wb
Kasus :
Pada tahun 2007, SPT-PPh sebuah perusahaan berbadan hukum telah diterima oleh KPP
pada tanggal 31 Maret 2008, dan seluruh berkas kelengkapannya telah dinyatakan lengkap.
Empat bulan kemudian, berdasarkan penelitian menyeluruh terhadap dokumen perusahaan
sebagai Wajib Pajak, menunjukkan bahwa pada master-file perusahaan itu ternyata telah
diketemukan dan diketahui bahwa yang menandatangani SPT-PPh itu adalah ternyata
bukan salah satu dari para direktur perusahaan berbadan hukum yang bersangkutan itu;
dan ternyata pula penandatanganannya tidak dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
Menurut Anda bagaimanakah status SPT Tahunan tersebut dan tindakan apa yang
semestinya harus dilakukan oleh pihak KPP?
Mohon izin menyampaikan pendapat pada diskusi sesi ini. Berikut Pendapat saya
Tanggapan :
a. Sebuah badan menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2007 pada tanggal
31 Maret 2018;
b. Setelah 4 bulan, dilakukan penelitian menyeluruh terhadap dokumen perusahaan
dan SPT Tahunan PPh diketahui bahwa yang menandatangai SPT Tahunan PPh
tersebut bukan salah satu dari para Direktur perusahaan berbadan hukum
tersebut;
c. Pada SPT Tahunan PPh juga tidak dilampiri Surat Kuasa Khusus;
1) Pasal 32 ayat (1) mengatur bahwa dalam menjalankan hak dan kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib
Pajak diwakili dalam hal :
b………..
2) Pasal 32 ayat (2) mengatur bahwa Wakil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertanggungjawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas
pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan
meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya
benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang
terutang tersebut;
3) Pasal 32 ayat (3) mengatur bahwa Orang pribadi atau badan dapat menunjuk
seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan;
4) Pasal 32 ayat (3a) mengatur bahwa seorang kuasa yang ditunjuk sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus mempunyai kompetensi tertentu dalam aspek
perpajakan, kecuali kuasa yang ditunjuk merupakan suami, istri , atau keluarga
sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua;
5) Pasal 32 ayat (4) mengatur bahwa termasuk dalam pengertian pengurus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah orang yang nyata-nyata
mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil
keputusan dalam menjalankan perusahaan.
1) Pasal 2 ayat (1) mengatur bahwa Wajib Pajak dapat menunjuk seorang
kuasa dengan surat kuasa khusus untuk melaksanakan hak dan/atau
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan;
2) Pasal 2 ayat (4) mengatur bahwa Seorang kuasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi : a. konsultan pajak, b. karyawan Wajib Pajak;
3) Pasal 6 ayat (1) mengatur bahwa Pada saat melaksanakan hak dan/atau
memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak, seorang kuasa harus
menyerahkan surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang dilampiri dengan
dokumen kelengkapan kepada pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang
berwenang menangani pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban
perpajakan yang dikuasakan;
4) Pasal 8 mengatur bahwa Seseorang yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7
dianggap bukan sebagai seorang kuasa dan tidak dapat melaksanakan hak
dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang memberikan
kuasa;
1) Pasal 12 ayat (1) huruf c mengatur bahwa penelitian SPT dilakukan untuk
memastikan SPT telah memenuhi ketentuan SPT diisi dengan lengkap dan
sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang dipersyaratkan;
2) Pasal 12 ayat (5) huruf e mengatur bahwa berdasarkan penelitian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, SPT dinyatakan tidak lengkap
dalam hal SPT yang ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak tetapi tidak
dilampirkan dengan Surat Kuasa Khusus dan dokumen yang harus dilampirkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
d. Surat Edaran Dirjen Pajak nomor SE-03/PJ/2019 tentang Petunjuk Teknis Tata
Cara Penyampaian, Penerimaan , dan Pengolahan Surat Pemberitahuan antara
lain :
2) dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah Surat Permintaan Kelengkapan
SPT diterbitkan, WP harus melengkapi SPT;
3) Dalam hal SPT tidak lengkap dan diterbitkan Surat Permintaan Kelengkapan
SPT :
Dalam hal surat kuasa khusus tidak disampaikan pada waktu sebagaimana
tersebut di atas, seseorang yang diberikan kuasa oleh Wajib Pajak dianggap
bukan sebagai seorang kuasa dan tidak dapat melaksanakan hak dan/atau
memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak pemberi kuasa
3. Berdasarkan hal tersebut diatas pada kasus tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
atas penandatanganan SPT Tahunan PPh dan penyerahat SPT Tahunan PPh Badan
tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap Wakil Badan Hukum tersebut,
apabila nyata-nyata Wakil Badan tersebut bukan secara nyata memiliki wewenang
dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka
menjalankan kegiatan badan hukum tersebut, maka SPT yang disampaikan dianggap
tidak lengkap, dan KPP wajib menerbitkan surat permintaan kelengkapan SPT kepada
Wajib Pajak. Apabila kelengkapan SPT dalam jangka waktu 30 hari terhitung setelah
Surat Permintaan Kelengkapan SPT diterbitkan tidak dilengkapi oleh Wajib Pajak,
maka KPP melalui Seksi Pelayanan membuat konsep Surat Pemberitahuan SPT
Dianggap Tidak Disampaikan.
Sumber :