Anda di halaman 1dari 78

BAB I

PENDAHUAN

A. Latar Belakang

Berpikir adalah kegiatan akal mengolah informasi yang diketahui

dengan tujuan untuk mengetahui kebenaran informasi tersebut. Menurut Ennis

dalam buku berpikir kritis dalam konteks pembelajaran karangan Linda

Zakiah, berpikir kritis merupakan proses berpikir yang terfokus pada

menyimpulkan apa yang diyakini.1

Berpikir kritis adalah sebuah proses intelektual dengan melakukan

pembuatan konsep, penerapan melakukan sintesis atau mengevaluasi

informasi yang diperoleh dari observasi, pengalaamn, refleksi, pemikiran atau

komunikasi sebagai dasar untuk meyakini dan melakukan suatu tindakan.2

Berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang

telah diketahui berperan dalam perkembangan moral, perkembangan social,

perekmbangan mental, perkembangan kognitif dan perkembangan sains.3

Berpikir kritis juga dikenal sebagai berpikir untuk secara teratur menyelidiki

proses berpikir itu sendiri. Ini berarti tidak hanya berpikir dengan tujuan tetapi

juga memeriksa bagaimana menggunakan bukti dan logika yang ada. Jadi,

Dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah kegiatan menganalisis suatu

1
Siti Chatijah, Fibri Rakhmawati, “Perbedaan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa Dengan Pembelajaran Tipe Tgt Dan Pembelajaran Problem
Solving”, Vol 1, No 3, (2021) : 29-30
2
Lilis Lismaya “Berpikir Kritis Dan PBL (Problem Based Learning)”, Penerbit Media Sahabat
Cedekia : Wiyung, Kota Surabaya (2019), Halaman 8
3
Fadila Turahmah, Deni Febrini Dan Ahmad Walid,”Pengembangan Modul Pembelajaran Berbasis
Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Smp”,
Jurnal Kependidikan, Pembelajaran Dan Pengembangan, Vol 4, Nomor 01 (2022) , Hal 76
1
1
1
ide atau gagasan dengan berbagai aspek pertimbangan untuk mendapatkan

suatu kesimpulan dari temuan ilmiah.

Dalam ajaran islam dimana diwajibkan kepada setiap setiap umat islam

untuk berpikir. Sebagaimana dalam firman allah dalam Q.S Az-zumar ayat 21.

Yang berbunyi :

öNs9r& ts? ¨br& ©!$# tAt“Rr& z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ¼çms3n=|¡sù yì‹Î6»oYtƒ †Îû
ÇÚö‘F{$# ¢OèO ßl̍øƒä† ¾ÏmÎ/ %Yæö‘y— $¸ÿÎ=tGøƒ’C ¼çmçRºuqø9r& §NèO ßkŠÎgtƒ çm1uŽtIsù
#vxÿóÁãB ¢OèO ¼ã&é#yèøgs† $¸J»sÜãm 4 ¨bÎ) ’Îû šÏ9ºsŒ 3“tø.Ï%s! ’Í<'rT{ É=»t7ø9F{$#
ÇËÊÈ

Artinya:”Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa

Sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, Maka diaturnya menjadi

sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu

tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering

lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya

hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.”

Dari surat diatas dijelaskan dalam Tafsir Kementrian Agama yaitu

allah memerintahkan manusia memikirkan salah satu dari suatu proses

kejadian di alam ini, yaitu proses turunnya hujan dan tumbuhnya tanam-

tanaman dipermukaan dibumi ini. Kalau diperhatikan seakan-akan

kejadian itu merupakan suatu siklus yang dimulai pada suatu titik dalam

suatu lingkaran, dimulai dari adanya sesuatu, kemudian berkembang

menjadi besar, kemudian tua, kemudian meninggal atau tiada, kemudian

2
2
2
mulai pula suatu kejadian yang baru lagi dan begitulah seterusnya sampai

kepada suatu masa yang ditentukan allah, yaitu masa berakhirnya kejadian

alam ini.

Menurut kajian ilmiah, distribusi dan dinamika air didalam tanah

dilukiskan dalam ayat ini. Di samping menjadi air larian yang langsung

mengalir dipermukaan tanah, sebagian air yang jatuh dari langit baik

sebagai air hujan maupu salju yang mencair akan mengimbuh

(berinfiltrasi) ke dalam tanah dan menyebar didalam kesarangan (pori-

pori) tanah. Air akan ditahan dengan kekuatan yang berbanding terbalik

dengan ukuran pori-pori tanah.4

Keterampilan berpikir kritis peserta didik sangat penting, karena

peserta didik dituntut untuk lebih tanggap dalam memecahkan masalah

dan menyelesaikan masalah terhadap pembelajaran. Pentingnya memiliki

kemampuan berpikir kritis tidak hanya bagi individu tetapi juga

masyarakat umum. Hal ini dikarenakan memiliki kemampuan berpikir

kritis kemungkinan besar dapat melakukan tindakan yang tidak disadari

oleh pemikiran yang mendalam, analisis situasi yang dihadapi, sehingga

mengekspos diri sendiri dan orang lain pada sesuatu yang belum diketahui.

Dengan kata lain, kemampuan berpikir kiris harus menjadi isu kepentingan

publik.5

Indonesia termasuk dalam perangkat terendah yang menduduki

4
Aplikasi Qur’an Kemetrian Agama Republik Indonesia
Ending Sri Lestari, “Model Pembelajaran Konstruktivis Metakognitif Untuk Meningkatkan
5

Kemampuan Berpikir Kritis”, Jurnal Basicedu, Vol 6, Nomor 2, Halaman 2648


3
3
3
perangkat 62 dari total Negara yang berpartisipasi yaitu 70 negara menurut

hasil Program For Internasional Student Assessment (PISA) ditahun 2015

dibidang Sains. Rendahnya perangkat pembelajaran mengindikasikan

kemampuan siswa Indonesia tentang pemahaman konsep sains (Fisika)

