Anda di halaman 1dari 3

Nilai Kejujuran, Kegelisahan, dan Tanggung Jawab Kaitannya dengan Sistem Pemilu yang Diterapkan di Indonesia

Rini Fauzia Astuti 0906493395 Dalam kehidupan ini, kita pasti menemukan nilai-nilai yang secara langsung atau tidak langsung dianut oleh masyarakat. Nilai-nilai tersebut bersumber dari adat istiadat masyarakat zaman dahulu yang secara turun menurun diturunkan. Nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat bemacam-macam, namun dalam Laporan Tugas Mandiri ini, saya akan membahas nilai kejujuran, kegelisahan, dan tanggung jawab yang kaitannya dengan sistem pemilu yang selama ini diterapkan di Indonesia. 1. Nilai Kejujuran Berbicara tentang kejujuran, secara otomatis kita akan berbicara tentang sikap moral. Sikap moral yang sebenarnya diistilahkan sebagai molaritas. Yang dimaksudkan molaritas di sini adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul dilakukan tanpa pamrih (Dewi, 2009). Pengertian kejujuran itu sendiri yang akar katanya jujur, dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti lurus hati; tidak berbohong; tidak curang; tulus; ikhlas. Sehingga kejujuran diartikan sebagai sifat jujur; ketulusan hati atau kelurusan hati (Pusat Bahasa Depdiknas, 2001: 479 dalam Dewi, 2009). Kejujuran jelas sangat penting dalam kehidupan ini, tetapi ironisnya banyak orang yang mempermainkan kejujuran atau bahkan menjual kejujuran tersebut demi alasan tertentu. Jika hal ini terus-menerus berlangsung, jelas akan melunturkan rasa kejujuran yang ada pada masing-masing individu, dalam hal ini saya akan membahasnya terkait dengan sistem pemilu yang selama ini diterapkan di Indonesia. Jika ditelaah, ternyata nilai-nilai kejujuran yang diterapkan dalam sistem pemilu di Indonesia masih belum bisa disebut kejujuran yang benar-benar murni, karena ternyata banyak kecurangan-kecurangan yang terjadi. Misalnya dalam

organisasi kepanitiaan DPT, banyak pihak-pihak yang terkait melakukan kecurangan dengan adanya pemilih ganda atau adanya pemilih yang seharusnya belum punya hak untuk memilih. Contohnya, anak-anak yang belum cukup umur untuk memilih. 2. Nilai Kegelisahan Kegelisahan adalah rasa tidak tentram, tidak tenang, tidak sabar, rasa khawatir/cemas pada manusia. Jadi gelisah merupakan suatu rasa negatif yang berkembang dalam diri manusia, sifatnya psikologis/kejiwaan (Dewi, 2009). Penyebab kegelisahan dapat pula dikatakan akibat mempunyai kemampuan untuk membaca dunia dan mengetahui misteri kehidupan, seperti saaat ada berita bahwa akan terjadi gempa dengan skala yang cukup besar, maka masyarakat akan merasa panik dan gelisah. Jika nilai kegelisahan ini dihubungkan dengan sistem pemilu yang ada di Indonesia, maka penerapannya yaitu para calon presiden ataupun legislatif, akan merasa gelisah saat pemilu berlangsung. Mereka menerka-nerka apa yang akan terjadi dan siapa calon kandidat yang akan terpilih dan dari rasa ini, tekadang mereka berbuat curang dengan mencari orang-orang yang bisa mensukseskannya menjadi seorang presiden atau orang-orang yang duduk di badan legislatif. Hal ini jelas menyimpang juga kepada nilai kejujuran. 3. Nilai Tanggung Jawab Tanggung jawab mempunyai beberapa pengertian yang antara lain, kewajiban dalam melakukan tugas tertentu. Tanggung jawab timbul karena telah diterimanya suatu wewenang, sehingga membentuk hubungan tertentu antara pemberi wewenang dan penerima wewenang. Tanggung jawab juga sesuatu yang menjadikan kewajiban untuk dilaksanakan, dibalas, dan sebagainya dan tanggung jawab juga diartikan sebagai kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya, berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Manusia mempunyai berbagai macam tanggung jawab, diantaranya

tanggung jawab terhadap diri sendiri, tanggung jawab terhadap keluarga, tanggung jawab terhadap masyarakat dan tanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Jika dikaitkan dengan sistem pemilu yang diterapkan negara kita Indonesia, maka hasil dari pemilu tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi penghitungan suara maupun kandidat yang terpilih, sehingga hasil yang didapat benar-benar bersih. Kandidat yang telah terpilih, diharapkan apa yang nantinya ia lakukan, dapat dipertanggungjawabkan baik untuk dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, dan Tuhan Yang Maha Esa.

Referensi: Dewi, I., et al. (2009). Buku Ajar II MPKT: Manusia, Akhlak, Budi Pekerti, dan Mayarakat. Jakarta: UI-Press. Sulaeman, M. (2005). Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai