041045384
2. Menurut Nigro & Nigro (dalam Muhadjir Darwin,1999), terdapat 8 bentuk Mal-
Administrasi yaitu:
1) Ketidakjujuran (dishonesty), yaitu suatu tindakan administrasi yang tidak jujur.
Dikatakan tidak jujur karena tindakan tersebut berbahaya dan menimbulkan
ketidakpercayaan (distrust) dan dalam beberapa contoh (mengambil uang barang
publik untuk kepentingan sendiri, menerima uang suap dari pelanggan, menarik
pungutan liar, dsb) dapat merugikan kepentingan organisasi atau masyarakat.
2) Perilaku yang buruk (unethical behaviour), misalnya seorang pegawai
administrator publik melakukan tindakan dalam batas-batas yang diperkenankan
hukum tetapi tindakan tersebut dapat digolongkan sebagai tidak etis sehingga
tidak dapat dituntut secara hukum, misalnya: seorang pimpinan minta agar
meluluskan seorang familinya dalam seleksi pegawai.
3) Mengabaikan hukum (disregard of the law), yaitu pegawai administrator publik
yang mengabaikan hukum atau membuat tafsiran hukum yang menguntungkan
kepentingannya. Misalnya: seorang pegawai kantor memakai mobil dinas untuk
kepentingan keluarga padahal tahu secara hukum hanya diperuntukkan
kepentingan dinas.
4) Faforitisme dalam menafsirkan hukum, yaitu pejabat atau pegawai di suatu
instansi tetap mengikuti hukum yang berlaku tetapi hukum tersebut ditafsirkan
untuk menguntungkan kepentingan tertentu.
5) Perlakukan yang tidak adil terhadap pegawai, yaitu seorang pegawai yang
diperlakukan secara tidak adil, misalnya seorang pimpinan yang menghambat
karirnya karena merasa tersaing.
6) Inefisiensi bruto (gross ineffienssy), yaitu apapun bagus maksudnya jika suatu
instansi tidak mampu melakukan tugasnya secara memadai maka para
adminsitrator tersebut dapat dikatakan gagal. Misalnya: pemborosan dana secara
berlebihan.
7) Menutup-nutupi kesalahan, yaitu seorang pegawai yang menutup-nutupi
kesalahan sendiri atau kesalahan bawahannya, menola diperiksa atau dikontrol
legislatif, melarang pers meliput kesalahannya atau instansinta semua itu
dilakukan untuk melindungi diri atau posisi tertentu.
8) Gagal menunjukkan inisiatif, yaitu seorang pegawai yang gagal membuat
keputusan yang positif atau menggunakan diskresi (keleluasaan) yang diberikan
hukum kepadanya.
3. Etika dalam Penyelenggaraan Negara menjadi sangat penting mengingat kondisi
bangsa saat ini. Lemahnya Etika Penyelenggara Negara menjadi pintu masuk terhadap
penyelenggaraan pemerintahan koruptif yang jauh dari prinsip good governance dan
clean governance. Guna membendung perilaku yang demikian, maka diperlukan pola
pikir dan cara pandang yang professional serta kesadaran untuk merubah menuju
pengembangan praktik governance yang baik yang dilandasi oleh kesadaran akan
nilai-nilai moral dan etika birokrasi yang berorientasi pada kepentingan publik. Untuk
mewujudkan Etika Penyelenggara Negara yang berintegritas selain melalui
pembangunan mental manusianya juga dapat dibangun melalui sistem penegakan
etika penyelenggara Negara, untuk itu diperlukan penajaman kembali terhadap
beberapa perdebatan baik yang berkenaan dengan makna dan ruang lingkup cakupan
pengertian penyelenggara Negara, lembaga yang memiliki otoritas menegakkan kode
etik, serta harmonisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur etika
penyelenggara Negara lintas sektoral.
4. Etika dalam berorganisasi :
Menjaga informasi yang bersifat rahasia. Melaksanakan setiap kebijakan yang
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Membangun etos kerja untuk meningkatkan
kinerja organisasi. Menjalin kerjasama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang
terkait dalam rangka pencapaian tujuan.