Anda di halaman 1dari 505
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN Edisi Keenam Ketua editor : Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda Anggota editor : dr. Mochtar Hamzah Prof. Dr. dr. Siti Aisah Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Penerbit : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, 2010 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk apapun juga tanpa seizin editor dan penerbit Diterbitkan pertama kali oleh : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, 1987 Edisi pertama : cetakan pertama, 1987 cetakan kedua, 1990 (dengan sedikit perbaikan) Edisikedua —_: cetakan pertama, 1993 cetakan kedua, 1994 (dengan perbaikan) Edisi ketiga _: cetakan pertama, 1999 cetakan kedua, 2000 cetakan ketiga, 2001 (dengan perbaikan) cetakan keempat, 2002 (dengan perbaikan) Edisi keempat : cetakan pertama, 2005 cetakan kedua, 2005 cetakan ketiga, 2006 Edisi kelima _: cetakan pertama, 2007 cetakan kedua, 2007 (dengan perbaikan) cetakan ketiga, 2008 (dengan perbaikan) cetakan keempat, 2009 (dengan perbaikan) cetakan kelima, 2010 Edisikeenam : cetakan pertama, 2010 cetakan kedua, 2011 cetakan ketiga, 2013 Penerbitan buku ini dikelola oleh : Badan Penerbit FKUI, Jakarta Koordinator Penerbitan : dr. Hendra Utama Redaksi Pelaksana Penerbitan : Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda ISBN 978-979-496-719-5, | 4 Hl ols iii PRAKATA Setelah dipersiapkan selama beberapa tahun, maka terbitlah buku ini sebagai pengganti buku pelajaran Dermatologi-Venereologi terbitan tahun 1970 yang sangat sederhana itu. Para pengarang buku ini ialah dosen Bagian lImu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI. Isi buku ini sebagian merupakan hasil studi dan pengalaman para penulis dan lebih luas daripada kuliah-kuliah yang kami berikan karena dimaksudkan sebagai buku-ajar. Foto-foto di dalamnya diambil dari pasien-pasien di bagian kami dan disusun menurut urutan sesuai dengan teks. Sebenamya foto-foto dapat lebih banyak, tetapi kami khawatir harga buku akan menjadi mahal. Pembentukan istilah dan penggunaan bahasa Indonesia sedapat-dapatnya disesuaikan dengan “Pedoman Umum Pembentukan Istilah" dan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempur- nakan" yang disusun oleh *Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Pusat Pembinaan dan Pengem- bangan Bahasa" terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta tahun 1975. Kecualian mengenai istilah anatomi yang umumnya diindonesiakan dari bahasa Latin bukan dari bahasa Inggris, karena bahasa Latin telah umum digunakan dalam bidang kedokteran di Indonesia. Karena bahasa kita belum mantap benar dan masih berkembang, mungkin didapatiistilah-istilah yang kurang tepat.. Misalnya kami menggunakan istilah “paparan’ (exposed), kemudian ada istilah baru ialah "pajanan* yang belum sempat kami gunakan. Meskipun editor telah menyusun buku ini secermat-cermatnya, kami sadar buku ini belum sempurna dan tidak luput dari kesalahan, seperti kata peribahasa "Tak ada gading yang tak retak", Karena itu saran-saran perbaikan sangat kami harapkan agar pada edisi berikutnya mutunya dapat ditingkatkan. Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hendra T. Laksman, Lektor Kepala Bagian Anatomi FKUI atas usahanya memperoleh gambar 3-6 dan gambar 9-1. Terima kasih pula atas kesediannya memberi pendapat pada waktu kami menemui kesulitan menerjemahkan istilah-istilah asing terutama istilah anatomi ke dalam bahasa Indonesia. Buku ini merupakan sumbangan bagi perpustakaan ilmu kedokteran dalam bahasa Indonesia yang belum banyak itu. Semoga bermanfaat bagi para mahasiswa, dokter umum, serta calon/dokter spesialis Kulit dan Kelamin. Sebagai akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan buku ini kami mengucap- kan banyak terima kasih. Editor SAMBUTAN DEKAN FKUI Saya menyambut dengan gembira dan penghargaan atas terbitnya buku llmu Penyakit Kulit dan Kelamin yang ditulis oleh para staf Bagian limu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), yang berarti memperkaya perpustakaan kedokteran dalam bahasa In- donesia. ‘Sampai sekarang buku kedokteran yang banyak beredar ialah buku dalam bahasa Inggris yang ditulis oleh para sarjana Barat atau terjemahannya. Seyogyanya buku-buku dalam setiap disiplin dikarang oleh para ahli kita sendiri karena keadaan di neger kita berbeda dengan di negeri Barat, sebab macam dan gambaran penyakit di Indonesia tidak selalu sama dengan di negeri Barat. Beberapa penyakit kulit sering ditemukan di negeritropis, tetapi jarang didapati di negeri Barat, misalnya kusta dan mikosis, yang dibicarakan secara luas di dalam buku ini. Demikian pula penyakit-penyakit di negeri yang sedang berkembang berlainan dengan di negeri yang sudah berkembang, Misalnya tuberkulosis kutis dan pioderma sering terlihat di negeri kita, sedangkan di negeri Barat jarang didapati. ‘Syukuriah beberapa bagian FICUI telah menulis buku dan kali ini Bagian limu Penyakit Kulit dan Kelamin, Sungguh besar harapan saya agar semua bagian menulis buku pelajaran dalam bidang ilmunya masing-masing. ‘Sebagai penutup saya menyampaikan penghargaan atas jerih payah para staf Bagian llmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI yang telah menerbitkan buku ini. Semoga buku ini dapat memberi manfaat besar kepada para mahasiswa dan dokter. Kepada semua karyawan dan petugas Balai Penerbit FKUI, saya mengucapkan banyak terima kasih atas terselenggaranya penerbitan buku ini. Dekan FKUI Prof. Dr. Asri Rasad, MSc., PhD. vi SAMBUTAN KEPALA BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FKUI Assalamualaikum warohmatulahi wabarakatuh; dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka atas rachmatNya akhimya terbitlah buku yang kita nanti-nantikan ini. Setelah buku yang pertama diterbitkan pada tahun 1970 dan beredar cukup lama, kami berpendapat bahwa buku tersebut ‘sudah tidak lagi sesuai dengan keadaan sekarang. Oleh karena itu dengan terbitnya buku yang kedua ini diharapkan dapat mengikuti derap langkah majunya perkembangan jaman. Mengingat jarangnya pelajaran imu kedokteran yang ditulis dalam bahasa Indonesia, kiranya terbitnya buku ini dapat sedikit menambeh kekayaan khasanah perpustakaan kita. Buku yang dikarang oleh Staf Bagian llmu Penyakit Kulit & Kelamin FKUI ini terutama ditujukan kepada mahasiswa kedokteran namun kiranya juga berguna bagi dokter, paramedik dan profesi lain yang ada kaitannya dengan bidang kesehatan khususnya mengenai penyakit kulit dan kelamin, bahkan juga bagi masyarakat ramai yang berminat. Mudah-mudahan usaha kami yang kecil ini dapat mencapai sasaran yang kamicita-citakan. Secara sadar kami mengetahui bahwa buku ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran-saran yang membangun akan kami sambut dengan hati terbuka. Akhirul kata, terima kasih kami ucapkan kepada semua teman sejawat pengarang naskah buku ini dan kepada semua pihak yang membantu terbitnya buku ini. Dr. A. Kosasih vii KATA PENGANTAR EDISI KEENAM Pada edisi keenam ini seperti biasanya telah diadakan perbaikan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Kami sadar bahwa buku ini masih ada kekurangannya, oleh Karena itu kami tetap mengharapkan masukan untuk memperbaikinya. Semoga buku ini tetap dapat bermanfaat bagi mahasiswa, dokter umum, serta calon/dokter spesialis kulit dan kelamin. Editor iy urs neues plat, leet raitabieeian ion Hagtab Takase and. th vi anhey dain, quhhegnen suerte fern it Daftar Nama Pengarang : Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda dr. A. Kosasih Prof. Dr. dr. Benny E. Wiryadi dr. E.C. Natahusada dr. Emmy Sjamsoe-Daili dr. Evita Halim Effendi dr. Herman Cipto dr. | Gusti Agung Kompyang Rata 9. dr. 1. Made Wisnu 10. dr. Jubianto Judanarso 11. dr. Kuswadji 12. dr. Lily Soepardiman 43, dr. Mochtar Hamzah 14, Prof. Dr. dr. Retno Widowati Soebaryo 45. dr. Ronny P. Handoko 16. Prof. Dr. dr. Siti Aisah 47. Prof. dr. Sjaiful Fahmi Daili 48. dr. Sjarif M. Wasitaatmadja 49. dr. Sri Adi Sularsito 20. dr. Sri Linuwih Menaldi 24, Prof. Dr. dr. Suria Djuanda 22, dr. Tantien Noegrohowati 23, dr. Tjut Nurul Alam Jacoeb 24, Prof. Dr. dr. Unandar Budimulja Pe BP SP Bw S Foto disiapkan oleh dr. Jubianto Judanarso dan dr. Adityawarman Gambar dibuat oleh dr. Titi Fauzia Moertolo * nse wey sis") po BD Get Oe sign aot DAFTAR ISI PRAKATA SAMBUTAN DEKAN FKUI SAMBUTAN KEPALA BAGIAN. KATA PENGANTAR EDIS! KELIMA DAFTAR NAMA PENGARANG.. DAFTAR ISI BAB |. PENGETAHUAN DASAR 1. Anatomi kulit 2. Faal kulit 3. Anatomi alat kelamin 4, Mikrobiologi kulit 5. Histopatologi kulit 6. Morfologi dan cara membuat diagnosis 7. Pengetahuan dasar imunologi BAB II. PENYAKIT KULIT 8. Pioderma 9. Tuberkulosis kutis 10. Kusta 11. Mikosis 12. Kandidosis 13. Penyakit virus 14. Penyakit parasit hewani (pedikulosis, skabies, creeping eruption) 15. Frambusia 16. Dermatitis 17. Erupsi obat alergik 18. Kelainan kulit akibat alergi makanan 19, Eritema multiforme 20. Sindrom Stevens-Johnson 21. Nekrolisis epidermal toksik (N.E.T.) 22. Urtikaria 23. Fotobiologi 24, Fotosensitivitas 25. Dermatosis eritroskuamosa 26. Dermatosis vesikobulosa kronik 27. Epidermolisis bulosa 28. Reaksi kulit terhadap trauma mekanis 29. Tumor kulit 30. Hemangioma Sjarif M. Wasitaatmagja Sjarif M. Wasitaatmadia .. Sjaiful Fahmi Dail Benny E. Wiryadi.. Sri Adi Sularsito. Unandar Budimulja. Retno Widowati S..... Adhi Djuanda.. Adhi Djuanda ‘A. Kosasih, | Made Wisnu, Emmy Sjamsoe-Dail, Sri Linuwih Menaldi Unandar Budimulja Kuswadji. Ronny P. Handoko Ronny P. Handoko dan Siti Aisah E.C. Natahusada. 8 Sti Adi Sularsito dan Suria Djuanda Mochtar Hamzah. een Retno Widowati Soebaryo, Evita Halim Effendi, Tantien Noegrohowati sii Mochtar Hamzah : Adhi Djuanda dan Mochtar Hamzah Adhi Djuanda dan Mochtar Hamzah Siti Aisah : Retno Widowati Soebaryo, Tjut Nurul Alam Jacoeb Retno Widowati Soebaryo.. Adhi Djuanda. Benny E. Wiryad.. Siti Aisah Siti Aisah | Gusti Agung K. Rata...... Mochtar Hamzah. 57 64 73 89 106 110 119 127 129 154 159 162 163 166 169 177 182 189 204 218 226 242 xi halaman xii 31. Ulkus kruris 32. Akne, erupsi, akneiformis, rosasea rinofima 33, Penyakit jaringan konektif 34, Prurigo 35. Miliaria 36. Keratosis folikularis 37. Keratoderma 38. Pitiriasis rubra pilaris 39. Liken planus 40. Purpura 41. Kelainan pigmen 42. Kelainan rambut 43. Kelainan kuku 44, Hubungan kelainan kulit dan penyakit sistemik 45. Hubungan kelainan kulit dan psike 46. Penyakit kulit akibat defisiensi vitamin dan gizi 47. Penyakit kulit yang lain - Pitiriasis alba - Eritrasma - Dermatosis pustular subkorneal. 48. Vaskulitis kutis 49, Pengobatan dengan kortikosteroid istemik dalam bidang dermato- venereologi 50. Dermato-terapi 51. Bedah kulit 52. Dasar terapi laser pada penyakit kulit BAB Ill, PENYAKIT KELAMIN 53. Tinjauan infeksi menular seksual (M.S) 54. Infeksi genital nonspesifik 55. Gonore 56. Herpes simpleks 57. Trikomoniasis 58. Vaginosis bakterial 59. Sifilis 60. Limfogranuloma venerium 61. Ulkus mole 62. Granuloma inguinale 63. Acquired immune deficiency-syndrome (als) Lampiran Pedoman Infeksi Menular Seksual LEMBAR FOTO PENYAKIT DAN KELAMIN INDEKS Sti Adi Sularsito Sjarif M. Wasitaatmadja Suria Djuanda Benny E. Wirya E.C. Natahusada ..... E.C. Natahusada..... E.C. Natahusada....... E.C. Natahusada. E.C. Natahusada Siti Aisah Lily Soepardiman Lily Soepardiman .... Lily Soepardiman Suria Djuanda Suria Djuanda Mochtar Hamzabh ss... Lily Soepardiman Unandar Budimulja ‘Adhi Djuanda Adhi Djuanda Adhi Djuanda . Mochtar Hamzah Herman Cipto dan Sjarif M. Wasitaatmadja Mochtar Hamzab ..... Sjaiful Fahmi Daili Sjaiful Fahmi Daili Sjaiful Fahmi Dail Ronny P. Handoko Sjaiful Fahmi Dail... Jubianto Judanarso. ‘Adhi Djuanda dan £.C. Natahusada ‘Adhi Djuanda . Jubianto Judanarso. Jubianto Judanarso Unandar Budimulja dan Sjaiful Fahmi Daili 245 253 264 272 276 278 279 281 282 284 289 301 312 318 327 331 323 334 336 337 339 342 353 357 363 366 369 380 383 385 392 413 4i7 422 426 431 433 479 BAB | PENGETAHUAN DASAR ANATOMI KULIT oleh Syarif M. Wasitaatmadja PENDAHULUAN Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sa- ngat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang (fair skin), pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa. Demikian pula kulit bervariasi mengenai lem- but, tipis dan tebalnya; kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis, terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan, dan yang berambut kasar terdapat pada kepala. ANATOMI KULIT SECARA HISTOPATOLOGIK Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu (gambar 1-1): 4. Lapisan epidermis atau kutikel 2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin) 3. Lapisan subkutis (hipodermis) Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya Jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak. 1. Lapisan epidermis terdiri atas : stratum kor- neum, stratum lusidum, stratum granulosum, statum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum granulosum (lapisan kerato- hialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin, Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granu- losum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum spinosum (stratum Malphigi) atau disebut pula prickle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besamya berbeda- beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak me- ngandung glikogen, dan inti terletak di tengah- tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosum.terdapat jembatan-jem- batan antar sel {intercellular bridges) yang ter- diri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang di- sebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel- sel Stratum spinosum mengandung banyak glikogen. Stratum basale terdiri atas sel-sel ber- bentuk kubus (kolumnar) yang tersusun verti- kal pada perbatasan dermo-epidermal ber- baris seperti pagar (palisade). Lapisan ini me- Tupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan ber- fungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu : a. seksel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel. b. sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes). . Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elas- tik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni : a, pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah. b. pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin, Dasar (matriks) lapisan ini terdir atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin suflat, di bagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidrok- sisilin. Kolagen’ muda bersifat lentur de- ngan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis, . Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabiekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, berlungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah benjng. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan. Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 plek- sus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anas- tomosis di papil dermis, pleksus yang di sub- kutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening. ADNEKSA KULIT Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut, dan kuku. 1. Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, ter- diriatas : a. Kelenjar keringat (glandula sudorifera) ‘Ada dua macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil- kecil, ter- letak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kélenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan se- kretnya lebih kental. Kelenjar ekrin telah dibentuk sempur- na pada 28 minggu kehamilan dan baru berfungsi 40 gu setelah kelahiran. Saluran kelenjar ini berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat di seluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan aksila. Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf kolinergik, faktor panas, dan stres emo- sional. Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila, areola mame, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas mulai besar dan menge- luarkan sekret. Keringat mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan glukosa, biasanya pH sekitar 4 - 6,8. b. Kelenjar palit (glandula sebasea). Ter- letak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki. Kelen- jar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret kelenjar ini berasal dari dekomposisi sel-sel kelen- jar. Kelenjar palit biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya ter- dapat pada lumen akar rambut (folikel ram- but). Sebum mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan kolesterol. Sekresi dipengauhi oleh hormon androgen, pada anak-anak jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas men- jadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif. 2. Kuku, adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nail root), bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari tersebut badan kuku (nail plate), dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per minggu. Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku {naik groove). Kulit tipis yang me- nutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedang kulit yang ditutupi bagian Kukui bebas disebut hiponikium (gambar dan penjelasan lebih lanjut lihat pada bab kelainan kuku). 3, Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian yang berada di luar kulit (batang rambut). Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan rambut halus, tidak mengandung pigmen dan terdapat pada bayi, dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medula, dan ter- dapat pada orang dewasa. Pada manusia dewasa selain rambut di kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, dan janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi_ hormon seks (androgen). Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen (pertumbuhan) berlangsung 2-6 tahun. dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm per hari. Fase telogen (istirahat) berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase tersebut terdapat fase katagen (involusi temporer). Pada satu saat 85% seluruh rambut menga- lami fase anagen dan 15% sisanya dalam fase telogen. Rambut normal dan sehat berkilat, elas- tis dan tidak mudah patah, dan dapat menyerap air. Komposisi rambut terdiri atas karbon 50,60%, hidrogen 6,36%, nitrogen 17,14%, sulfur 5,0%, dan oksigen 20,80%. Rambut dapat mudah dibentuk dengan mem- pengaruhi gugusan disulfida misalnya dengan panas atau bahan kimia (gambar dan pen- jelasan lebih lanjut mengenai rambut lihat pada bab kelainan rambut). KEPUSTAKAAN 1. Ackerman, A.B.: Structure and function of the skin; in Moschella, S.L.; Rillsbury, D.M. and Hurley, H.J.'s: Dermatology, pp. 1-64 (W.B. Saunders Company, Philadelphia). 2 Arnold, H.L.; Odom, R.B. and James W.D.: ‘Andrew's Diseases of the skin; Clinical Dermatol ogy; 8th ed, pp. 1-13 (W.B. Saunders Co, Philadelphia, 1990). i, C.V.: Standard textbook of cosmetology, pp. 377-394 (Milady Publishing Corporation, New York 1972). 4, Ormsby, 0.S.and Montgomery, H.: Diseases of the skin; 4th ed., pp. 11-87 (Lea & Fibiger, Philade!- phia 1954), Gambar 1-1. PENAMPANG ANATOMI KULIT DAN APENDIKS A. Epidermis 1. stratum kormeum 2. stratum lusidum 3. stratum granulosum 4. stratum spinosum 5. stratum basale B. Dermis 6. pars papilare 7. pars retikulare 8. melanosit 9. badan Meissner 10. sel Langerhans 11. glandula sebasea 42. rambut 13. muskulus arektor pili 14. badan Pacini C. Subkutis D. Unit kelenjar apokrin E. Unit kelenjar ekrin F. Vaskularisasi dermal : - pleksus superfisialis + pleksus profunda FAAL KULIT oleh Sjarif M Wasitaatmadja PENDAHULUAN Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup, dan menjamin kelangsungan hidup. Kulit pun menyokong penampilan dan kepribadian seseorang. Dengan demikian kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat penting, selain fungsi utama yang menjamin kelangsungan hidup juga mempunyai arti lain yaitu estetik, ras, in- dikator sistemik, dan sarana komunikasi non ver- bal antara individu satu dengan yang lain. Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (ter- moregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan_ vitamin D, dan keratinisasi. FAAL KULIT 1, Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gang- guan kimiawi, misainya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam, dan alkali kuat lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur. Hal di atas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang yang ber- peranan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperanan dalam melin- dungi kulit terhadap pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeabel terhadap pelbagai zat kimia dan air, di samping itu ter- dapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit ‘menyebabkan pH kulitberkisar pada pH 5 -6.5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperanan sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel-sel mati melepas- kan diri secara teratur. . Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengam- bil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlang- sung melalui celah antara sel, menembus sel- sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel- sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar. |. Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit me- ngeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan am- nion, pada waktu lahir dijumpai sebagai vernix caseosa. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain me- minyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5 - 6.5. |. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung- ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis, Terhadap dingin diperankan oleh badan- badan Krause yang terletak di dermis. Badan taktil Meissner terietak di papila dermis ber- peran tethadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik. . Fungsi pengaturan suhu tubuh (ter moregulasi), kulit melakukan peranan ini de- ngan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskular dipe- ngaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi biasanya dinding pembuluh darah belum. terbentuk sempurna, sehingga terjadi ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tam- pak lebih edematosa karena lebih banyak mengandung air dan Na. . Fungsi pembentukan pigmen, sel pemben- tuk pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perban- dingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1, Jumlah melanosit dan jumlah serta besar- nya butiran pigmen (melanosomes) menen- tukan wama kulit ras maupun individu. Pada pulasan H.E. sel ini jernih berbentuk bulat dan merupakan sel dendrit, disebut pula sebagai clear cell, Melanosom dibentuk oleh alat Golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan Qs. Pajanan terhadap sinar matahari mem- pengaruhi produksi melanosom. Pigmen di- sebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit di bawah- nya dibawa oleh sel melanofag (melanofor).. Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb, dan karoten. 7. Fungsi keratinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit, sel Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpin- dah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum, Makin lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amor. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup, dan sampai sekarang belum sepenuh- nya dimengerti. Matoltsy berpendapat mungkin keratinosit melalui proses sintesis dan degradasi menjadi lapisan tanduk. Proses ini berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari, dan member perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik. 8. Fungsi pembentukan vit D, dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol de- ngan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan. Pada manusia kulit dapat pula meng- ekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah ult. KEPUSTAKAAN 1. Montagna, W. and Prakkal, P.F.: The structure and function of skin; 3rd ed. (Academic Press, New York 1974). 