Opini tentang Program Analog Switch Off (ASO) di Bangka Belitung
Analog Switch Off (ASO) Ini adalah persoalan yang penting karena Indonesia lumayan tertinggal dari negara lain, negara seperti Jerman sudah dari 2003, Inggris 2005, Prancis dan Amerika 2010, bahkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia di tahun 2019 sudah mematikan siaran analog. Untuk sekarang siaran televisi di Indonesia masih masa transisi, sinyal analog masih digunakan sejak 60 tahun yang lalu sampai saat ini, dan sinyal digital juga sudah mulai dikenalkan dari tahun 2008. Sekarang sudah banyak siaran digital yang beredar di Indonesia dan rata-rata stasiun televisi besar di Indonesia sekarang sudah ada siaran digitalnya. Kemudian pertanyaannya, kenapa sinyal analog dan digital tidak sama-sama digunakan?, kenapa sinyal analog harus dimatikan?. Jadi kondisi penyiaran di Indonesia sekarang sedang tidak baik-baik saja, bukan tentang kualitas acaranya Tapi tentang kepadatan spektrum radionya atau jalur sinyalnya. Sinyal analog itu sangat boros, satu program siaran analog itu menggunakan spektrum yang lebarnya 8 MHZ, sementara untuk siaran digital 8 MHZ itu bisa digunakan sampai dengan 12 program secara bersamaan. Saking padatnya pita frekuensi di Indonesia sekarang, kalau ada teknologi baru yang butuh jalur frekuensi baru susah untuk mencari frekuensinya. Seperti jaringan 5G yang sampai sekarang masih terbatas di Indonesia. Jadi kalau sinyal analog dimatikan ruang pada spektrum radio akan lebih lega, dan frekuensi yang kosong itu bisa digunakan untuk manfaat lain seperti meningkatkan kualitas dan jangkauan layanan internet yang bisa membuat ekonomi digital lebih berkembang. Jadi, sangat disayangkan kalau spektrum frekuensi kita banyak digunakan untuk sinyal analog, lebih baik pindah ke sinyal digital. Peralihan siaran dari analog ke digital di Bangka belitung ini memiliki tantangan tertentu, masyarakat Bangka belitung ini sampai ke pelosok pedalaman sudah terbiasa dengan sistem sambungan satelit atau biasa disebut sambungan parabola. Sambungan parabola ini receivernya rata-rata masih sistem analog, sehingga perlu sosialisasi kepada masyarakat tentang adanya migrasi sistem penyiaran ke sistem digital, karena mereka harus mengganti receiver parabolanya ke sistem digital atau harus mengganti televisinya ke model yang lebih modern atau televesi digital. Hak masyarakat untuk menikmati siaran televisi harus dapat terpenuhi karena tidak semua masyarakat ini terakses dan mampu membayar televisi cable atau jaringan televisi berbayar atau mampu mengganti unit televisinya ke tipe baru yang mendukung penerimaan siaran digital. Sehingga, jika proses migrasi ini dapat berjalan dengan baik tentunya masyarakat Bangka belitung juga dapat menikmati beberapa keuntungan. Siaran televisi akan jernih dan berkualitas, dapat mengakses internet dengan kecepatan yang meningkat sehingga dapat dipergunakan untuk menunjang dunia pendidikan dan dunia bisnis seperti pengembangan e-commerce dan pengembangan start-up di Bangka belitung, dan kepentingan-kepentingan strategis lainnya. Masyarakat akan lebih mudah mendapat informasi karena kualitas siaran digital membuat nyaman orang dalam menonton televisi, sehingga dalam jangka pendek dan menengah dapat mendorong Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Bangka belitung yang tinggi, mengakselerasikan pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat dan sustainable. Peran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kepulauan Bangka Belitung tidak hanya sebagai regulator penyiaran dan pengawasan bagi televisi dan radio di Bangka belitung, KPID harus bisa ikut serta dalam mensukseskan program Analog Switch Off di Bangka belitung ini. KPID harus melakukan monitoring dan evaluasi terkait dengan penyedian infrastruktur dan ekosistem dari pelaksanaan digitalisasi penyiaran di Bangka belitung, dan juga evaluasi terhadap perdagangan set top box. KPID harus bisa berkolaborasi dengan pemprov dan pemkot Bangka belitung dalam memberikan informasi kepada masyarakat terkait dengan proses digitalisasi penyiaran. Dikarenakan ada berbagai pandangan masyarakat terkait digitalisasi penyiaran. Misalnya, kalau kita dalam proses digitalisasi penyiaran, masyarakat memandangan bahwa mereka harus mengganti televisi atau ada juga yang berpendapat televisinya tidak boleh yang tabung, televisinya harus yang flat. Itu adalah beberapa contoh pandangan-pandangan yang salah dari masyarakat terkait digitalisasi penyiaran. Padahal mereka tidak perlu mengganti televisi ke yang baru, mereka tinggal membeli set top box, kemudian dari antena UHF disambungkan ke set top box kemudian disambung ke televisi, maka televisinya sudah bisa menerima sinyal digital. Ini menjadi penting agar proses digitalisasi penyiaran ini berjalan lancar, Kementrian KOMINFO dan KPID seluruh indonesia harus benar-benar mampu untuk melakukan evaluasi dan kesiapan terkait dengan infrastruktur termasuk juga perdagangan set top box dipasar elektronik, dan mampu memberikan edukasi kepada para pedagang elektronik yang ada dipasar. Dan kabarnya pemerintah akan siapkan 7 juta set top box untuk keluarga yang kurang mampu, yang televisinya masih analog dan tidak mampu untuk membeli set top box. Program Analog Switch Off (ASO) ini harus sangat kita dukung karena sudah saatnya Indonesia melangkah maju.