net/publication/352519199
CITATIONS READS
0 1,000
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Fx Anjar Tri Laksono on 18 June 2021.
Oleh:
FX Anjar Tri Laksono
Penerbit
Universitas Jenderal Soedirman
2021
Monograf
Penulis:
FX Anjar Tri Laksono
Editor Isi:
Dr. Ir. Asmoro Widagdo, S.T., M.T., IPP.
Editor Bahasa:
Erwita Nurdiyanto, S.S., M.A.
Diterbitkan oleh:
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
Gd. BPU Percetakan dan Penerbitan (UNSOED Press)
Telp. (0281) 626070
Email: unsoedpresspwt@gmail.com
Anggota
Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia
Nomor : 003.027.1.03.2018
viii + 74 hal., 15 x 23 cm
ISBN : 978-623-6783-45-0
iii
DAFTAR ISI
v
DAFTAR GAMBAR
Tabel 4.1 Data strike dip kekar gerus Desa Putatsari STA 35 ... 50
Tabel 4.2 Perhitungan MAT ...................................................... 57
Tabel 4.2 Data Hasil Perhitungan Debit Sungai Tarub .............. 63
1.1 Permasalahan
Berdasarkan letak geografisnya Kota Purwodadi terletak di
Provinsi Jawa Tengah bagian timur, yaitu di jalur lalu lintas alternatif dari
Semarang-Surabaya dan menjadi jalur penghubung atau kota transit dari
kota-kota di pantura timur yaitu Kudus, Pati, Jepara, Rembang, dan Blora
menuju ke Kota Solo. Kota ini secara topografi berbentuk lembah yang
diapit oleh dua pegunungan kapur yaitu Pegunungan Kendeng atau
Pegunungan Kapur Selatan di bagian selatan dan Pegunungan Kapur
Utara di bagian utara, yang dibatasi oleh Sungai Lusi di sisi timur dan
utara kota yang selanjutnya bergabung dengan Sungai Serang mengalir ke
Laut Jawa. Bagian tengah wilayahnya adalah dataran rendah.
Kajian ini fokus pada pemetaan geologi yang meliputi Desa
Kemandonbatur, Tarub, Godan, Tanggungharjo, Lebak, dan Plosorejo,
Kecamatan Grobogan, Purwodadi Jawa Tengah. Daerah-daerah tersebut
sampai saat ini masih belum terpetakan secara detail/rinci, sehingga
dengan pemetaan geologi ini diharapkan dapat melengkapi data-data
kondisi geologi daerah setempat dari pemetaan geologi sebelumnya.
Selain itu adanya kajian ini juga diharapkan dapat memecahkan persoalan
tentang ketersediaan dan keterjangkauan air bersih pada daerah tersebut
terutama dalam pertimbangan aspek geologi yang ada.
Maksud dari kegiatan pemetaan geologi ini adalah menganalisis
geomorfologi, litologi, struktur geologi, dan potensi sumberdaya alam
positif daerah Godan dan sekitarnya. Sedangkan Tujuan dari pemetaan
geologi ini adalah membuat peta geomorfologi, peta geologi, rekonstruksi
sejarah geologi daerah, dan mengetahui potensi sumberdaya alam positif
yang dapat dikembangkan dengan baik pada daerah studi kasus.
1
guna lahan, maupun potensi sumberdaya alam. Setelah itu, langkah
selanjutnya adalah dengan melakukan proses pengolahan data yaitu
analisis terhadap data topografi, petrologi, petrografi, strike-dip bidang
perlapisan dan struktur geologi sehingga dapat dibuat peta geomorfologi,
geologi, tata guna lahan, dan rekonstruksi sejarah geologi.
Gambar 2.1 Kabupaten Grobogan termasuk kedalam Zona Rembang pada peta
fisiografi daerah Jawa Tengah (Prihanto et al., 2018).
Zona Rembang adalah zona yang meliputi pantai utara Jawa yang
membentang dari Tuban ke arah timur melalui Lamongan, Gresik, dan
hampir keseluruhan Pulau Madura. Zona Rembang merupakan daerah
dataran yang berundulasi dengan jajaran perbukitan yang berarah barat-
timur dan berselingan dengan dataran aluvial. Lebar rata-rata zona ini
adalah 50 km2 dengan puncak tertinggi 515 meter (Gading) dan 491
meter (Tungangan). Litologi Karbonat mendominasi zona ini.
