Anda di halaman 1dari 3

Implikasi Pembetulan SKP Secara Jabatan dalam Proses Keberatan

Direktorat Jenderal Pajak berwenang untuk membetulkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
diatur dalam Pasal 16 undang-Undang KUP jo Pasal 34 PP Nomor 74/2011, Pembetulan SKP
dapat dilakukan atas permohonan wajib pajak maupun secara jabatan, Ruang lingkup
pembetulan SKP tersebut terbatas pada kesalahan atau kekeliruan sebagai berikut:

1. Adanya kesalahan tulis, antara lain kesalahan yang dapat berupa nama, alamat,
Nomormor Pokok Wajib Pajak, nomormor SKP, jenis pajak, masa pajak atau tahun
pajak, dan tanggal jatuh tempo
2. Adanya kesalahan hitung, antara lain kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan/atau
pengurangan dan/atau perkalian dan/atau pembagian suatu bilangan
3. Adanya kekeliruan penerapan ketentuan yaitu kekeliruan penerapan tarif, penerapan
persentase Nomorrma Penghitungan Penghasilan Neto, penerapan sanksi administrasi,
Penghasilan Tidak Kena Pajak, penghitungan PPh dalam tahun berjalan, dan kekeliruan
dalam pengkreditan pajak.

Pembetulan SKP Secara Jabatan

Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor


11/PMK.03/2013 (PMK 11/2013) tentang Tata Cara Pembetulan sesuai dengan penerapan Pasal
16 Undang-Undang KUP. Pada Pasal 8 PMK 11/2013 dijelaskan bahwa DJP dapat menerbitkan
Surat Keputusan (SK) Pembetulan secara jabatan dalam hal sebagai berikut:

1. Adanya kesalahan hitung dalam SKP sebagai akibat dari pelaksanaan Mutual
Agreement Procedure (MAP) dengan syarat SKP tidak diajukan upaya administrasi
lainnya seperti keberatan atau permohonan pengurangan/pembatalan SKP yang
tidak benar
2. Adanya kesalahan hitung dalam Surat Keputusan Keberatan sebagai akibat dari
pelaksanaan MAP dengan syarat Surat Keputusan Keberatan tidak diajukan upaya
hukum banding
3. Adanya kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan penerapan ketentuan
yang belum diajukan permohonan pembetulan oleh wajib pajak.
Pembetulan SKP secara jabatan yang diakibatkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau
kekeliruan penerapan ketentuan dapat saja mengakibatkan jumlah pajak yang masih harus
dibayar dalam SKP berubah. Perubahan tentunya dapat juga meliputi jumlah pajak yang masih
harus dibayar yang disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir. Sesuai dengan penjelasan
Pasal 16 Undang-Undang KUP sifat dari kesalahan atau kekeliruan atas pembetulan jumlah
pajak yang masih harus dibayar tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan
wajib pajak. Berdasarkan Pasal 9 PMK 11/2013, wajib pajak tetap dapat mengajukan keberatan
atas SKP yang dibetulkan tersebut. Jangka waktu penyampaian surat keberatan adalah tiga
bulan sejak tanggal pengiriman SK Pembetulan.

Tetapi, terdapat limitasi untuk menerapkan Pasal 9 PMK 11/2013, di mana diatur dalam
Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomormor 9/PMK.03/2013 (PMK 9/2013)
bahwa atas SKP yang dibetulkan secara jabatan tersebut dapat diajukan keberatan apabila
sebelumnya belum diajukan keberatan.

Pembetulan Secara Jabatan atas SKP yang Sedang Diajukan Keberatan

Dalam hal pembetulan SKP dilakukan secara jabatan, perlu diketahui implikasi hukum
apabila SKP tersebut sedang diajukan keberatan. Berikut contohi kasusnya:

PT ABC telah menerima SKPKB PPN Masa Pajak Desember 2017, SKP tersebut
disebutkan bahwa jumlah pajak yang masih harus dibayar adalah Rp5 milyar, sedangkan
jumlah pajak yang disetujui dalam pembahasan akhir adalah Rp 100.000.000. Kemudian, PT
ABC mengajukan permohonan keberatan atas SKP tersebut.

Pada saat proses keberatan, Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan SK Pembetulan atas
SKP yang sedang diajukan keberatan. Dalam SK tersebut jumlah pajak yang disetujui dalam
pembahasan akhir berubah menjadi Rp250.000.000. Kemudian, wajib pajak mendapati fakta
bahwa memang telah terjadi kesalahan penghitungan jumlah pajak yang disetujui dalam
pembahasan akhir.

Berdasarkan ilustrasi kasus di atas, setidaknya terdapat tiga fakta sebagai berikut:
1. SK Pembetulan SKP secara jabatan tersebut diterbitkan saat proses keberatan sedang
berlangsung
2. Terdapat kekeliruan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar
bertambah
3. Pembahasan akhir hasil pemeriksaan terdapat nilai yang disetujui wajib pajak.

Pasal 25 ayat (3a) Undang-Undang KUP telah diatur bahwa wajib pajak wajib melunasi
pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujui dalam pembahasan akhir
hasil pemeriksaan. Pelunasan pajak tersebut harus dilakukan sebelum permohonan keberatan
disampaikan. Hal tersebut juga diatur kembali dalam Pasal 4 ayat (1) huruf ‘d’ PMK 9/2013.

Pasal 6 PMK 9/2013 telah mengatur bahwa adanya pembetulan SKP secara jabatan
yang mengakibatkan bertambahnya jumlah pajak yang harus dilunasi sebelum surat keberatan
disampaikan tidak menghalangi proses keberatan yang sedang diajukan. Dengan kata lain,
proses keberatan yang telah diajukan oleh PT ABC tetap dilanjutkan oleh DJP.

Berdasarkan pada ilustrasi kasus diatas, penerbitan SK Pembetulan telah mengakibatkan


perubahan jumlah pajak yang disetujui dalam pembahasan akhir menjadi sebesar
Rp250.000.000. Lalu, bagaimana perlakuan kekurangan jumlah pajak yang disetujui dalam
pembahasan akhir tersebut?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, baik PMK 9/2013 maupun PMK 11/2013 tidak
mengatur secara tegas permasalahan tersebut. Tetapi, berdasarkan rumusan Pasal 6 PMK
9/2013 dapat disimpulkan bahwa pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang disetujui
dalam pembahasan akhir akibat penerbitan SK Pembetulan tidak mengakibatkan surat
keberatan yang telah diajukan menjadi cacat formal. Yang perlu diperhatikan oleh wajib pajak
adalah batas waktu penyetoran kekurangan pajak tersebut. Sesuai Pasal 9 ayat 3 UNDANG-
UNDANG KUP jangka waktu pembayaran pajak yang tercantum dalam SK Pembetulan adalah
satu bulan sejak tanggal diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai