Anda di halaman 1dari 5

PENJELASAN SLIDE 7 : (endang) jurnal 1 dari slide 1-9

1. Pertumbuhan bobot mutlak


Berdasarkan Grafik dapat diketahui bahwasannya pertumbuhan bobot mutlak yang
tertinggi terdapat pada perlakuan A (10 gr/1 kg pakan pellet) yaitu dengan bobot
mutlak sebesar 30,40 gr, kemudian diikuti dengan perlakuan B (20 gr/1 kg pakan
pellet) yaitu dengan bobot mutlak sebesar 26,38 gr, perlakuan C (30 gr/1 kg pakan
pellet) didapatkan bobot mutlak sebesar 19,55 gr dan pada perlakuan K(0 gr/ 1 kg
pakan) mendapatkan nilai terendah yaitu 11,82 gr.

2. Pertumbuhan panjang mutlak


Berdasarkan grafik tersebut menunjukkan bahwa penambahan ragi roti pada pakan
pellet dapat memacu pertumbuhan panjang mutlak ikan Patin Siam. Dan pada
Penambahan A penambahan ragi roti sebesar 10g dapat meningkatkan
pertumbuhan panjang mutlak terbaik daripada pakan kontrol dan perlakuan
lainnya. Hal ini disebabkan karena ikan Patin Siam dapat menyerap kandungan
nutrisi pada pakan secara optimal dengan penambahan dosis 10g/ 1 kg pakan
pellet.

SLIDE 8 (endang)
3. Kelangsungan Hidup
Berdasarkan hasil pengamatan data histogram dapat dilihat kelangsungan hidup
ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) yang tertinggi terdapat pada perlakuan
A dan B yaitu dengan tingkat kelangsungan hidup ikan sebesar 100% dengan
masing – masing perlakuan A (10 gr/ 1 kg pakan pellet) dan perlakuan B (20 gr/ 1
kg pakan pellet), sedangkan perlakuan dengan tingkat kelangsungan hidup
terendah di tunjukan pada perlakuan K(0 gr/ 1 kg pakan pellet) yaitu 90,00%.
SLIDE 13: (Afriani) (jurnal 2 slide 10-18)
Berdasrkan penelitian yang dilakukkan diperoleh pada awal penelitian bahwa
kadar ammonia terendah terdapat pada P2 dimana pada perlakukkan ini (50%
pelet komersil + 50% pelet jeroan ikan) sebesar 0,0025 mg/L sedangkan kadar
ammonia tertinggi terdapat pada P4 (100% pelet jeroan ikan) yaitu sebesra 0,0045
mg/L hal ini menujukkan bahwa p<0,005 artinya dosis pakan berbahan baku
jeroan ikan berpengaruh nyata terhadap kadar ammonia.
Sedangkan pada akhir penelitian ammonia terendah juga terdapat pada P2 sebesar
0,0023 mg/L sedangkan ammonia tertinggi yaitu pada P4 sebesar 0,0044 mg/L.
SLIDE 14 : (afriani)
Laju Pertumbuhan Spesifik
Laju pertumbuhan terbaik terdapat pada P2 (50% pelet komersil + 50% pelet
jeroan ikan) yaitu sebesar 2,80% dan terendah terdapat pada P4 (100% pelet
jeroan ikan) sebesar 2,38%. Menurunya laju pertumbuhan pada P4 diduga karena
pengaruh pakan dan kondisi lingkungan.
SLIDE 15 : (Radja)
Rasio Konversi Pakan (FCR)
Berdasarkan Tabel dapat dilihat bahwa rasio konversi pakan (FCR) ikan patin selama
penelitian memiliki nilai berbeda setiap perlakuan. Pakan perlakuan P2 ( 50% pelet
komersil + 50% pelet jeroan) memiliki nilai FCR terendah yaitu 1,25 dibandingkan
dengan P4 (100% pelet jeroan), yaitu 2,10. Semakin kecil nilai FCR menunjukkan
pemanfaatan pakan semakin efisien pada kegiatan budidaya ikan.

SLIDE 16 : (Radja)
Kelulushidupan ikan
Bedasarkan Tabel dapat dilihat bahwa angka kelulushidupan ikan patin tertinggi pada
perlakuan P2 (50% pelet komersil + 50% pelet jeroan ikan) mencapai 83,33% dan
kelulushidupan terendah terdapat pada perlakuan P4 (100% jeroan ikan) sebesar 63,33%.
SLIDE 17 : (Radja)
Kualitas air
Berdasarkan Tabel nilai suhu selama penelitian dengan nilai yang tertinggi 29°C pada
perlakuan P4 dan P3 sedangkan P0, P1 dan P2 28°C. kisaran suhu yang disarankan untuk
ikan patin adalah 25-30°C (BSN, 2000) yang berarti suhu air selama penelitian ini
tergolong baik.

