujuan nasional.

Dalam rangka pelaksanaan fungsi sebagaimana dimaksud di atas, angkatan


bersenjata diarahkan agar mampu secara aktif dan positif ikut serta memupuk
serta memantapkan perseatuan dan kesatuan bangsa dan mampu berpersan
dalam pembangunan nasional ke arah terwujudnya ketahanan nasional yang
tangguh.”

Terakhir, UU no. 2 Tahun 1988 tentang Prajurit ABRI menegaskan dalam


Pasal 6-nya :

“Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia mengemban Dwifungsi


Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yaitu sebagai kekuatan pertahanan
keamanan negara dan kekuatan social politik.”

Secara umum dapat kita jelaskan bahwa kedudukan militer pada masa orde baru
ini sangatlah banyak dalam bidang pemerintahan, tidak hanya dari tingkat
tertinggi namun juga sampai ke tingkat yang paling rendah pun masih dipimpin
oleh orang-orang yang berasaldari ABRI. Hal ini terjadi karena adanya

10
kepercayaan dari setiap kalangan bahwa ABRI mampu melaksanakan tugas
kenegaraan dan juga sudah pasti mampu melaksanakan tugas mengabdi
kepada masyarakat.

Keikutsertaan militer dalam bidang politik secara umum bersifat antipartai.


Militer percaya bahwa mereka merupakan pihak yang setia kepada modernisasi
dan pembangunan. Sedangkan partai politik dipandang memiliki kepentingan-
kepentingan golongan tersendiri.

Hubungan antara ABRI dan kemunculan beberapa partai politik sepanjang era
Orde Baru:

1) Munculnya partai golkar kelahiran Golkar tidak lepas dari peran dan
dukungan militer, yang pada saat itu merupakan bentuk reaksi terhadap
meningkatnya kampanye PKI. Embrio Golkar awalnya muncul dengan
pembentukan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar)
2) Munculnya Partai Persatuan Pembangunan lahirlah PPP pada tanggal 5
Januari 1973 yang ditandatangani oleh NU, Parmusi, PSII, dan Perti.
Ketersediaan partai-partai tersebut tidak lepas dari tekanan pemerintah
dan militer.
3) Munculnya Partai Demokrasi Indonesia (PDI) PDI juga merupakan partai
yang terbentuk pada praktik fusi oleh pemerintah. PDI terfusi atas partai-
partai yang cenderung bersifat nasionalis seperti PNI, Murba, IPKI, serta
Parkindo dan Partai Katolik (yang menolak dikategorikan dalam kategori
material-spiritual). Ketiga partai yang terbentuk ini kemudian
mengindikasikan keberhasilan penyederhanaan partai pada Orde Baru
(dengan bantuan ABRI atau militer), karena sejak saat itu hingga tahun
1998/1999 hanya PPP, PDI dan Golkar yang mengikuti pemilihan umum.

Dampak negative dari dwi fungsi ABRI

a) Banyaknya jabatan pemerintahan mulai dari Bupati, Walikota, Gubernur,


Pejabat Eselon, Menteri, bahkan Duta Besar diisi oleh anggota ABRI
yang “dikaryakan”,
b) Selain dilakukannya pembentukan Fraksi ABRI di parlemen, ABRI
bersama-sama Korpri pada waktu itu juga dijadikan sebagai salah satu

11
tulang punggung yang menyangga keberadaan Golkar sebagai “partai
politik” yang berkuasa pada waktu itu,
c) ABRI melalui berbagai yayasan yang dibentuk diperkenankan mempunyai
dan menjalankan berbagai bidang usaha dan lain sebagainya.
d) Kecenderungan ABRI untuk bertidak represif dan tidak
demokratis/otoriter. Hal ini dapat terjadi karena kebiasaan masyarakat
yang terbiasa taat dan patuh kepada ABRI. Sehingga masyarakat enggan
untuk mencari inisiatif dan alternatif karena semua inisiatif dan alternatif
harus melalui persetujuan ABRI. Kalaupun masyarakat telah
mengungkapkan inisiatifnya, tak jarang inisiatif tersebut ditolak oleh ABRI
yang menjabat sebagai petinggi di wilayahnya tersebut,
e) Menjadi alat penguasa, yakni dengan adanya dwifungsi ABRI ini, maka
ABRI dengan bebas bergerak untuk menjabat di pemerintahan. Sehingga
untuk mencapai tingkat penguasa tidak mustahil untuk dilakukan oleh
seorang ABRI, sehingga dengan mudah ABRI mengatur masyarakat, dan
f) Tidak berjalannya fungsi kontrol oleh parlemen. Dampak dari kondisi ini
adalah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, misalnya dalam bentuk
korupsi. Hal tersebut dapat terjadi karena ABRI juga yang bertindak
sebagai parlemen sehigga ia tidak ingin repot-repot melakukan kontrol
terhadap bawahannya