Aksesibilitas cukup mudah dan karakter tanah keras (Indranadi et al.,
2010).
3
Jalur Rembang terdiri dari Pegunungan Lipatan berbentuk
Antiklinorium yang memanjang dari arah barat ke timur, dari Kota
Purwodadi melalui Blora, Jatirogo, Tuban sampai Pulau Madura.
Morfologi di daerah tersebut dapat dibagi menjadi 3 satuan, yaitu Satuan
Morfologi dataran rendah, perbukitan bergelombang dan Satuan
Morfologi perbukitan terjal, dengan punggung perbukitan tersebut
umumnya memanjang berarah Barat-Timur, sehingga pola aliran sungai
umumnya hampir sejajar (sub-parallel) dan sebagian berpola mencabang
(dendritik) (Pulunggono & Martodjojo, 1994). Bagian utara
Antiklinorium Rembang mengandung formasi batuan berumur Miosen
Awal. Suatu kelompok antiklin yang terdapat di bagian selatan dikenal
sebagai Zona Rembang Tengah dan Selatan (Cepu Trend). Pada bagian
utara terdapat 2 gunungapi Pleistosen yakni Gunung Muria dan Gunung
Lasem. Selain itu Zona Rembang sendiri merupakan bagian dari
cekungan sedimentasi Jawa Timur bagian utara (East Java Geosynclin).
Cekungan ini terbentuk pada Oligosen Akhir yang berarah Timur- Barat
hampir sejajar dengan Pulau Jawa (Purasongka et al., 2015).
Secara geografis, cekungan Jawa Timur bagian utara terletak di
bagian utara jawa, memanjang dengan arah barat-timur kurang lebih 250
km, meliputi Kota Semarang sampai Kota Surabaya dengan lebar 60 km
sampai 70 km. Berubah secara berangsur-angsur ke arah utara menjadi
Cekungan Laut Jawa Utara, ke barat berhubungan dengan Cekungan
Jawa Barat Utara, ke selatan menerus hingga Cekungan Kendeng dan
berlanjut ke timur meliputi Pulau Madura (Kusumayudha et al., 2019).
Cekungan Jawa Timur bagian utara dapat dibagi menjadi beberapa unsur
struktur (Pramono, 2017) dalam hal ini penamaan unsur-unsur struktur
tersebut sepadan dengan penamaan dan pembagian fisiografi dari
(Romario, 2016), yaitu dari utara ke selatan: Zona rembang, Depresi
Kujung-Solo, Depresi Pati-Semarang, dan Zona Randublatung.
Secara fisiografi (Kuncoro et al., 2019) membagi Daerah Jawa
Timur menjadi tujuh zona fisiografi mulai dari selatan ke utara yaitu:
1. Pegunungan Selatan jawa
2. Vulkanik Kuarter
3. Dome dan Pematang pada jalur Central Deposit Jawa
4. Antiklinorium Kendeng
5. Depresi Randublatung
6. Dataran Alluvial Jawa Utara
7. Antiklinorium Rembang-Madura (Daerah Pemetaan)
2.1.2 Stratigrafi
Secara regional daerah Kabupaten Grobogan dan sekitarnya telah
dipetakan dalam peta geologi skala 1:100.000 yang dibuat oleh Pusat
Survei Geologi Bandung (PSG) yang tergambarkan dalam lembar peta
3.1 Metodologi
Dalam pelaksanaan kegiatan pemetaan geologi, dilakukan
beberapa metode-metode pemetaan dengan mempergunakan beberapa
peralatan dan bahan hingga disusunnya laporan dan poster geologi.
Berikut ini adalah metode-metode dan peralatan yang digunakan, yaitu:
11
pengambilan sampel, dan dokumentasi berupa foto-foto keadaan
lapangan, pada tahap ini kegiatan dilakukan selama 8 hari.
Selanjutnya terakhir adalah checking lapangan bersama
dosen pembimbing untuk lebih memperjelas data-data dari hasil
pemetaan yang masih diragukan, kegiatan checking lapangan
dilakukan selama 2 hari.