masih rendah. Penyebabnya yaitu kemampuan siswa dalam berpikir kritis

berlum terlatih selama proses pembelajaran.6 Diketahui dari hasil

Programne For International Student Assessment (PISA). skor literasi

Indonesia adalah 382 dengan peringkat 64 dari 65 negara.7

Generasi Z adalah generasi yang hidup di zaman globalisasi

dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju dan

kemajuannya hampir tidak dapat diikuti oleh generasi sebelumnya. Bagi

generasi Z yang sangat fasih dan teknologi belajar berbasis aplikasi

teknologi tidak menjadi kendala, bahkan generasi Z memiliki keluasan

yang tak terbatas. Jika model pembelajaran yang diterapkan pendidik

disekolah masih menggunakan metode lama yaotu metode ceramah, jelas

ini sangat tertinggal Peserta didik akan merasakan kebosanan. Sementara

guru masih berbekal pengetahuan yang lama yang ada dibuku teks yang

belum diperbarui (di update) akhir proses pembelajaran tidak efektif dan

tidak mencerdaskan namun malah terjadi proses pembodohan.8

6
Arviana Ramadhanti, Rudiana Agustini, “Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik
Melalui Model Pembelajaran Inquiri Terbimbing Pada Materi Laju Reaksi”, Jurnal Kependidikan,
Vol 7, Nomor 2, (2021) : Halaman 386
7
Masani Romauli Helena Marudut, Ishak G. Bachtiar, Kadir, Vina Iasha,”Peningkatan
Kemampuan Berpikir Kritis Dalam Pembelajaran Ipa Melalui Pendekatan Keterampilan Proses”,
Jurnal Basicedu, Vol 4, Nomor 3 (2020) : Halaman 578
8
Agung Basuki, “Sistem Pendidikan Bagi Generasi Z (Gen Z)”, Jurnal Lingkar Widyaiswara, Vil
07, No 01, (2020), Halaman 49-50
4
4
4
Rendahnya berpikir kritis peserta didik disebabkan karena dalam

proses pembelajaran masih didominasi dengan hafalan sehingga

terdampak pada hasil belajar peserta didik. Dapat dilihat dari cara peserta

didik dalam merumus suatu pertanyaan, memberikan argumentasi dan

memberikan solusi atas permasalahan yang ada. Sekolah hanya terpaku

pada materi-materi yang ada dibuku pegangan peserta didik. Tentu, ini

tidak akan relevan dengan tuntutan revolusi industri 4.0.9 peserta didik

cenderung menunggu guru dalam menyelesaikan permasalahan yang

dihadapi dan tidak ada usaha untuk menggali dan menemukan sendiri

jawaban dari permasalahan tersebut.

Dalam proses belajar mengajar kecendrungan guru tidak

memanfaatkan media pembelajaran sebagai sarana pendukung dalam

memaksimalkan pembelajaran padahal sesungguhnya banyak media yang

dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran saat ini. guru juga sering

mengabaikan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam proses

pembelajaran karena guru masih cenderung diam saat peserta didik tidak

ada yang bertanya ataupun memberikan pendapat, guru hanya

mementingkan pemberian materi tanpa memperhatikan respon peserta

didik terhadap penjelasan guru. Kurangnya kerja sama antar guru dan

peserta didik didalam kelas pada saat diberikan penjelasan materi.10


9
Wisulan Herriyadi Dan Rahmawati Darussyamsu, “Meta Analisis Pengembangan Lkpd Berbasis
Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik”, Vol 01
(2021) : Halaman 812
10
S. Maulidati, N. Dantes Dan N. Tika, “Pengaruh Pembelajaran Berpendekatan Saintifik
Berorientasi Science Environment Technology Society Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Dan
Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V”, Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, Vol 2, No 2, (2018),
5
5
5
Dalam hal ini, metode dan pendekatan yang digunakan oleh guru

belum dapat mengoptimalkan keterampilan berpikir kritis peserta didik.

Metode yang biasa digunakan adalah metode ceramah, Tanya jawab dan

pemberian tugas. Guru menyampaikan materi pembelajaran berupa

infomasi yang harus didengar, dicatat, disimpan dan di ujikan

menggunakan tanpa bantuan media yang dapat meningkatkan perhatian

peserta didik dalam pembelajaran. Penerapan metode tersebut cenderung

membuat peserta didik pasif, bosan dan malas belajar serta malas-malasan

mengerjakan tugas.11

Pada zaman saat ini peserta didik dituntut untuk lebih aktif dan

mengeksplorasikan kemampuan yang dimilikinya sedangkan pendidik

sebagai fasilitator. Selanjutnya peneliti juga menemukan bahwa bahan ajar

yang digunakan pendidik jumlahnya masih terbatas. Hal ini menyebabkan

pembelajaran kurang kondusif, karena beberapa orang peserta didik harus

berbagi bahan ajar dengan dua asampai tiga orang peserta didik. Sehingga

siswa kurang fokus dalam mengikuti pembelajaran. Para siswa yang

tergabung dalam beberapa kelompok tersebut cenderung mengobrol dan

mengerjakan kegiatan lain dibandingkan mempelajari materi yang

diberikan.

Permasalahan Di Indonesia yaitu kurang tersedianya bahan ajar.

Halaman 62
11
Nurfadillah, Windy Cahyana, Dian Pramana Putra, “Penerapan Model Discovery Learning
Berbantuan Media Flipbooks Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Melatih Keterampilan
Metakognisi Siswa Sman 10 Gowa”, Jurnal Pendidikan Mipa, Vol 12, Nomor 1, (2022), Halaman
30
6
6
6
Selain bahan ajar yang terbatas, peneliti juga menemukan masalah yakni

mengenai bahan ajar yang belum sepenuhnya mewakili kompetensi dasar

yang digariskan. ada beberapa point yang seharusnya memerlukan

penjelasan yang lebih detail, tetapi hanya diberikan dalam penjelasan

singkat. Sehingga peserta didik kurang dapat memahami kompetensi dasar

tersebut.12

Masalah yang sering dihadapi masalah yang sering dihadapi

disekolah yaitu lemahnya proses pembelajaran, siswa yang kurang

didorong mengembangkan kemampuan berpikir, diarahkan menghafalkan

informasi. Tuntunan kurikulum mengharapkan siswa memiliki kecakapan

kognitif, kemampuan dunia nyata dan berakhlak mulia serta aktif diproses

pembelajaran. Guru sebagai sumber informasi utama akan berubah

menjadi pembelajar yang lebih ideal dengan permasalahan real,

berorientasi pada siswa sehingga mengkonstruksi sendiri pengetahuannya,

terlihat aktif mencari informasi, pembelajaran konseptua;, melatih berpikir

kritis, menguasai teknologi, kooperatif dan berkolaborasi diperlukan

memecahkan masalah abad 21.13

Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa

sebagian besar tingkat keterampilan berpikir kritis peserta didik

diindonesia masih berada pada level rendah. Menurut Saputri dkk


12
Ismi Laili, Ganefri, Usmeldi, “Efektivitas Pengembangan E-Modul Project Based Learning Pada
Mata Pelajaran Instalasi Motor Listrik”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Dan Pembelajaran, Vol 3, No 3,
(2019), Halaman 307-308
13
Supriyanto, Achmad Noor Fatirul, Djoko Adi Walujo, “Pengaruh Strategi Problem Based
Learning Dan Motivasi Berprestasi Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis”, Jurnal Kumparan
Fisika, Vol 5, Nomor 1, (2022), Halaman 43
7
7
7
menyatakan identifikasi tingkat keterampilan berpikir kritis peserta didik

