Anda di halaman 1dari 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Mata 2.1.

1 Bola mata Bola mata berbentuk seperti bola dunia menempati rongga orbita dengan bagian anteriornya menonjol keluar. Proyeksi keluar dari bagian anterior bola mata ini mewakili sekitar seperenam dari total luas bola mata dan disebut dengan kornea (bersifat transparan). Bagian posterior kornea dari depan ke belakang adalah bilik mata anterior, iris dan pupil, bilik mata posterior, lensa, ruang postrenal (vitreous), dan retina (Drake, 2004). Bilik mata anterior dan posterior Bilik mata anterior merupakan daerah yang berada tepat dibelakang kornea sampai bagian depan dari iris. Bagian terbuka di tengah iris disebut pupil. Bagian belakang iris dan di sebelah depan lensa merupakan bilik mata posterior. Bilik mata anterior dan posterior saling terhubung satu sama lain melalui pupil. Bagian tersebut dipenuhi dengan cairan (humor akuos), yang disekresi ke bilik mata posterior, mengalir ke bilik mata anterior melalui pupil, dan diserap ke dalam sinus vena sklera (kanal Schlemm), yang merupakan saluran vena melingkar di perbatasan antara kornea dan iris (Drake, 2004). Lensa Lensa terletak dibelakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (terfokusnya objek dekat pada retina) dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm. Lensa memisahkan seperlima bagian anterior bola mata dari empat-perlima bagian posteriornya. Lensa bersifat transparan, elastis, dan cembung. Perlekatan lensa ke lateral ini membuat lensa memiliki kemampuan untuk mengubah kemampuan refraksinya sehingga dapat mempertahankan tajam penglihatan (Vaughn & Asbury, 2004; Drake, 2004).

Badan Kaca (vitreous body) Empat-perlima bagian posterior dari bola mata, dari lensa ke retina, diduduki oleh ruang postrenal (vitreous). Segmen ini berisi substansi transparan dan mirip agar-agar yaitu badan vitreous (vitreous humor). Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa dan retina. Badan kaca tediri dari 99% air dan 1% terdiri dari 2 komponen, yaitu: kolagen dan asam hialuron. Fungsi badan kaca adalah mempertahankan bola mata agar tetap bulat dan meneruskan sinar dari lensa ke retina. Substansi ini, tidak seperti humor akuos, tidak dapat digantikan (Drake, 2004; Vaughn & Asbury, 2004; Ilyas, 2010) 2.1.2 Dinding bola mata Komponen internal yang mengelilingi bola mata adalah dinding bola mata. Dinding tersebut terdiri dari tiga lapisan: lapisan fibrosa (luar), lapisan vaskular (tengah), dan lapisan retina (dalam) (Drake, 2004). 2.1.2.1 Lapisan fibrosa luar (outer scleral layer) Lapisan ini terdiri dari: Sklera Selaput mata yang berwarna putih dan berfungsi sebagai pembungkus dan pelindung isi bola mata. Permukaan luar sklera diselubungi oleh lapisan tipis dari jaringan yang elastis dan halus, yaitu episklera, yang banyak mengandung pembuluh darah sedangkan pada permukaan sklera bagian dalam terdapat lapisan pigmen berwarna coklat, yaitu lamina fuska, yang membatasi sklera dengan koroid (Vaughn & Asbury, 2004; Ilyas, 2010). Kornea Selaput bening mata yang tembus cahaya. Tebal kornea ratarata orang dewasa adalah 0,65 mm di bagian perifer, dan 0,54 mm di bagian tengah. Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan tempat masuknya cahaya ke dalam bola mata menuju ke retina. Kornea terdiri dari lima lapisan,

yaitu : epitel, membran Bowman, stroma, membran Descement dan endotel (Vaughn & Asbury, 2004). 2.1.2.2 Lapisan vaskular tengah (uveal tract layer) Lapisan ini terdiri dari: Iris Mempunyai permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan mengecilkan dan melebarkan pupil (Vaughn & Asbury, 2004). Badan siliar Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi, jika otot-otot ini berkontraksi ia menarik proses siliar dan koroid ke depan dan ke dalam, mengendorkan Zonula Zinnii sehingga lensa menjadi lebih cembung. Fungsi prosesus siliaris adalah memproduksi cairan mata (humor akuos) (Ilyas, 2010). Koroid Koroid adalah suatu membran yang berwarna coklat tua, yang terletak diantara sklera dan retina terbentang dari ora serata sampai papil saraf optik. Berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah yang sangat besar, yang berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak di bawahnya (Vaughn & Asbury, 2004; Ilyas, 2010). 2.1.2.3 Lapisan retina (inner retinal layer) Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsang dari cahaya. Retina dialiri darah dari 2 sumber, yaitu lapisan koriokapiler yang mengaliri darah pada 2/3 bagian luar retina, sedangkan 2/3 bagian dalam retina dialiri darah dari cabang-cabang arteri retina sentral. Sel-sel pada lapisan retina yang paling luar berhubungan langsung dengan cahaya. Sel-sel tersebut adalah sel-sel kerucut (cone) dan batang

(rod). Sel kerucut berfungsi untuk penglihatan terang, warna dan penglihatan sentral. Sedangkan sel batang berfungsi untuk penglihatan dalam keadaan redup atau gelap (Misbach, 1999; Vaughn & Asbury, 2004). 2.1.3 Vaskularisasi mata Sistem arteri mata berasal dari beberapa sumber, yaitu arteri silliaris posterior, arteri siliaris anterior dan arteri retina sentralis. Sedangkan untuk aliran venanya sebagian besar berhubungan dengan lapisan koroid. Empat vena besar (the vorticose veins) terlibat dalam proses ini. Vena tersebut keluar melalui sklera dari masing-masing kuadran posterior bola mata dan masuk ke vena oftalmika superior dan inferior. Ada juga vena retina sentralis yang menyertai arteri retina sentralis (Drake, 2004). Gambar 2.1 Anatomi Mata Manusia (Khurana, 2007)

