Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Retensio plasenta adalah kondisi ketika plasenta


atau ari-ari tertahan di dalam rahim. Kondisi ini sangat
berbahaya, serta menyebabkan infeksi dan perdarahan pasca
melahirkan yang mengakibatkan kematian. Persalinan terbagi
dalam tiga tahap. Pada tahap pertama ibu hamil akan
mengalami kontraksi, yang memicu pembukaan pada leher
rahim. Kemudian, ibu hamil memasuki tahap kedua atau proses
persalinan. Pada tahap ini, ibu mulai mendorong bayi keluar
setelah bayi lahir, plasenta akan keluar beberapa menit setelah
bayi dilahirkan. Proses keluarnya plasenta ini adalah tahap
ketiga atau tahap terakhir. Plasenta tidak keluar didalam rahim
bahkan hingga lewat dari 30 menit.Plasenta .adalah organ yang
terbentuk didalam rahim ketika masa kehamilan dimulai. Organ
ini berfungsi sebagai penyedia nutrisi dan oksigen untuk janin,
serta membuang limbah sisa metabolisme dari darah. Retensio
plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan
merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%)
kematian ibu melahirkan di Indonesia.

Faktor predisposisi terjadinya retensio plasenta adalah plasenta


previa, bekas seksio sesarea, pernah kuret berulang dan paritas
(Saifuddin, A.B., 2009). Faktor predisposisi lain yang
menyebabkan retensio plasenta yaitu usia, jarak persalinan,
penolong persalinan, riwayat manual plasenta, anemia, riwayat
pembedahan uterus, destruksi endometrium dari infeksi
sebelumnya atau bekas endometritis dan implantasi corneal
(Manuaba, 2010). Bahaya pada ibu hamil yang berumur 35
tahun lebih adalah perdarahan setelah bayi lahir yaitu salah
satunya dikarenakan retensio plasenta (Rochjati, Poedji, 2011).
Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai
angka kejadian perdarahan pasca persalinan lebih tinggi, salah
satu penyebabnya adalah retensio plasenta (Rochjati, 2011).
Terlalu sering bersalin (jarak antara kelahiran < 2 tahun) akan
menyebabkan uterus menjadi lemah sehingga kontraksi uterus
kurang baik dan resiko terjadinya retensio plasenta meningkat,
sedangkan pada jarak persalinan ≥ 10 tahun, dalam keadaan ini
seolah-olah menghadapi persalinan yang pertama lagi,
menyebabkan otot polos uterus menjadi kaku dan kontraksi
uterus jadi kurang baik sehingga mudah terjadi retensio plasenta
(Rochjati, 2011).

Hasil Audit Maternal Perinatal. Perdarahan postpartum


merupakan penyebab pertama kematian ibu di negara
berkembang sebesar 25% dari seluruh kematian ibu. Perdarahan
postpartum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah
persalinan berlangsung, perdarahan yang keluar melebihi 500cc.
Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan
primer dan sekunder. Perdarahan postpartum primer yaitu
perdarahan yang terjadi 24 jam pertama salah satu penyebabnya
yaitu retensio plasenta. Retensio plasenta merupakan salah satu
penyebab risiko perdarahan yang terjadi segera setelah
terjadinya persalinan dibandingkan dengan risiko risiko lain
dari ibu bersalin, perdarahan postpartum akibat retensio
plasenta merupakan salah satu penyebab yang dapat
mengancam jiwa dimana ibu dengan perdarahan yang hebat
akan cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan medis
yang tepat.

World Health Organization (WHO) tahun 2017, terdapat 810


wanita meninggal/hari karena penyebab yang dapat dicegah
terkait kehamilan dan persalinan. 295.000 wanita meninggal
selama dan setelah kehamilan dan persalinan pada tahun 2017.
AKI di negara berpenghasilan rendah pada tahun 2017 adalah
462 per 100.000 kelahiran hidup dibandingkan 11 per 100.000
kelahiran hidup di negara berpenghasilan tinggi. Sustainable
Development Goals (SDG) memiliki target baru untuk
mempercepat penurunan kematian ibu pada tahun 2030 yaitu
mengurangi AKI global menjadi kurang dari 70 per 100.000
kelahiran, bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio plasenta
dan insidennya adalah 0,8-1,2% untuk setiap kelahiran.

Data The ASEAN Secretariat di beberapa negara ASEAN tahun


2015 menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia menduduki angka tertinggi nomor dua setelah Laos.
AKI di Indonesia tahun 2015 yaitu 305/100.000 kelahiran
hidup, Laos 357/100.000 kelahiran hidup, Filipina 221/100.000
kelahiran hidup, Myanmar 180/100.000 kelahiran hidup,
Kamboja 170/100.000 kelahiran hidup, Vietnam 69/100.000
kelahiran hidup, Brunei Darussalam 60/100.000 kelahiran
hidup, Thailand 25/100.000 kelahiran hidup, Malaysia
24/100.000 kelahiran hidup dan Singapura 7/100.000 kelahiran
hidup.