2, Tregear, R.T.: Physical Function of Skin (Academic ‘Press, London 1966). ANATOMI ALAT KELAMIN oleh Sjaiful Fahmi Daili PENDAHULUAN Sebelum membicarakan Penyakit akibat Hubungan Seksual (PHS), yang akan dibicarakan dibab Ill, kiranya perlu terlebih dahulu kita menge- nal anatomi alat kelamin, karena gejala beberapa penyakit PHS tersebut erat sekali hubungannya dengan susunan anatomi alat kelamin. Alat kelamin diagi atas dua jeni |. alat kelamin laki-laki (lihat gambar 3-1 & 3-2) Il. alat kelamin wanita (lihat gambar 3-3, 3-4 & 3-5) ALAT KELAMIN LAKI-LAKI Uretra Uretra adalah organ berbentuk pipa yang terdapat antara ostium uretre internum dan ostium uretre eksternum. Panjangnya + 20 cm dan me- nyerupai hurus S terbalik dalam kedudukan horizontal, dari kandung kencing ke simfisis pubis melengkung dengan cekungan ke depan atas, sedangkan bagian selanjutnya melengkung de- ngan cekungan menghadap ke bawah belakang. Pada uretra dapat dibedakan : - pars prostatika uretra posterior - pars membranasea - pars spongiosa. ——+ uretra anterior Uretra pars prostatika Bagian ini terletak dalam glandula prostata, antara ostium uretra internum dan fasia diafragma urogenitale superior, panjangnya + 3 cm dan merupakan bagian uretra terlebar dengan daya dilatasi terbesar. Uretra dilapisi oleh epitel tran- sisional. Pada dinding belakang dapat dilihat: = verumontanum : rigi memanjang di garis te- ngah - sinus prostatikus : muara saluran glandula prostata - kolikulus seminalis dan duktus eyakula- torius. Uretra pars membranasea Merupakan bagian uretra terpendek (4 1,2 cm), mulai dari ujung prostat sampai umbi zakar dan juga dilapisi epitel transisional. Kecuali di ostium uretra ekstemum, bagian ini merupakan bagian uretra tersempit. Di sebelah dorsolateral, masing-masing sebelah kanan dan kiri, terletak glandula bulbo uretralis Cowper. Pars mem- branasea ini dilingkari otot lingkar m.sfingter uretra ekstemum. Uretra pars spongiosa Merupakan bagian uretra terpanjang (+ 15 cm) dari fasia diafragma urogenitale inferior sam- pai ostium uretre eksternum. Dilapisi epitel torak, kecuall 12 mm terakhir (fosa navikularis) yang dilapisi epitel gepeng berlapis. Potongan melin-" tangnya 0,5 cm melebar di fosa navikularis, kemudian menyempit kembali di orifisium uretra ekstemum. Di dinding atas dan sisi terdapat muara kelenjar-kelenjar uretra (Littre) yang me- ngarah ke muka. Penis Di dalam zakar (penis) terdapat 3 badan pengembung (erekti!) 1. korpus spongiosum penis yang meliputi uretra 2. korpus kavernosum penis, di sebelah dor- solateral kanan dan kiri korpus spongiosum penis. 10 1. Kerpus spongiosum penis Badan pengembung ini melebar di kedua ujungnya dengan membentuk umbi zakar (bulbus penis) di akar penis dan di ujung bebasnva, yakni kepala zakar (glans penis). Glans penis diliputi oleh kulup (preputium) yang di sebelah ventral berhubungan dengan glans melalui frenulum preputii. Di kedua sisi frenulum ini bermuara saluran kelenjar sebasea, yaitu glandula Tyson yang membuat ‘smegma. Duktus parauretralis berupa pipa buntu yang teratur sejajar dengan bagian terakhir uretra dan bermuara di sekitar bibir orifisium uretre eksternum. Glans penis dan permukaan dalam preputium dilapisi epitel gepeng. 2. Korpus kavernosum penis Kedua korpus kavernosum penis di akar penis berpencar masing- masing membentuk krus penis yang memperoleh fiksasi pada ramus inferior osis pubis dan ramus superior osis iskii. Prostat Berukuran 4 x 4 cm, terletak di bawah kan- dung kencing, di atas diafragma urogenitale dan meliputi bagian pertama uretra. Terdiri atas 2 lobus lateral dan 1 lobus medial, salurannya dilapisi oleh epitel torak dan beimuara pada uretra, pars prostatika, Vesikula seminalis Kedua vesikula seminalis merupakan alat yang gepeng, lonjong, dan panjang + 5 cm. Struk- tur dalamnya berupa tabung yang berkelok- kelok. ‘Saluran kedua vesikula seminalis masing-masing bersatu dengan bagian terakhir duktus deferens yang homolateral untuk membentuk duktus eyakulatorius. Duktus deferens Merupakan ‘pipa penghubung yang teren- tang antara kutub bawah epididimis dan alas pros- tata di kedua sisi tubuh, Bagian pertama berjalan naik di belakang epididimis lalu ikut membentuk funikulus spermatikus. Bagian terakhimya me- lebar menjadi ampula duktus deferentis, kemu- dian menyempit dan bersatu dengan saluran vesikula seminalis menjadi duktus eyakulatorius. Testis dan epididimis Kedua alat terbungkus dalam kantung buah zakar (skrotum). Anak buah zakar (epididimis) melekat pada permukaan posterolateral buah zakar testis. Dari rete testis dilepaskan + 20 pipa, yaitu duktus eferentis yang membentuk kutub atas epididimis, lalu bersatu menjadi satu saluran yang berliku-liku dan membentuk kaput dan kauda epididimis. ALAT KELAMIN WANITA Alat kelamin wanita dan laki-laki mempunyai asal yang sama, namun pada perkembangannya kemudian terjadi beberapa perbedaan. Mons veneris dan kedua labium pudendi Kedua bibir kemaluan besar (labium mayus pudendi) masing-masing berasal dari benjolan genital kanan dan kiri yang pada laki-laki meng- hasilkan kantung buah zakar. Persatuan kedua benjolan genital di sebelah ventrokranial kemudian diubah menjadi bukit kemaluan (mons pubis atau mons veneris). Kedua bibir ke- maluan kecil (labium minus pudenai) berasal dari lipat-lipat urogenital kanan dan kiri yang pada perempuan tidak bersatu di garis tengah. Dalam mons veneris terdapat jaringan lemak subkutis. Kedua labium mayus berupa lipat yang tebal mulai dari mons veneris ke belakang bawah untuk ber- satu pada komisura posterior + 2,5 cm di muka anus. Dalam labium majus terdapat jaringan lemak berbentuk kumparan. Kedua labium minus ini di muka bertemu membentuk kulup kelentit (preputium klitorides) dan di belakang bersatu dalam komisura posterior (fourchette). Klitoris (kelentit) Merupakan homolog bagian dorsal penis dan berasal dari tuberkulum genitale yang tidak berkembang seperti halnya pada laki-laki. Alat ini berisi 2 badan pengembung yang bersatu pada glans klitorides. Vestibulum pudendi (serambi kemaluan) Vestibulum pudendi adalah ruangan yang dibatasi oleh kedua bibir kemaluan kecil (labia minora). Pada ruangan ini bermuara orifisium uretre eksternum, saluran kelenjar Bartholin (glan- dula vestibularis mayor), dan ostium vagine. Di kedua sisi vestibulum terdapat badan pengem- bung yang dikenal sebagai bulbus vestibull. Di ujung bawah bulbus vestibuli sebelah kanan dan kiri terdapat glandula vestibularis mayor (Bar- tholin) yang dianggap homolog glandula bul- bouretralis (Cowper) pada laki-laki, Saluran kelenjar Bartholin bermuara di permukaan dalam labium minus pada perbatasan antara 2/3 bagian depan depan 1/3 bagian belakang. Himen (selaput dara) Merupakan lipatan mukosa yang membatasi ostium vagine pada gadis Uretra Panjang uretra wanita hanya 3 om. Epitelnya ialah epitel transisional di bagian proksimal dan epitel berlapis di bagian distal. Kelenjar Skene terletak di sebelah kanan dan kiri lateral dari orifisium uretre eksternum, salurannya dilapisi epitel torak dan bermuara di vestibulum vagine atau orifisium uretre ekstemum. Vagina Vagina adalah saluran penghubung antara vestibulum pudendi dan serviks uteri. Panjang dinding depannya 9 cm dan dinding belakang 14 cm, epitelnya adalah epitel gepeng berlapis yang mengandung banyak glikogen. Uterus (rahim) Terdiri atas leher (serviks) dan badan (kor- pus) uteri, Korpus uteri terdiri atas 3 lapisan : - endometrium "1 - miometrium - perimetrium Di dalamnya terdapat sebuah rongga berukuran 5 x 8 cm disebut rongga rahim (kavum uteri). Bagian atas korpus uteri disebut fundus uteri dan di sudut lateral fundus uteri bermuara saluran telur (tuba uterina) ke dalam kavum uteri. Tuba uterina dan ovarium Tuba uterina terletak melintang di sisi kanan dan kiri rahim masing-masing panjangnya + 12 om, terdiri atas pars uteri, ismus, ampula, dan fimbrle. Tuba uterina dilapisi epitel torak beram- but getar. Ovarium berbentuk oval dan melekat pada permukaan belakang ligamentum latum uteri. SISTEM PEMBULUH GETAH BENING DAN KELENJAR GETAH BENING ALAT KELAMIN Kelenjar getah bening alat-alat kelamin dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar (lihat gambar 3-6): 1. Traktus horizontalis kelenjar-kelenjar inguinal superfisial dan kelenjar-kelenjar inguinal dalam (profundus). 2. Kelenjar-kelenjar getah bening dalam panggul dan sepanjang aorta abdominalis yang terutama merupakan kelenjar-kelenjar regional bagi alat-alat reproduksi. Nama kelenjar-kelenjar tersebut disesuaikan dengan nama pembuluh darah yang diiringinya atau ‘sesuai dengan nama alat yang terdapat ber- dekatan dengan kelenjar-kelenjar ber- ‘sangkutan. 1. Pada Pria Penis Anyaman pembuluh getah bening dangkal ditampung oleh kelenjar-kelonjar in- guinal superfisial medial, kadang-kadang ditampung oleh kelenjar-kelenjar iliaka ekster- na. Anyaman pembuluh getah bening dalam ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal dalam medial. GAMBAR 3-1, DASAR URETRA LAKI-LAKI a. duktus deferens b. vesikula seminalis, . duktus eyakulatorius 4d. uretra pars prostatika e. testis {. glandula bulbouretralis g. muara glandula bulbouretralis, h. glandula uretralis (Litt) i. fosa navikularis |. ostium uretre eksternum k. uretra pars kavernosa |. bulbus uretre m.m. sfingter uretre ekstemus 1 uretra pars membranasea 0. epididimis . verumontanum g. asinus-asinus prostat + vesika urinaria GAMBAR 3-2, POTONGAN SAGITAL MELALUI SALURAN KEMIH KELAMIN LAKI-LAKI a. vesika urinaria b. simfisis pubis ¢. lig. suspensotium penis d, uretra pars prostatika e. diafragma urogenitalis 4. korpus kavernosum penis 9. uretra pars kavernosa hh, kaput epididimis i. kauda epididimis j. fosa navikularis| k. ostium uretre eksternum I. duktus deferens epos3 escryes vesikula seminalis ampula duktus defentis, duktus eyakulatorius rektum im. sfingter uretre ekst/ uretra pars membranasea glandula bulbo uretralis bulbus penis bulbus uretra korpus spongiosum uretre testis glandula prepusialis| 13 GAMBAR 3-3. POTONGAN SAGITAL MELALUI PANGGUL PEREMPUAN a. simfisis pubis 9. rektum b. vesika urinaria 1. foniks posterior «. tuba uterina i. forniks anterior d. ovarium i. vagina e. uterus k. uretra 4. servis uteri |. labium minus m. labium mayus GAMBAR 3-4, UTERUS DAN ADNEKSA a. korpus uteri g. ovarium b. lig. ovarii propium hi. lig. latum uteri c. tuba uterina i. ostium uteri eksternum d. fimbria tuba uterina |. vagina e. infundibulum k. kanalis servisis, {. fibria ovarika |. ostium uteri internum GAMBAR 3-5. VULVA a. klitoris, b. vestibulum vagine . ostium uretre eksternum d. ostium vagine e. himen . anus g. frenulum labiorum pudendi hi. labium minus i. labium mayus GAMBAR 3-6. KELENJAR GETAH BENING PANGGUL DAN LIPAT PAHA, a. kgb. aortisi 2. traktus vertikalis b. kgb. iiasi korunis g. ureter ©. kgb. inter iliasi h. aw. liaka komunis 4d. kgb. ilias! intern i. kgb. anorektalis, . kgb. iliasi ekstemi j._kgb. iliaka eksterna {. kgb. inguinalis superfisials k. ligamentum inguinale 1. traktus horizontalis, 1. gb. inguinatis profundi 18 Skrotum Dari skrotum ditampung oleh kelenjar- kelenjar inguinal superfisial medial. Uretra Dari uretra pars spongiosa getah bening ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal su- perfisial medial, kelenjar-kelenjar inguinal dalam, dan kadang-kadang oleh kelenjar- kelenjar iliaka eksterna. Dari uretra pars pros- tatika dan membranasea getah bening disalurkan ke kelenjar-kelenjar vesikel lateral dan terus ke kelenjar-kelenjar iliaka interna, Prostata, vesikula-seminalis Ditampung oleh kelenjar-kelenjar sakral, iliaka ekstema, iliaka interna, dan anorektal. Testis dan epididimis Ditampung oleh kelenjar-kelenjar iiaka eksterna. |. Pada wanita Labium mayus Ditampung oleh kelenjar-kelenjar ingui- nal superfisial medial, kadang-kadang oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna. Labium minus Ditampung oleh kelenjar-kelenjar ingui- al superfisial medial, inguinal dalam, dan iaka ekstema. Kelenjar Bartholin Ditampung oleh kelenjar-kelenjar vesikal anterior. Klitoris Anyaman pembuluh getah bening dang- kal ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial dan kelenjar-kelenjar ingui- nal dalam medial. Anyaman pembuluh getah bening dalam ditampung oleh kelenjar-kelen- jar iliaka eksterna, Uretra Getah bening uretra ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial, kelenjar-kelenjar inguinal dalam, interiiaka, dan gluteal inferior. Ovarium Ditampung oleh kelenjar-kelenjar sepan- jang aorta abdominalis. Uterus Fundus uteri : sama seperti ovarium. Korpus uteri : ke kelenjar-kelenjar sepanjang aorta, kelenjar-kelenjar inguinal supertisial, dan interiliakal. ‘Serviks uteri : ke kelenjar-kelenjar iliaka dan kelenjar-kelenjar sepanjang aorta. Vagina Bagian kranial : beranastomosis dengan serviks uteri lalu ke kelenjar iliaka eksterna dan interiliaka. Bagian kaudal : ke kelenjar-kelenjar interiliakal gluteal inferior dan beberapa kelenjar inguinal superfisial. Bagian dorsal : ke kelenjar anorektal. KEPUSTAKAAN King, A. and Nicol, C.: Venereal Diseases; 3rd ed, pp. 167-177 (The English Language Book Society and Bailiere Tindall, London 1975). 19 MIKROBIOLOGI KULIT oleh Benny E. Wiryadi PENDAHULUAN Kulit manusia tidak bebas hama (steril). Kulit steril hanya didapatkan pada waktu yang sangat singkat setelah lahir, Bahwa kulit manusia tidak steril mudah dimengerti oleh karena permukaan kulit mengandung banyak bahan makanan (nutrisi) untuk pertumbuhan organisme, antara lain lemak, bahan-bahan yang mengandung nitrogen, mineral, dan fain-lain yang merupakan hasil tambahan proses keratinisasi atau yang merupakan hasil apendiks kulit. Mengenai hubungannya dengan manusia, bakteri dapat bertindak sebagai : - parasit yang dapat menimbulkan penyakit, atau sebagai = komensal yang merupakan flora normal. PATOGENESIS DAN VIRULENS! ‘Spesies bakteri yang mampu menimbulkan penyakit dianggap sebagai patogen. Patogene- sitas atau sifat patogen merupakan istilah yang relatif dan bakteri mempunyai frekuensi untuk menimbulkan penyakit yang sangat berbeda. Or- ganisme dengan patogenesitas rendah, kadang- kadang patogen atau patogen oportunistik, sering muncul tanpa menimbulkan penyakit. Organisme dengan patogenesitas tinggi atau patogen habitual umumnya berasosiasi de- ngan penyakit. Patogen oportunistik ialah or- ganisme nonpatogen yang dapat menimbulkan infeksi pada hospes dengan debilitas atau hospes yang mempunyai predisposisi. Pembawa kuman (carrier) ialah hospes yang mengandung bakteri patogen, tanpa adanya penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri tersebut. Istilah virulensi dipakai untuk melukiskan perbedaan galur (strain) dalam suatu spesies patogen dan mencakup semua bahan-bahan di dalam organisme tersebut yang dapat menye- barkan kuman atau menimbulkan penyakit pada hospes yang baru. KOLONISASI Bakteri yang mengontaminasi kulit dapat hidup dan bermultiplikasi disebut kolonisasi dan kemudian dapat menimbulkan penyakit infeksi, Kolonisasi berbeda daripada infeksi, yakni pada kolonisasi hospes tidak memberi respons dan de- ngan demikian pada kolonisasi juga tidak terdapat kenaikan titer antibodi. Frekuensi kontaminasi menimbulkan kolonisasi dan Kolonisasi menimbulkan penyakit infeksi bergantung pada : 1. Virulensi organisme. 2. Besarnya inokulasi. 3. Tempat masuk kuman. 4, Pertahanan atau imunitas hospes. PATOGENESIS INFEKSI! Sifat respons inflamasi kulit erhadap bakteri tertentu, di samping bergantung pada banyaknya bakteri yang masuk ke dalam kulit (inokulasi kulit), juga bergantung pada cara bakteri tersebut men- capai daerah yang bersangkutan. Dinding pem- buluh darah sering merupakan tempat utama kelainan kulit pada penyebaran infeksi. Manifes- tasi permulaan berupa perdarahan atau trombosis disertai infark. Kemudian diikuti reaksi selular akibat inokulasi bakteri ke dalam kulit, lalu timbul inflamasi setempat dan supurasi. Hal ini dapat menimbulkan penyebaran sistemik. Ada bakteri-bakteri tertentu yang dapat menimbulkan bakteriemia atau lesi jauh tanpa menimbulkan respons inflamasi yang jelas pada tempat masuk kuman (porte d’entre’e). Contohnya ialah kuman Yersinia pestis, dan Streptobacillus moniliformis (rat-bite fever). 20 Peranan imunoglobulin yang beredar dan hipersensitivitas tipe lambat dalam pertahanan kulit untuk menghadapi kuman tertentu masih banyak yang belum diketahui, IgM belum pemah ditemukan di dalam keringat, dan IgA, IgG dan IgD hanya ditemukan dalam jumlah yang kecil (0,01%. dari kadar dalam serum). Akan tetapi banyaknya frekuensi infeksi jamur spesifik di kulit, dan mukosa, dan kandidosis pada penderita penyakit imuno-defisit memberi dugaan ada kaitan dengan respons imun. PERTAHANAN KULIT 1. Keadaan kering Kulit mempunyai perlindungan yang kering dan secara.mekanik terhadap kon- taminasi organisme dengan jalan deskuamasi. Teori acid mantle yang mula-mula dikemuka- kan oleh ARNOLD, MERCHIONINI, dan yang lain, mengatakan bahwa pH permukaan kulit yang kebanyakan bersifat asam sebagai per- tahanan kulit yang penting, sekarang sama sekali ditolak. Rupanya yang bertanggung jawab terhadap perbedaan ukuran meng- hilangnya bakteri dari daerah asam atau alkali ialah desikasi. Derajat kekeringan kulit yang relatit dapat membatasi pertumbuhan kuman negatif-Gram. 2. Mekanisme kimiawi ‘Asam-asam lemak berantai karbon yang tidak jenuh terbentuk di permukaan kulit sebagai hasil pemecahan ester-ester sebum oleh flora komensal. Streptococcus pyogenes sangat sensitif terhadap asam-asam yang tidak jenuh yang berantai karbon panjang. Faktor kering dan bahan-bahan yang terditi atas asam-asam lemak berantai karbon tidak jenuh rupanya juga dapat mengeliminasi ‘Staphylococcus aureus. Dari hasil-hasil penyelidikan telah diketahui bahwa bahan aktit asam-asam lemak tidak jenuh yang mem- punyai efek antibakteri, ialah terutama asam oleat. 3. Fenomen interferensi bakteri Fenomen ini ialah pengaruh supresit bakteri atau galur bakteri terhadap kolonisasi bakteri lainnya. Walaupun pengaruh tersebut merupakan sesuatu yang sulit diterangkan, akan tetapi relevansinya minimal jelas tampak dalam hal kolonisasi Staphylococcus di kulit dan hidung. Contoh: untuk menghadapi epidemi Staphylococcus aureus pada tempat- tempat perawatan bayi, dipergunakan galur spesies yang kurang virulen. Galur tersebut diinokulasikan pada umbilikus bayi yang baru lahir, Dengan cara tersebut kemungkinan untuk mendapat infeksi oleh epidemi faga 80/81, galur yang prevalens (yang lebih banyak dan lebih berkuasa) pada bayi, dapat dikurangi, Dengan kata lain kolonisasi di beberapa tempat oleh satu galur Staphylococ- cus akan mengganggu kolonisasi oleh galur lain. 4, Bakteri normal di kulit Adanya bakteri tersebut menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat mikroor- ganisme lainnya. FLORA NORMAL KULIT PRICE pada tahun 1938 membedakan flora transien dan flora residen. Flora transien terditi atas organisme yang sangat beraneka ragam, dapat bersifat patoyen atau nonpatogen, yangtiba di permukaan kulit dari sekitarya dan bukan merupakan organisme yang secara teratur dijum- pai di permukaan kulit. Flora tersebut dianggap tidak memperbanyak diri di permukaan kulit dan cepat menghilang dengan hapusan, jadi tidak dapat mempertahankan dirinya secara tetap pada kulit normal. Flora transien juga lebih muda dihilangkan dari kulit normal dengan desinfektan. Flora residen terdiri atas_sejumlah kecil jenis organisme yang memperbanyak diri di per- mukaan kulit. Flora residen hampir selalu secara teratur terdapat pada kebanyakan individu nor- mal, berupa organisme yang nonpatogen dan tidak mudah menghilang dengan hapusan. Perbedaan antara flora residen dengan flora transien dicantumkan di bawah ini. Flora residen 1. Nonpatogen. 2, Sebagai organisme yang stabil di permukaan kulit. Hampir selalu secara teratur terdapat pada kebanyakan individu normal. 3. Dapat mempertahankan diri dari tekanan- tekanan kompetisi oleh organisme lainnya yang secara kontinyu mengontaminasikan permukaan kulit. Dapat memperbanyak diri secara teratur. 4, Tidak mudah dihilangkan dengan cara meng- hapus. 5. Jenis organismenya sangat kecil. Kebanyakan organismenya termasuk salah satu dari dua famili, yaitu famili Micrococcaceae atau famili Corynebacteriaceae. Flora transien 1. Patogen atau nonpatogen. 2. Bukan merupakan organisme yang secara teratur terdapat di permukaan kul. 3. Tidak dapat mempertahankan dirinya secara tetap pada kulit normal. Tidak dapat memper- banyak 4, Mudah dihilangkan dari kulit normal dengan cara menghapus atau dengan desinfektan. Tetapi lebih sukar dihilangkan dari kulit yang sakit. 5. Jenis organismenya sangat banyak (beraneka ragam). FLORA RESIDEN Flora residen yang tersering ialah : 1. Micrococcaceae 2. Corynebacterium acnes 3. Aerobic diphteroids Famili Micrococcaceae terdiri atas 3 genera : 1. Micrococcus 2. Staphylococcus 3, Sarcina Sifat-sifat famili Micrococcaceae ialah kokus Gram-positif dan katalase positif. Klasifikasi sistem Baird Parker (1963) : Berdasarkan kemampuan membentuk asam dari glukosa dalam kondisi anaerobik, maka 21 Micrococcaceaze dibagi dalam genus Staphy- lococcus yang memberi reaksi positif, dan genus Micrococcus yang memberi reaksi negati Kemudian masing-masing genus dibagi lagi dalam subdivisi, contoh : Staphylococcus mem- punyai 6 tipe, dan Micrococcus mempunyai 7 tipe. Pembagian subdivisi tersebut berdasarkan kemampuan organisme memproduksi asam dari gula, memproduksi fosfatase, dan membentuk aseton dari glukosa. S.1. ialah Staphylococcus aureus, dapat dibedakan dari subdivisi lainnya berdasarkan sifat koagulase positif dan fermentasi anaerobik manitol positif. Organisme-organisme yang ter- masuk dalam subdivisi-subdivisi S Il dan S V disebut Staphylococcus epidermidis. S VI ialah galur yang dapat memproduksi asam dari manitol secara aerobik, tetapi tidak secara anaerobik. S | jarang ditemukan dalam jumiah besar pada kulit normal dewasa. Galur S II dari grup ini dapat diisolasikan dari hampir setiap sampel kulit nor- mal. S VI dapat meragi manitol secara aerobik. Micrococcus - tipe Mi & M2: intertriginosa + tipe Ms: dominan pada kulit kepala dewasa = tipe M7 : sering disebut Sarcina lutea, lebih sering ditemukan pada kulit normal daripada dermatitis, seting ditemukan di daerah Corynebacteria Aerobic diphtheroids merupakan anggota genus Corynebacterium yang nonpatogen. Organise in berbertuk batang Gram posit Anaerobic diphtheroid Contohnya antara lain ialah Corynebac- terium acnes, merupakan flora residen di kulit, terutama di folikel, yakni di tempat- tempat yang banyak sekresi sebum. Jumiahnya akan bertam- bah banyak setelah akil balik. Organisme ini ber- tanggung jawab pada sebagian besar sebum lipolisis di dalam kanal folikel. Organisme negatif-Gram Flora residen lainnya ialah Escherichia col, Pseudomonas aeruginosa, dan organisme grup Mima-Herella. 22 FLORA TRANSIEN Flora transien terdiri atas : 1. Organisme aerobik yang membentuk spora (Bacillus spp.) ‘Streptococcus Neisseria Basil negatif-Gram yang berasal dari daerah intertriginosa dapat menjadi flora transien di tempat lain. ae FAKTOR MODIFIKASI 1. Pantang mandi tidak meningkatkan jumlah or- ganisme. 2, Musim rupanya hanya berpengaruh sedikit pada jumlah organisme, Jumlah organisme meningkat jika suhu luar dan kelembaban meningkat. 3. Penambahan hidrasi akan meningkatkan flora total. Mula-mula Staphylococcus dan Micro- cocci yang predominan, tetapi kemudian ajph- theroid dan bentuk negatif-Gram yang lebih banyak. LOKALISAS! FLORA BAKTERI Mayoritas organisme aerobik terdapat di per- mukaan lapisan terluar stratum korneum. Juga banyak ditemukan organisme pada infundibulum folikel rambut. Organisme anaerobik terdapat dalam jumlah besar pada sebum yang dise- kresikan dan mungkin pada bagian dalam folikel pilosebaseus. Kelenjar keringat, baik ekrin maupun apokrin dan saluran keluarnya mungkin bebas dari bakteri. PERANAN FLORA NORMAL 1. Yang terpenting ialah sebagai pertahanan ter- hadap infeksi bakteri, dengan jalan interferen- si bakteri 2, Memproduksi asam lemak bebas. Terdapat banyak bukti Corynebacterium acnes dan kokus negatif-Gram mampu menghidrolisis- kan lemak dari sebum dan menghasilkan asam lemak bebas. FLORA PADA ORIFISIUM TUBUH Meatus Meatus auditorium eksternum Disamping Micrococci dan diphtheroid, juga terdapat basil tahan asam yang nonpatogen. Vestibulum nasi Organisme yang tersering diisolasi ialah Micrococci dan diphtheroid. Staphylococcus dapat ditemukan pada separuh populasi yang diambil sampelnya. Streptococcus pyogenes kadang-kadang juga ditemukan. Uretra Micrococci dan diphtheroid biasanya ter- dapat dalam jumlah kecil. Mycobacterium smeg- matis mungkin ditemukan di sekret preputium pada laki-laki dan wanita, Vulva Organisme aerobik, termasuk dlphteroid, Micrococci, enterococci dan coliform banyak ditemukan pada vulva. Umbilikus Umbilikus bayi biasanya dikolonisasi oleh Staphylococcus aureus segera setelah lahir. Juga dapat dikolonisasi oleh Streptococcus pyogenus. KEPUSTAKAAN 1. Marples, R.R.: Fundamental Cutaneous Microbiol- ‘ogy: In Moschella, S.L.; Pillsbury, D.M. and Hur- ley, H.'s: Dermatology, pp. 482-488 (WB Saunders Co, Philadelphia, 1975). 2. Robert, $.0.B and Highet, A:S.: Bacterial Infec- tions; in Rook, A.; Wilkinson, D.S. and Ebling, F.J.G.'s: Textbook of Dermatology; 4th ed, pp. 725-733. (Blackwell Scientific Publications, Ox- ford, 1986). 3. Weinberg, A.N. and Swartz, M.N.: Bacterial disease ‘with cutaneous involvements; in Fitzpatrick, T.B.; Eisen, AZ.; Wolf, K.; Freedberg, |M. and Ausen, K.F's: Dermatology in General Medicine: 3rd ed, Pp. 2089-2180 (McGraw-Hill Book Company, New York 1987). 23 HISTOPATOLOGI KULIT oleh Sri Adi Sularsito PENDAHULUAN Pemeriksaan histopatologik tidak kalah pen- tingnya bila dibandingkan dengan pemeriksaan penunjang yang lain, dalam peranannya me- nyokong atau menegakkan diagnosis. Bahkan tidak jarang diagnosis hanya dapat dipastikan dengan pemeriksaan histopatologik. CARA PENGAMBILAN BAHAN DAN PEWAR- NAAN Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang didapat dengan cara biopsi dengan pisau atau plong (punch). Penyertaan kulit normal pada biopsi tidak mutlak, biasanya hanya pada lest peradangan yang batasnya tidak jelas atau pada kasus-kasus yang ditandai oleh perubahan warna (vitiligo, melasma, dan lain-lain). Sedang- kan pada tumor kulit, penyakit infeksi, dan der- matosis vesikobulosa, kulit normal tidak perlu diikutsertakan. Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan dibiopsi adalah lesi primer yang belum mengalami garukan atau infeksi sekunder. Bila ada infeksi sekunder, sebaiknya diobati terlebih dahulu. Pada penyakit dengan lesi yang beraneka ragam atau jumlahnya banyak, sebaiknya biopsi dilakukan lebih dari satu. Potongan jaringan sedapat-dapatnya berbentuk elips dan disertakan jaringan subkutis. Bila biopsi dilakukan dengan plong, kulit harus diregangkan dengan meng- gunakan,ibu jari dan jari telunjuk tegak lurus de- ngan garis kulit, agar setelah dilepas bekas plong berbentuk elips. Jaringan yang telah dipotong dimasukkan ke dalam larutan fiksasi, misalnya formalin 10% atau formalin buffer, supaya menjadi keras dan sel-sel- nya mati, Selanjutnya bahan ini dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pengolahan dan pemeriksaan. Pewarnaan rutin yang biasa di- gunakan ialah Hematoksilin-Eosin (HE). Ada pula yang menganjurkan pewarnaan orsein dan Giem- sa di samping HE sebagai pewarnaan rutin. Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 kali volume jaringan. Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan hendaknya tebal jaringan kira-kira 1/2 cm. Kalau terlalu tebal, dibelah lebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam cairan fiksasi. PERUBAHAN HISTOPATOLOGIK a. Di epidermis Hiperkeratosis ialah penebalan stratum korneum, Bila inti-inti sel masih terlihat pada penebalan stratum korneum disebut para- keratosis, sedangkan bila tidak lagi terlihat int disebut ortokeratosis. Ada tiga macam or- tokeratosis, yaitu padat (kompak), seperti anyaman keranjang (basket-woven) dan ber- lapis (lamelar) Hipergranulosis ialah penebalan stra- tum granulosum. Hiperplasia ialah epidermis yang men- jadi lebih tebal oleh karena sel-selnya bertam- bah jumlahnya. Akantosis ialah penebalan stratum spi- nosum. Hipoplasia ialah epidermis yang menipis oleh karena jumiah selnya berkurang. Hipertrofi ialah epidermis yang menebal oleh karena sel-selnya bertambah besar. Atrofi ialah penipisan epidermis karena sel-selnya mengecil dan berkurang, biasanya disertai rete ridges yang mendatar. ‘Spongiosis ialah penimbunan cairan di antara sel-sel epidermis sehingga celah di an- tara sel bertambah renggang. 24 Degenerasi balon ialah edema di dalam sel epidermis sehingga sel menjadi besar dan bulat,; juga disebut degenerasi retikuler. Eksositosis ialah sel-sel radang yang masuk ke dalam epidermis, dapat pula sel darah merah. Akantolisis ialah hilangnya daya kohesi antar sel-sel epidermis sehingga menyebab- kan terbentuknya celah, vesikel atau bula di dalam epidermis. Sel diskeratotik ialah sel epidermis yang mengalami keratinisasi lebih awal, sitoplasma eosinofilik dan intinya kecil, kadang- kadang tidak tampak lagi. Nekrosis ialah kematian sel atau jaring- an setempat pada organisme yang masih hidup. Degenerasi hidropik stratum basale ialah rongga-rongga di bawah atau di atas membrana basalis yang dapat bergabung dan terisi serum, sehingga lambat laun dapat merusak susunan stratum basale yang mula- mula teratur seperti pagar menjadi tidak teratur. Demikian pula pigmen melanin yang terdapat dalam sel basal dapat jatuh ke dalam dermis bagian atas dan lalu ditangkap oleh melanofag, Celah (cleft) ialah sebuah ruangan tanpa cairan di epidermis. Di dermis Dermis terdiri atas dermis pars papilaris dan dermis pars retikularis. Perubahan- perubahan yang terjadi dapat mengenai ja- ringan ikat atau berupa sebukan sel radang, juga penimbunan cairan dalam jaringan (edema). Papil yang memanjang melampaui batas permukaan kulit disebut papilomatosis; pada keadaan tertentu papil dapat menghilang atau mendatar. Fibrosis ialah jumiah kolagen bertam- bah serta susunannya berubah, dan fibroblas bertambah banyak. Sklerosis ialah jumiah kolagen bertam- bah, susunan berubah, tampak lebih homogen dan eosinofiik seperti degenerasi hialin de- ngan jumlah fibroblas yang berkurang. Pada proses peradangan berbagai sel dapat ditemukan dalam dermis, misainya neutrofil, limfosit, sel plasma, histiosit, dan eosinofil. Sel-sel tersebut dapat tersebar di dalam dermis di antara serabut kolagen atau tersusun di sekitar pembuluh darah (perivas- kular). Dapat pula tersusun di dermis bagian atas sejajar dengan epidermis sehingga menyerupai pita (band like), disebut likenoid, atau mengelompok membentuk bulatan de- ngan batas tegas seperti bola kecil, disebut nodular. Bila masuk ke dinding, pembuluh darah menyebabkan peradangan pembuluh darah (vaskulitis). Granuloma ialah histiosit yang tersusun berkelompok. Jaringan granulasi ialah penyembuhan luka yang terdiri atas jaringan edematosa, proliferasi pembuluh darah, dan sel radang ‘campuran. ¢. Dijaringan subkutis Banyak penyakit kulit yang kelainannya lebih menonjol di jaringan subkutis, misalnya: eritema nodosum, skleroderma, dan jamur dalam. Kelainan dapat berupa peradangan, proses degeneratif, nekrosis jaringan, atau vaskulitis. Hasil pemeriksaan histopatologik tidak selalu spesifik untuk setiap penyakit, bahkan sering pula beberapa penyakit kulit yang ber- beda, memberi gambaran histopatologi yang mirip. Oleh karena itu data klinis yang lengkap sangat membantu menentukan kesimpulan pemeriksaan histopatologik (P.A.). Tentang berbagai kelainan_histopatologik serta sel radang lihat gambar. 25 GAMBAR BERBAGAI KELAINAN HISTOPATOLOGIK SERTA SEL RADANG Ortokeratosis padat (kompak) COrtokeratosis anyaman keranjang (basket-woven) Ortokeratosis berlapis (lamelar) 26 Parakeratosis Hipergranulosis Hipogranulosis 27 Akantosis (hiperplasia) Hiperplasia psoriasiformis Hiperplasia berpapil 28 Hiperplasia pseudokarsinomatosa ‘Spongiosis (edema interselular) \Vesikel intraepidermal 29 Akantolisis dengan sel akantolitik Sel balon (edema intraselular) degenerasi retikular Eksositosis 30 Degenerasi mencair stratum basale (vacuolar alteration) Celah intraepidermal (cleft) Sel diskeratotik 31 Papilomatosis eR ol aa Fibrosis Sklerosis 32 Vaskulitis Sel radang a. limfosit b. sel plasma c. neutrofil 4. eosinofil e. fibrosit {. histiosit + benda asing 9. histiosit h. sel mas Sel datia a. benda asing b, Langhans ©, Tuton Granuloma Jaringan granulasi KEPUSTAKAAN ind Schaumburg-Lever, G.: His- topathology of the Skin; 2nd ed., pp. 1-2 (J.B. 1. Ackerman, A.B.: Histologic Diagnosis of Infiam- Lippincott Company, Philadelphia 1983). matory Skin Diseases: pp. 149-155 (Lea & 3: Pinkus, H. and Mehregan, A.H.: A Guide to Der- Febiger, Philadelphia 1978). matohistopathology; 3rd ed., pp. 39-57 (Ap- pleton-Century-Croft, New York 1981). 34 MORFOLOGI DAN CARA MEMBUAT DIAGNOSIS oleh Unandar Budimulja PENDAHULUAN Setelah mendapat kesan mengenai kese- hatan penderita, membuat diagnosis penyakit kul dimulai dengan melihat aspek morfologi kelainan kulit. Dalam hal mempelajari kelainan kulit sebaiknya dicoba untuk menentukan ciri dasar- nya. Dalam praktek sehari-hari pemeriksaan dan penentuan diagnosis sebaiknya dilakukan sebagai berikut : - Bila penderita datang untuk pertama kali pada dokter dapat ditanyakan kepada penderita berobat untuk penyakit atau keluhan apa. Sudah selayaknya bila penderita berobat untuk ekzem, dokter tidak mengobati lipoma atau fibroma yang juga diderita olshnya. Namun bila dilihat penderita juga menderita basalioma, tentunya juga diberi nasehat supaya tumor tersebut juga diobati. Hal yang penting ditanyakan pada penderita adalah: riwayat penyakit, penggunaan obat- obat untuk penyakit yang dideritanya maupun untuk penyakit lain, penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lain, penyakit-penyakit lain yang diderita sekarang maupun pada masa lampau, dan kebiasaan tertentu. Anam- nesis tidak pertu lebih terperinci, akan tetapi dapat dilakukan lebih terarah kepada diag- nosis banding setelah dan sewaktu inspeksi. = Tindakan berikutnya adalah melakukan in- speksi. Bantuan pemeriksaan dengan kaca pembesar dapat dilakukan, Pemeriksaan ini mutlak dilakukan dalam ruangan yang terang. Anamnesis terarah biasanya ditanyakan pada penderita bersamaan dilakukan inspeksi untuk melengkapi data diagnostik. Misalnya pen- derita yang menderita dermatitis pada tangan- nya perlu ditanyakan ada tidaknya kelainan di tempat lain. Dalam hal ini juga perlu dilakukan inspeksi seluruh kulit tubuh penderita. Demikianpun perlu dilakukan pemeriksaan rambut, kuku, dan selaput lendir, terutama pada penyakit tertentu, misalnya liken planus, atau psoriasis. Pada inspeksi diperhatikan lokalisasi, warna, bentuk, ukuran, penyebaran, batas, dan efloresensi yang khusus. Bila terdapat kemerahan pada kulit ada tiga kemungkinan : eritema, purpura, dan telangiektasis. Cara membedakannya yakni ditekan dengan jari dan digeser. Pada eritema wama kemerahan akan hilang dan warna tersebut akan kembali setelah jari dilepaskan karena terjadi vaso- dilatasi Kapiler. Sebaliknya pada purpura tidak menghilany sebab terjadi perdarahan di kulit, demikian pula telangiektasis akibat pelebaran kapiler yang menetap. Cara lain ialah yang disebut diaskopi yang berarti menekan de- ngan benda transparan (diaskop) pada tempat kemerahan tersebut. Diaskopi disebut positif, jika warna merah menghilang (eritema), di- sebut negatif bila warna merah tidak meng- hilang (purpura atau telangiektasis). Pada telangiektasis akan tampak kapiler yang ber- bentuk seperti tali yang berkelok-kelok dapat berwarna merah atau biru. Setelah’ inspeksi selesai, dilakukan palpasi, Pada pemeriksaan ini diperhatikan adanya tanda-tanda radang akut atau tidak, misalnya dolor, kalor, fungsiolesa (cubor dan tumor dapat pula dilihat), ada tidaknya indurasi, fluktuasi, dan pembesaran kelenjar regional maupun generalisata. Setelah pemeriksaan dermatologik (inspeksi dan palpasi) dan pemeriksaan umum (intern) selesai dapat dibuat diagnosis sementara dan diagnosis banding. Bila diperlukan dapat dikonsultasikan ke bagian lain, misalnya untuk pemeriksaan umum internis dan juga dapat dilakukan pemeriksaan pembantu, misalnya pemerik- saan bakteriologik, mikologik, histopatologik, darah, urin, dan. imunologik, (antara lain serologik, tes tempel, imunofiuoresensi). = Setelah pemeriksaan selesai dapat diharap- kan sampai pada diagnosis pasti. MORFOLOGI KULIT Dermatologi dapat dipelajari secara sis- tematis setelah PLENCK (1776) menulis bukunya yang berjudul System der Hautkrankheiten. Ber- dasarkan efloresensi (ruam), penyakit kulit mulai dipelajari secara sistematis. Sampai Kini pemi- kiran PLENCK masih dipakai sebagai dasar mem- buat diagnosis penyakit kulit secara klinis, walaupun ditambah dengan segala kemajuan teknologi di bidang bakteriologi, mikologi, his- topatologi, dan imunologi. Jadi untuk mempelajari imu penyakit kulit mutlak diperlukan pengetahuan tentang ruam kulit atau morfologi atau imu yang mempelajari lesi kulit. Efloresensi kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya penyakit. Proses tersebut dapat merupakan akibat biasa dalam perjalanan proses patologik. Kadang-kadang perubahan ini dapat dipengaruhi keadaan dari luar, misalnya trauma garukan, dan pengobatan yang diberikan, sehing- ga perubahan tersebut tidak biasa lagi. Dalam hal ini gambaran Klinis morfologik penyakit menyim- pang dari biasanya dan sulit dikenali. Demi kepen- tingan diagnosis penting sekali untuk mencari kelainan yang pertama (efloresensi primer), yang biasanya khas untuk penyakit tersebut. Menurut PRAKKEN (1966) yang disebut efloresensi (ruam) primer adalah : makula, papul, plak, urtika, nodus, nodulus, vesikel, bula, pustul, dan kista, Sedangkan yang dianggap sebagai efloresensi sekunder adalah skuama (sangat jarang sekali timbul sebagai efloresensi primer), krusta, erosi, ulkus, dan sikatriks. Untuk mempelajari macam-macam kelainan kulit lebih sistematis sebaiknya dibuat pembagian menurut SIEMENS (1958) yang membaginya sebagai berikut : setinggi permukaan kulit : makula = bentuk peralihan, tidak terbatas pada per- mukaan kulit : 35 eritema telangiektasis + di atas permukaan kulit : urtika vesikel bula Kista pustul abses papul nodus tumor vegetasi - bentuk peralihan, tidak terbatas pada suatu lapisan saja : sikatriks (hipertrofi dan hipotrofi) cekung hipotrofi, anetoderma- erosi ekskoriasi ulkus (tukak) yang melekat di atas kulit (deposit) skuama krusta sel-sel asing dan hasil metaboliknya kotoran Di bawah ini akan diberikan definisi berbagai kelainan kulit dan istilah-istilah yang berhubungan dengan kelainan tersebut (lihat gambar). Makula : kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna semata-mata. Contoh : melanoderma, leukoderma, purpura, petekie, ekimosis. Eritema : kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah kapiler yang rever- sibel. Urtika : edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahan- lahan. Vesikel ; gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari 1/2 em garis tengah, dan mempunyai dasar; vesikel berisi darah disebut vesikel hemoragik. Pustul : vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap di bagian bawah vesikel disebut vesikel hipopion. 