2.2 Fisiologi Pembentukan dan Aliran Humor Akuos Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akuos, tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata, dan tekanan vena episkleral (American Academy of Opthalmology, 2006). Humor akuos adalah

suatu cairan yang jernih yang mengisi bilik mata anterior dan posterior. Volumenya adalah sekitar 250 L.Humor akuos diproduksi oleh korpus siliare melalui mekanisme transfer aktif dan pasif. Cairan ini masuk ke bilik mata posterior dan mengalir ke bilik mata anterior melalui pupil. Kemudian mengalami proses drainase melalui aliran trabekular dan uveoskleral (melalui sela-sela sklera). Sebagian besar cairan ini keluar melalui jalinan trabekular menuju kanal Schlemm dan dilanjutkan ke vena episklera (Vaughn & Asbury, 2004). Berikut ini adalah gambar dari struktur segmen anterior dan gambar aliran humor akuos pada mata Gambar 2.2. Aliran Humor Akuos pada Mata (Medline, 2008)

Gambar 2.3. Struktur Segmen Anterior (Medline, 2008)

Humor akuos memiliki peranan penting, yaitu sebagai nutrisi dan juga berfungsi untuk mengeluarkan sisa metabolismenya, selain itu berfungsi

untuk menjaga bentuk bola mata dan mempertahankan TIO agar tetap berada dalam batas normal (10 24 mmHg) (Vaughn & Asbury, 2004). Pada glaukoma kronik sudut terbuka, hambatan akuos humornya terletak pada jaringan trabekulum. Pada glaukoma akut hambatan terjadi karena iris perifer menutup sudut mata bilik depan, hingga jaringan trabekulum tidak dapat dicapai oleh akuos (Ilyas, 2010). Gambar 2.4 Sudut Tertutup

Gambar 2.5 Sudut Terbuka

2.3 Glaukoma 2.3.1 Pengertian glaukoma Menurut Vaughn & Asbury (2004), glaukoma adalah penyakit saraf optik yang ditandai oleh adanya kerusakan struktur diskus optikus atau serat saraf retina disertai kelainan lapang pandangan. Kerusakan saraf optik (neuropati optik) tersebut biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil saraf optik. (James, Chew & Bron, 2006).

10

Sedangkan Ilyas (2010), mendefinisikan glaukoma sebagai penyakit mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa, neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandangan yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan bola mata yang tidak normal. Peningkatan tekanan bola mata merupakan faktor risiko yang terutama dan tidak merupakan penyakit glaukoma itu sendiri. Didalam mata terdapat cairan mata yang terdiri dari 99,9% air murni (akuos humor) bening yang mengalir terus. Pengaliran cairan ini didalam bola mata seperti air yang berada di dalam kolam tertutup yang bertukar dan mengalir terus. Bila terjadi gangguan pengeluaran cairan maka air akan terbendung di dalam kolam. Demikian pula jika cairan mata tidak dapat keluar maka tekanan di dalam bola mata akan naik dan merusak saraf penglihatan (Ilyas, 2007). Gambar 2.6 Peninggian Tekanan di dalam Bola Mata

2.3.2 Klasifikasi glaukoma 2.3.2.1 Glaukoma primer Pada glaukoma primer, penyebab timbulnya glaukoma tidak diketahui. Glaukoma primer dibagi atas 2 bentuk yaitu glaukoma sudut tertutup atau glaukoma sudut sempit dan glaukoma sudut terbuka, yang disebut juga sebagai glaukoma simpleks atau glaukoma kronik (Ilyas, 2008; Ilyas, 2010).

11

2.3.2.1.1 Glaukoma sudut tertutup A. Sudut tertutup akut Terjadi pada pasien dengan sudut bilik mata sempit. Pada glaukoma sudut tertutup terjadi penutupan pengaliran keluar cairan mata secara mendadak. Tekanan yang mendadak ini akan memberikan rasa sakit yang sangat di mata dan di kepala serta perasaan mual dan muntah (Ilyas, 2008; Ilyas, 2010; Radjamin dkk, 1993). Keadaan mata menunjukkan tanda-tanda peradangan seperti kelopak mata bengkak, mata merah, tekanan bola mata sangat tinggi yang mengakibatkan pupil lebar, kornea suram dan edem, iris sembab meradang, penglihatan kabur disertai dengan adanya halo (pelangi disekitar lampu) (Ilyas, 2010). Serangan glaukoma mudah terjadi pada keadaan ruang yang gelap seperti bioskop yang memungkinkan pupil melebar, dan akibat mengkonsumsi beberapa obat tertentu seperti antidepresan, influenza, antihistamin, antimuntah serta obat yang melebarkan pupil. Keluhan ini hilang bila pasien masuk ruang terang atau tidur karena terjadi miosis yang mengakibatkan sudut bilik mata terbuka (Depkes, 2007). Hanya pembedahan yang dapat mengobati glaukoma sudut tertutup akut. Tindakan pembedahan harus dilakukan pada mata dengan glaukoma sudut tertutup akut karena serangan dapat berulang kembali pada suatu saat (Ilyas, 2010). B. Sudut tertutup kronik Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar cairan mata tanpa gejala yang nyata. Pada keadaan ini perlahan-lahan terbentuk jaringan parut antara iris dan jalur keluar cairan mata. Tekanan bola mata akan naik bila terjadi gangguan jumlah cairan keluar akibat bertambahnya jaringan parut (Ilyas, 2007). C. Sudut tertutup dengan hambatan pupil Sudut tertutup dengan hambatan pupil adalah glaukoma dimana ditemukan keadaan sudut bilik mata depan yang tertutup disertai dengan hambatan pupil. Bila usia bertambah tua maka lensa akan bertambah cembung sehingga bilik mata depan akan bertambah 12