Kesehatan Indonesia 2018, Angka Kematian Ibu (AKI)


merupakan salah satu indikator untuk melihat keberhasilan
upaya kesehatan ibu. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan
salah satu indikator untuk menilai derajat kesehatan masyarakat
dan juga termasuk dalam target pencapaian Sustainable
Development Goals (SDGs). Hasil Survei Penduduk Antar
Sensus (SUPAS) pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2019
menunjukkan AKI di Indonesia sebesar 305 per 100.000
kelahiran hidup. Perdarahan yang disebabkan oleh rentensio
plasenta merupakan penyebab kematian nomor satu (40% -
60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia.

Kesehatan DIY pada tahun 2019, kasus AKI tahun 2018 < dari
102 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan capaian sebesar
111,5 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu pada
tahun 2015 di DIY yaitu lainlain sebesar 35%, perdarahan 31%,
eklamsia 10%, PEB 17%, sepsis dan infeksi 7%. Tahun 2016
penyebab kematian ibu yaitu lain-lain sebesar 51%, perdarahan
23%, eklamsia 5%, preeklamsia 10%, Sepsis dan infeksi 10%.
Perdarahan menjadi penyumbang kematian ibu setiap tahunnya
dan menduduki peringkat kedua di DIY dengan peringkat
pertamanya yaitu karena faktor tak langsung, yakni sakit
jantung dll. Salah satu penyebab terjadinya perdarahan yaitu
retensio plasenta dengan kasus terbanyak terjadi di Kabupaten
Bantul (13 kasus) dan terendah di Kota Yogyakarta (empat
kasus).

Data Dari RSUD Dr. H. Moch Ansari saleh Hasil penelitian


menunjukkan bahwa Dari 614 ibu bersalin terdapat 16,8%
merupakan kasus rujukan, 51,5% dengan pendidikan dasar (SD
& SMP) dan 89,7% dengan riwayat pernah menggunakan
kontrasepsi. Analisis Univariat Ibu bersalin yang mengalami
retensio plasenta sebanyak 65 orang (10,6%); umur 35th
sebanyak 140 orang (22,8%); paritas >3 sebanyak 119 orang
(19,4%) dan jarak persalinan 10th sebanyak 96 orang (15,6%).

Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta


selama setengah jam setelah persalinan bayi (Manuaba, 2010).
Frekuensi perdarahan post partum 15% dari seluruh persalinan,
salah satu penyebabnya adalah retensio plasenta yaitu 16-17%.
Persentase terjadinya retensio plasenta untuk seluruh persalinan
adalah 2,4%-2,55% (Rahmawati, 2011).

Pengeluaran retensio plasenta sebaiknya di lakukan di rumah


sakit dan rujukan diperlukan apabila ibu bersalin berada diluar
rumah sakit. Lingkungan rumah sakit adalah tempat yang tepat
untuk melakukan tindakan manual plasenta, baik untuk alasan
keamanan dan memungkinkan ibu bersalin menerima anestesia
atau analgesia untuk mengurangi rasa sakit saat tindakan
dilakukan (Helen, dkk., 2008).
Kejadian retensio plasenta di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin tahun 2012 masih tinggi, karena melebihi
presentase rata-rata perdarahan yang disebabkan oleh retensio
plasenta untuk seluruh persalinan (2,4% - 2,55%), tingginya
angka kejadian retensio plasenta di RSUD Dr. H. Moch. Ansari
Saleh Banjarmasin tahun 2012 disebabkan karena RSUD Dr. H.
Moch. Ansari Saleh Banjarmasin merupakan rumah sakit yang
menerima kasus rujukan, hal ini di dukung dengan data hasil
penelitian dari 65 kasus retensio plasenta terdapat 58 orang
(89,2%) dengan rujukan dan sesuai dengan teori bahwa ibu
yang mengalami retensio plasenta sebaiknya dirujuk kerumah
sakit.

Data Primer Hasil penelitian menunjukkan pada umur risiko


memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadinya retensio
plasenta, hal ini sesuai dengan teori bahwa wanita yang
melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35
tahun merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan pasca
persalinan salah satu penyebabnya adalah retensio plasenta
yang dapat mengakibatkan kematian maternal. hal ini
dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi
seorang wanita belum berkembang dengan sempurna,
sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang
wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi
reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya
komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih
besar. Perdarahan pasca persalinan yang mengakibatkan
kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada
usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi dari pada perdarahan
pasca persalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan
meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun (Rahmawati,
2011).
2. TUJUAN
Agar dapat memahami tentang teori retensio plasenta dan
mengetahui apa penyebab factor yang menyebab kan terjadinya
retensio plasenta, serta dapat membandingkan atau
mengevaluasi dari kasus dilahan yang sering terjadi dengan
teori yang nyata tentang penanganan yang tepat dalam
menangani kasus retensio plasenta.

3. MANFAAT
Agar Bidan dapat menangani pasien dengan tepat dan cepat,
sesuai teori yang benar dalam menangani kasus retensio
plasenta sehingga menurun kan angka kematian Ibu.

Anda mungkin juga menyukai