Anda di halaman 1dari 6

MENJADI KUASA WAJIB PAJAK WALAUPUN BUKAN KONSULTAN PAJAK

Direktorat Jenderal Pajak memberikan kelonggaran dan kesempatan kepada Wajib Pajak
untuk meminta pihak lain yang memahami masalah perpajakan sebagai kuasa Wajib Pajak
untuk dan atas namanya membantu Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban perpajakan.

Kemudahan yang diberikan Ditjen Pajak ini tidak bisa dipukul rata oleh Wajib Pajak
dalam memilih pihak yang diberi kuasa untuk membantu menjalankan hak dan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak. Namun saat ini, banyak Wajib Pajak yang tidak mengetahui ketentuan
dan syarat agar seseorang bisa ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak sehingga sering kali
menunjuk wakil atau kuasanya dengan sembarang orang.

Ketentuan mengenai wakil dan syarat kuasa wajib pajak telah diatur dalam UU No. 28
Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam undang-undang
tersebut, terdapat satu pasal yang membahas tentang wakil dan kuasa Wajib Pajak, yaitu Pasal
32 ayat 1 dan 2 serta Pasal 33.

Kutipan dalam Pasal 32 Ayat 1

Dalam menjalankan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan atau perundang-


undangan perpajakan, Wajib Pajak bisa diwakili dalam hal:

 badan oleh pengurus;


 badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
 badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan
pemberesan;
 badan dalam likuidasi oleh likuidator;
 suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana
wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya; atau
 anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau
pengampunya.
Pasal 32 Ayat 2

Wakil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertanggung jawab secara pribadi dan/atau
secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan
meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak
mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.

Penjelasan atas Ayat 1 dan 2

Pengurus perusahaan merupakan orang yang memiliki wewenang dalam menentukan


kebijakan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan,
misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan
sebagainya walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang
tertera dalam akta pendirian ataupun akta perubahan, termasuk dalam pengertian pengurus.
Ketentuan ini berlaku pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali

Pengurus Perseroan Terbatas (PT) menurut UU PT No. 40 Tahun 2007

Dalam UU PT No. 40 Tahun 2007, bahwa yang menjalankan pengurusan PT (Pengurus


PT) adalah Direksi. Komisaris juga dapat melakukan tindakan pengurusan PT dalam hal:

 anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan;


 seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara.

Pasal 32 Ayat 3 tentang Penunjukkan Seorang Kuasa dengan Surat Kuasa Khusus

Dalam menjalanan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak diberi kelonggaran untuk


meminta pihak lain yang memahami masalah perpajakan sebagai kuasanya sesuai Pasal 32
Ayat 3 yang berbunyi:

 Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus
untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
 Bantuan yang dapat diberikan seorang kuasa meliputi pelaksanaan kewajiban formal
dan material serta pemenuhan hak Wajib Pajak yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan.
 Khusus untuk kewajiban mendaftarkan diri bagi Wajib Pajak orang pribadi untuk
memperoleh NPWP dan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP harus
dilaksanakan sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilakukan seorang kuasa

Ketentuan dan Syarat Kuasa Wajib Pajak

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014 mengatur tentang orang atau


pihak yang dapat ditunjuk sebagai seorang kuasa wajib, sebagai berikut:

1. Bekerja sebagai Konsultan Pajak

Konsultan pajak dalam menjalankan tugasnya harus sesuai dengan ketentuan


peraturan/perundang-undangan di bidang perpajakan dengan syarat sebagai berikut:

 punya izin praktik konsultan pajak yang diterbitkan Direktur Jenderal Pajak atau pejabat
yang ditunjuk;
 menyerahkan Surat Pernyataan sebagai konsultan pajak;
 mendapatkan surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa;
 punya Nomor Pokok Wajib Pajak;
 sudah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak terakhir, kecuali terhadap seorang
kuasa yang Tahun Pajak terakhir belum memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT
Tahunan PPh;
 bersih dan tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Dalam menjalankan tugasnya, seorang konsultan pajak harus menyerahkan dokumen-


dokumen di atas kepada pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang menangani
pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan yang dikuasakan.
2. Berstatus Karyawan Tetap Wajib Pajak

Karyawan Tetap Wajib Pajak bisa menerima kuasa dari Wajib Pajak orang pribadi
atau Wajib Pajak badan yang dibuktikan lewat SPT Masa PPh Pasal 21 yang telah
dilaporkan. Namun, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

 cakap dan paham ketentuan peraturan/perundang-undangan di bidang perpajakan yang


dibuktikan dengan sertifikat brevet di bidang perpajakan yang diterbitkan lembaga
pendidikan kursus brevet pajak;
 atau ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan, sekurang-kurangnya tingkat
Diploma III, yang diterbitkan Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta dengan status
akreditasi A;

 atau sertifikat konsultan pajak yang diterbitkan Panitia Penyelenggara Sertifikasi