Daerah pemetaan
U
3.3.2 Demografi
Jumlah penduduk di kabupaten Grobogan pada tahun 2010
adalah sebesar 1.413.328 jiwa, yang terdiri dari 680.376 jiwa penduduk
laki – laki dan 732.952 jiwa penduduk perempuan. Dengan demikian,
jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari pada penduduk laki - laki.
Laju pertumbuham penduduk di Kabupaten Grobogan berkisar 1,3%.
Meskipun memiliki kecenderungan menurun, namun masih belum
mencapai target laju pertumbuhan penduduk ideal yaitu laju pertumbuhan
nol (zero population growth) (Susanto, 2017).
3.3.3 Sosial
Pekerjaan penduduk di Kabupaten Grobogan diperinci per
kecamatan berdasarkan penduduk 10 tahun keatas, yang bekerja selama
seminggu. Menurut lapangan pekerjaan pada tahun 2008 penduduk yang
bekerja pada sektor pertanian adalah yang terbesar mencapai 69,72 %,
pengusaha 3,20 %, buruh industri/konstruksi 8,06%, pedagang 6,06%,
pegawai negeri sipil /TNI/POLRI 3,1 %, pensiunan 0,99 %, lainnya 8,87
3.3.4 Lingkungan
Secara umum di Kabupaten Grobogan tidak terdapat kawasan
khusus, sementara ini yang ada adalah kawasan lindung yang hal tersebut
telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Grobogan Nomor 10
Tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW)
Kabupaten Daerah Tingkat II Grobogan. Alokasi pemanfaatan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Derah Nomor 10 Tahun 1994
adalah kawasan Lindung terdiri dari :
1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya
yang meliputi: (1) Kawasan yang mempunyai kelerengan di atas
40% berada di Kecamatan Grobogan, Brati, Tawangharjo dan
Wirosari dengan luas kawasan sebesar 448,50 Ha. (2) Kawasan
resapan air yang berada di 30 Desa yang tersebar di Kecamatan
Tanggungharjo, Kedungjati, Karangrayung, Penawangan, Toroh,
Geyer, Pulokulon, Kradenan, Gabus, Klambu dan Grobogan.
2. Kawasan Perlindungan setempat yang meliputi: kawasan
Sempadan Sungai seluas 7.265 Ha, kawasan Sempadan Waduk
(Waduk Gambrengan, Sanggeh, Butak, Simo, Nglangon,
Kenteng) dengan luas total 149 Ha, kawasan sempadan mata air
dengan luas total 1.382 Ha.
3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya, yang meliputi:
kawasan Bledug Kuwu seluas 168,75 Ha, kawasan Mrapen,
kawasan Makam Ki Ageng Tarub, kawasan Makam Ki Ageng
Selo, kawasan Gua Lawa, Gua Macan dan kawasan Gua Urang
seluas 12,56 Ha.
Gambar 3.2 Diagram alir penelitian pemetaan geologi di Daerah Godan dan
sekitarnya.
3.5.2 Bahan
a. Peta Topografi
b. Peta Rupa bumi Digital Indonesia (RBI) Daerah Grobogan
dengan skala 1:25.000, lembar No. 1408-644 (Srijono & Nadia,
2013).
c. Peta Geologi Regional Skala 1 : 100.000 Lembar Salatiga
(Fauzih et al., 2019)
d. Kantong Sampel
e. Stereonet
f. Software Corel Draw X5
g. Software Mapinfo
h. Software MS.Word
i. Software DIPS
j. Software Global Mapper
Gambar 4.1 Peta geomorfologi daerah Godan dan sekitarnya terdiri dari 2
satuan yaitu bentuklahan denudasional bergelombang landai dan fluvial
bergelombang landai (EC00202016398).
19
37,5 meter, maka menurut van Zuidam (1983) satuan ini diklasifikasikan
sebagai satuan bentuklahan fluvial bergelombang landai.