dangkal. Posisi lensa yang kedepan akan mendorong iris ke depan, oleh karena itu diperlukan tekanan yang lebih tinggi untuk mendorong cairan mata (akuos humor) keluar melalui celah iris (Ilyas, 2003). D. Sudut tertutup tanpa hambatan pupil Glaukoma sudut tertutup tanpa hambatan pupil adalah glaukoma primer yang ditandai dengan sudut bilik mata depan yang tertutup, tanpa disertai dengan hambatan pupil. Pada umumnya sudut bilik mata depan sudah sempit sejak semula (bersifat herediter), sehingga menyebabkan gangguan pengaliran cairan bilik mata depan ke jaring trabekulum. Hambatan aliran cairan mata (akuos humor) dapat terjadi karena penutupan sudut bilik mata yang dapat terjadi sedikit demi sedikit sampai tertutup sama sekali atau mendadak tertutup sama sekali. Masing-masing keadaan memberikan gambaran klinik yang berbeda-beda antara lain: 1) Penutupan Sudut Mendadak (Acute Angle Closure) Penutupan sudut terjadi secara mendadak atau tiba-tiba sehingga aliran cairan mata (akuos humor) dari bilik mata depan menjadi terhalang sama sekali. Faktor pencetus dapat berupa keadaan emosi yang terlalu gembira, sesudah menonton film di bioskop, berada dalam ruangan yang gelap atau minum terlalu banyak. 2) Penutupan Sudut Intermittent (Intermittent Angle Closure) Pada umumnya sudut bilik depan sudah sempit sejak semula dan dapat menyebabkan gangguan aliran cairan mata (akuos humor) menuju ke jaring trabekulum. Perjalanan penyakit biasanya berupa serangan-serangan yang singkat dan hilang timbul. Sesudah setiap kali serangan sudut bilik mata depan terbuka kembali, akan tetapi keadaan sudut bilik mata depan tidak terbuka kembali seperti semula (menjadi lebih sempit). 3) Penutupan Sudut Menahun (Chronic Angle Closure) Dapat terjadi karena penutupan sudut yang perlahanlahan atau merupakan kelanjutan serangan intermittent yang 13

sudah menimbulkan sinekia (perlekatan iris dengan kornea pada sudut bilik mata) yang luas. Dapat juga terjadi karena serangan mendadak yang tidak diatasi dengan baik (Ilyas, 2003). 2.3.2.1.2 Glaukoma sudut terbuka A. Glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks) Glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks) adalah glaukoma yang penyebabnya tidak ditemukan dan disertai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka. Pada umumnya glakoma sudut terbuka kronik (simpleks) ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun, walaupun penyakit ini kadang kadang ditemukan pada usia yang lebih muda. Diduga glaukoma diturunkan secara dominan atau resesif pada kirakira 50% penderita. Secara genetik penderitanya adalah homozigot. Pada penderita glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks) 99% hambatan terdapat pada jaring trabekulum dan kanal Schlemm. Mata tidak merah dan sering penderita tidak memberikan keluhan sehingga terdapat gangguan susunan anatomik tanpa disadari penderita. Gangguan akibat tingginya tekanan bola mata terjadi pada kedua mata, sehingga ditemukan gejala klinik akibat tekanan yang tinggi. Pada glaukoma simpleks terdapat perjalanan penyakit yang lama, akan tetapi berjalan progresif sampai berakhir dengan kebutaan (Ilyas, 2003; Ilyas, 2010). B. Glaukoma steroid Pemakaian kortikosteroid topikal ataupun sistemik dapat mencetuskan glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks). Gejala dan tampilan klinisnya mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer. Pemakaian kortikosteroid sistemik dapat meningkatkan TIO pada beberapa individu walaupun lebih jarang bila dibandingkan pemakaian kortikosteroid topikal. Glaukoma akibat kortikosteroid dapat berkembang kapan saja selama pemakaian kortikosteroid jangka panjang (AAO, 2006). Pada pasien glaukoma steroid keadaan mata yang terlihat dari luar putih atau normal, namun pada pemeriksaan terlihat kelainan funduskopi berupa ekskavasi papil glaukomatosa dan

14

kelainan pada lapang pandangan. Bila steroid diberhentikan, biasanya TIO akan menurun (Ilyas, 2008). C. Glaukoma tekanan rendah (normal) Glaukoma bertekanan rendah (normal) adalah suatu keadaan dimana ditemukan penggaungan papil saraf optik dan kelainan lapang pandangan yang khas glaukoma tetapi disertai dengan tekanan bola mata yang tidak tinggi (normal) (Ilyas, 2003). Penyebab dari tipe glaukoma bertekanan rendah (normal), berhubungan dengan kekurangan sirkulasi darah di daerah saraf optik mata, yang dapat mengakibatkan kematian dari sel-sel saraf optik yang bertugas membawa impuls/rangsang dari retina menuju ke otak (Ilyas, 2003). D. Glaukoma pigmen atau miopia Sindrom dispersi pigmen terdiri dari deposisi pigmen pada endotelium kornea dalam pola spindel vertikal (Krukenberg spindle), di jalinan trabekular dan di lensa perifer, dan, biasanya ada kelainan transluminasi pada daerah perifer tengah iris. Pola spindel pada kornea posterior tersebut disebabkan oleh arus konveksi humor akuos dan kemudian terjadi fagositosis pigmen oleh endothelium kornea. Glaukoma pigmen terjadi paling sering pada laki-laki kulit putih yang menderita miopi antara usia 20 50 tahun. Glaukoma ini memiliki ciri adanya peningkatan TIO secara luas, yang dapat meningkat hingga 50 mmHg pada mata yang tidak diterapi. Pada pemeriksaan gonioskopi ditemukan pigmentasi yang nyata dan padat pada jaring trabekulum. Pada stadium permulaan ditemukan tekanan intraokuler yang tinggi dan adanya halo (pelangi disekitar lampu) karena adanya edema pada kornea. Sesudah stadium permulaan dapat diatasi biasanya TIO dapat terkontrol (Ilyas, 2003; AAO, 2006). . 2.3.2.2 Glaukoma sekunder Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebab timbulnya. Glaukoma sekunder dapat disebabkan atau dihubungkan dengan kelainan-kelainan atau penyakit yang telah diderita sebelumnya atau pada

15

saat itu, seperti : kelainan lensa, kelainan uvea, trauma, pembedahan dan lain-lain (Ilyas, 2008). 2.3.2.2.1 Glaukoma dibangkitkan lensa Glaukoma dibangkitkan lensa merupakan salah satu bentuk daripada glaukoma sekunder. Glaukoma ini terjadi bersamaan dengan kelainan lensa, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata (akuos humor) ke sudut bilik mata akibat mencembungnya lensa mata (Ilyas, 2008). 2.3.2.2.2 Glaukoma neovaskuler Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sekunder yang disebabkan oleh bertumbuhnya jaringan fibrovaskuler (neovaskuler) di permukaan iris. Neovaskuler ini menuju ke sudut bilik depan dan berakhir pada jaring trabekulum. Glaukoma neovaskuler dapat diakibatkan oleh berbagai hal, misalnya: kelainan pembuluh darah, penyakit peradangan pembuluh darah, penyakit pembuluh darah sistemik, serta penyakit tumor mata (Ilyas, 2003). 2.3.2.2.3 Glaukoma dengan hambatan pupil Glaukoma dengan hambatan pupil adalah glaukoma sekunder yang timbul akibat terhalangnya pengaliran cairan mata (akuos humor) dari bilik mata belakang ke bilik mata depan. Hambatan ini dapat bersifat total dan relatif. Pada hambatan yang bersifat total, glaukoma terjadi akibat perlekatan iris dengan lensa ataupun iris dengan badan kaca. Hal ini biasanya terjadi sesudah peradangan. Pada hambatan yang bersifat relatif, glaukoma terjadi akibat iris dan pangkal iris terdorong kedepan, sehingga menutup sudut bilik mata depan. Akibatnya terjadi tekanan yang lebih tinggi di bilik mata belakang dibandingkan dengan bilik mata depan (Ilyas, 2003). 2.3.2.3 Glaukoma kongenital Glaukoma kongenital merupakan suatu keadaan tingginya tekanan bola mata akibat terdapatnya gangguan perkembangan embriologik segmen depan bola mata. Gangguan perkembangan embriologik dapat berupa kelainan akibat terdapatnya membran kongenital yang menutupi sudut bilik mata depan pada saat perkembangan bola mata, kelainan pembentukan 16

kanal Schlemm, dan kelainan akibat tidak sempurnanya pembentukan pembuluh darah bilik yang menampung cairan bilik mata (Ilyas, 2008; Ilyas, 2000). Akibat pembendungan cairan mata, tekanan bola mata meninggi pada saat bola mata sedang dalam perkembangan sehingga terjadi pembesaran bola mata yang disebut sebagai buphthalmos (Ilyas, 2008; Radjamin dkk, 1993). Gejala-gejala glaukoma kongenital biasanya sudah dapat terlihat pada bulan pertama atau sebelum berumur 1 tahun. Kelainan pada glaukoma kongenital terdapat pada kedua mata. Rasa silau dan sakit akan terlihat pada bayi yang menderita glaukoma kongenital, hal ini terlihat pada suatu sikap seakan-akan ingin menghindari sinar sehingga bayi tersebut akan selalu menyembunyikan kepala dan matanya (Ilyas, 2008). 2.3.2.4 Glaukoma absolut Glaukoma absolut adalah suatu keadaaan akhir semua jenis glaukoma dimana tajam penglihatan sudah menjadi nol atau sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut, kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, mata keras seperti batu dan disertai dengan rasa sakit (Vaughn & Asbury, 2004; Ilyas, 2007). Gambar 2.7 Klasifikasi Glaukoma Berdasarkan Etiologi (Vaughn & Asbury, 2004; Ilyas, 2008; Ilyas, 2007)

17

2.3.3 Epidemiologi glaukoma 2.3.3.1 Distribusi frekuensi Glaukoma merupakan penyakit yang tidak dapat diobati, akan tetapi bila diketahui sejak dini dan segera dilakukan tindakan medis maka glaukoma dapat dikontrol untuk mencegah kerusakan lanjut atau kebutaan pada mata (Ilyas, 2007). Berdasarkan penelitian Saaddine dkk (2002) di Amerika Serikat, angka prevalensi glaukoma lebih tinggi pada usia >65 tahun (11,7%) dibanding dengan usia 50-64 tahun (4,9%). Prevalensi nasional Glaukoma adalah 0,5% (berdasarkan keluhan responden). Sebanyak 9 provinsi mempunyai prevalensi Glaukoma diatas prevalensi nasional, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo (Riskesdas Nasional, 2007). 2.3.3.2 Faktor risiko Faktor-faktor yang mempengaruhi glaukoma antara lain adalah: A. Usia Glaukoma merupakan salah satu penyebab kebutaan yang umumnya menyerang orang berusia diatas 40 tahun. Risiko terkena glaukoma akan meningkat pada umur 40, mungkin disebabkan karena penurunan fasilitas dari aliran akuos humor (Khurana, 2007). B. Jenis Kelamin Glaukoma sudut tertutup dengan hambatan pupil pada orang kulit putih ditemukan bahwa pria 3 kali berisiko daripada wanita, sedangkan pada orang kulit hitam, penderita pria sama resikonya dengan wanita (Ilyas , 2003). C. Ras Berdasarkan ras, orang kulit hitam mempunyai resiko 7 kali lebih besar terserang glaukoma dibandingkan orang kulit putih Hal ini diduga karena orang kulit hitam memiliki diskus optikus yang lebih lebar dan serat saraf lebih banyak. Beberapa hipotesis mengatakan peningkatan ukuran diskus optikus 18

