Anda di halaman 1dari 4

BUDAYA KEKERASAN VERBAL DALAM MENDIDIK ANAK

Rosdiana Ayukandi Nauli


ayukandinauli@gmail.com, Jakarta, Indonesia
PENDAHULUAN
Anak diibaratkan sebagai selembar kertas putih yang siap di terpa oleh bebagai macam warna.
Warna yang akan diaplikasikan ke dalam kertas tersebut diibaratkan sebagai pendidikan yang diberikan
oleh orang tua terhadap anaknya. karena pendidikan paling dini dimulai dari lingkungan terdekat anak
yaitu keluarga. Keluarga berperan dalam mendidik anak serta hal itu berpengaruh terhadap perkembangan
karakter diri seorang anak. Oleh sebab itu, dibutuhkan cara mendidik anak yang tepat agar dapat
membantu perkembangan serta pembentuka karakter anak yang baik. Akan tetapi seringkali orang tua
melakukan hal-hal yang tak seharusnya dilakukan dalam mendidik anak. Salah satunya yaitu melakukan
kekerasan.
Kekerasan dapat terbagi menjadi dua,, yaitu kekerasan dalam bentuk fisik maupun non-fisik.
Kekerasan non-fisik dapat diartikan sebagai kekerasan verbal (verbal abuse). Kekerasan verbal
merupakan suatu tindakan kekerasan yang dilakukan melalui perkataan. Kata-kata tersebut bersifat kasar
dan cendrung menjatuhkan atau merendahkan korbannya. Pelaku kekerasan verbal cendrung tidak sara
bahwasanya ia telah melakukan kekerasan dalam bentuk perkataan. Selama ini yang paling dipahami oleh
masyarakat yaitu bentuk dari kekerasan fisik. Sehingga untuk kekerasan verbal sendiri tidak dapa
perhatian yang cukup. Baik secara pengertian, bentuk, dampak, pelaku, dan juga korbannya. Kekerasan
verbal kerap terjadi di lingkungan keluarga dan sayangnya telah menjadi budaya yang dianggap normal.
Budaya sendiri menganut pengertian yang berbagai macam. kebudayaan merupakan segala sesuatu yang
dipelajari dan dialami bersama baik secara sosial, oleh para anggota atau suatu masyarakat. sehingga
kebudayaan dianggap sebagai suatu sistem atau perilaku yang terorganisasi. Bahasa merupakan alat atau
perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan baik lewat
tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat). Hal ini bertujuan untuk menyampaikan maksud hati atau
kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Menurut koentjaraningrat (1992) bahwa bahasa
merupakan bagian dari kebudayaan. Keduanya memiliki hubungan yang subordinatif, suatu bahasa
berada di bawah lingkup kebudayaan.
Padahal terdapat bahaya dalam menganggapi kekerasan sebagai budaya di lingkungan keluarga.
Salah satunya yaitu berdampak pada perkembangan karakter sang anak. Perkembangan anak sangat
penting untuk diamati karena akan berdampak panjang pada kehidupan anak itu sendiri. jika dalam proses
didiknya menggunakan kekerasan verbal, sang anak akan mengalami dampak yang buruh dalam proses
penerimaannya. Salah satunya yaitu hilangnya kepercayaan diri, depresi berat hingga yang paling fatal
adalah kematian.
