Anda di halaman 1dari 6

A.

Definisi

Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir dan dimana
kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama ditandai dengan
ikterus (Dewi dan Meira, 2016).

Ikterus merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan
pada bayi baru lahir. Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh factor fisiologis atau
factor patologi atau kombinasi keduanya. Hiperbilirubinemia adalah terjadinya
peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik oleh factor fisiologis maupun factor
patologis, yang ditandai secara klinis dengan ikterus. Bilirubin diproduksi dalam system
retikuloendotelial sebagai produk akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui
reaksi oksidasi reduksi, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma, terkait erat
pada albumin. Ketika mencapai hati bilirubin diangkut ke dalam hepatosi. Setelah
diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin direduksi menjadi tetrapirol tak
berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin ter-konjugasi ini dapat diserap kembali ke
dalam sirkulasi, sehingga meningkatnya bilirubin plasma total. Pengobatan pada kasus
hiperbilirubinemia dapat berupa fototerapi, intravena, immunoglobulin (IVIG), transfuse
pengganti, penghentian ASI sementara, dan terapi medikasimentosa.

B. Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
beberapa factor :

a. Produksi yang berlebihan (ikterus prahepatik)

Ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin yang meningkat. Misal pada
hemolysis sel darah merah yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh,ABO,
golongan darah lain (reaksi transfusi, malaria, dan sepsis.

b. Air Susu Ibu (ASI) yang kurang


Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapatkan air susu ibu
(ASI) eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua
atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak perly memerlukan
pengobatan.
c. Gangguan proses “up take” dan konjugasi hepar (ikterus hepatic atau hepatoseluler)
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immaturitas hepar, kurangnya subtract
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi
atau tidak terdapat ensi glukoronil transfarase (sindrom Criggler Najjar) atau defiseinsi
proteisn Y dalam hepar yang berperan penting dalam “up take” bilirubin ke sel hepar.
d. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terkait pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya asetil salisilat, tiroksin,
dan sulfonamide. Defisiensi albumin yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel
otak.
e. Gangguan dalam ekskresi (ikterus pascahepatik/obstruktif)
Dangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar, missal
obstruksi dalam saluran empedu/ductus koledoktus.
Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain, seperti hepatitis,
sirosishepatis, dan tumor.
f. Ikterus ASI (breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu
tentu dan biasanya akan menimbulkan pada bayi yang disusukannya bergantung pada
kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin indirek. Jarang mengancam jiwa dan dan
timbul setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis yaitu 3-
12 minggu.

C. EPIDEMIOLOGI
Pada sebagian besar neonatus ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian terdapat pada 60% bayi cukup bulan
dan 80% bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik
dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian. Salah satu penyebab kematian bayi luar kandungan adalah
hiperbilorubin, hiperbilirubin merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir dalam minggu pertama dalam kehidupannya. Insiden
hiperbilirubinemia di Amerika 65%, Malaysia 75%, Indonesia 51,4% (Putrid an Mexitalia,
2014).

D. PATOFISIOLOGI
1. Narasi
Sel-sel darah merah yang telah tua dan rusak akan dipecah menjadi bilirubin,
yang oleh hati akan dimetabolisme dan dibuang melalui feses. Di dalam usus juga
terdapat bnyak bakteri yang mampu mengubah bilirubin sehingga mudah dikeluarkan
oleh feses. Hal ini terjadi secara normal pada orang dewasa. Pada bayi baru lahir, jumlah
bakteri metabolism bilirubin ini masih belum mencukupi sehingga ditemukan bilirubin
yang masih beredar dalam tubuh tidak dibuang bersama feses. Begitu pula dalam usus
bayi terdapat ensim glukoronil transfarase yang mampu mengubah bilirubin dan
menyerap kembali bilirubin ke dalam darah sehingga makin memperparah akumulasi
bilirubin dalam badannya. Akibatnya pigmen tersebut akan disimpan di dalam kulit,
sehingga kulit bayi menjadi kuning. Biasanya dimulai dari wajah, dada, tungkai dan kaki
menjadi kuning. Biasanya hiperbilirubinemia dan sakit kuning akan menghilang setelah
minggu pertama. Kadar bilirubin yang sangat tinggi biasanya disebabkan pembentukan
yang berlebihan atau gangguan pembuangan bilirubin. Ikterus ASI berbeda dengan
ikterus menyusui, ikterus ASI berkembang pada minggu kedua kehidupan berlangsung
lebih lama daripada ikterus fisiologi, dan tidak memiliki penyebab. Patofisiologis tidak
dipahami dengan baik, tetapi diduga bahwa zat dalam ASI, seperti betaglukuronidase dan
asam lemak yang tidak terseterifikasi, dapat menghambat metabolism normal bilirubin
(misalnya melalui ketidak-konjugasi dan reabsorpsi bilirubin terkonjugasi dan
diekskresikan dalam empedu). bayi yang mendapatkan ASI hanya menerima volume
kecil kolostrum pada hari-hari pertama kehidupan, yang mengarah ke dehidrasi dan
peningkatan pengambilan bilirubin terkonjugasi dari usus, yang keduanya memperburuk
hiperbilirubinemia. Bayi yang disusui umumny kehilangan 6-8% berat badan lahir
mereka pada hari ke 3 kehidupan. Bayi yang diberikan ASI beresiko lebih tinggi
mengalami hiperbilirubinemia dibandingkan dengan mereka yang diberi susu formula,
namun manfaat terbukti deri menyusui secara substansi lebih besar daripada resiko
hiperbilirubinemia, dan dengan demikian harus terus berlanjut jika memungkinkan.