36 Bula : vesikel yang berukuran lebih besar. Dikenal, juga istilah bula hemoragik, bula purulen, dan bula hipopion. Kista : ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel. Kista terbentuk bukan akibat peradangan, walaupun kemudian dapat mera- dang. Dinding kista merupakan selaput yang terdiri atas jaringan ikat dan biasanya dilapisi sel epitel atau endotel. Kista terbentuk dari kelenjar yang melebar dan tertutup, saluran kelenjar, pembuluh darah, saltan getah bening, atau lapisan epidermis. Isi kista terdiri atas hasil dindingnya, yaitu serum, getah bening, keringat, sebum, sel-sel epitel, lapisan tanduk, dan rambut. Abses : merupakan kumpulan nanah dalam ja- ringan, bila mengenai kulit berarti di dalam kutis, atau subkutis, Batas antara ruangan yang ber- isikan nanah dan jaringan di sekitarnya tidak jelas. Abses biasanya terbentuk dari infiltrat radang. Sel dan jaringan hancur membentuk nanah. Dinding abses terdiri atas jaringan sakit, yang belum menjadi nanah. Papul : penonjolan di atas permukaan_kulit, * sirkumskrip, berukuran diameter lebih kecil dari 1/2 cm, dan berisikan zat padat. Bentuk papul dapat bermacam-macam, misalnya setengah bola, contohnya pada eksem atau dermatitis, kerucut pada keratosis folikularis, datar pada veruka plana juvenilis, datar dan berdasar poli- gonal pada liken planus, berduri pada veruka vulgaris, bertangkai pada fibroma pendulans dan pada veruka filiformis. Warna papul dapat merah akibat peradangan, pucat, hiperkrom, putih, atau seperti kulit di sekitamya. Beberapa infiltrat mem- punyai wana sendiri yang biasanya baru terlihat setelah eritema yang timbul bersamaam ditekan dan hilang. (lupus, sifiis). Letak papul dapat epidermal atau kutan. Nodus : massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat menonjol, jika diameternya lebih kecil daripada 1 cm disebut nodulus. Plak (plaque) : peninggian di atas permukaan kulit, permukaannya rata dan berisi zat padat (biasanya infiltrat), diameternya 2 cm atau lebih. Contohnya papul yang melebar atau papul-papul yang berkonfluensi pada psoriasis. Tumor : istilah umum untuk benjolan yang ber- dasarkan pertumbuhan sel maupun jaringan. Infiltrat : adalah tumor terdiri atas kumpulan sel radang Vegetasi : pertumbuhan berupa penonjolan bulat atau runcing yang menjadi satu. Vegetasi dapat di bawah permukaan kulit, misalnya pada tubuh. Dalam hal ini disebut granulasi, seperti pada tukak. Sikatriks : terdiri atas jaringan tak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan kult licin dan tidak ter- dapat adneksa kulit. Sikatriks dapat atrofik, kulit mencekung dan dapat hipertrofik, yang secara klinis terlihat menonjol karena kelebihan jaringan ikat. Bila sikatriks hipertrofik menjadi patologik, pertumbuhan melampaui batas luka disebut ke- loid (sikatriks yang pertumbuhan selnya mengikuti pertumbuhan tumor), dan ada kecenderungan untuk terus membesar. Anetoderma : bila kutis kehilangan elastisitas tanpa perubahan berarti pada bagian kulit yang lain, dapat dilihat bagian-bagian yang bila ditekan dengan jari seakan-akan berlubang. Bagian yang jaringan elastiknya atrofi disebut anetoderma. Contoh, striae gravidarum, Erosi : kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak melampaui stratum basal. Contoh bila kulit digaruk sampai stratm spinosum akan keluar cairan sereus dari bekas garukan. Ekskoriasi : bila garukan lebih dalam lagi se- hingga tergores sampai ujung papil, maka akan terlihat darah yang ke luar selain serum. Kelainan kulit yang disebabkan oleh hilangnya jaringan sam- pai dengan stratum papilare disebut ekskoriasi. Ulkus : adalah hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi. Ulkus dengan demikian mempunyai tepi, dinding, dasar, dan isi. Ter- masuk erosi dan ekskoriasi dengan bentuk liniar ialah fisura atau rhagades, yakni belahan kulit yang terjadi oleh tarikan jaringan di sekitamya, terutama terlihat pada sendi dan batas kulit dengan selaput lendir. Skuama : adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama dapat halus sebagai taburan tepung, maupun lapisan tebal dan luas sebagai lembaran kertas. Dapat dibedakan, misal- nya pitiiasiformis (halus), psoriasiformis (berlapis- lapis), iktiosiformis (seperti ikan), kutikular (tipis), lamelar (berlapis), membranosa atau eksfoliativa (lembaran-lembaran), dan keratotik (terdiri atas zat tanduk). Krusta : adalah cairan badan yang mengering. Dapat bercampur dengan jaringan nekrotik, mau- pun benda asing (kotoran, obat, dan sebagainya). Warnanya ada beberapa macam: kuning muda berasal dari serum, kuning kehijauan berasal dari pus, dan kehitaman berasal dari darah. Likenifikasi : penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas. Guma : infiltrat sirkumskrip, menahun, destruktif, biasanya melunak. Eksantema ; kelainan pada kulit yang timbul serentak dalam waktu singkat, dan tidak ber- langsung lama, umumnya didahului oleh demam Fagedenikum : proses yang menjurus ke dalam dan meluas (ulkus tropikum, ulkus mole). 37 Terebrans : proses yang menjurus ke dalam. Monomorf : kelainan kulit yang pada satu ketika terdiri atas hanya satu macam ruam kulit. Polimorf : kelainan kulit yang sedang berkem- bang, terdiri atas bermacam-macam efloresensi. Telangiektasis : pelebaran kapiler yang menetap pada kulit. Roseola : eksantema yang lentikular berwarna merah tembaga pada sifilis dan frambusia. Eksantema skarlatiniformis : erupsi yang difus dapat generalisata atau lokalisata, berbentuk eritema numular. Eksantema morbiliformis eritema yang lentikuler. erupsi berbentuk Galopans : proses yang sangat cepat meluas (ulkus diabetikum galopans). GAMBAR PENAMPANG BERBAGAI RUAM Makula : A. hiperpigmentasi, pigmen melanin B. biru, bayangan melanosit C. eritema, vasodilatasi kapiler D. purpura, ekstravasasi eritrosit Nodus A. infitrat sampai di subkutan B. infitrat di dermis 38 Papul : A. deposit metabolik B. sebukan sel radang C. hiperplasi sel epidermia Urtika edema setempat karena pengumpulan ‘serum di dermis bagian atas Plak : papul datar Penampang lebih dari 1 om Vesikel : A. subkorneal B. intra epidermal C. supra basal 39 Kista : ruangan berisicairan dan dikelilingi kapsul Sikatriks : A. hipertrofi B. hipotrof Kerusakan kulit Aer B. ekskoriasi C. ulkus Krusta A. krusta tipis B. krusta tebal dan lekat 40 Berbagai istilah ukuran, susunan kelainan/ Il. bentuk serta penyebaran dan lokalisasi dijelaskan berikut ini. 1. Ukuran + miliar : sebesar kepala jarum pentul + _lentikular : sebesar biji jagung - numular : sebesar uang logam 5 rupiah atau 100 rupiah - plakat: en plaque, lebih besar dari numular Ml, Susunan kelainan/bentuk (lihat gambar) - liniar : seperti garis lurus + sirsinar/anular : seperti lingkaran + arsinar : berbentuk bulan sabit + polisiklik ; bentuk pinggiran yang sam- bung menyambung korimbiformis : susunan seperti induk ayam yang dikelilingi anak-anaknya. Bentuk lesi + teratur : misalnya bulat, lonjong, seperti ginjal dan sebagainya. - tidak teratur : tidak mempunyai bentuk teratur. ‘SUSUNAN Penyebaran dan lokalisasi - _sirkumskrip : berbatas tegas - difus : tidak berbatas tegas. + generalisata : tersebar pada sebagian besar bagian tubuh regional : mengenai daerah tertentu badan - universalis : seluruh atau hampir seluruh tubuh (90%-100%) + solitar : hanya satu lesi + herpetiformis : vesike! berkelompok seperti pada herpes zoster - konfluens : dua atau lebih lesi yang men- jadi satu - diskret : terpisah satu dengan yang lain + serpiginosa : proses yang menjalar ke satu jurusan diikuti oleh penyembuhan pada bagian yang ditinggalkan + Irisformis : eritema berbentuk bulat lon- jong dengan vesikel warna yang lebih gelap di tengahnya, - _simetrik : mengenai kedua belah badan yang sama - bilateral : mengenai kedua belah badan - unilateral : mengenai sebelah badan linear anular 41 arsinar polisikik herpetiformis ge BB SB itistormis, $093 berkelompok 2060 o konfuens S OY 42 o oO korimbiformis ° @ ° ° o 0 9 KEPUSTAKAAN Edited by Kurt Wiener (The University of Chicago Press, Chicago 1968). 1. Prakken, J.R.: Leerboek der praktische der- 3. Siemens, H.W.: Algemene dermatologie, diagnos- matologle en venereologie; 2nd ed, pp. 1-16 tick en therapie (Scheltema & Holkema NV, (Scheltema & Holkema NV, Amsterdam 1965). ‘Amsterdam 1949). 2. Siemens, H.W.: General Diagnosis and Therapy of Skin Diseases. Translated from the German 43 PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI oleh Retno Widowati S PENDAHULUAN Seperti diketahui sistem imun merupakan contoh aktivitas biologis yang kompleks. Penge- nalan, memori, serta kespesifikan terhadap benda asing merupakan inti imunologi.. ‘Ada kecenderungan untuk membagi sistem imun sesuai dengan komponennya dan hal ter- ‘sebut memang diperlukan untuk dapat lebih men dalami fungsi sistem imun tanpa mengesamping- kan hubungan antar Komponen. Sistem imun da- lam tubuh mampu untuk mengenal serta mem- bedakan berbagai macam benda asing sampai dengan pembedaan benda asing yang berasal dari tubuh sendiri (se/f) dan yang berasal dari luar tubuh (non-self), Komponen tubuh yang berhu- bungan dengan Sistem vaskular serta sistem lim- foid pada masa perinatal akan dikenal oleh sistem imun dan disebut sebagai self. Memori menggam- barkan adanya ingatan terhadap pengenalan ter- dahulu dengan benda asing yang sama dan akan mampu menimbulkan reaksi yang berbeda-beda terhadap benda asing yang berlainan. Spesivisi- tas merupakan satu dari ketiga inti imunologi. Pembentukan imunitas oleh satu macam benda asing tidak menjamin adanya imunitas terhadap benda asing yang lain. Untuk dapat memerankan fungsi imunitas, maka dikenal sistem limforetikular. Kumpulan elemen selular akan tersebar di seluruh jaringan, juga ai jaringan limfe dan muskular. Sel-sel ter- sebut terutama terdapat di darah, jaringan timus, kelenjar limfe, dan limpa, yang disebut sebagai sistem sekresi internal. Juga terdapat pada traktus respiratorius, gastrointestinalis dan genito- urinarius, serta disebut sistem sekresi eksternal karena berhubungan dengan lingkungan luar (linat gambar 7-1). Sistem imun merupakan model aktivitas serta interaksi biologis yang terjadi dalam tubuh. Terdapat kecenderungan untuk membagi respons imun dalam komponen-komponennya dan hal ter- sebut memang diperlukan untuk mengetahui fungsinya; meskipun manipulasi satu Komponen akan berakibat juga pada komponen lain. DEFINIS! Imunologi ialah ilmu yang mempelajari me- Agenai sistem imun. RESPONS IMUN Konsep dasamya berupa reaksi terhadap sesuatu yang asing. Apabila terjadi aktivasi oleh adanya benda asing akan terjadi baik spektrum peristia selular maupun humoral, terdiri atas res- pons imun nonspesifik dan spesifik. Respons imun nonspesifik Terdiri atas fagositosis dan reaksi pera- dangan. Fagositosis, istilah yang lebih umum jalah endositosis yang meliputi peristiva fago- sitosis, yaitu ingesti benda asing yang berupa partikel, dan peristiwa pinositosis, yaitu ingesti benda asing yang bukan berupa partikel. Sel-sel yang dapat memerankan kedua fungsi tersebut dinamakan fagosit. Pada manusia fagositosis terutama diperankan oleh sel mononuklear, neu- trofil, dan eosinofil. Apabila terangsang, fagosit ‘akan menyerang targetnya (berupa benda asing) melalui proses fagositosis. Fagositosis merupa- kan peristiwa multifase terdiri atas beberapa lang- kah, yaitu pengenalan benda yang akan dimakan, pergerakan ke arah targetnya (disebut kemotak- sis), melekat, memakan, dan memusnahkan in- traselular melalui mekanisme antimikrobial. Rangsangan fagosit dapat merupakan peristiwa tersendiri atau bagian reaksi peradangan. Peradangan merupakan spektrum peristiwa selular maupun sistemik yang terjadi di dalam 44 tubuh untuk mempertahankan atau memperbaiki keseimbangan kemostasis akibat perubahan keadaan lingkungan. Akan terjadi gejala-gejala antara lain demam sebagai akibat peningkatan aktivitas metabolisme. Peningkatan laju endap darah merupakan gambaran fase akut sebagai akibat peningkatan kadar fibrinogen dalam darah, aktivasi faktor Hageman, dan peningkatan aktivi- tas fibrinolitik. Respons imun spesifik Pemacunya disebut antigen yang dapat berupa bahan infeksiosa bahkan sering meru- pakan protein atau molekul lain. Antigen akan berkontak dengan sel tertentu, memacu serang- kaian kejadian yang mengakibatkan destruksi, degradasi, atau eliminasi, Kejadian tersebut me- rupakan respons imun spesifik. Respons imun spesifik ini dapat dibagi dalam 2 segmen : 1, segmen aferen, meliputi kejadian antara an- tigen berkontak dengan sel hingga timbulnya hipersensitivitas atau imunitas terhadap an- tigen tersebut. 