Perhitungan morfometri satuan bentuklahan ini hingga
mendapatkan angka persen kelerengan sebesar 5,53% dan beda tinggi
37,5 meter adalah sebagai berikut:
% lereng = ∆h/d x 100%
IK = 1/2000 x 25000 = 12,5 m
∆h = n kontur x IK = 3 x 12,5 = 37,5 m
d = panjang sayatan x skala peta
Sayatan 1
d = 2 x 25.000 = 50.000 cm = 500 m
% lereng = 37,5/500 x 100% = 7,5 %
Sayatan 2
d = 4 x 25.000 = 100.000 cm = 1000 m
% lereng = 37,5/1000 x 100% = 3,75 %
Sayatan 3
d = 2,8 x 25.000 = 70.000 cm = 700 m
% lereng = 37,5/700 x 100% = 5,35 %
Rata-rata lereng fluvial = (7,5% + 3,75% + 5,35%)/3 = 5,53%
Beda tinggi = Tophill - Lowhill = 87,5 - 50 = 37,5 m. Jadi berdasarkan
klasifikasi relief Van Zuidam (1983) satuan bentuklahan fluvial ini
tergolong bergelombang landai.
Pola penyaluran dendritik berkembang pada satuan geomorfologi
ini. Pola penyaluran ini menunjukkan ciri khas alirannya bercabangan
seperti cabang – cabang pohon. Seperti pola dendritik pada umumnya,
pada daerah ini pola dendritik juga memiliki sungai utama yang
bercabang menjadi beberapa anak sungai atau anak-anak sungai
bergabung jadi satu aliran pada sungai utama. Sungai utama pada satuan
bentuklahan fluvial ini yaitu Sungai Kemandonbatur, sedangkan anak-
anak sungainya yaitu Sungai Godan dan Sungai Tarub yang terletak pada
satuan bentuklahan denudasional. Selain sungai yang memiliki pola
pengaliran dendritik, terdapat pula sungai yang memiliki pola multi
basinal artinya pola pengalirannya tidak sempurna, kadang tampak dan
kadang hilang atau yang disebut sungai bawah tanah. Pola ini
berkembang pada derah yang didominasi batugamping tepatnya pada
pemetaan ini berada di Desa Plosorejo. Akan tetapi antara sungai yang
memiliki pola pengaliran dendritik dengan sungai yang memiliki pola
multi basinal merupakan sungai yang bersifat periodik karena hanya
aktif/terdapat aliran air ketika musim penghujan atau ada suplai air yang
besar dari daerah lain (gambar 4.2).
Gambar 4.2 Kondisi Aliran Sungai Plosorejo STA 15 Saat Musim kemarau
Channel
Meander
Point bar
Bidang
longsoran
4.1.2 Stratigrafi
Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan,
hubungan, dan kejadian atau genesa macam-macam batuan di Alam
dengan ruang dan waktu, menurut Sandi Stratigrafi Indonesia, sedangkan
pengertian Stratigrafi secara harfiah adalah studi mengenai sejarah,
komposisi, dan umur relatif serta distribusi perlapisan batuan dan
interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah Bumi.
Dalam penentuan Stratigrafi, kita tidak boleh terlepas dari
hukum-hukum Stratigrafi yang telah ada, seperti :
Batulempung
Batulempung
Batupasir
karbonatan
Suture Kamar
Kamar
Algae
porositas
Algae
Gambar 4.18 Sayatan Batugamping STA 1 Nikol Bersilang dengan Baji Kuarsa
Matrik
s
Spora
3. Satuan Batugamping
Penyebaran dari satuan batugamping yaitu di Desa Tarub
tepatnya terdapat di STA 10, 12, 16, 20, 52, dan 53. Karakteristik
batugamping yang ditemukan pada daerah satuan batuan tersebut adalah
berwarna putih kecokelatan, ukuran butir pasir sedang (1/4-½ mm) –
kasar (1/2-1 mm), terdapat beberapa fosil foraminifera dan molluska
seperti Gastropoda dan Pelecypoda, memiliki kilap tanah, goresan
berwarna putih sampai putih keabu-abuan, pecahan uneven, dan
kekerasan antara 2,9-3,2 Skala Mohs karena mulai dapat tergores dengan
kawat. Batugamping yang ditemukan memiliki tingkat pelapukan
tergolong tinggi sampai completely weathering karena telah mengalami
1. Kekar
Secara harfiah kekar memiliki pengertian rekahan pada batuan
yang belum mengalami pergeseran, namun pengertian tersebut akan
berubah sesuai proses pembentukan kekar itu sendiri. Pada daerah
pemetaan, kekar-kekar yang dominan berkembang merupakam kekar-
kekar yang terbentuk akibat hilangnya pembebanan batuan di atasnya dan
akibat adanya gaya kompresi yang mengenai tubuh batuan. Pada
umumnya kekar yang terbentuk akibat hilangnya pembebanan batuan
diatasnya yang tidak memiliki pola teratur atau rekahan yang terbentuk
memiliki orientasi yang acak.