Konsultan Pajak;
 memiliki surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa yang memuat:
a. Nama, alamat, dan tanda tangan di atas meterai serta NPWP dari Wajib Pajak
pemberi kuasa.
b. Nama, alamat, dan tanda tangan serta NPWP penerima kuasa.
c. Hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan yang mencakup
keperluan perpajakan, jenis pajak, dan Masa Pajak/Bagian Tahun Pajak/Tahun
Pajak.
d. Satu surat kuasa khusus hanya untuk seorang kuasa dan untuk 1 (satu)
pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu (diatur
dalam Pasal 5 ayat (2) PMK No. 22/PMK.03/2008).
 Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
 Telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak terakhir, kecuali terhadap seorang
kuasa yang Tahun Pajak terakhir belum memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT
Tahunan PPh.
 Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
3. Ditunjuk sebagai Seorang Kuasa dengan Surat Kuasa Khusus

Dalam membuat surat kuasa khusus seperti disebutkan ulasan di atas, mengacu
pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ./2008 tanggal 10 Maret 2008
tentang Penegasan Sehubungan dengan Penunjukan Seorang Kuasa dengan Surat Kuasa
Khusus, yang berisi:

 Pengurus, komisaris, dan pemegang saham mayoritas atau pengendali serta karyawan
Wajib Pajak yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijakan
dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan perusahaan dapat
melaksanakan hak dan/atau kewajiban perpajakan Wajib Pajak tanpa memerlukan surat
kuasa khusus.
 Dokumen perpajakan seperti Faktur Pajak dan/atau Surat Setoran Pajak dapat
ditandatangani pejabat/ karyawan yang ditunjuk Wajib Pajak tanpa memerlukan surat
kuasa khusus.
 Penyerahan dokumen yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dapat disampaikan melalui Tempat Pelayanan Terpadu dan tidak
memerlukan surat kuasa khusus atau surat penunjukan.

4. Dilimpahi Kuasa (Kuasa Subtitusi)

Surat Kuasa untuk pengurusan administrasi perpajakan tidak bisa sembarangan


digunakan. Artinya, penerima kuasa dari wajib pajak tidak boleh melimpahkan kuasa yang
diterimanya dari Wajib Pajak kepada orang lain.

Namun, penerima kuasa Wajib Pajak dapat menunjuk orang lain atau karyawannya
terbatas untuk menyampaikan dan menerima dokumen-dokumen perpajakan tertentu yang
diperlukan dalam rangka menjalankan urusan pajak yang dikuasakan kepadanya. Orang
tersebut wajib menyerahkan surat Penunjukan dari seorang kuasa pada saat melaksanakan
tugasnya.
Pembatasan untuk Kuasa Bukan Konsultan Pajak

Seseorang yang bukan konsultan pajak, termasuk karyawan Wajib Pajak hanya dapat
menerima kuasa dari:

1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran
bruto atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp1.800.000.000 (satu miliar delapan ratus
juta rupiah) dalam 1 tahun.
3. Wajib Pajak badan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp2.400.000.000 (dua miliar
empat ratus juta rupiah) dalam 1 tahun.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

 Karyawan Wajib Pajak yang ditunjuk sebagai kuasa, perlakuannya sama dengan seorang
kuasa yang bukan konsultan pajak.
 Karyawan yang ditunjuk sebagai kuasa harus seorang karyawan tetap yang telah
menerima penghasilan dari Wajib Pajak pemberi kuasa yang dibuktikan dengan Surat
Pernyataan bermeterai dari Wajib Pajak.
 Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai omzet lebih dari Rp1,8 miliar atau Wajib
Pajak Badan yang mempunyai omzet di atas Rp2,4 miliar dalam satu tahun hanya dapat
memberi kuasa kepada konsultan pajak.
 Karyawan, manajer, kepala bagian perpajakan, atau staff yang ahli dalam perpajakan,
yang bukan merupakan pengurus, tidak dapat menjadi kuasa Wajib Pajak.

Jika seseorang ingin mewakilkan urusan administrasi perpajakan pada orang lain karena
suatu hal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Wajib Pajak tersebut harus memahami
ketentuan dan syarat kuasa Wajib Pajak, ketentuan wakil dan syarat kuasa Wajib Pajak, serta
pembatasan untuk Kuasa Bukan Konsultan Pajak. Dengan memahami beberapa aturan terkait
hal tersebut, administrasi perpajakan seorang wajib pajak bisa dilakukan dengan mudah dan
lancar

Anda mungkin juga menyukai