2.2 Kenapa Dwi Fungsi ABRI di Tiadakan

Citra buruk ABRI selama Orde Baru, yang terbentuk dari kecenderungan
tentara menempatkan diri sebagai mesin politik untuk menegakkan
kekuasaan korup rezim Soeharto. Pimpinan ABRI pada masa itu cenderung
menganggap bahwa citra diri tentara yang buruk itu hanya berkembang di
kalangan mahasiswa dan kelas menengah perkotaan.

Dwifungsi TNI/Polri sebenarnya membuat sebuah negara di dalam negara,


dengan mendirikan struktur Kodam-Korem-Kodim-Koramil-Babinsa. Struktur
ini membuat militer dapat mengontrol kegiatan politik rakyat. Sebagai contoh,
aksi buruh dipastikan akan diintimidasi dengan aparat kodim terdekat. Aksi

12
petani pastilah akan diteror oleh koramil dan babinsa di wilayah tersebut.
Begitu juga dengan kaum miskin kota serta elemen-elemen rakyat lainnya.

Alasan dwifungsi abri dihapuskan:

1. pembubaran struktur Kodam-Korem-Kodim-Koramil-Babinsa. Dimensi


ini bertujuan untuk membebaskan rakyat dari satu represi dan
intimidasi yang kemudian akan memacu partisipasi dan kesadaran
demokratik rakyat. Argumentasi yang diberikan oleh militer bahwa
struktur ini dibutuhkan untuk menjaga keamanan teritori jelas lemah
karena secara riil pembentukkan struktur ini justru untuk
menyempurnakan alat-alat kekuasaan mereka. Apa yang harus
dilakukan untuk mengamankan teritori negara adalah pembentukan
milisi-milisi bela negara yang berbasis pada pengorganisasian
perlawanan massa-rakyat. Apabila TNI tetap bersikukuh pada
pendiriannya dengan tetap mempertahankan Dwi Fungsi TNI, maka
keniscayaan pendelegitimasian TNI adalah hukum sejarah. Akan
tetapi, bila TNI menyerahkan fungsi dan peran sosial politiknya
kepada sipil sepenuh-penuhnya, dan berfungsi sebagai alat
pertahanan semata, maka pembentukan milisi bela negara adalah
jalan yang terbaik.

2. pembersihan lembaga-lembaga ekstrayudisial seperti BIA, BAKIN


atau BAIS dsb. Lembaga yang berada di luar jangkauan kekuasaan
kehakiman dan peradilan. Lembaga tersebut memiliki wewenang
yang sangat luar biasa dan dapat menangkap seseorang tanpa ada
kejelasan hukum.

3. pembersihan militer dari politik. TNI/Polri memiliki fungsi keamanan


(TNI) dan ketertiban (Polisi) sehingga tidak perlu untuk masuk dalam
percaturan politik. Pentingnya Militer dibersihkan dari lapangan politik
adalah untuk tetap menjaga netralitas militer agar tidak kemudian
berpihak pada kekuatan politik lain selain kekuatan politik rakyat.
Posisi militer yang menjadi tiang penyangga pada masa Rejim Orde

13
Baru yang berlumuran darah tampaknya cukup menjadi contoh
tentang pentingnya militer keluar dari gelanggang politik.

4. penghentian dan penyitaan aset-aset ekonomi militer. Penyitaan aset-


aset ekonomi diserahkan pada negara untuk dikelola.