tersebut berhubungan dengan peningkatan stres mekanik pada daerah saraf optik. Pada orang kulit putih ditemukan bahwa glaukoma primer sudut terbuka, berisiko 4 kali lebih besar daripada glaukoma primer sudut tertutup, sedangkan pada orang Indonesia glaukoma primer sudut tertutup berisiko lebih besar daripada glaukoma sudut terbuka (Ilyas, 2007; Ilyas, 2008; Ilyas, 2010; AAO, 2006). D. Riwayat Keluarga Mempengaruhi tekanan intraokular, mungkin oleh karena multifaktorial (Khurana, 2007). E. Diabetes Mellitus Penyakit Diabetes Mellitus (DM) dipercaya meningkatkan terjadinya resiko terkena glaukoma. Penderita Diabetes Mellitus (DM), beresiko 2 kali lebih sering terkena glaukoma. Beberapa sumber terpercaya beranggapan bahwa keterlibatan pembuluh darah kecil pada diabetes-lah yang dapat menyebabkan saraf optik menjadi lebih rentan terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh tekanan. Sebesar 50% dari penderita Diabetes mengalami penyakit mata dengan resiko kebutaan 25 kali lebih besar (Khurana, 2007; Drake, 2004; PERDAMI, 2008; AAO. 2006). F. Hipertensi Penderita hipertensi pun berisiko lebih tinggi terserang glaukoma daripada yang tidak mengidap penyakit hipertensi. Beberapa studi epidemiologi menunjukkan bahwa tekanan darah sistemik yang tinggi ada kaitannya dengan sedikit peningkatan Beberapa tekanan intraokular. patofisiologi antara Peningkatan telah tekanan untuk intraokular merupakan faktor risiko utama terjadinya glaukoma. mekanisme hubungan diusulkan dan menjelaskan hipertensi glaukoma.

Kerusakan langsung mikrovaskuler dari hipertensi sistemik bisa menganggu aliran darah ke diskus optikus. Gagasan ini didukung oleh studi yang menghubungkan glaukoma dengan aliran darah okular yang abnormal dan penyempitan pembuluh

19

darah retina (Ilyas, 2007; Khurana, 2007; Costa, Arcieri & Harris, 2009). G. Trauma Kelainan mata seperti kelainan lensa, kelainan uvea, trauma, pembedahan katarak atau radang mata dan lain-lain, dapat menyebabkan terjadinya glaukoma. Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang dapat disebabkan atau dihubungkan dengan kelainan mata yang telah diderita sebelumnya atau pada saat itu (Ilyas, 2008; Ilyas, 2000). H. Miopi Bentuk anatomi dari mata merupakan faktor kunci untuk berkembangnya glaukoma. Bentuk anatomi mata orang yang dengan miop (berkaca mata minus) biasanya yang lebih sering terkena glaukoma (Ilyas, 2000). I. Obat-obatan Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya glaukoma adalah pemakaian obat-obatan yang mengandung steroid secara rutin dalam jangka waktu yang lama (Khurana, 2007). 2.3.4 Gejala glaukoma Kebanyakan penderita tidak memberikan gejala pada mata kecuali bila keadaan dimana terjadi gangguan penglihatan. Bila saraf optik mulai rusak akan terjadi pengecilan lapang pandangan dan bila kerusakan telah lanjut maka akan terjadi kebutaan. Pada glaukoma sudut sempit dimana tekanan bola mata mendadak naik maka akan terdapat keluhan penglihatan kabur, rasa sakit yang berat, sakit kepala, halo, rasa mual dan muntah (Ilyas, 2007). Pada glaukoma kronik dengan sudut bilik mata depan terbuka kerusakan saraf optik terjadi perlahan-lahan hampir tanpa keluhan subyektif. Biasanya kalau sudah memberikan keluhan, keadaan glaukomanya sudah lanjut (Ilyas, 2010). Glaukoma akut sangat mengancam terjadinya kebutaan karena datangnya tiba-tiba, atau mungkin didahului gejala prodromal. Gejala prodromal hanya sebentar dan hilang sendiri. Pasien mengeluh mata kabur sebentar pada satu mata atau melihat warna pelangi disekitar lampu atau lilin. 20

Kepalanya sakit sedikit di sebelah mata yang bersangkutan. Bola mata juga terasa agak nyeri. Keluhan-keluhan ini hanya berlangsung setengah sampai dua-tiga jam untuk kemudian hilang. Prodroma akan kembali lagi dan tiap kali akan berlangsung lebih lama dan datangnya makin sering hingga pada suatu saat keadaan tidak pulih lagi tetapi menjadi serangan akut (Ilyas, 2010). 2.3.5 Kerusakan saraf optik Terdapat 1.200.000 sel saraf optik yang tersusun di belakang bola mata. Dokter mata dapat melihat saraf optik dengan alat oftalmoskop melalui manik mata yang dilebarkan. Warna dan bentuk mangkok (papil) optik dapat menentukan adanya kerusakan akibat glaukoma disertai berat kerusakan yang terjadi (Ilyas, 2007). Pada glaukoma, tepi mangkok optik luar menjadi tipis akibat mangkok optik tengah menjadi besar. Bila mangkok optik membesar akibat tekanan bola mata pada glaukoma berarti terjadi kerusakan dari ribuan saraf yang terdapat pada tepi mangkok optik. Kerusakan ini biasanya juga disertai dengan perdarahan kecil pada mangkok optik (Ilyas, 2007). Ekskavasi papil saraf optik biasanya dinyatakan dalam perbandingan dengan lebarnya mangkok optik. Bila rasio perbandingan lebih besar dari 0,4 atau c (cup)/d (disc) rasio > 0,4 maka keadaan ini adalah patologis. Bila terdapat perbedaan gaung (ekskavasi) dan mangkok optik pada kedua mata maka mata tersebut mungkin menderita glaukoma (Ilyas, 2007). 2.3.6 Defek lapang pandangan Gangguan penglihatan terjadi akibat gangguan peredaran darah terutama pada papil saraf optik. Pembuluh darah retina yang mempunyai tekanan sistolik 80mmHg dan diastolik 40 mmHg akan kolaps bila tekanan bola mata 40 mmHg. Akibatnya akan terjadi gangguan peredaran darah serabut saraf retina, yang akan mengganggu fungsinya (Ilyas, 2008). Pembuluh darah kecil papil akan menciut sehingga peredaran darah papil terganggu yang akan mengakibatkan ekskavasi glaukomatosa pada papil saraf optik. Akibat keadaan ini perlahan-lahan terjadi gangguan lapang pandangan dengan gambaran skotoma khas untuk glaukoma. Akan terlihat skotoma berbentuk busur ke arah temporal (skotoma Bjerrum), yang bertemu 21

antara busur atas dan bawah pada rafe saraf yang disebut sebagai skotoma jejaring Rone. Pada suatu keadaan akan terjadi keadaan sedemikian rupa sehingga seluruh lapang pandangan gelap (Ilyas, 2008). 2.3.7 Diagnosis glaukoma Untuk mengetahui ada atau tidaknya glaukoma maka dokter mata akan melakukan pemeriksaan dasar glaukoma seperti pemeriksaan saraf optik, tekanan bola mata, dan lapang pandangan. Bila dua dari tiga pemeriksaan diatas tidak normal maka diagnosis glaukoma sudah dapat dibuat (Ilyas, 2007). Beberapa uji yang sering dilakukan pada mata untuk membuat diagnosis antara lain : a) Membuat anamnesis pribadi atau riwayat pada keluarga. Dokter mata akan menanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita glaukoma. Dalam anamnesis dibutuhkan pula riwayat medis dan pribadi (Ilyas, 2007). b) Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometer atau dengan alat pengukur tekanan bola mata lainnya (Ilyas, 2007). Dikenal empat bentuk tonometri, untuk mengetahui tekanan intraokular yaitu: 1. Digital (palpasi) tonometri, dengan jari telunjuk, kurang tepat karena tergantung faktor subyektif (Ilyas, 2010; Ilyas, 2009). 2. Schiotz tonometri, dengan memberi beban atau indentasi pada permukaan kornea. Menggunakan alat ini pemeriksaannya cepat dan mudah. Kelemahannya adalah apabila hasil pembacaan menjadi terlalu rendah, misalnya pada miopia tinggi (Ilyas, 2010; Ilyas, 2009; Ilyas, 2007). 3. Aplanasi tonometri, dengan tonometer aplanasi Goldmann, mendatarkan permukaan kecil kornea. Untuk mengukur tekanan mata harus diketahui luas penampang yang ditekan alat sampai kornea rata dan jumlah tenaga yang diberikan (Ilyas, 2009; Ilyas, 2010). 4. Tonometri udara (air puff tonometry), yang paling kurang tepat, kurang teliti karena dipergunakan di ruang terbuka (Ilyas, 2009). 22

c) Dokter mata akan melakukan pemeriksaan dan melihat kerusakan yang terjadi pada saraf optik dengan menggunakan oftalmoskopi. Oftalmoskopi adalah alat untuk memeriksa fundus mata, khususnya untuk memperhatikan keadaan papil saraf optik. Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi. Pada pemeriksaan oftalmoskopi, kelainan papil saraf optik ditandai dengan adanya saraf optik yang pucat atau atrofi dan saraf atrofi tergaung. Rasio penggaungan dan besar papil (cup/disk ratio) adalah perbandingan antara besarnya penggaungan papil saraf optik dengan besar atau lebarnya papil. Bila besarnya rasio cup/disk ini lebih dari 0,4 atau besarnya rasio C/D vertikal lebih besar dari 0,2 terhadap rasio C/D horizontal maka keadaan ini dianggap patologis (Ilyas, 2007; Ilyas, 2009; Ilyas, 2010). d) Kampimetri (pemeriksaan lapang pandangan) (Ilyas, 2009). Akibat yang ditimbulkan oleh glaukoma dapat dinilai dari kerusakan lapang pandangan, oleh karena itu pemeriksaan lapang pandangan adalah sangat penting (Ilyas, 2010). Dua cara pemeriksaan lapang pandangan yang umumnya dikenal yaitu: 1. Perimeter Goldmann dan Octopus untuk pemeriksaan lapang pandangan sampai perifer. Pemeriksaan ini lebih berarti kalau glaukoma sudah lebih lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandangan akan ditemukan di daerah tepi, yang kemudian meluas ke tengah (Ilyas, 2010; Ilyas, 2009). 2. Layar Bjerrum untuk pemeriksaan lapang pandangan sentral, yang meliputi daerah luas 30 derajat dari titik fiksasi. Skotomaskotoma para sentral (skotoma Bjerrum) dalam tahap dini ditemukan dengan cara ini. Skotoma ini setengah melingkari titik fiksasi kemudian meluas ke tengah dan akan bergabung dengan skotoma para sentral. Dalam tahap seperti ini tajam penglihatan sentral masih tetap normal. Kemudian kerusakan lapang pandangan akan meluas ke seluruh jurusan dan di sekitar titik fiksasi yang tadinya masih terhindar, kerusakan akan meluas ke tengah. Pada suatu ketika keadaan menjadi demikian rupa, sehingga seluruh lapang pandangan habis, kecuali suatu 23

pulau kecil ( 5 derajat) yang tersisa disekitar titik fiksasi. Dalam keadaan lanjut seperti ini pun, tajam penglihatan masih normal. Keadaan ini dinamakan tunnel vision (penglihatan terowong). e) Pemeriksaan gonioskopi, yaitu pemeriksaan sudut bilik mata dengan menggunakan lensa gonioskopi yang disebut goniolens dengan suatu sistem prisma dan penyinaran. Dalam hal glaukoma, gonioskopi diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Alat ini dapat membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup. Begitu pula dapat diperiksa apakah ada perlekatan iris bagian perifer dan kelainan lainnya. (Ilyas, 2010; Ilyas, 2008; Ilyas, 2007; Ilyas, 2009). Selain pemeriksaan-pemeriksaan di atas, ada beberapa pemeriksaan lainnya yang menyokong adanya glaukoma pada seseorang, antara lain yaitu dengan uji variasi diurnal. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah tekanan bola mata pasien meninggi pada satu saat dalam satu hari yang mengakibatkan timbulnya gejala glaukoma pada penderita tanpa tingginya tekanan bola mata pada saat pemeriksaan rutin (Ilyas, 2009). Selain itu, dikenal beberapa cara untuk membangkitkan glaukoma yang tidak jelas tinggi tekanannya. Uji ini disebut sebagai uji provokasi (Ilyas, 2008; Ilyas, 2009). Uji provokasi dilakukan khusus untuk jenis glaukoma, misalnya untuk: 1. Glaukoma sudut terbuka, digunakan uji steroid, uji priskol dan uji minum air (water drinking test). Pada uji minum air, pemeriksaan dilakukan dengan pasien diminta minum air sebanyak 1 liter dalam waktu 5 menit. Bila tekanan bola mata sebelum dan sesudah minum air ini berbeda 8 mmHg berarti pasien menderita glaukoma (Ilyas, 2008; Ilyas, 2009). 2. Glaukoma sudut sempit atau tertutup, digunakan uji kamar gelap, uji midriatik, uji homatropin dan uji pilokarpin. Pada uji midriatika, pasien matanya ditetesi dengan midriatika. Midriasis akan mengakibatkan sudut bertambah tertutup dan bertambah kemungkinan terbendungnya akuos humor. Kemudian diukur tekanan bola matanya setiap jam selama 2 jam. Bila terjadi