2. Pathway

E. MANAJEMEN KALOBORASI
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan golongan darah
Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus
serta menjalani skrining antibody isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani
pemeriksaan golongan darah selama kehamilan, sanagat dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O
dengan Rh-positif, perlu dikatakan pemeriksaan darah tali pusat, jika darah bayi
bukan O, dapat dilakukan tes Combs.
b. Pemeriksaan kadar bilirubin serum berkala, darah tepi lengkap (blood smcar perifer)
untuk menunjukkan sel darah merah abnormal atau imatur, eritoblastosisi pada
penyakit Rh atau sferosis pada inkompatibiliti ABO.
c. Tes combs pada tali pusat bayi baru lahir hasil positif test coombs indirek
membuktikan antibody Rh+anti A dan anti B dalam darah ib. hasil positif dari test
combs direk menandakan adanya sensitisasi (Rh+anti A, anti B dari neonatus).

2. Medikasi
Jika kadar bilirubih cukup tinggi (di atas 10mg/dl) maka diharuskan fototerapi.
a. Fototerapi adalah tindakan dimana bayi disinar dengan sinar biru yang diarahkan
ke kulit sehingga terjadi perubahan kimia pada molekul bilirubin di dalam
jaringan bawah kulit, oleh karena itu bilirubin dapat segera dibuang tanpa perlu
dimetabolisme terlebih dahulu oleh hati. Pada saat dilakukan fototerapi baju bayi
dilepaskan mata ditutup untuk menghindari paparan sinar yang terlalu terang, dan
posisi tidur bayi diubah beberapa kali supaya seluruh tubuh terpapar sinar. Bila
kadar bilirubin sangat tinggi terdapat kemungkinan dilakukan transfuse tukar,
karena dapat menyebabkan bayi mengalami kerusakan otak.
b.
3. Terapi Non Medikasi
Jika kadar bilirubin tidak terlalu tinggi biasanya tidak perlu pengobatan. Biasanya
dokter menyarankan untuk memberikan ASI atau susu formula lebih sering, serta
dijemur pada saat pagi hari pukul 7 sampai 9 pagi. Namun bila kadar bilirubin cukup
tinggi (di atas 10 mg/dl) maka diharapkan fototerapi.

4. Diet
Tidak ada diet untuk hiperbilirubinemia karena bayi harus mendapatkan nutrisi yang
cukup agar tidak terjadi peningkatan bilirubin. Bayi harus lebih sering diberi susu
formula atau ASI setiap 7-8 kali.

5. Pedidikan Kesehatan
a. Menganjurkan ibu untuk menjemur bayi setiap pagi dari jam 7-9 pagi agar
membantu menguatkan kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya peningkatan
bilirubin dalam tubuh.
b. Menganjurkan ibu untuk memijit payudara untuk mengencerkan dan
memperlancar ASI.
c. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI sedikit tapi sering agar bayi dapat
memenuhi kebituhan nutrisi dengan baik.
d. Menganjurkan ibu supaya banyak makan-makanan yang sehat dengan gizi
seimbang karna makanan yang berkualitas tidak hanya memberikan energi, tetapi
juga membuat ibu sendiri tetap kuat.

F. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian

Anda mungkin juga menyukai