Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama kehidupan (Rudolph, 2015).
Masa bayi atau neonatal merupakan masa yang rentan terhadap berbagai penyakit
karena daya tahan tubuh bayi masih lemah, sehingga resiko bayi untuk tertular
penyakit infeksi atau berbagai gangguan kesehatan lain sangat besar. Maka dari itu
orangtua perlu mengoptimalkan kondisi mental dan fisik bayi agar bayi dapat tumbuh
dan berkembang menjadi manusia dewasa yang berkualitas nantinya (Achmadi,
2006:52). Untuk mengoptimalkan kondisi mental dan fisik bayi serta menghindari
terjangkitnya berbagai penyakit yang dapat mengganggu masa pertumbuhan dan
perkembangan, maka setiap bayi wajib mengikuti program imunisasi yang dimana
terdapat Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) untuk bayi yang harus diberikan sesuai
dengan jadwal usia yang telah ditetapkan.

Imunisasi dapat dilakukan dengan cara memberikan kekebalan dengan


memasukkan vaksin kedalam tubuh bayi, yang nantinya tubuh akan membuat zat
antibodi untuk mencegah penyakit tertentu, sehinggaa berdampak dalam menurunkan
angka morbiditas (kematian) dan mortalitas (kesakitan) serta dapat mengurangi
kecacatan akibat penyakit tertentu (Hidayat, 2009:101). Imunisasi dapat diberikan
melalui beberapa cara, antara lain melalui oral, disuntikkan atau injeksi melalui
subcutan atau di bawah kulit, intracutan atau di dalam kulit, dan melalui
intramuskular atau dalam otot (Achmadi, 2006:44 ; Hidayat, 2009:101). Setiap bayi
wajib mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) yang terdiri dari 1 dosis Hepatitis
B, 1 dosis BCG, 3 dosisi DPT-Hepatitis B, 4 dosis polio, dan 1 dosis campak, yang
wajib diberikan sesuai dengan jadwal usia yang telah ditetapkan (Kementerian
Kesehatan RI, 2014:1).

Menurut hasil Studi Pendahuluan lanjutan yang telah dilakukan oleh Peneliti pada
hari Rabu tanggal 03 Januari 2018 di Puskesmas Gribig dengan cara Peneliti melihat
secara langsung tindakan imunisasi yang diberikan kepada bayi atau anak dan dengan
mewawancarai Bidan penanggung jawab di Poli Imunisasi didapatkan hasil bahwa
prosedur tindakan imunisasi yang dilakukan oleh petugas imunisasi di Puskesmas
Gribig dilakukan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan, tetapi tidak ada
manajemen nyeri secara khusus yang diterapkan untuk mengontrol nyeri bayi atau
pun anak yang akan dilakukan imunisasi di Puskesmas Gribig tersebut. Tidak ada
perlakukan khusus yang diberikan sebelum, selama, dan setelah prosedur tindakan
imunisasi dilakukan. Selama prosedur tindakan imunisasi dilakukan petugas
imunisasi hanya memberikan perlakuan kepada bayi atau anak dengan cara
mengalihkan perhatian mereka untuk tidak melihat proses penyuntikan, tetapi cara
tersebut tidak terlalu efektif karena bayi atau anak tetap memperhatikan dan melihat
proses penyuntikan, sehingga bayi atau anak tersebut tetap merasakan nyeri dan
menangis. Setelah prosedur tindakan imunisasi dilakukan petugas imunisasi hanya
memberikan KIA kepada orangtua bayi atau anak tersebut untuk memberikan
kompres air hangat di area penyuntikan. Menyikapi hal tersebut maka diperlukannya
penanganan terhadap respons nyeri yang dirasakan oleh bayi dengan prinsip
atraumatic care, dengan tujuan tidak menimbulkan adanya trauma pada anak dan
keluarga (Hidayat, 2009:2). Menurut The American Journal of Maternal/Child
Nursing Volume 38 Issue 3 tahun (2013) oleh Hensel, Morson, dan Preuss, bahwa
dengan menerapkan prinsip atraumatic care perawat dapat mengurangi respons nyeri
yang dirasakan oleh bayi, dapat meningkatkan kualitas dan keamanan perawatan,
serta meningkatkan kepatuhan dalam jangka panjang terhadap jadwal imunisasi.