2. segmen eferen, meliputi kejadian antara tim- bulnya hipersensitivitas sampai terjadinya eliminasi antigen tersebut yang secara klinis akan terlihat sebagai proses peradangan. Meskipun demikian kedua segmen di atas tidak selalu berkaitan dan proses peradangan tidak selalu harus melalui pacuan antigen. Iritasi kimiawi, trauma dapat memacu terjadinya proses peradangan tanpa ikut sertanya segmen aferen. Perangsangan segmen aferen tidak selalu akan diikuti oleh perangsangan segmen eferen. Sistem imun dibagi dalam 2 komponen, yaitu: 1. respons imun humoral, meliputi globulin- gama tertentu dan disebut sebagai imuno- globulin, yang sebagian merupakan antibodi spesifik, 2. respons imun selular, akan diperankan oleh limfosit serta produknya yang disebut sebagai limfokin dan menyebabkan reaksi hipersen- sitivitas tipe lambat, Sistem imun akan terangsang apabila lim- fosit tertentu menangkap antigen. Antigen ialah substansi yang mampu merangsang respons imun, biasanya berbentuk protein atau kar- bohidrat, meskipun dapat juga berbentuk lemak. Beberapa substansi non-imunologik yang disebut sebagai hapten mampu bersifat sebagai antigen apabila bergabung dengan substansi lain yaitu karier. Terdapat dua tipe limfosit yang berperan dalam sistem imun, limfosit T dan limfosit B. Ke- duanya berasal dari sel induk yang diduga berada dalam hati fetus atau sumsum tulang. IMUNITAS HUMORAL Imunitas ini diperankan oleh limfosit B yang berada dalam jumiah besar di dalam sumsum tulang, tetapi hanya 10-20% dari jumlah limfosit dalam darah tepi (gambar 7-2). Limfosit B mensin- tesis imunoglobulin yang dapat ditandai dengan ditemukannya reseptor pada permukaan sel membran secara imunofluoresensi. Limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mampu memproduksi imunoglobulin lebih banyak daripada prekusorya, Terdapat lima imunoglobulin ialah IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE, dengan jumlah terbanyak IgG, berkadar normal (pada usia dewasa) 1.200 mg/ 100 ml serum (berkisar antara 500-1500 mg/100 mi) (lihat tabel 7-1). Dikenal kelas IgG1 sebagai jumlah terbanyak (65% dari seluruh jymlah IgG); IgG, IgGs, dan IgG. IgG tersebut diproduksi oleh sel plasma dengan adanya rangsangan oleh bak- teri, virus, dan toksin, banyaknya merupakan 75% jumlah total imunoglobulin. Molekul IgG terdiri atas dua rantai polipeptida. IgM berbentuk pen- tamer besamya lima kali IgG, terdiri atas sepuluh ikatan polipeptida, jumlah IgM merupakan 10% jumlah total imunoglobulin. Konsentrasi normal berkisar antara 48-414 mg/100 mi dengan rata- rata 100 mg/100 ml. IgM merupakan antibodi yang pertama kali muncul apabila terjadi pajanan de- gan antigen ataupun pada proses imunitas. IgM tidak dapat menembus plasenta, namun dapat mengadakan fiksasi dengan komplemen. Keba- nyakan antibodi terhadap sel darah, aglutinin di- ngin, dan faktor reumatoid termasuk dalam golongan IgM. IgA disintesis di sumsum tulang, darah tepi, dan yang terbanyak di traktus gastrointestinalis (90% seluruh jumlah IgA). Sintesis pada traktus gastrointestinalis dapat bertindak sebagai protek- si terhadap absorpsi protein tertentu dan toksin. Besar molekul IgA sama dengan IgG; juga terdiri atas dua rantai polipeptida, meskipun IgA yang disekresi ke dalam gaster berbentuk dimerik yang terdiri atas dua molekul IgA yang dihubungkan dengan rantai J serta bagian kecil yang bersifat sekretorik disebut sebagai bagian T. Kadar dalam serum normal berkisar antara 40-468 mg/100 ml dengan rata-rata 200 mg/100 ml dan merupakan 15% jumlah total imunoglobulin. IgA tidak dapat melewati plasenta maupun memacu perangsang- an komplemen. IgD merupakan Ig yang terdapat pada per- mukaan limfosit B, merupakan tempat melekatnya antigen serta memacu pembentukan antibodi. |g terbentuk pada saat diferensiasi limfosit B. Kadar normal dalam serum 2 mg/100 mi, tidak dapat melewati plasenta maupun memacu perangsang- an komplemen. IgE terbentuk dari dua rantai polipeptida, tidak dapat melewati plasenta maupun memacu perangsangan komplemeri, terdapat sangat sedikit di dalam serum normal. Kebanyakan IgE terikat pada sel mas ataupun basofil dan akan memacu proses degranulasi sehingga terlepas mediator reaksi alergi yang disebut sebagai vasoaktifamin, yaitu antara lain histamin, heparin, serotonin, dan sebagainya. IgE juga mempunyai peranan dalam pemusnahan parasit dari traktus gastrointestinal. IgE disebut juga sebagai antibodi reagin yang berperan dalam reaksi anafilaksis. 45 Antibodi berperan pada tiga tipe reaksi imun, yaitu tipe I reaksi anafilaksis, tipe Il reaksi sitotok- sis, dan tipe Ill reaksi kompleks imun,, Reaksi tipe I, reaksi anafilaksis, disebabkan ‘oleh penggabungan alergen dengan molekul IgE pada sel mas atau basofil sehingga terjadi pelepasan mediator aminvasoaktif, misalnya his tamin, serotonin, dan lain-lain. Contoh dalam klini reaksi tipe | ialah urtikaria. ‘TABEL 7-1. BEBERAPA SIFAT FISIKDAN BIOLOGIK IMU- NOGLOBULIN, Konsentras! Borat Fungsi Jumiah Kelas dalam serum molekul biologi sub (mg/100 mt) kkelas WG 1240 160,000 1.Aktivaslkom- 4 plemen 2. Menembus pla sonta ‘8 Antibodt hetero- tropik 9A +280 170.000 1. Antibodi 2 sokretorik 2. Aktivasi komple- ‘men (attemati gM 120 890.000 1. Aitivasi 1 komplemen gd 3 150,000 1.Reseptorper- 2 mukaan limfosit IgE 03, 196.000 1.Antibodireagin 1 2. Antibedi homo- sitotropik 46 |—— Limfonoduli [~~ Kel. mus 1-—~ Limpa Traktus gastro intestinalis ——-— —} \S) Traktus genito urinarius .-_______\__ fab, GAMBAR 7-1. ORGANISASI SISTEM IMUN (Jaringan timfo retikular) Tipe Il, reaksi sitotoksis, memerlukan penggabungan antara IgG atau IgM dengan an- tigen yang umurnya melekat pada sel. Apabila sistem komplemen teraktivasi, akan terpacu sejumlah reaksi yang berakhir sebagai lisis atau fagositosis virus, baktei, maupun antigen lain. Contoh reaksi tipe I! pada penyakit kulit mungkin pemfigoid. Reaksi tipe Ill, reaksi kompleks imun terben- tuk oleh agregasi antara antigen, antibodi, dan komplemen, Reaksi ini dapat terjadi pada jaringan atau dalam sirkulasi. Beberapa kompleks imun dengan ukuran tertentu tidak akan mudah dimus- nahkan oleh sistem fagosit dan akan bereaksi dengan dinding pembuluh darah atau jaringan lain. Aktivasi komplemen akan dapat menyebab- kan kerusakan jaringan. Contoh reaksi tipe I ialah vaskulitis nekrotikans. KOMPLEMEN Komplemen adalah kumpulan sembilan protein plasma bukan antibodi yang diperlukan pada reaksi antigen-antibodi sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kematian mikroba serta lisis sel. Namun fungsi terpenting pada respons imun ialah sebagai mediator berbagai proses peradangan termasuk vasodilatasi, pengeluaran cairan, kemotaksis fagosit, opsonisasi, dan pro- ‘ses metabolisme dalam sel peradangan. Jadi ak- tivasi komplemen diperlukan untuk dapat terja- dinya kerusakan jaringan serta merupakan kom- ponen penting pada reaksi imun tipe II dan tipe Ill. Aktivasi komplemen dapat melalui jalur klasik dan jalur alternatif (lihat gambar 7-3). Komponen tertentu dalam sistem komplemen dapat diaktivasi tanpa didahului oleh reaksi an- tigen-antibodi, Secara imunologis komplemen ter- aktivasi oleh reaksi antigen-antibodi yang melibatkan IgG, IgM, atau agregasi IgA. Sistem komplemen terdiri atas sembilan komponen yang akan saling mengaktivasi secara bertingkat. Pada aktivasi secara klasik, setelah terjadi pengikatan antigen dengan IgG atau IgM, maka subunit C1, ialah C1q akan melekat pada kompleks ‘Ag-Ab dan memacu reaksi bertingkat tersebut. Pada aktivasi altematif, agregasilgA atau kadang- kadang IgG dan IgM akan memacu faktor D yang akan langsung memacu Cs tanpa melalui C1, Cs, 47 dan C2. Oleh karena itu aktivasi secara altematif merupakan satuan protein tersendiri yang lang- sung memacu Cs tanpa melalui Ci, Ca, dan C2. Kedua cara aktivasi tersebut akan memecah kom- ponen Cs. C3 selanjutnya memecah Cs yang akan meneruskan pemecahan Cs, C7, Cs, dan Ca se- ga terjadi lisis. Lisis sel merupakan meka- nisme aktivitas biologik komplemen dan fungsi yang sama terdapat pada mekanisme pertahanan ‘serta reaksi hipersensitivitas tipe II, meskipun lisis sel bukan merupakan efek akhir. Aktivasi kom- plemen mengakibatkan terbentuknya fragmen peptida aktif biologis yang menghasilkan pera- dangan. Hal tersebut tidak hanya akan membantu mengaktivasi komplemen, tetapi juga akan meng- aktivasi respons imun dan respons peradangan. Banyak bagian komplemen mempunyai keaktivan biologis, namun yang terpenting ialah Csa lah yang menggabungkan alttivitas imuno- logis dengan timbulnya peradangan pada segmen eferen suatu respons imun. Csa dapat menyebab- kan penarikan kimiawi neutrofil, monosit, dan eosinofil; menyebabkan degranulasi sel mas serta perembesan protein dari pembuluh darah. Neutrofil akan teraktivasi untuk lebih cepat ber- migrasi serta meninggikan aktivitas metabolik lak- tose monofosfat. Csa seperti juga Coa mampu merangsang migrasi neutrofil dan monosit. Mekanisme ini menarik berbagai fagosit ke daerah terjadinya re- aksi antigen-antibodi, Adanya sel-sel peradangan merupakan langkah penting untuk terjadinya fago- sitosis serta eliminasi kompleks antigen-antibodi atau bahan infeksi. Cop serta Cs merupakan op- sonin yang akan menyelubungi bakteri serta ba- han lain sehingga mempermudah terjadinya fagositosis. Cz, Csa dan bagian kecil C2 yang disebut sebagai C2 Kinin, menyebabkan dilatasi vaskular dan pelepasan protein. Csa dan Csa memacu degranulasi sel mas untuk menge- luarkan histamin, Bagian Cs dapat mengaktivasi sistem pembekuan. Aktivasi komplemen juga mengakibatkan aktivasi sistem kinin dan terben- tuknya kinin vasoaktif. Aktivasi Komplemen dengan jalur altematif dapat dipacu oleh lebih banyak materi daripada jalur klasik, misalnya pecahan IgG, IgM, IgA, dan IgE. Racun kobra, endotoksin, sel bakteri dan berbagai polisakarida merupakan bahan-bahan yang dapat memacu komplemen melalui jalur al- tematif. Bahan tersebut akan mengakibatkan ak- 48 — ™. Zz ye a @)* Os Sel plasma matang Limfosit B Sel blas N\ Sel plasma ; (belum matang) Se rate I - tt Segmen aferen ‘Segmen eferen GAMBAR 7-2, RESPONS IMUN HUMORAL * tivasi faktor D kemudian membentuk kompleks dengan Cap dan dengan faktor B yang akan me- mecah Ca, Setelah pemecahan Ca, aktivasi selan- jutnya sama dengan jalur klasik Selain aktivasi melalui jalan lasik dan alter- natif, bakteri atau enzim dapat memacu kom- plemen tanpa adanya ikatan antigen-antibodi. Enzim akan langsung memacu Cis, Cs, dn Cs. C1 dapat diaktifkan oleh presipitasi Ig, virus terten- tu, protein C- reaktif, protein stafilokokus, dan he- parin. C3 diaktivasi oleh plasmin, protease jaring- an, dan trombin, Enzim lisosom pada PMN serta racun laba-laba akan langsung memacu Cs. Zat- zattersebut di atas turut berpartisipasi sebagai zat mediator untuk komplemen pada. reaksi pera- dangan. Komponen komplemen merupakan mediator yang mengatur peradangan dan proses infeksi. IMUNITAS SELULAR Seperti sistern imun humoral yang melibat- kan sel B serta imunoglobulinnya, maka sistem imun selular melibatkan sel T dengan limfokinnya (linat gambar 7-4). Sel T meliputi 80-90% jumlah limfosit darah tepi dari 90% jumlah limfosit timus. Sel T hanya mempunyai sedikit imunoglobulin pada permukaannya dibandingkan dengan se! B sehingga apabila