Kekerasan merupakan tindakan yang melukai yang dilakukan oleh individu atau kelompok
dengan tujuan serta motif yang bermacam-macam. Dilakukan secara sengaja dengan maksud tertentu
entah dendam atau apa. Berlawanan dengan nilai moral. Tindakn kekerasan dilakukan sebagai syarat
untuk berkomunikasi. Bahkan menjadi suatu solusi atau suatu problematika.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini
bersifat literatur review atau studi pustaka. Pembahasan akan dijelaskan secara deskriptif yang
menunjukan suatu kajian ilmiah yang dapat dikembangakn dan diaplikasikan lebih lanjut. Objek yang
diteliti dalam tulisan ini yaitu budaya kekeraan verbal dama mendidik anak.
Metode kualitatif dipilih dengan menggunakan pengumpulan data berupa referensi-referensi yang
relevan, seperti berita, artikel, buku, jurnal, skripsi, dan juga penelitian terlebih dahulu sehingga dari data-
data tersebut hasil dari penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Referensi tersebut dapt
diperoleh dari sumber internet yang dapat diakses secara online. Setelah melakukan pencarian referensi,
penulis melakukan analisis data. Langkah selanjutnya yiatu memilah-milah informasi yang relevan
dengan persoalan yang dibahas hingga menemukan sebuah solusi dari masalah yang dibahasa pada
penulisan ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengertian kekerasan verbal
Verbal abuse atau biasa disebut dengan chld emotional abuse merupakan adalah tindakan
lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional yang merugikan. Kekerasan
verbal dapat terjadi pada saat oarng tua menyuruh anaknya untuk diam atau melarangnya untuk
menangis. Jika sang anak mulai berbicara orang tua mulai menyebut anak tersebut dengan kata-
kata yang kasar atau menjatuhkan seperti “kamu bodoh”. Sang anak akan mengingat kekerasan
tersebut jika hal tu berlangsung selama satu periode. (Fitriana, pratiwi, & Susanto, 2015)
Gunarsa juga mengemukakan hal yang sama, yaitu kekerasan verbal merupakan
kekerasan yang berasal dari perkataan serta menyebabkan rasa sakit secara perasaan maupun
psikis (Mamesah, Rompas, & Katuk, 2018). Kekerasan verbal dapat berupa mengucapkan kata-
kata yang kasar dan tidak menyentuh fisik, seperti mengancam, memfitnah, dan juga menghina.
Jika kekerasan ini berlangsung terus menerus makan akan menyebabkan terganggunya
perkembangan anak.
Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa kekerasan verbal merupakan bentuk
kekerasan secara lisan yang berupa perkataan yang kasar, menjatuhkan, menghina,
merendahkan, membanding-bandingkan dan mengancam. Kekerasan ini kerap menimpa anak
kecil sebagai korbannya dan sering terjadi di lingkungan keluarga. Jika kekerasan ini dilakukan
secara terus menerus dapat menyebabkan dampak negatif pada perkembangan anak. Anak akan
merasa terkucilkan, merasa tidak dibutuhkan, hingga menyebabkan anak merasa kurang percaya
diri dan merendahkan dirinya.

Budaya kekerasan verbal


Menganggap kekerasan sebagai suatu kewajaran sehingga terwujudlah budaya kekerasan
atau budaya yang menghasilkan kekerasan. Kekerasan menjadi abadi karena tindakan kekerasan
selalu dibalas dengan tindakan kekerasan yang lain. Tujuh tahapan emosi yang dirasakan oleh
manusia yang menyebabkan mengapa kekerasan selalu berulang. Hal pertama yang dirasakan
ketika kekerasan tersebut terjadi adalah perasaan terkejut atas tindakan tersebut. Kedua, rasa
takut dan sakit. Ketiga, kesedihan. Keempat, dari perasaan yang terjadi di awal berubah menjadi
amarah. Kelima, amarah berubah menjadi kegetiran. Keenam, perasaan berubah menjadi balas
dendam. Ketujuh, berujung pada aksi pembalasan yaitu melalui aksi kekerasan.
Menganggap kekerasan sebagai cara yang efektif dalam mencari solusi atas
permasalahan yang terjadi dan untuk mencapa tujuan tertentu. Kekerasan terhadap anak
dikaitkan dengan gejala sosial budaya, tindakan kekerasan dapat muncul dengan dilatarbelakangi
oleh kondisi budaya tertentu di dalam masyarakat, yakni berbagai pandangan, nilai, dan norma
sosial, yang seolah memudahkan terjadinya atau mendorong dilakukannya tindakan kekerasan
tersebut. Kekerasan tersebut menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pandangan
masyarakat akan anak harus selalu oatuh terhadap orang tua juga mendorong kelestarian dari
tindakan kekerasan ini. Sehingga hal ini sering disalahartikan oleh para orang tua. Jika anak
melakukan suatu kesalahan makan akan diberikan sanksi atau hukuman atas kesalahan yang
diperbuat. Masyarakat selalu memposisikan anak pada tingkatan paling bawah dalam keluarga.
Sehingga orang tua cendrung memiliki hak untuk memperlakukan anak mereka dengan sesuka
hati, anak dipaksa untuk tunduk terhadap aturan yang telah dibuat oleh orang tua, nilai, norma,
serta kebiasaan yang berkembang di masyarakat, tanpa sadar selalu menempatkan anak sebagai
objek bagi orang dewasa. Ketika anak tidak menjalankan apa yang diperintahkan oleh orang
tuanya, atau tidak memenuhi harapan orang tuanya. Orang tua cendrung meperlakukan anak
secara kasar termasuk dengan melakukan kekerasan verbal. Ketidakseimbangan hubungan antara
anak dengan orang deawas diperkuat dengan ketidakseimbangan kultral yang ditanamkan oleh
orang dewasa kepada anak-anak (sumjati, 2001:45). Secara tidak sadar orang dewas/orang tua
telah membangun ketidakseimbangan kultural (secara budaya). Hal ini menciptakan gambaran
nyata terhadap kondisi kultural yang menyebabkan kekerasan verbal terhadap anak akan terjadi
dimanapun selama permasalahan kultural tersebut terus berkembang dan hidup dalam
masyarakat, khususnya pada lingkungan pendidikan di keluarga.
Dampak Kekerasan Verbal pada Anak
Pada saat anak mengalami kekerasan verbal yang terjadi di lingkungan keluarganya,
maka besar kemungkinan anak pun akan melakuka hal yang sama ketika ia beranjak dewasa.
Anak akan melakukan kekerasan tersebut kepada teman sebayanya sebagai bentuk cerminan dari
kekerasan yang ia alami. Anak juga akan lebih senang enganggu orang dewasa karena
menganggap orang dewasa sebagai musuhnya. Hal ini yang merupakan hasil dari miskinnya
konsep diri.
Wirawan et al. (2016) mengungkapkan kekerasan verbal yang merupakan penganiayaan
emosional, akan menyebabkan gangguan emosi pada anak. Anak akan mengalami
perkembangan konsep diri yang kurang baik, hubungan sosialnya dengan lingkungannya akan
bermasalah, dan hal itu dapat membuat anak menjadi lebih agresif serta menjadikan orang
dewasa sebagai musuhnya. Anak akan lebih senang menyendiri dan menarik dirinya dari
lingkungannya. Anak akan lebih suka mengompol, menjadi hiperaktif, kesulitan tidur, dan bisa
menyebabkan anak mengalami tantrum. Anak juga akan mengalami kesulitan pada saat belajar
baik itu di rumah maupun di sekolah.
Ketika anak mengalami kekerasan verbal secara terus menerus, maka anak tersebut akan
menganggap dirinya tidak dibutuhkan, tidak dicintai, muram, tidak bahagia, dan tidak menyukai
aktivitasnya sehari-hari. Dampak teburuk dari kekerasan verbal yaitu dapat menyebabkan bunuh
diri karena perasaan yang tidak dihargai.

KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasn yang telah dipaparkan, terdapat hubungan antara kekerasan verbal
yang dijadikan sebagi budaya di lingkungan keluarga. Hal ini dilakukan oleh para orang tua
terhadap anak. Sehingga dari tindak kekerasan tersebut terciptalah ketidakseimbangan kultural
yang kerap berlangsung antar generasi.
Penulis menyarankan kepada orang tua untuk lebih peka terhadap cara mendidik anak.
Sehingga hal ini dapat mencegah terjadinya kekerasan verbal yang berlangsung secara turun
temurun di lingkungan keluarga. Dampak yang dihasilkan dari kekerasan ini yaitu memberikan
dapmak negatif terhadap perkembangan anak bhakna bisa menyebabkan luka secara fisik. Serta
diharapkan untuk para orang tua untuk dapt menemukan metode yang tepat dalam mendidik
anak tanpa menggunakan kekerasan verbal. Serta penulis menyarankan untuk membantu
menggunakan media seni agar lebih atraktif dalam menjelaskan pengertian kekerasan verbal itu
sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Mahmud, Bonita. 2019. Kekerasan Verbal pada Anak. Jurnal An nisa. 12(2). 689-694.
Praditama, Sandhi, Nurhadi, Atik Catur Budiarti. Kekerasan terhadap Anak dalam Keluarga
dalam Perspektif Fakta Sosial.

Anda mungkin juga menyukai