Gambar 4.26 Kekar berpasangan yang terbentuk akibat gaya kompresi. Lokasi :
Desa Putatsari STA 35
2. Sesar
Secara harfiah sesar memiliki pengertian rekahan pada batuan
yang telah mengalami pergeseran. Pada daerah pemetaan dijumpai
indikasi sesar berdasarkan persebaran litologi. Dalam hal ini terjadi
perulangan atau repeat section litologi yang sama yaitu batulempung
karbonatan sisipan batugamping. Seharusnya Batulempung karbonatan
sisipan batugamping secara stratigrafi letaknya berada di bawah satuan
batuagamping dan di atas satuan batulempung karbonatan. Akan tetapi
Sigma 3
4. Sejarah Geologi
Sejarah geologi daerah pemetaan dimulai pada saat Kala Miosen
Awal hingga Miosen Tengah (N8-N12) yaitu dimulai dengan
terendapkannya material sedimen halus berukuran lempung pada zona
laut dangkal/neritik yang dibuktikan dengan batulempung karbonatan
banyak terdapat fosil molluska terutama Gastropoda, Pelecypoda, dan
Foraminifera planktonik, sedangkan beberapa suplai batulempung non
karbonatan yang juga dijumpai dimungkinkan berasal dari sedimen halus
terestrial pada zona supratidal yang mengendapkan material tersebut di
lingkungan laut dangkal. Terendapkannya material sedimen halus
tersebut di zona neritik menyebabkan banyak organisme bercangkang
karbonatan mati dan terendapkan di material sedimen halus yang belum
terkompaksikan, setelah itu saat mengalami proses diagenesis cetakan
fosil bercangkang karbonatan tersebut juga akan ikut mengalami proses
diagenesis, arah pelamparan dari lapisan ini semakin mengarah ke zona
litoral dan akan semakin menipis dan kemudian menghilang. Hal ini
dibuktikan dengan semakin sedikitnya fosil cangkang karbonatan yang
dijumpai, karena pada zona terestrial organisme bercangkang karbonatan
semakin sedikit yang hidup. Selama waktu geologi tersebut material
sedimen halus berukuran lempung (< 1/256 mm) berdasarkan skala
wentworth mengalami proses diagenesis sehingga membentuk suatu
lapisan batuan yang kompak atau masif. Pada Miosen Tengah bagian atas
hingga Miosen Akhir bagian awal (N14-N16) terjadi pembentukan
lapisan batulempung karbonat yang berasal dari material sedimen laut
dangkal yang mengandung banyak organisme bercangkang karbonatan.
Pembentukan lapisan batulempung karbonat ini dengan adanya sisipan
batugamping yang berasal dari organisme laut dangkal selaras
menumpang di atas batulempung karbonatan yang telah terbentuk
sebelumnya. Pembentukan batulempung karbonatan ini dimungkinkan
karena suplai dari organisme laut dangkal yang bercangkang karbonatan
lebih dominan dibandingkan dengan suplai material sedimen non
karbonatan yang kemungkinan besar berasal dari material sedimen
2. Mata Air
Terdapat beberapa sumber mataair di daerah pemetaan, yaitu di
Desa Plosorejo. Mataair ini dapat keluar dipermukaan bisa disebabkan
oleh adanya rekahan pada zona akuifer yang berada pada daerah tersebut,
ataupun dapat disebabkan oleh topografi yang terpotong. Mataair ini
dimanfaatkan oleh warga sebagai sarana penyedian air untuk kegiatan
sehari-hari bahkan beberapa ada yang digunakan sebagai tempat
pemandian wisata desa walaupun belum begitu terkenal namanya adalah
kawasan wisata telaga bidadari gambar 4.32..