dilakukan inkubasi dengan an- tiimunoglobulin manusia dan diperiksa dengan mikroskop imunofluoresensi tidak akan terjadi fluoresensi. Namun sel T mempunyai reseptor pada permukaan seinya yang dapat berikatan de- ngan sel darah merah kambing. Apabila sel T diinkubasi dengan sel darah merah kambng akan terbentuk roset yang terdiri atas beberapa sel darah merah mengelilingi sel T. Sebelum sel T dapat bereaksi terhadap an- tigen, maka antigen tersebut harus diproses serta disajikan kepada sel T oleh makrofag atau sel Langerhans. Setelah terjadi interaksi antara ma- krofag, antigen, dan sel T, maka sel tersebut akan mengalami transformasi blastogenesis sehingga terjadi peningkatan aktivitas metabolik. Selama mengalami proses transformasi tersebut sel T akan mengeluarkan zat yang disebut sebagai lim- fokin, yang mampu merangsang dan mempenga- ruhi reaksi peradangan selular. Berbagai macam limfokin, yang mampu merangsang dan mempe- ngaruhi reaksi peradangan selular, antara lain fak- tor penghambat migrasi makrofag (Macrophage Inhibitory Factor), (MIF); faktor aktivasi makrofag Antigen + Ig Gilg M ‘ 1 \ 1 1 1 2° (anatitatoksin) | aderensi opsonisasi PROPERDIN A Ig A, endotoksin, dil GAMBAR 7-3. AKTIVAS! (Macrophage Activating Factor), (MAF); faktor kemofaktik makrofag; faktor penghambat leukosit (Leucocyte Inhibitory Factor), (LF); interferon dan limfotoksin. Mediator-mediator tersebut mampu mempengaruhi makrofag, PMN, limfosit, dan sel sel lain sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas lambat (tipe IV). Contoh dalam bidang penyakit kulit ialah dermatitis kontak alergik. Reaksi peradangan yang dipacu oleh lim- fokin dimulai dengan aktivasi limfosit oleh adanya kontak dengan antigen spesifik yang mampu me- ngeluarkan faktor kemotaktik limfokin yang akan membawa sel radang ke tempat kontak. Sol-sel tersebut akan ditahan di tempat aktivasi limfosit oleh faktor penghambat migrasi makrofag dan fak- tor penghambat leukosit. Kemudian makrotag akan diaktivasi oleh faktor aktivasi makrofag men- jadi sel perusnah (killer cell) yang mengakibatkan kerusakan jaringan. Terjadi jalinan amplifikasi yang melibatkan faktor mitogenik limfosit, akan menyebabkan limfosit lain berperan serta pada respons hipersensitivitas lambat ini, Makrofag dapat juga berperan dalam respons imun dengan jalan mengeluarkan monokin, misalnya interleukin {yang melibatkan limfosit untuk berperan serta dalam reaksi peradangan tersebut. Mengikuti terikatnya antigen spesifik dengan permukaan sel T, sel T akan mengalami proliferasi klonal untuk * Dikuti das 1 49 Nor-imunologik/(enzim) JALAN KLASIK. (anafilatoksin, faktor kemotaktik) JALAN ALTERNATIF KOMPLEMEN * memproduksi turunan limfosit yang secara genetik diprogramkan untuk bereaksi dengan an- tigen spesifik yang telah mengaktivasi sel pen- dahulunya. Proliferasi klonal biasanya terjadi di jaringan limfoid. Sistem imun selular akan diatur oleh subset sel T, disebut sebagai sel T penekan dan sel T penolong yang akan menambah atau menekan respons imun dan mengatur sintesis antibodi, sehingga kedua sel tersebut di atas merupakan penghubung antara sistem imun selular dan sistem imun humoral. SISTEM FAGOSITOSIS Fagosit ialah sel yang mampu memfagosit venda asing, Sistem fagositosis terutama terdiri atas PMN, monosit, dan makrofag.'Makrofag tidak hanya mampu mengadakan fagositosis, tetapi juga penting untuk pemajanan antigen kepada limfosit T, memproduksi komplemen-komplemen tertentu, serta mengeluarkan lisosom, aktivator plasminogen, protease tertentu, dan monokin. Fagosit akan tertarik ke daerah kerusakan jaring- an oleh faktor kemotaksin yang dikeluarkan oleh berbagai jaringan dengan berbagai macam cara. Limfosit yang teraktivasi akan mengeluarkan lim- fokin yang disebut sebagai fakor kemotaktik asal limfosit. Bagian komplemen yaitu Csa juga 50 Segmen aferen ‘Segmen eferen + ay RESPONS IMUN SELULAR WW — Limfosit T Limfosit tersensitisasi Sel memori GAMBAR 7-4. AKTIVAS! SEL IMUNOKOMPETEN OLEH ANTIGEN PADA RESPONS IMUN SELULAR * merupakan faktor kemotaktik sebagai bagian ak- tivasi juga akan memproduksi faktor kemotaktik. Fagosit mampu mengetahui sumber faktor kemotaktik tersebut dan bermigrasi ke arahnya. Melalui mekanisme tersebut fagosit akan sampai ke tempat antigen. Kadang-kadang an- tigen merupakan kompleks imun atau bakteri, maupun bahan infeksiosa berselubung antibodi dan komplemen. Neutrofil dan monosit mem- punyai reseptor pada permukaannya untuk C3 dan bagian Fe dari IgG sehingga mampu mengikat Ig dan menelannya bersama dengan antigen yang melekat. Setelah berada di dalam sel, vakuol berisi antigen akan menyatu dengan vakuol yang berisi enzim proteolitik. Oleh proses tersebut an- tigen akan dirusak dan dihancurkan. Fagosit dari sel makrofag-monosit penting juga untuk mem- roses antigen sehingga dapat memacu respons imun dan merangsang pengeluaran substansi aktif biologis yang menghantarkan respons imun serta peradangan. Apabila terjadi infeksi, antibodi (IgG, IgM, IgA) terikat pada bakteri dan mengaktivasi komplemen (Iihat gambar 7-5). Cap dan Csp akan mengopsonisasikan bakteri untuk persiapan fago- sitosis. Csa dan peptida yang dikeluarkan bakteri bertindak sebagai faktor kemotaktik yang mampu * Dikutip dari 3 menarik fagosit ke arah infeksi: Fagosit menang- kap dan memusnahkan bakteri. MEDIATOR Terdapat beratus macam substansi kimia yang mempengaruhi dan memacu respons imun den proses peradangan. Komplemen merupakan salah satu mediator tersebut. Dalam mediator peradangan lain termasuk slow reacting sub- stance of anaphylaxis (SRSA), prostaglandin, fak- tor permeabilitas limfonoduli, protease, fibrino- Iisin, dan faktor kemotaktik. Beberapa mediator dikeluarkan oleh sel, misalnya sel mas, limfosit, neutrofil, eosinofil, makrofag, dan trombosit. Beberapa dikeluarkan oleh plasma atau jaringan. Histamin merupakan mediator penting, tidak saja sebagai penyebab vasodilatasi, penge- luaran protein, dan menimbulkan rasa gatal, tetapi juga secara langsung akan memacu respons peradangan, misalnya mengurangi respons blas- togenesis limfosit. Mediator lain ialah serotonin yang terdapat pada traktus gastrointestinalis, otak, dan trombosit. Mediator ini merangsang proses fagositosis oleh sel PMN dan mencegah pembentukan granuloma. 51 AKTIVITAS OPSONISASI GAMBAR 7-5. PROSES FAGOSITOSIS (DENGAN CARA OPSONISASI) BAKTERI* Kinin merupakan polipeptida yang dapat menyebabkan vasodilatasi serta permeabilitas kapiler. Kinin dihasilkan oleh prekursor plasma atau pada aktivasi komplemen, pembekuan darah, atau pada proses fibrinolisis. SITOKIN Merupakan sistem komunikasi terintegrasi yang menyebabkan pergerakan dan interaksi antarsel. Sitokin terdiri atas paling sedikit 20 protein bermolekul kecil dan merupakan “hormon’ sistem imun. Cara kerja sitokin ialah dengan terikat pada reseptor permukaan spesifik, meski- pun mempunyai efek berbeda untuk sel yang berbeda, atau berbeda untuk setiap kadar tertentu pada sel yang sama. Berbagai sitokin dapat mempunyai efek yang sama pada sel yang berbeda, dan umumnya bekerja sama untuk saling mempengaruhi. Sehingga kebanyakan sel akan bereaksi terhadap ‘campuran’ sitokin yang berubah-ubah setiap saat. * Dikutip dari 3 Umumnya sitokin dinamakan sesuai dengan fungsinya (interferon, tumor necrosis factor, T cell growth factor). Namun kemudian diketahui bahwa satu jenis sitokin dapat mempunyai berbagai fungsi, sehingga dibentuk Komite International (1978), dan sitokin baru yang ditemukan disebut sebagai interleukin (‘between white cell, disingkat dengan IL) serta diberi nomor mulai dari IL-1 sampai IL-18. Berbagai nama lama tetap diper- tahankan, sehingga _menimbulkan kerancuan pengertian, misalnya ‘* Interleukin. Dengan pengectialian IL, umum- nya berasal dari sel T dengan ‘segudang’ aktivitas © Interferon. Penting guna membatasi replikasi virus, tetapi juga berperan pada regulasi sel NK (IFN-a,8)dan makrofag (|FN-) * Tumor necrosis factor. Terutama berperan pada proses inflamasi, tumpang tindin de- ngan IL-1, tetapi juga mempunyai efek antitumor. * Colony-stimulating factor. Terutama ber- tanggung jawab untuk kematangan berbagai 52 jenis leukosit pada sumsum tulang. Hanya IL-3 yang dinamakan interleukin. © Transforming growth factor. Umumnya berperan sebagai penghambat suatu proses, misainya inflamasi dan penyembuhan luka. © Kemokin. Merupakan kelompok molekul ber- kaitan dengan pergerakan sel (kemotaksis) Akhir-akhir ini minat terhadap penggunaan sitokin. untuk menghambat suatu proses yang atau antagonis yang dibuat khusus (specially tailored antagonist). TNF adalah salah satu sitokin yang sifat antagonisnya telah banyak diteliti atau dicobakan pada berbagai_ proses inflamasi. Dapat diperkirakan bahwa pada masa mendatang produksi sitokin dan antisitokin akan berkembang. Definisi mengenai apa yang termasuk dan yang tidak termasuk dalam kata sitokin belum seluruhnya pasti. Beberapa di antaranya yang terjadi dalam tubuh sangat besar. Sitokin inhibitor disepakati_ sebagai sitokin ialah sebagai dapat dalam bentuk antibodi, reseptor bebas, _berikut:* Sitokin Berat mol (kDa) ‘Sumber Antivitas utama 1 7 Makrofag ‘Aktivasi sel B.T. peningkatan suhu tubuh 1L2 16-20 SelT Proliferasi sel 8.7. 13 14.30 SelT Pertumbuhan banyak jenis sel 4 16-19 SelT Pertumbuhan sel 8 ILS 45 SelT Pertumbuhan sel 8 dan eosinifi 1L6 6 SelT ‘Stimulasi sel B dan hati 17 25 SelT Diferensiasi dini sel B 18 85 SelT Penarikan PMN dan monosit Lo 32.39 SelT Pertumbuhan sel mas IL10 19 SelT Menghambat kerja sitokin fain et 23 Stroma sumsum tig Hematopoesis. wz 50 SelB ‘Stimulasi sel T dan NK 113 12 Sel T Sama dengan IL-4, menghambat IFN-y TGF 12,5 (x2) Sel T Menghambat kerja sitokin lain IFN 23 Sebagian besar sel Antivirus, ekspresi MHC | IENB 23 Sebagian besar sel Antivirus, ekspresi MHC | IFNy 15-25 Sel T dan NK Antivirus, ekspresi MHC Il, aktivasi makrofag TNFa 17 (x3) Makrofag Infiamasi, peningkatan sunu tubuh (syok) TNFB(LT) 1763) SelT Infiamasi, peningkatan suhu tubuh (syok) GMcsF 18-24 Banyak sel Pertumbuhan sel mieloid csr 20 Monosit Pertumbuhan granulosit MCSF 22 (x2) Monosit Pertumbuhan monosit *EPO 36 *Ginjal Eritropoisis Keterangan: IL: interlekin; TGF: transforming growth factor ; IFN : interferon; TNF: tumor necrosis factor, LT: limfotoksin; CSF: colony stimulating factor (G: granulocyte; M: monocyte; GM: granulocyte/monocyte); EPO: etrythropoietin * Dikutip dari 4 RINGKASAN Respons imun terjadi sebagai akibat peristiwa yang menyangkut antigen, limfosit, antibod, limfokin / sitokin, mediator kimia, dan sel efektor untuk melindungi manusia dari bahan-bahan asing yang merugikan serta _menyingkirkan jaringan mati atau rusak. Tujuan utama respons imun jialah demi kebaikan manusia, namun kadang-kadang terjadi berbagai_penyimpangan fungsi respons tersebut oleh kelebinan atau kekurangan reaksinya. Kekurangan reaksi res- pons imun akan mengakibatkan infeksi dan ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan bahan yang membahayakannya. Kelebihan reaksi respons imun mengakibatkan proses peradangan yang tidak diperlukan dan memacu terjadinya penyakit autoimun. Baik kelebihan ataupun kekurangan reaksi respons imun dapat menye- babkan penyakit kulit, RINGKASAN Respon imun terjadi sebagai akibat peris- tiwa yang menyangkut antigen, limfosit, antibodi, limfokin, mediator kimia, dan sel efektor untuk 53 melindungi manusia dari bahan bahan asing yang merugikan serta menyingkirkan jaringan mati atau rusak. Tujuan utama respons imun ialah demi kebaikan manusia, namun kadang- kadang terjadi_ penyimpangan-penyimpangan fungsi respons tersebut oleh kelebihan atau ke- kurangan reaksinya. Kekurangan reaksi respons imun akan mengakibatkan infeksi dan ketidak- mampuan tubuh untuk menghilangkan bahan yang membahayakannya. Kelebihan —reaksi respons imun mengakibatkan proses peradangan yang tidak diperlukan dan memacu terjadinya penyakit autoimun. Baik kelebihan ataupun ke- kurangan reaksi respons imun dapat menyebab- kan penyakit kulit. KEPUSTAKAAN 4. Dahl, M.W.: Clinical Immunodermatology (Year Book Med. Publ, Inc, Chicago 1981). 2. Roitt, I: Essential immunology, 3° d. (Blackwell Scientific Publ,, Oxford 1977). 3. Bellanti, J.A.: Immunology il (WB Saunders Co, Philadolphia, Igaku Shoin Ltd, Tokyo 1978). 4. Playfair, J.H.L. and Lydyard, P.M.: Medical Immunology, 2" ed. (Churchill Livingstone, Hartcourt Publ., Edinburg 2000). Be ous arliie Gh eprint, eA Heaniyem : ruin gece sth met ania Unis. eretwieM

Anda mungkin juga menyukai