24

perubahan tekanan bola mata lebih dari 8 mmHg berarti pasien menderita glaukoma (Ilyas, 2008; Ilyas, 2009) 2.3.8 Penatalaksanaan medis terhadap penanggulangan glaukoma Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, namun pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Penderita glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata, operasi laser dan pembedahan. Menurunkan tekanan pada mata dapat mencegah kerusakan penglihatan yang lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan penglihatan (PERDAMI, 2008). Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan untuk penanggulangan terhadap penderita glaukoma antara lain adalah: 2.3.8.1 Pengobatan glaukoma sudut tertutup Pertama-tama harus diingat bahwa glaukoma sudut tertutup akut merupakan masalah pembedahan. Pengobatan dengan obat harus dilaksanakan sebagai tindakan pertolongan darurat. 1. Pengobatan dengan obat-obatan: Miotik: yang paling mudah didapat adalah pilokarpin 24% tetes mata yang diteteskan tiap menit 1 tetes selama 5 menit, kemudian disusul 1 tetes tiap jam sampai 6 jam. Hasil pilokarpin adalah miosis dan karenanya melepaskan iris dari jangkauan trabekulum. Sudut bilik mata depan akan terbuka. Carbonic anhidrase inhibitor: yang biasa dipakai adalah tablet asetazolamid, @ 250 mg, 2 tablet sekaligus, kemudian disusul tiap 4 jam 1 tablet sampai 24 jam. Fungsi asetazolamid humor. Obat hiperosmotik: yang paling mudah adalah larutan gliserin, 50% yang diberikan oral. Dosis 1-1,5 gram/kg BB. Gliserin ini harus diminum sekaligus. Karena gliserin terlalu manis hingga dapat menyebabkan rasa mual, boleh diteteskan jeruk nipis. Obat hiperosmotik lain yaitu Mannitol adalah mengurangi pembentukan akuos

25

20%,

lebih

jarang

dipakai.

Fungsi

obat

ini

untuk

mempertinggi daya osmosis plasma. Morfin: suntikan 10-15 mg mengurangi rasa sakit dan mengecilkan pupil (Ilyas, 2010). 2. Bedah laser Pada glaukoma sudut tertutup terdapat hambatan relatif pengaliran keluar cairan dari bilik mata belakang melalui pupil ke bilik mata depan. Iridotomi merupakan suatu tindakan bedah glaukoma yang sering dilakukan pada glukoma sudut tertutup. Iridotomi laser dilakukan untuk mendapatkan lubang pada bagian iris yang berwarna. Pada keadaan ini dibuat sebuah lubang kecil pada selaput pelangi perifer (Ilyas, 2007). 3. Pembedahan Sebelum pembedahan, tiap glaukoma akut harus diobati terlebih dahulu. Dengan cara seperti tersebut di atas tekanan bola mata yang tadinya sangat tinggi diturunkan dahulu sampai di bawah 25 mmHg. Jenis pembedahan yang dilakukan yaitu: a. Iridektomi perifer Indikasi: Pembedahan ini digunakan untuk glaukoma dalam fase prodromal, glaukoma akut yang baru terjadi atau untuk tindakan pencegahan pada mata sebelahnya yang masih sehat. Teknik: Pada prinsipnya dibuat lubang di bagian perifer iris. Maksudnya adalah untuk menghindari hambatan pupil. Iridektomi ini biasanya dibuat di sisi temporal atas. b. Pembedahan filtrasi Indikasi: Pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma akut sudah berlangsung lama atau penderita sudah masuk stadium glaukoma kongestif kronik. Trepanasi Elliot: sebuah lubang kecil berukuran 1,5 mm dibuat di daerah kornea-skleral, kemudian ditutup oleh konjungtiva dengan tujuan agar akuos mengalir langsung dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva.

26

Sklerotomi Scheie: kornea-skleral dikauterisasi agar luka tidak menutup kembali dengan sempurna, dengan tujuan agar akuos mengalir langsung dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva. Trabekulektomi yaitu dengan mengangkat trabekulum sehingga terbentuk celah untuk mengalirkan cairan mata masuk ke dalam kanal Schlemm. 2.3.8.2 Pengobatan glaukoma sudut terbuka Pengobatan glaukoma sudut terbuka diberikan secara teratur dan pembedahan hanya dilakukan apabila pengobatan tidak mencapai hasil memuaskan. Tujuan pengobatan glaukoma ialah untuk melindungi penglihatan dengan menurunkan tekanan bola mata yang merusak saraf optik. Pada glaukoma sudut terbuka obat-obatan diberikan satu demi satu atau kalau perlu kemudian baru di kombinasi. 1. Pengobatan dengan obat-obatan (AAO, 2006). Miotik: Pilokarpin 2 4%, 3 6 kali 1 tetes sehari (membesarkan pengeluaran cairan mata outflow) Eserin 1/4 - 1%, 3 6 kali 1 tetes sehari (membesarkan pengeluaran cairan mata outflow) Simpatomimetik Epinefrine 0,5 2%, 1 2 kali 1 tetes sehari (mempercepat aliran keluar akuos humor) Beta-blocker Timolol maleate 0,25 0,50%, 1 2 kali tetes sehari (menurunkan produksi akuos humor) Carbonic anhidrase inhibitor Asetazolamid 250 mg, 4 kali 1 tablet (menurunkan produksi akuos humor). Kalau tidak berhasil, frekwensi tetes mata dinaikkan atau presentase obat ditingkatkan atau ditambah dengan obat tetes lain seperti epinefrine atau tablet asetazolamid.

27

2. Bedah Laser Bedah laser pada glaukoma dengan argon laser trabekuloplasti bertambah populer pada saat ini. Prosedur pelaksanaannya memakan waktu kira-kira 20 menit tanpa rasa sakit dan tidak perlu dirawat. Tindakan laser akan menurunkan tekanan pada 80% pasien dengan glaukoma sudut terbuka. Bedah laser yang sering dilakukan adalah trabekuloplasti laser. Trabekuloplasti laser dilakukan dengan membakar daerah anyaman trabekulum yang akan mempercepat pengaliran cairan mata keluar. Akan tetapi umumnya hasil tidak jelas pada glaukoma sudut terbuka (Ilyas, 2007). 3. Pembedahan Apabila obat-obatan yang maksimal tidak berhasil menahan tekanan bola mata rata-rata di bawah 21 mmHg dan lapang pandangan terus mundur maka dilakukan pembedahan. Tujuan pembedahan adalah membuat filtrasi jalan keluar cairan mata (Ilyas, 2007; Ilyas, 2010). Jenis pembedahan yang dipakai adalah trepanasi Elliot atau pembedahan sklerotomi Scheie. Akhir-akhir ini operasi yang popular adalah trabekulektomi. Pada trabekulektomi ini cairan mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat atau salurannya diperluas. Sebuah saluran dibuat untuk memungkinkan cairan mata keluar dan masuk di bawah konjungtiva. Tindakan ini dapat 2010). 2.4 Hipertensi 2.4.1 Pengertian hipertensi Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang di bawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan menyelamatkan sisa penglihatan yang ada tapi tidak memperbaiki lapang pandangan yang telah rusak (Ilyas, 2007; Ilyas,

28

gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Sustrani dkk, 2004). 2.4.2 Kriteria dan klasifikasi hipertensi Menurut Seventh Report Of The Joint National Committee On Prevention Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure (JNC VII) batas normal tekanan darah adalah 120140 mmHg sistolik dan 8090 mmHg diastolik. Dan seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140 mmHg untuk tekanan sistoliknya dan 90 mmHg untuk tekanan diastoliknya. Selain klasifikasi tersebut, hipertensi juga bisa diklasifikasikan menurut perubahan yang terjadi pada retina mata. Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi berdasarkan adanya perubahan pada retina mata Klasifikasi Perubahan pada Retina Grup 1 Konstriksi arteriol retina Grup 2 Grup 3 Grup 4 Tabel 2.2 Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Orang Dewasa Dengan Usia Diatas 18 Tahun Menurut The Seventh Report Of The Joint National Committee On Prevention Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure (2003) Kategori Normal Pre Hipertensi Hipertensi Stadium 1 Hipertensi Stadium 2 2.4.3 Gejala hipertensi Gejalagejala hipertensi antara lain sakit kepala, jantung berdebardebar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering Tekanan darah sistolik (mmHg) <120 120 139 140 159 160 Tekanan darah diastolik (mmHg) < 80 80 89 90 99 100 Konstriksi dan sklerosis arteriol retina Kondisi seperti pada grup 2 ditambah dengan adanya perdarahan dan eksudasi Edema papil arteriol retina

29

buang air kecil terutama di malam hari, telinga berdenging (tinnitus) dan dunia terasa berputar (Sustrani dkk, 2004). 2.5 Hubungan tekanan darah dan glaukoma Hubungan antara tekanan darah dan prevalensi terjadinya serta progresifitas dari Glaukoma masih menjadi kontroversi. Hipotesis vaskular atau iskemik mendalilkan bahwa kerusakan glaukomatosa dapat disebabkan atau difasilitasi oleh tidak memadainya perfusi dari bagian proksimal saraf optik. Untuk menjelaskan hubungan antara tekanan darah dan glaukoma tersebut, maka diperlukan pemahaman tentang konsep autoregulasi. Autoregulasi adalah istilah yang diterapkan untuk fenomena fisiologis di mana terjadi perubahan resistansi secara dinamis untuk menjaga aliran di suatu tingkat tetap, sesuai yang dibutuhkan oleh aktivitas lokal maupun metabolik meskipun terjadi perubahan pada tekanan perfusi. Misalnya, ketika tekanan arteri berubah atau ketika tekanan vena dipengaruhi oleh TIO. Menurut Anderson, ketika tekanan vena pada mata meningkat akibat TIO, maka perbedaan tekanan arteriovenosus menjadi berkurang, dan suplai nutrisi dipertahankan hanya karena autoregulasi aliran darah. Iskemik yang diinduksi TIO dapat terjadi bila autoregulasi mengalami gangguan, baik akibat adanya defisiensi bawaan atau sebagai akibat dari penyakit vasospastic. Autoregulasi juga bisa terganggu jika suatu penyakit lain telah banyak menggunakan kapasitas autoregulasi, sehingga hanya sedikit yang tersisa untuk menanggapi masalah tambahan dari TIO. Pada Glaukoma, terjadinya peningkatan TIO lebih tinggi dari tekanan vena orbita akan mengurangi tekanan perfusi dari intraokular, yang akan menyebabkan permasalahan pada sirkulasi. Beberapa mekanisme patofisiologi telah diusulkan untuk menjelaskan hubungan antara hipertensi dan Glaukoma. Kerusakan langsung mikrovaskuler dari hipertensi sistemik bisa menganggu aliran darah ke diskus optikus. Gagasan ini didukung oleh studi yang menghubungkan glaukoma dengan aliran darah okular yang abnormal, dan penyempitan pembuluh darah retina. Hipertensi dapat pula menganggu autoregulasi dari sirkulasi arteri siliaris posterior, yang memang sudah terganggu pada penyakit Glaukoma.

30

Anda mungkin juga menyukai