Skala 1:25.000
Gambar 4.34 Kontur 3D
Skala 1:25.000
Gambar 4.36 Overlay 1
Skala 1:25.000
Gambar 4.37 Overlay 2 menunjukkan arah aliran air tanah cenderung menuju
ke cekungan yang berada di zona berwarna hijau
1,48 m
5m
4,9 m
a. Segmen 1
p
t
s s
c. Segmen 3
5.1 Kesimpulan
a. Geomorfologi daerah pemetaan dibagi kedalam 2 (dua) satuan
bentuklahan, yaitu bentuklahan fluvial bergelombang landai dan
bentuklahan denudasional bergelombang landai.
b. Stratigrafi daerah pemetaan terdiri dari satuan batulempung
karbonatan yang berumur Miosen Awal hingga Miosen Tengah.
Di atas satuan batulempung karbonatan terendapkan secara tak
selaras batulempung karbonatan sisipan batugamping yang
berumur Miosen Tengah bagian Akhir hingga Miosen Akhir
bagian awal. Di atas Satuan batulempung karbonat sisipan
batugamping terendapkan secara selaras satuan batugamping.
c. Struktur geologi yang terdapat pada daerah pemetaan yaitu kekar
berpasangan dengan arah tegasan utama barat-timur mengikuti
pola struktur jawa.
d. Sejarah geologi daerah pemetaan dimulai saat Miosen Awal –
Miosen Tengah terjadi pengendapan dan pembentukan
batulempung karbonatan yang terjadi di zona neritik atau laut
dangkal. Setelah itu terjadi pembentukan lapisan batulempung
karbonat sisipan batugamping pada Miosen Tengah bagian akhir
hingga Miosen Akhir bagian awal yang terbentuk pada zona
neritik. Setelah itu terjadi pembentukan batugamping pada
Miosen Akhir di Zona Bathyal. Kemudian mengalami kompresi
yang diikuti dengan sesar sehingga satuan batulempung
karbonatan sisipan batugamping bergerak relatif naik terhadap
satuan batugamping.
e. Sumberdaya geologi daerah pemetaan yaitu sebagai tambang
batulempung karbonatan/napal, hutan, kebun, persawahan, dan
mataair. Selanjutnya, potensi sumber bencana geologi yang ada
yaitu gerakan tanah berupa tanah longsor.
5.2 Saran
a. Formasi Ledok sangat potensial menyimpan cadangan airtanah
yang baik sehingga cocok untuk dibuat sumur dalam untuk
mendapatkan air dengan kualitas yang baik.
b. Formasi Ngrayong untuk daerah dengan dominan batulempung
tidak disarankan untuk membuat suatu bangunan fisik tanpa
dengan mempertimbangkan kondisi litologi dan konstruksi
67
bangunan yang tepat, karena potensi gerakan tanah dari
batulempung yang perlu diwaspadai.
c. Satuan litologi batulempung karbonatan pada Formasi Ngrayong
dan Wonocolo cocok digunakan untuk lahan pertanian karena
tanahnya yang subur.
Adha, I., & Sapiie, B. (2019). Rekonstruksi Struktur Geologi Kali Lutut
dan Sekitarnya, Temanggung, Jawa Tengah. Jurnal Geosains Dan
Teknologi. https://doi.org/10.14710/jgt.2.2.2019.61-68
Alkatiri, F., & Hermansyah. (2017). Dinamika Sedimentasi Formasi
Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa
Timur. Proseding Seminar Nasional XI Rekayasa Teknologi
Industri Dan Informasi 2016.
Ariati, V. R., Fahrudin, F., Hidayatillah, A. S., & Widiartha, R. (2019).
Pemetaan Bawah Permukaan dan Analisis Tektonostratigrafi, Blok
Ariati, Cekungan Jawa Timur. Jurnal Geosains Dan Teknologi.
https://doi.org/10.14710/jgt.2.1.2019.1-12
Asbella, K. A., Amijaya, D. H., Anggara, F. A., Melkybudiantoro, D., &
Rotinsulu, L. F. (2017). Pengelompokan Geokimia Minyak Bumi
Mengggunakan Metode Chemometric di Cekungan Jawa Timur
Utara. Seminar Nasional Kebumian Ke-10 Peran Penelitian Ilmu
Kebumian Dalam Pembangunan Infrastruktur Di Indonesia.
Astuti, B. S., Rahardjo, W., & Husein, S. (2010). Pengaruh Struktur
Anjakan Terhadap Stratigrafi Neogen Cekungan Serayu Utara. The
39th IAGI Annual Convention and Exhibition.