perlu dilakukan, sebab jika tingkat keterampilan ini sudah teridentifikasi

maka guru maupun pengambilan kebijakan dapat mencarikan solusi dan

alternative untuk menyiapkan berbagai cara untuk mengasah dan

meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik.14

Untuk memenuhi tuntunan keterampilan abad 21, maka peneliti

mengembangkan e-modul berdasarkan langkah-langkah model problem

solving. Menurut Hamdani Dan Nurdin menyatakan bahwa problem

solving (pemecahan masalah) merupakan salah satu model pembelajaran

yang berpusat pada peserta didik. Problem solving adalah model

pembelajaran yang melatih peserta didik dalam menghadapi masalah dan

mencari solusi dari permasalahan tersebut, baik masalah pribadi maupun

kelompok untuk dipecahkan. Model pembelajaran ini berguna untuk

mengaktifkan peserta didik.15

Karena model pembelajaran problem solving menjadi peserta didik

lebih leluasa dalam mengembangkan konsep yang ditemukan dan

dipelajari, sehingga bukan sekedar materi saja yang ditulis kemudian

dihafal, tetapi peserta didik diberi kesempatan untuk menyampaikan

pendapat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.16


14
Oktariani, Asyti Febliza, Nurul Fauziah, “Keterampilan Berpikir Kritis Calon Guru Kimia
Sebagai Kesiapan Menghadapi Revolusi Industry 4.0”, Journal Of Natural Science And
Integration, Vol 3, Nomor 2, (2020), Halaman 116
15
Hurruyah, Milya Sari Dan Dila Wahyuni, “Efektifitas E-Modul Berbasisi Problem Solving
Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik”, Jurnal Penelitian Bidang IPA Dan
Pendidikan IPA, Vol 6, No 2, (2020), Halaman 182
16
Irvan Permana, Zulhijatiningsih Dan Surti Kurniasih, “Efektivitas E-Modul Sistem Pencernaan
Berbasis Problem Solving Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah”, Jurnal IPA Dan
Pembelajaran IPA, Vol 5, No 1, Halaman 37
8
8
8
Upaya pengembangan keterampilan berpikir kritis yang paling baik

dapat dilakukan yaitu dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan

pengalaman nyata peserta didik dilingkungan sehari-hari sehingga dalam

pembelajaran kurikulum 2013 perlu dirancang strategi pembelajaran yang

memungkinkan pengembangan keterampilan berpikir kritis peserta didik

menjadi lebih baik.17

Beberapa upaya yang dapat diusahakan guna memberdayakan

keterampilan berpikir kritis seperti penerapan strategi dan model

pembelajaran yang inovatif agar kualitas pembelajaran yang menjadi lebih

baik. contohnya, melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan

pembelajaran dan mengaitkan materi dengan kehidupan nyata, agar

terbentuknya pola pikir yang komprehensif dan luas, salah satunya

menggunakan model pembelajaram problem solving.18

Upaya yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya untuk mengatasi

permasalahan yang terjadi saat ini yaitu seiring dengan perkembangan

zaman, teknologi dan media pembelajaran dapat menciptakan modul

dalam bentuk yang lebih efisien dan menarik dapat menjadi salah satu agar

peserta didik disekolah menjadi lebih tertarik dan berminat membaca

modul sebab menggunakan modul elektronik (e-modul) yang kerap

dilengkapi dengan berbagai produk-produk interaktif seperti animasi,


17
Ending Susilawati, Agustinasari, Achmad Samsudin, Parsaoran Siahaan, “Analisis Tingkat
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA”, Jurnal Pendidikan Fisika Dan Teknologi, Vol 6, Nomor
1, (2020), Halaman 11
18
Eka Ariysti, Herawati Susilo, Hadi Suwono, Fachtur Rohman, “Pemberdayaan Keterampilan
Berpikir Kritis Melalui Pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL)”, Jurnal
Pendidikan Dan Kebudayaan, Vol 11. Nomor 3, (2021), Halaman 209
9
9
9
video, gambar dan audio. Perkembangan IPTEK di abad 21 ini

mendukung proses pembelajaran yang interaktif. 19

Sudah saatnya sekarang untuk tenaga pengajar dalam hal ini

pendidik dalam membuat bahan ajar untuk peserta didik tidak hanya

menggunakan, membaca dan mempelajari saja, namun dapat menciptakan

mengerti dan paham serta dapat mencobakannya, melalui pratikum yang

dilakukan disekolah, ini sangat berpengaruh pada hasil belajarnya nanti.20

Pemerintah Indonesia banyak melakukan perbaikan sistem

pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satunya

perbaikan sistem pendidikan di Indonesia yaitu perbaikan kurikulum.

Kurikulum yang sedang diterapkan saat ini adalah kurikulum 2013.

Kurikulum 2013 merupakan suatu kurikulum yang diarahkan pada

pencapaian kompetensi yang dirumuskan dari standar kompetensi lulusan,

meliputi sikap, perilaku, pengetahuan serta keterampilan. Salah satunya

yang dibutuhkan dalam kurikulum 2013 yaitu keterampilan berpikir

kritis.21

Penerapan kurikulum 2013 merupakan upaya untuk meningkatkan

keterampilan berpikir kritis peserta didik karena Standar Kompetensi

Lulusan (SKL). Kurikulum 2013 yaitu peserta didik dituntut memiliki


19
Ferlinda Herdianti Widiana, Brillian Rosy, “Pengembangan E-Modul Berbasis Flipbook Pada
Mata Pelajaran Teknologi Perkantoran”, Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol 3, No 6, (2021), Halaman
3729
20
Endang Nuryasana Dan Noviana Desiningrum,”Pengembangan Bahan Ajar Strategi Belajar
Mengajar Untuk Meningkatkan Motivasi Belajaar Mahasiswa”, Jurnal Inovasi Penelitian, Vol 1,
Nomor 5, (2020), Halaman 968
21
Tanti Anggiasari, Saleh Hidayat, Bina Azwar Anas Harfian, “Analisis Keterampilan Berpikir
Kritis Siswa SMA Di Kecamatan Kalidoni Dan Ilir Timur II”, Jurnal Umum, Vol 7, Nomor 2,
(2018), Halaman 184
10
10
10
keterampilan berpikir dan bertindak yang efektif dan kreatif dalam ranah

abstrak dan konkret sebagai pengembangan melalui kegiatan mengamati,

menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar dan mencipta secara

mandiri sesuai dengan bakat dan minatnya.22

Salah satu model yang mengaktifkan peserta didik dalam proses

belajar mengajar sesuai hakikat konstruktivisme model pembelajaran

berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan

peserta didik dalam memecahkan masalah, berpikir kritis sehingga akan

meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti melakukan penelitian

tentang “Pengembangan e-modul dengan model pembelajaran problem

solving terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik”.