SLIDE 22: (Rika) (jurnal 3 slide 19-25)


Tingkat Konsumsi Pakan
Berdasarkan hasil analisa ragam menunjukkan bahwa perbedaan pemberian frekuensi
pakan berpengaruh nyata terhadap total konsumsi pakan ikan patin . Perlakuan D
merupakan perlakuan yang menghasilkan nilai tingkat konsumsi pakan tertinggi yaitu
126.93±17.99 gram. Sedangkan perlakuan A merupakan perlakuan yang menghasilkan
nilai Tingkat konsumsi pakan terendah yaitu 48.93±7.82 gram.

Rasio Konversi Pakan (FCR)


Berdasarkan hasil peneltian perlakuan C memiliki nilai konversi terendah yaitu
1.03±0.06%, perlakuan D yaitu 1.05±0.14%. Sedangkan perlakuan A memiliki nilai
koversi tertinggi yaitu 2.55±0.30% dan perlakuan B yaitu 1.35±0.14%. Pada perlakuan A
nilai FCR tinggi dikarenakan jumlah pakan yg diberikan sedikit dan kemampuan ikan
mengkonsumsi pakan kurang baik. Pada perlakuan C dan D memiliki nilai FCR rendah,
hal ini dikarenakan kemampuan ikan patin dalam mencerna pakan dengan baik sehingga
pakan terefesiensi didalam tubuh untuk pertumbuhan.

SLIDE 23 : (Hamnur)
Efisiensi Pemanfaatan Pakan
Berdasarkan hasil penelitian nilai efesiensi pemanfaatan pakan (EPP) yang tertinggi yaitu
pada perlakuan C sebesar 97.05±6.11%. Hal ini diduga karena pada interval frekuensi
pemberian pakan tersebut pakan sudah tercerna sempurna didalam tubuh ikan patin
(Pangasius hypopthalmus). Sedangkan nilai efesiensi pemberian pakan yang terendah
39.58±4.91%. Hal ini diduga karena pada frekuensi pemberian pakan yang hanya sekali
dalam sehari yaitu kandungan nutrisi didalam pakan kurang dicerna dengan baik oleh
tubuh ikan patin (Pangasius hypopthalmus).

Laju Pertumbuhan Relatif


Berdasarkan hasil penelitian Perlakuan D (pemberian pakan 4 kali sehari) merupakan
perlakuan yang menghasilkan nilai RGR tertinggi yaitu 4.13±0.08%. Sedangkan
perlakuan A (pemberian pakan satu kali sehari) merupakan perlakuan yang menghasilkan
nilai RGR terendah yaitu 0.69±0.04%. Laju pertumbuhan lebih cepat dengan perlakuan D
(pemberian pakan 4 kali sehari), hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan berkaitan erat
dengan frekuensi pemberian pakan. Sedangkan nilai RGR terendah yaitu perlakuan A
(pemberian pakan satu kali sehari), hal ini diduga ikan kekurangan nutrisi untuk
melakukan pertumbuhan, pemberian pakan sehari sekali tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan untuk pertumbuhan.

SLIDE 24 (Hamnur)
Kualitas Air
Hasil pengamatan suhu dalam media pemeliharaan selama penelitian yaitu berkisar antara
26,6-28,9°C. Nilai tersebut sudah sesuai dengan kelayakan suhu pada budidaya ikan
patin. Menurut SNI (2000) suhu optimal untuk budidaya ikan patin yaitu berkisar antara
27-30°C. pH selama penelitian yaitu 6. Nilai kelayakan pH berdasarkan SNI (2000) yaitu
6,5-8,5. Nilai oksigen terlarut selama penelitian berkisar antara 4,95 mg/l - 6,84 mg/l.
Nilai tersebut sudah sesuai dengan kelayakan kadar oksigen pada budidaya ikan patin.
Menurut SNI (2000) kandungan oksigen terlarut yang ideal di dalam air untuk budidaya
ikan tidak boleh <5,00 mg/l. kandungan amonia di dalam media pemeliharaan selama
penelitian berkisar 0,008-0,0011 mg/l. Nilai tersebut sudah sesuai dengan nilai kelayakan
kandungan amonia pada budidaya ikan patin. Menurut Effendi (2003) kandungan
ammonia yaitu <0,02 mg/l.

Anda mungkin juga menyukai