Bachri, S. (2014). Pengaruh Tektonik Regional Terhadap Pola Struktur
dan Tektonik Pulau Jawa. Geologi Dan Sumberdaya Mineral.
Burhannudinnur, M., Noeradi, D., Sapiie, B., & Abdassah, D. (2012).
Karakater Mud Volcano di Jawa Timur. Proceeding PIT IAGI
Yogyakarta 2012 The 41st IAGI Annual Convention and Exhibition.
Dhamayanti, E., & Hartati, I. M. (2016). Dinamika Sedimentasi
Singkapan Formasi Ngrayong Dengan Analogi Lingkungan
Pengendapan Modern, Studi Kasus Singkapan Polaman Dan
Braholo Dengan Analogi Pesisir Pantai. Proceeding, Seminar
Nasional Kebumian Ke-9.
Fauzih, R. A., Najib, N., & Santi, N. (2019). Analisis Daya Dukung
Bored Pile Pada Pembangunan Pondasi Jembatan Kali Kenteng dan
Kali Serang Segmen Susukan di Ruas Jalan Tol Salatiga-Kartasura,
PT. Waskita Karya (Persero), Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa
Tengah. Jurnal Geosains Dan Teknologi.
https://doi.org/10.14710/jgt.2.2.2019.87-97
69
Hersenanto, C., & Hermansyah. (2010). Potensi Mineral Logam Nikel
Pada Sedimen Dasar Laut Perairan. The 39th IAGI Annual
Convention and Exhibition.
Ilahi, R. (2018). Analisis Deformasi Stasiun CORS BIG di Sekitar Sesar
Baribis dan Anjak Kendeng Berdasarkan Data Pengamatan Multi
Tahun (2015, 2016, 2017). In Skripsi.
Indranadi, V. B., Prasetyadi, C., & Toha, B. (2010). Pemodelan Geologi
Sub-Cekungan Yogyakarta. The 39th IAGI Annual Convention and
Exhibition.
Indrarini Wulandari, F., & Setiawan, A. (2017). Pemodelan Struktur
Bawah Permukaan 3D Purwokerto dan Sekitarnya Berdasarkan
Data Anomali Gravitasi Bouguer Lengkap. Jurnal Fisika Indonesia.
https://doi.org/10.22146/jfi.27089
Jihan, A., Setijadji, L. D., & Sutawidjaja, I. S. (2010). Evolusi Magmatik
Kenozoik Daerah Banyuwangi - Lumajang Provinsi Jawa Timur.
The 39th IAGI Annual Convention and Exhibition.
Kuncoro, H., Kartini, G. A. J., Meilano, I., & Susilo, S. (2019).
Identifikasi Mekanisme Sesar di Bagian Timur Pulau Jawa dengan
Menggunakan Data GNSS Kontinyu 2010-2016. Seminar Nasional
Geomatika. https://doi.org/10.24895/sng.2018.3-0.1069
Kurnianto, F. A. (2019). Proses-Proses Geomorfologi pada Bentuk Lahan
Lipatan. Majalah Pembelajaran Geografi.
Kusumayudha, S. B., Kaesmetan, D., & Purwanto, H. S. (2019).
Hubungan Batu Gamping Formasi Sentolo dan Breksi Vulkanik
Kulon Progo: Sebuah Koreksi Stratigrafi Studi Kasus di Daerah
Wonotopo, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo, Jawa
Tengah. Jurnal Mineral, Energi, Dan Lingkungan.
https://doi.org/10.31315/jmel.v3i1.2102
Laksono, F. A. T., Permanajati, I., & Mualim, R. (2020). Analisis
Kualitas Air Di Lahan Reklamasi Pertambangan Nikel Desa
Mohoni, Petasia Timur, Morowali Utara. JURNAL SAINS
TEKNOLOGI & LINGKUNGAN.
https://doi.org/10.29303/jstl.v6i1.142
Laksono, F. A. T., Ramadhan, G., Nurmajid, R. W., Paramita, L. A. G.,
& Tsai, L. L.-Y. (2020). Analisis Zona Resapan dan Keluaran Air
Tanah di Desa Kutayu, Kabupaten Brebes. Dinamika Rekayasa.
https://doi.org/10.20884/1.dr.2020.16.2.321