B. Identifikasi Masalah

1. Pembelajaran fisika sangat sulit dipahami karena banyak membahas dan

menjelaskan rumus-rumus

2. Metode pembelajaran yang digunakan oleh pendidik seringkali

menggunakan model ceramah sehingga membuat peserta didik menjadi

cepat bosan

3. Bahan ajar yang digunakan tidak dapat meningkatkan keterampilan

berpikir kritis peserta didik

4. Rendah nya keterampilan berpikir kritis peserta didik pada materi alat-alat

22
Ending Susilawati, Agustinasari, Achmad Samsudin, Parsaoran Siahaan, “Analisis Tingkat
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA”, Jurnal Pendidikan Fisika Dan Teknologi, Vol 6, Nomor
1, (2020), Halaman 11
11
11
11
optik dan gejalan pemanasan global

5. Pendidik masih menjalankan peran sebagai teacher centered learning

(pembelajaran yang berpusat pada pendidik)

C. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah, peneliti mengambil dari point 3,4 selain itu

penelitian juga dibatasi pada :

1. Bahan ajar yang dikembangkan adalah e-modul dengan model

pembelajaran problem solving

2. Pengembangan e-modul dengan model pembelajaran problem solving

batas pada materi alat-alat optik dan gejala pemanasan global.

3. Pengembangan e-modul dengan model pembelajaran problem solving

hanya terbatas pada peserta didik kelas XI SMA/MA

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan permasalahan diatas, maka masalah akan

teliti dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengembangan E-Modul dengan model pembelajaran

problem solving terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik?

2. Bagaimana kualitas E-Modul dengan model pembelajaran problem

solving terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik?

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prosedur pengembangan E-Modul dengan model

pembelajaran problem solving terhadap keterampilan berpikir kritis

peserta didik?
12
12
12
2. Untuk mengetahui kualitas E-Modul dengan model pembelajaran

problem solving terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik?

F. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

a. Bagi dunia pendidikan, dapat memberikan konstribusi terhadap

bahan ajar untuk membantu memfasilitasikan peserta didik belajar

aktif.

b. Untuk menambah pengetahuan tentang kajian ilmiah dalam

pengembangan bahan ajar dalam pembelajaran fisika.

c. Untuk menambahkan keilmuan dibidang pembelajaran fisika.

2. Secara Praktis

a. Bagi peserta didik, melalui menggunakan menggunakan E-Modul

dengan model pembelajaran problem solving peserta didik

mempunyai minat belajar yang tinggi sehingga mampu

meningkatkan keterampilan berpikir kritisnya.

b. Bagi pendidik, sebagai bahan alternatif dalam memilih model

pembelajaran yang efektif, guna meningkatkan hasil belajar siswa

pada pembelajaran selanjutnya.

c. Bagi sekolah, dengan meningkatnya hasil belajar, siswa dapat

mempengaruhi tingkat kelulusan dan mutu sekolah yang lebih baik.

d. Bagi penulis, menambah pengetahuan peneliti tentang

pengembangan E-Modul dengan model pembelajaran problem

solving khususnya pada pembelajan fisika.


13
13
13
G. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah E-Modul

dengan model pembelajaran problem solving terhadap keterampilan

berpikir kritis peserta didik. Spesifikasi produk yaitu :

1. Bahan ajar E-modul dengan model pembelajaran problem solving yang

dikemabangkan ini akan mengaitkan materi fisika dengan kehidupan

sehari-hari pada materi yang dibahas adalah kompetensi inti (KI),

kompetensi dasar (KD), indikator, tujuan pembelajaran, uraian materi,

gambar dan pembelajaran sebagai pendukung materi, contoj soal dan

latihan yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta

didik.

2. Produk yang dikembangkan pada materi fisika kelas XI berupa e-

modul dengan model pembelajaran problem solving

3. Materi yang disampaikan terfokus pada materi alat-alat optik dan

gejala pemanasan global.

H. Asumsi Dan Keterbatasan Pengembangan

1. Asumsi Pengembangan

a. Semua pendidik dan peserta didik dapat menggunakan E-Modul

dengan model pembelajaran problem solving sebagai bahan ajar

dalam pembelajaran fisika. Serta membantu peserta didik untuk

lebih memahami materi pembelajaran dikelas dengan model

pembelajaran problem solving. Sekolah harus menyediakan

laboratorium.
14
14
14
b. Proses pembelajaran kurikulum 2013 dituntut dilaksanakan secara

saintifik yang didukung oleh sumber yang dapat memberikan

bentuk keterampilan peserta didik pada abad 21

2. Keterbatasan Pengembangan

Materi yang dikembangkan hanya pada materi alat-alat optik

dan gejala pemanasan global dipelajari oleh peserta didik kelas XI

SMAN 1 Sutera.

I. Definisi Operasional

1. Fisika merupakan bagian dari ilmu sains yang disusun berdasarkan

fakta, fenomena-fenomena alam, hasil pemikiran dan hasil eksperimen.

Pembelajaran fisika merupakan pembelajaran yang melibatkan hakikat

fisika sebagai sains dalam proses pembelajarannya

2. E-Modul adalah alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi,

metode, batasan-batasan dan caraa mengevaluasi yang dirancang

secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang

diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya secara elektronik.

Model pembelajaran Problem solving.

3. Model pembelajaran solving adalah model pembelajaran dimana siswa

dilatih untuk menyelesaikan persoalan yang diberikan, baik

diselesaikan mandiri maupun kelompok. Model pembelajaran problem

solving merupakan model pembelajaran yang melakukan pemusatan

pada pengajaran dan pemecahan masalah dengan soal yang diberikan

oleh guru kepada siswanya kemudian dipecahkan dalam pembelajaran


15
15
15
dikelas. Problem solving lebih memusatkan kepada pengamatan-

pengamatan serta penemuan-penemuan yang dimiliki siswa setelah

melakukan pengamatan.

4. Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu bagian keterampilan

berpikir tingkat tinggi/ Higher Order Thinking Skills (HOTS) yang

mampu memfasilitasi peserta didik untuk belajar menjadi seorang

problem solver.