Penanganan respons nyeri oleh bayi dengan prinsip atraumatic care tersebut dapat
di lakukan manejemen nyeri dengan cara terapi non farmakologis. Salah satu cara
manajemen nyeri dengan menggunakan terapi non farmakologis yang dapat
dilakukan pada bayi, yaitu menggunakan cara Non Nutritive Sucking. Non Nutritive
Sucking dapat dilakukan dengan cara memberikan pacifier atau dot atau empeng ke
mulut bayi untuk merangsang refleks hisap (sucking reflex) bayi tanpa memberikan
ASI atau nutrisi lainnya. Menurut Santrock, (2011:207), refleks hisap (sucking reflex)
dapat terjadi ketika bayi baru lahir secara otomatis menghisap objek yang ditaruh di
mulutnya. Refleks hisap (sucking reflex) tersebut memungkinkan bayi untuk
mendapatkan makanan sebelum ia menegosiasikan puting dengan makanan, serta
berfungsi sebagai mekanisme penenangan atau pengaturan diri. Non Nutritive
Sucking dapat mengurangi respons nyeri yang dirasakan oleh bayi dengan cara
memfasilitasi perilaku menghisap oleh bayi, yang dimana dengan menghisap dapat
memodulasi nosiseptor oleh stimulus orotaktil pada jalur yang melepaskan non opioid
endogen (Yin et al., 2015:1290).

Berdasarkan penjelasan latar belakang tersebut, penulis bermaksud untuk meneliti


lebih lanjut mengenai pengaruh Non Nutritive Sucking terhadap respons nyeri bayi
saat dilakukan imunisasi. Sehingga nantinya didapatkan manajemen nyeri pada bayi
dengan menggunakan prinsip atraumatic care dan terapi non farmakologis yang
efektif.

1.2. Rumusan Masalah


Permasalahan yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang adalah
bagaimana pengaruh Non Nutritive Sucking terhadap respons nyeri bayi saat
dilakukan imunisasi ?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh Non Nutritive Sucking terhadap respons nyeri
bayi saat dilakukan imunisasi.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Untuk mengetahui gambaran respons nyeri bayi tanpa diberikan Non
Nutritive Sucking saat dilakukan imunisasi.
1.3.2.2. Untuk mengetahui gambaran respons nyeri bayi dengan diberikan Non
Nutritive Sucking saat dilakukan imunisasi.
1.3.2.3. Untuk menganalisa pengaruh diberikan Non Nutritive Sucking dan tanpa
diberikan Non Nutritive Sucking terhadap respons nyeri bayi saat
dilakukan imunisasi.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1.4.1. Institusi Pendidikan Keperawatan
Bagi institusi pendidikan keperawatan diharapkan dapat memberi
pengetahuan terbaru mengenai manajemen nyeri pada bayi dengan
menggunakan terapi non farmakologis saat dilakukan imunisasi.

1.4.2. Profesi Keperawatan


Bagi profesi keperawatan diharapkan dapat menjadi literatur tambahan dalam
melakukan tindakan keperawatan menajemen nyeri dengan menggunakan
terapi non farmakologis pada bayi saat dilakukan imunisasi, serta guna
meningkatkan kualitas pelayanan khususnya dalam menciptakan kualitas
pelayanan pada bayi dan anak dengan menggunakan prinsip atraumatic care.
1.4.3. Orang tua bayi
Bagi orang tua bayi diharapkan dapat menjadi informasi tambahan yang
nantinya dapat diterapkan dalam memberikan kenyamanan dan mengurangi
nyeri saat dilakukan imunisasi pada bayi.
1.4.4. Penelitian Selanjutnya
Dapat digunakan sebagai pedoman atau referensi dalam melakukan penelitian
selanjutnya
dengan menggunakan variabel yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai