KELOMPOK II :
2022
A. ISSUE SCAN
1. Hoaks Cacar Monyet Sebagai Efek Samping Vaksin Covid-19 atau VAIDS
Sudah dua tahun lamanya kita mengalami masa pandemi Covid-19. Tren pasien yang
terkonfirmasi Covid-19 semakin hari semakin melandai. Hal tersebut bisa terwujud karena
pemerintah menggalakan pemberian vaksinasi Covid-19. Tidak hanya di Indonesia,
pemerintah di negara-negara lain pun mempercepat pemberian dosin vaksin kepada rakyat
mereka dengan harapan Covid-19 segera menjadi penyakit endemi. Dibalik kesuksesan
pemerintah negara-negara di dunia mempercepat pemberian dosis vaksin, ada saja pihak-
pihak yang sekedar iseng atau mungkin memiliki agenda tersendiri untuk membuat kegaduhan
di tengah masyarakat yang sudah mulai pulih dari kesulitan di masa pandemi. Beberapa akun
media sosial facebook mengunggah narasi hoaks terkait vaksin Covid-19. Salah satunya yaitu
penyebaran berita hoaks terkait penyakit cacar monyet (monkeyfox) yang disebut sebagai efek
samping dari pemberian dosis vaksin Covid-19. Jika mengutip dari laporan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), penyakit cacar monyet sendiri sudah ada sejak tahun 1958 dan
ditemukan pada monyet, kemudian diteliti di laboratorium Denmark. Kasus infeksi pertama
cacar monyet pada manusia terjadi pada 1970, yang dialami seorang anak di Kongo. Selain itu
vaksin Covid-19 dinarasikan dapat menimbulkan VAIDS (Vaccine Acquired Immunodeficiency
Syndrome), yang merupakan istilah yang kerap digunakan oleh kelompok antivaksin untuk
menarasikan bahaya vaksin Covid-19. Profesor Penyakit Menular di Perelman School of
Medicine di University of Pennsylvania dan Direktur Medis Penn Global Medicine, Stephen
Gluckman MD mengatakan, tidak ada virus atau kondisi medis yang dinamakan VAIDS.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa narasi-narasi yang beredar
merupakan berita hoaks. Karena itu hoaks mengenai kesehatan perlu dilawan dengan cara
peningkatkan literasi terutama di saat dunia sudah mulai bangkit dari keterpurukan di masa
pandemi yang lalu.
2. Kasus Hepatitis Akut
Dilansir dari Surat Edaran Kemenkes Nomor: HK.02.02/C/2515/2022, Badan Kesehatan
Dunia (WHO) telah menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus
Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute hepatitis of unknown aetiology ) pada
anak-anak usia 11 bulan-5 tahun pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia
Tengah. Sejak secara resmi dipublikasikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh WHO
pada tanggal 15 April 2022, jumlah laporan terus bertambah. Per 21 April 2022, tercatat 169
kasus yang dilaporkan di 12 negara yaitu Inggris (114), Spanyol (13), Israel (12), Amerika
Serikat (9), Denmark (6), Irlandia (<5), Belanda (4), Italia (4), Norwegia (2), Perancis (2),
Romania (1) dan Belgia (1). Kisaran kasus terjadi pada anak usia 1 bulan sampai dengan 16
tahun. Tujuh belas anak di antaranya (10%) memerlukan transplantasi hati, dan 1 kasus
dilaporkan meninggal. Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut
dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri
abdomen, diare dan muntah-muntah). Sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala
demam. Penyebab dari penyakit tersebut masih belum diketahui. Pemeriksaan laboratorium
telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E tidak ditemukan sebagai penyebab
dari penyakit tersebut. Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus yang setelah dilakukan tes
molekuler, teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20 kasus,
sedangkan 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus.
3. Skema Ponzi Berkedok Investasi (DNA Pro)
Pemerintah gencar menggalakkan slogan tentang Yuk Nabung Saham!, seiring
berjalannya waktu masyarakat makin tertarik untuk mengenal instrumen investasi lainnya. Hal
tersebut juga dilirik oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab yang ingin mengambil keuntungan,
hal tersebut dapat kita lihat dengan munculnya kasus penipuan investasi atau investasi
bodong. Kasus ini terjadi karena kurangnya pemahaman oleh kalangan masyarakat untuk
lebih mendalami ilmu pengetahuan terkait investasi dan terlanjur tergiur oleh iming-iming
keuntungan yang besar dan singkat. Seperti yang banyak terjadi belakangan ini adalah
penipuan investasi dalam bentuk robot trading. Salah satu perusahaan investasi tersebut
adalah DNA Pro, yang mana diketahui bahwa DNA Pro menerapkan skema piramida atau
skema Ponzi yang mana member lama akan mendapatkan keuntungan melalui penanaman
modal dari member baru. Jadi dapat diketahui tidak ada pengelolaan dana yang dilakukan oleh
pihak DNA Pro, uang yang disetorkan hanya berputar-putar di antara member, sehingga akan
ada beberapa member yang akan dirugikan. Saat ini diketahui, Bareskrim Polri telah
menetapkan 14 tersangka kasus robot trading DNA Pro. Salah satu tersangka, Daniel Abe,
yang merupakan Direktur Utama (Dirut) DNA Pro, mengucapkan permintaan maaf dan telah
mengakui bahwa DNA Pro benar telah menerapkan skema Ponzi.
https://www.facebook.com/AlanHashemOVM/posts/5140514676070744
https://www.facebook.com/shakimrathegod/posts/727802001905002
https://www.facebook.com/metalmoore04/posts/5537341546310301
Surat Edaran Kemenkes Nomor: HK.02.02/C/2515/2022
https://news.detik.com/berita/d-6098161/minta-maaf-dirut-jelaskan-skema-ponzi-pada-dna-
pro?_ga=2.6849138.1765087251.1653878697-975928113.1637757309