16
16
16
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Fisika

Fisika merupakan bagian dari ilmu sains yang disusun berdasarkan

fakta, fenomena-fenomena alam, hasil pemikiran dan hasil eksperimen.

Objek kajian dalam pembelajaran fisika adalah benda tak hidup dan gejala

alam atau peristiwa-peristiwa yang memiliki keterkaitan antara satu

dengan lainnya sehingga terdapat beberapa konsep yang bersifat abstrak

dan sulit untuk dimengerti oleh peserta didik.23

Ilmu fisika merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam yang

terdiri dari beberapa aspek pengetahuan (produk), aspek berpikir aspek

sikap (kerja) dan metode penelitian ilmiah dalam upaya memberikan

pemahaman tentang fenomena alam. Penguasaan konsep adalah dasar

dalam pembelajaran fisika dengan penguasaan konsep peserta didik

mampu menjelaskan fenomena fisika dan mengaplikasikan ilmunya pada

proses pemecahan masalah.24


23
Dedi Riyan Rizaldi, A. Wahab Jufri, Jamaluddin, “Phet : Simulasi Interaktif Dalam Proses
Pembelajaran Fisika”, Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, Vol 5, Nomor 1 (2020), Halaman 11
24
Irda Sukamawati Dewi, Mukhayyarotin Niswati Rodliyatul Jauhariyah, “Analisis Bobliometrik
Implementasi Pembelajaran Fisika Berbasis Stem Pada Tahun 2011-2021”, Jurnal Ilmiah
17
17
17
Pembelajaran fisika merupakan pembelajaran yang melibatkan

hakikat fisika sebagai sains dalam proses pembelajarannya. Pembelajaran

fisika memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik untuk

meningkatkan kemampuannya dan memahami konsep-konsep yang ada

dalam kerangka kurikulum 2013 tertuang tujuan pembelajaran fisika yaitu

peserta didik mampu menguasai konsep dan memiliki kemampuan untuk

mengasah pengetahuannya agar dapat menyelesaikan permasalahan yang

ada dalam kehidupannya.25

Fisika memiliki peranan penting dalam meningkatkan mutu

pendidikan yaitu untuk menghasilkan peserta didik yang berkualitas,

dimana peserta didik mampu berpikir, kreatif, logis dan berinisiatif.

Karena termasuk mata pelajaran yang tidak bias ditransfer begitu saja dari

pemikiran guru ke peserta didik, sampai saat ini fisika masih dianggap

sulit.

2. Bahan ajar

A) Pengertian bahan ajar

Menurut national centre for competency based training

bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk

membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses

pembelajaran. Bahan yang dimaksud dapat tertulis maupun tidak

tertulis. Pandangan dari para ahli lainnya mengatakan bahwa bahan


Pendidikan Fisika , Vol 5, No 3, (2021), Halaman 371
25
Ibrahim, Gunawan Dan Kosim, “Validasi Perangkat Pembelajaran Fisika Berbasis Model
Discovery Dengan Pendekatan Konflik Kognitif”, Jurnal J.Pijar Mipa, Vol 15, Nomor 3 (2020),
Halaman 214
18
18
18
ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik

tertulis maupun tidak tertulis sehingga terciptanya suatu

lingkungan atau suasana yang memungkinkan peserta didik belajar.

Bahan ajar adalah sesuatu yang digunakan oleh guru atau

peserta didik untuk memudahkan proses pembelajaran. Bahan ajar

didalamnya dapat berupa materi tentang pengetahuan, keterampilan

dan sikap yang harus dicapai peserta didik terkait kompetensi dasar

tertentu. Bahan ajar dalam peranannya sebagai pemberi informasi

sangat dibutuhkan oleh pendidik maupun peserta didik. Pendidik

harus mampu mengolah serta menelaah setiap informasi

didalamnya agar dapat diserap secara tepat.26

B) Fungsi bahan ajar

Menurut Greened An Pretty mengemukakan fungsi bahan

ajar yang lengkap sebagai berikut :

1. Mencerminkan suatu sudut pandangan yang tangguh dan

modern mengenai pengajajran, serta mendemonstrasikan

aplikasinya dalam bahan pengajaran yang disajikan.

2. Menyajikan suatu sumber pokok masalah

3. Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap

4. Menyajikan bersama-sama dengan sumber bahan ajar lainnya

5. Menyajikan fiksasi (perasaan yang mendalam) awal yang perlu

Endang Nuryasana Dan Noviana Desiningrum,”Pengembangan Bahan Ajar Strategi Belajar


26

Mengajar Untuk Meningkatkan Motivasi Belajaar Mahasiswa”, Jurnal Inovasi Penelitian, Vol 1,
Nomor 5, (2020), Halaman 968
19
19
19
dan sebagai penunjang bagi latihan-latihan dan tugas-tugas

praktis.

6. Menyajikan bahan/sarana evaluasi dan remedial

C) Jenis-jenis bahan ajar

Dikelompokkan menjadi 4 macam, terutama berdasarkan sifatnya,

yaitu :

1. Bahan cetak adalah beberapa bahan yang telah disusun dalam

bentuk kertas untuk keperluan proses belajar atau untuk

menyampaikan sebuah informasi seperti buku, modul, handout,

LKPD, brosur, atau gambar, dan lain-lain.

2. Bahan ajar yang berbasiskan teknologi, seperti e-modul, kaset

audio, siaran radio, slide, filmstrips, film, video cassette, siaran

televisi, video interaktif, computer based tutorial (CBT) dan

multimedia.

3. Bahan ajar yang digunakan untuk praktik atau proyek

4. Bahan ajar yang dibutuhkan untuk keperluan interaksi manusia

(terutama dalam pendidikan jarak jauh), misalnya telepon dan

video conferencing (VC).27

D) Manfaat bahan ajar

Manfaat atau kegunaan pembuatan bahan ajar dapat

dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :

Qurrota A’yun, “Pengembangan Bahan Ajar Digital IPA Berpendekatan STEM Untuk
27

Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Literasi It Siswa”, (Phd Thesis:Universitas


Negeri Semarang, 2019)
20
20
20
1) Kegunaannya bagi pendidik

Manfaat bahan ajar bagi pendidik, sebagai berikut :

a. Pendidik dapat memiliki bahan ajar yang dapat membantu

dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran

b. Bahan ajar dapat diajukan sebagai karya yang dapat dinilai

untuk meningkatkan peringkat kredit pendidik untuk

kenaikan pangkat

c. Pendapatan penghasilan untuk pendidik jika hasilnya

diterbitkan.

2) Kegunaan bagi peserta didik

Jika bahan ajar tersedia dalam pendekatan yang

beragam, inovatif dan menarik, maka ada 3 kegunaan bahan

untuk peserta didik, sebagai berikut :

a. Menambah pengetahuan tentang pembelajaran

b. Peserta didik memiliki lebih banyak kesempatan untuk

belajar secara mandiri dengan bimbingan dari pendidik

c. Peserta didik mendapatkan kemudahan dalam memperoleh

pengetahuan dari setiap kompetensi yang harus dikuasai.28

3. E-Modul

A) Pengertian E-Modul

Modul merupakan sebuah bahan ajar yang disusun secara

28
Rahmi Cahnia, “Pengembangan LKPD Berbasis Pratikum Pada Pembelajaran IPA Dimadrasah
Tsanawiyah, Natural Science: Jurnal Penelitian Bidang IPA Dan Pendidikan IPA, Vol 4, No 2,
(2018), Halaman 664-675
21
21
21
matematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik

sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usia, agar dapat belajar

mandiri.

Perkembangan teknologi khususnya internet semakin canggih

dari zaman ke zaman internet memberikan peluang dunia pendidikan

untuk mengakses berbagai informasi baik berbentuk teks, gambar,

simulasi, maupun suara. Perkembangan teknologi informasi yang pesat

telah memungkinkan pengembangan pembelajaran mengubah cara

penyajian bahan ajar, dalam hal ini modul cetak menjadi modul yang

dikemas dalam format digital atau dikenal dengan isitilah Modul

Elektronik (E-Modul).

Menurut Sugianto Modul Elektronik (E-Modul) merupakan

sebuah bentuk penyajian bahan belajar mandiri yang disusun secara

matematis kedalam unit pembelajaran terkecil untuk mencapai tujuan

pembelajaran tertentu yang disajikan ke dalam format eletronik yang

didalamnya terdapat animasi, audio, navigasi yang membuat pengguna

lebih interaktif dengan program.29

E-Modul adalah alat atau sarana pembelajaran yang berisi

materi, metode, batasan-batasan dan caraa mengevaluasi yang

dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi

yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya secara

Anggraini Diah Puspitasari, “Penerapan Media Pembelajaran Fisika Menggunakan Modul Cetak
29

Dan Modul Elektronik Pada Siswa Sma”, Jurnal Pendidikan Fisika, Vol 7, Nomor 1 (2019),
Halaman 18
22
22
22
elektronik.30

B) Kelebihan Dan Kekurangan E-Modul

Kelebihannya :

a. Dapat diintegrasikan dengan internet

b. Dapat menggunakan aplikasi yang mendukung

c. Dapat langsung memutar video dan musik di dalam aplikasi

tersebut

Kekurangannya :

a. Harus menyedikan tempat khusus untuk membuat catatan,

karena pada umumnya E-Modul tidak bisa di coret-coret

dengan sembarangan

b. Tidak semua siswa dapat menggunakan E-Modul, karena

keterbatasan fasilitas yang dimiliki.31

4. Model Pembelajaran Problem Solving

A) Pengertian problem solving

Secara bahasa problem solving berasal dari dua kata yaitu

Problem dan Solves. Makna bahasa dari problem yaitu “A think

that difficukt to deal with or understand” (suatu hal yang sulit

untuk melakukannya atau memahaminya). Juga dapat diartikan “A

question to be answered or solved” (pertanyaan yang butuh


30
Mazetha Ramadaynty, Sutarno, Eko Risdianto, “Pengembangan E-Modul Fisika Berbasis
Multiple Representation Untuk Melatih Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa”, Jurnal
Kumparan Fisika, Vol 4, Nomor 1, (2021), Halaman 18
31
Anggraini Diah Puspitasari, “Penerapan Media Pembelajaran Fisika Menggunakan Modul Cetak
Dan Modul Elektronik Pada Siswa Sma”, Jurnal Pendidikan Fisika, Vol 7, Nomor 1 (2019),
Halaman 23
23
23
23
jawaban atau jalan keluar), sedangkan solves dapat diartikan “To

find an answer to problem” (mencari jawaban dalam masalah).

Sedangkan secara terminologi, problem solving seperti yang

diartikan syaiful bahri djamarah dan aswan zain adalah suatu cara

berpikir secara ilmiah untuk mencari pemecahan suatu masalah.

Problem solving adalah suatu pedoman mengajar yang

sifatnya teoritis atau konseptual untuk melatih peserta didik dalam

memecahkan masalah-masalah dengan menggunakan berbagai

strategi dan langkah pemecahan masalah yang ada. Problem

solving dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta

didik dan mengembangkan kemampuan untuk menyesuakan

dengan pengetahuan baru dan mengembangkan minat peserta didik

untuk secara terus menerus belajar sekalipun pendidikan belajar

formal itu berakhir (hein et al, 2020).32

Pemecahan masalah (Problem Solving) merupakan

pendekatan yang menekankan agar proses belajar mengajar bias

memberi kemampuan bagaimana cara pemecahan masalah yang

objektif dan yang tahu benar apa yang akan dihadapi (Arifin, dkk,

2005). Menurut As’ari model pembelajaran problem solving

merupakan suatu pembelajaran yang memusatkan pada pengajaran

dan keterampilan untuk bias mencari atau menemukan solusi atau

Hasri Hidayati, Heffi Alberida, Fitri Arsih, Ganda Hijrah Selaras, “Lembar Kegiatan Peserta
32

Didik (LKPD) Berbasis Problem Solving Pada Materi Bakteri Untuk Kelas X SMA/MA”, Journal
For Lesson And Learning Studies, Vol 4, Nomor 3, (2021) : Halaman 344
24
24
24
cara penyelesaian masalah.

Model pembelajaran problem solving adalah model

pembelajaran yang memberi peluang siswa untuk memecahkan

masalah yang diberikan secara mandiri sehingga mampu

memperoleh konsep dan kemudian mampu menerapkan konsep

yang telah diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam bentuk

lainnya, djamarah dan zain (Firmansyah, Wonorahardjo dan Arief,

2016).33

B) Tujuan model pembelajaran problem solving

Tujuan utama dari penggunaan model pembelajaran

problem solving adalah :

a. Mengemukakan kemampuan berpikir, terutama dalam mencari

sebab-akibat dan tujuan suatu masalah

b. Memberikan kepada peserta didik pengetahuan dan kecakapan

praktis yang bernilai atau bermanfaat bagi keperluan kehidupan

sehari-hari.

C) Langkah-langkah problem solving

Dalam model pembelajaran ada 5 langkah yang harus

ditempuh antara nya adalah :

a. Membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah,

menggambarkan situasi, mendeskripsikan setting pemecahan)

Renilda Ririn, Hedi Budiman, Guntur Maulana Muhammad, “Peningkatan Kemampuan Berpikir
33

Matematis Dan Kemandirian Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Problem Solving,
Mathema Journal, Vol 3 Nomor 1, (2021) : Halaman 4
25
25
25
b. Mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian

informasi, melukiskan diagram pemecahan, membaut table,

grafik atau gambar)

c. Menseleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi

atau eksperimen, reduksi atau ekspansi, deduksi logis, menulis

persamaan)

d. Menemukan jawaban (mengestimasi)

e. Refleksi dan perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan

alternatif pemecahan lain, memperluas konsep dan generalisasi,

mendiskusikan pemecahan, memformulasikan masalah-

masalah variatif yang orisinil)

Langkah-langkah model problem solving menurut Polya

adalah :

a. Memahami masalah

b. Menyusun rencana

c. Melaksanakan rencana

d. Lihat kembali.34

D) Kelebihan dan Kekurangan Problem Solving

Kelebihan :

a. Mengajarkan siswa untuk menghadapi masalah atau situasi

rumit yang timbul secara spontan


Toni, “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Pada Muatan Matematika
34

Melalui Model Pembelajaran Problem Solving Dikelas VI SDN 146/X Tanjung Solok Pada
Semester Ganjil Tahun Ajaran 2021/2022”, Journal On Education, Vol 04, Nomor 02 (2022) :
Halaman 572
26
26
26
b. Siswa menjadi aktif, kreatif dan bertanggung jawab

c. Pendidikan lebih dominan dengan kehidupan

Kekurangan :

a. Sangat susah menemukan masalah yang benar-benar cocok

dengan tingkat kemampuan siswa

b. Memerlukan waktu yang lama (panjang) dibandingkan dengan

model pembelajaran lain

c. Siswa yang pasif dan malas akan tertinggal

d. Sangat susah untuk mengorganisasikan bahan pelajaran.

E) Contoh penerapan model pembelajaran Problem solving

Problem solving (pemecahan masalah) sangat tepat

digunakan dalam memberikan materi yang banyak melibatkan

konsep-konsep dan perhitungan. Hal ini dapat dilihat dari

penyelesaian masalah secara kuantitatif ataupun kualitatif.

Penyelesaian kuantitatif yaitu penggunaan rumus yang sesuai

sehingga dapat menjawab masalah yang diberikan.35

5. Keterampilan Berpikir Kritis

A) Pengertian Berpikir Kritis

Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu bagian

keterampilan berpikir tingkat tinggi/ Higher Order Thinking Skills

(HOTS) yang mampu memfasilitasi peserta didik untuk belajar

Putri Rohani, Salman, Yulda Dina Septiana, “Model Pembelajaran Problem Solving”, Jurnal
35

Pendidikan Agama Islam, Vol 6, Nomor 2, (2021) : Halaman 9-14


27
27
27
menjadi seorang problem solver. Menurut Binkley berpikir kritis

merupakan salah satu keterampilan yang penting untuk dikuasai

peserta didik di abad 21, sehingga sangat perlu untuk dilatihkan

dalam proses pembelajaran.36

B) Karakteristik Keterampilan berpikir kritis

Karakteristik atau ciri-ciri keterampilan berpikir kritis

menurut (aybek dan aslan, 2016 : 94) sebagai berikut :

a. Mengenal masalah

b. Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani

masalah-masalah itu

c. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan

d. Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan

e. Memahmi dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas dan khas

f. Menilai fakta dan mengevaluasi pertanyaan-pertanyaan

g. Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-

masalah

h. Menarik kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan

i. Menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan yang diambil

seseorang

j. Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang

berdasarkan pengalaman yang lebih luas

Siswanto Dkk, “Mengukur Keterampilan Berpikir Kritis, Beragumentasi Dan Kemampuan


36

Pemahaman Membaca”, (Jawa Tengah: Pustaka Rumah Cinta, 2021) Cetakan Ke-1, Halaman 1
28
28
28
k. Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas

tertentu dalam kehidupan sehari-hari.

F) Indikator keterampilan berpikir kritis

Bashith dan Amin mengungkapkan keterampilan berpikir

kritis dikelompokkan menjadi 5 indikator kemampuan sebagai

berikut :

a. Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification)

b. Membangun keterampilan dasar (basic support)

c. Membuat kesimpulan (inferring)

d. Memberikan penjelasan lebih lanjut (advance clarification)

e. Mengatur strategi dan taktik (strategy dan tactiecs).37

G) Kerangka kerja berpikir kritis

Norris dan Ennis mengungkapkan kerangka kerja berpikir

kritis sebagai berikut :

a. Mengklarifikasi isu dengan mengajukan pertanyaan kritis

b. Mengumpulkan informasi tentang isu

c. Mulai menalar melalui sudut padang

d. Mengumpulkan informasi dan melakukan analisis lebih lanjut

jika diperlukan

e. Membuat dan mengkomunikasikan keputusan38

6. Karakteristik materi
37
Mike Tumanggor “Berpikir Kritis (Cara Jitu Menghadapi Tantangan Pembelajaran Abad 21)”,
(2021), Royal Bukit Asri VI No.20 Ronowijayan Siman Ponogoro, Halaman 13-16
38
Lilis Lismaya, “Berpikir Kritis Dan PBL (Problem Based Learning), (2019), Pondok Maritim
Indah : Wiyung, Kota Surabaya, Halaman 10
29
29
29
Materi yang diterapkan pada penelitian ini yaitu alat-alat optik yang

dipelajari dikelas XI pada KD 3.11 dan gejala ppemanasan global yang

dipelajari dikelas XI pada KD 3.12. adapun karakteristik materinya

dapat dipelajari sebagai berikut :

A) Alat-alat optik

Alat optik adalah alat-alat yang menggunakan lensa/cermin untuk

memanfaatkan sifat-sifat cahaya yaitu dapat dipantulkan dan dapat

dibiaskan, cahaya tersebut digunakan untuk melihat.

a. Pengertian mata dan kacamata

Mata merupakan salah satu organ yang sangat penting

dan merupakan suatu karunia dari Allah SWT yang amat luar

biasa. Dengan mata seseorang dapat melihat. Mata berfungsi

dengan cara menerima, memfokuskan dan mentransmisikan

cahaya melalui lensa mata yang menghasilkan bayangan objek

yang kemudian ditangkap oleh retina mata.

Bayangan objek yang ditangkap retina tersebut

kemudian dikirimkan ke otak melalui saraf optik untuk

kemudian diolah menjadi gambar yang mampu dilihat secara

nyata. Mata hampir berbentuk bulat dengan diameter sekitar

2,5 cm dan dibungkus cangkang (sclera) berwarna putih yang

keras sebagai pelindung.