5. penegakan hukum dan HAM bagi para perwira militer pelanggarnya.


Militer Indonesia memiliki peran yang cukup besar atas penindasan
yang diterima oleh rakyat Indonesia selama puluhan tahun.
Pertanggungjawaban secara hukum, politik dan sejarah adalah satu-
satunya jalan bagi militer untuk dapat diterima kembali di masyarakat.

Prinsip dari pencabutan Dwi Fungsi TNI/Polri adalah menempatkan posisi


militer sebagai militer yang profesional dan sekaligus sebagai militer rakyat
yang artinya militer yang patuh pada prinsip-prinsip demokarsi kerakyatan

2.3 Apakah dengan tidak adanya DWI FUNGSI ABRI, TNI menjadi Bukan
Aktor Kekuatan Politik di Indonesia

Setelah penghapusan Dwi Fungsi dan larangan berpolitik praktis tidak serta
merta membuat kekuatan politik militer melemah. Militer tidak akan campur
tangan dalam panggung politik jika rezim sipil yang berkuasa mempunyai
legitimasi yang kuat dan pertikaian antar kelompok kepentingan dari pihak sipil
tidak mengganggu kestabilan dan jalannya pemerintahan. Militer akan
melakukan intervensi jika ketidakpastian politik begitu tinggi, para politisi lemah
atau melakukan politicking demi kepentingan sesaat atas nama golongannya
masing-masing yang menimbulkan ketidakstabilan politik. Memang sudah
seharusnya di dalam negara demokrasi seperti Indonesia ini, militer secara
profesional dan proporsional dikembalikan kepada peran dan fungsinya yang
mengemban tugas pokok sebagai alat pertahanan negara. Sudah sepatutnya
TNI lebih konsentrasi untuk membenahi diri dan menyiapkan kembali segala

14
yang diperlukan untuk mempertahankan negara ini dari segala ancaman dari
luar, dan tidak lagi mengharapkan untuk berkecimpung di dunia politik praktis
yang merupakan wilayah sipil. Rakyat perlu mendukung terbentuknya Doktrin
TNI baru yang menjamin TNI dapat berperang membela setiap jengkal wilayah
teritorial Republik Indonesia, yang ditetapkan sebagai wilayah Nusantara oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, sampai titik darah penghabisan,
menggunakan peralatan modern dengan tingkat kemandirian tinggi.

15
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterlibatan ABRI dalam bidang
sosial politik di Indonesia sudah dimulai sejak pemerintahan Demokrasi
Terpimpin di bawah Presiden Soekarno. Secara politis tindakan Soekarno
memasukkan kalangan militer dalam struktur pemerintahannya cukup beralasan,
yaitu kegagalan politisi sipil dalam merumuskan ideology negara yang tidak ada
kesepakatan antar partai dalam siding konstituante. Kegagalan ini dianggap
membahayakan stabilitas politik nasional dan mengancam keutuhan negara.
Karena itu Presiden Soekarno merekrut kalangan militer untuk mengimbangi
politisi sipil dalam pemerintahannya.

Di samping itu, pihak kalangan militer sendiri menganggap bahwa mereka punya
akar historis untuk dapat masuk dalam tatanan sosial politik, yaitu jasa-jasa
mereka dalam perjuangan bangsa. Peran-peran historisnya dikristalkan,
diindoktrinasi dan disebarluaskan ke khalayak ramai melalui media massa
sebagai suatu usaha untuk mencari legitimasi dari masyarakat dengan semboyan
kerakyatan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1Syahrir, Ekonomi Politik Kebutuhan Pokok Sebuah Tinjauan ProspektifI, LP3ES,


Jakarta, 1983, hal. 3.

https://www.kompasiana.com/uda_well/551b2594a33311ec21b65d56/
dwifungsi-abri

https://brainly.co.id/tugas/2187866

Djamhari, Saleh As’ad, Ikhtisar Sejarah Perjuangan ABRI 1945-Sekarang, Jakarta:


Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia-Pusat Sejarah dan Tradisi
ABRI, 1995.

17

Anda mungkin juga menyukai