30
30
30
Gambar penampang sebuah mata

Bagian dalam mata (anatomi mata) sebagai berikut :

a) Kornea

Adalah bagian mata yang terletak dilapisan paling

luar. Bagian kornea berupa selaput bening dan bersifat

transparan, sehingga memungkinkan cahaya dapat masuk

kedalam sel-sel penerima cahaya didalam bola mata.

Fungsinya untuk melindungi mata dari benda-benda asing

san melakukan reflaksi di lensa mata.

b) Iris

Iris adalah bagian mata yang berfungsi untuk

mengatur besar kecilnya pupil, iris juga berfungsi memberi

warna pada mata.

c) Pupil

31
31
31
Pupil merupakan bagian mata berupa lubang kecil.

Fungsinya mengatur jumlah cahaya yang masuk ke bola

mata. Besar kecilnya pupil diatur oleh iris. Pupul akan

mengecil jika cahaya yang masuk terlalu terang, semstara

pupil akan membesar jika cahaya yang datang terlalu redup.

d) Retina

Retina (selaput jala) merupakan bagian mata berupa

lapisan tipis sel yang ada dibagian belakang bola mata.

Fungsinya untuk menangkap bayangan yang dibentuk lensa

mata kemudian diubah menjadi sinyal saraf.

e) Lensa

Fungsi lensa mata adalah untuk membentuk sebuah

gambar. Gambar yang dibentuk lensa mata kemudian

diteruskan dan diterima retina.

f) Koroid

Koroid adalah bagian mata yang berupa dinding

mata. Fungsinya untuk menyuplai oksigen dan nutrisi untuk

bagian-bagian mata yang lain, khususnya retina.

g) Aqueos humor

Aqueos humor adalah cairan yang menyerupai

plasma berlendir transparan yang memiliki konsentrasi

protein yang rendah. Fungsinya sebagai struktur pendukung

lensa.
32
32
32
h) Vitreous humor

Bentuk Vitreous humor berupa semacam gel.

Fungsinya untuk mengisi ruang antara retina dan lensa.

i) Saraf optik

Fungsi Saraf optik (saraf mata) untuk meneruskan

informasi bayangan benda yang diterima retina menuju

keotak. Jika saraf rusak dapat mengakibatkan kebutaan

mata.

j) Bintik kuning

Bagian mata yang sensitif.

k) Bintik buta

Disebut juga sebagai blind spot adalah bagian mata

yang tidak sensitive terhadap cahaya.

l) Otot mata

Fungsinya adalah membantu cara kerjanya lensa

mata dalam membuat mencembung/memipih/sebagai daya

akomodasi mata.

m) Sklera

Sklera merupakan bagian mata yang berupa dinding

putih mata dan disebut dengan selaput putih. Fungsinya

untuk melindungi strukutr mata dan membantu

mempertahankan bentuk mata.

Daya akomodasi
33
33
33
untuk melihat benda didepan mata dengan jelas,

maka bayangan benda harus berbentuk diretina dengan sifat

nyata, terbalik dan diperkecil

Gambar penampang mata

saat mata tidak berakomodasi dan berakomodasi

Daya akomodasi pada saat kemampuan lensa mata

untuk menipis atau menebal sesuai dengan jarak benda

yang dilihat. Sedangkan mata tidak berakomodasi ketika

daya akomodasi mata diatur oleh otot siliaris, ketika

melihat benda- benda ditempat kejauahan, otot siliaris

mengedur, sehingga lensa mata menipis.

Cacat mata sebagai berikut :

1) Rabun jauh (miopi)

Rabun jauh mempunyai titik dekat lebih kecil

dari 25 cm dan titik jauh yang berhingga (pada jarak

34
34
34
tertentu). Untuk mengatasi rabun jauh dapat

menggunakan kacamata lensa cekung (negatif).

2) Rabun dekat (hipermetropi)

Disebabkan karena benda tidak tepat jatuh di

retina tetapi dibelakang retina. Rabun dekat mempunyai

titik dekat lebih besar dari 25 cm dan titik jauh tak

berhingga. Untuk mengatasi rabun dekat dapat

menggunakan kacamata cembung (positif).

3) Mata tua (presbiopi)

Presbiopi adalah penurunan kemampuan lensa

mata untuk memfokus yang berakibat pada kesulitan

dalam melihat benda berjarak jauh sekaligus kesulitan

dalam membaca pada jarak normal. Presbiopi terjadi

pada saat berumur diatas 40 tahun. Untuk mengatasi


35
35
35
mata presbiopi menggunakan kacamata berlensa bifocal

(rangkap).

4) Astigmatisma

Astigmatisma merupakan cacat mata yang

disebabkan oleh kornea mata yang tidak berbentuk

sefiris (irisan bola). Untuk mengatasinya dapat

digunakan kacamata yang mempunyai lensa silidris.

5) Katarak dan glaukoma

Katarak disebabkan oleh seseorang yang

berumur panjang suatu waktu dalam hidupnya akan

mengalami pembentukan katarak, yang membuat lensa

matanya secara parsial/secara normal menjadi buram.

36
36
36
Sedangkan glaukoma disebabkan oleh peningkatan

tekanan fluida dalam mata secara abnormal.

Kacamata merupakan alat optik yang digunakan untuk

membantu melihat pada orang yang memiliki cacat mata, baik itu

rabun jauh, dekat ataupun mata silindris. Kacamata berfungsi

dengan cara mengatur bayangan agar jatuh tepat pada retina,

dengan cara menjauhkan titik jatuh bayangan.

Jauh dekatnya bayangan terhadap lensa (kacamata) yang

digunakan tergantung pada letak objek, jarak fokus lensa, kekuatan

atau daya lensa. Kekuatan ataua daya lensa dirumuskan dengan :

1
P=
f

Dimana :

P = kekuatan ataua daya lensa (dioptri)

f = jarak fokus lensa (m)

untuk mencari jarak fokus lensa dapat menggunakan

37
37
37
rumus sebagai berikut :

1 1 1
= +
f s s'

Dimana :

s = Jarak benda ke lensa (m)

s ' = jarak bayangan ke lensa (m)

b. Kaca pembesar (lup)

Lup atau kaca pembesar adalah sebuah lensa cembung yang

digunakan untuk melihat benda-benda kecil agar tampak lebih

besar.

c. Mikroskop

Mikroskop digunakan untuk memperbesar citra objek

atau benda terlalu kecil untuk dilihat oleh mata telanjang.

38
38
38
Bagian-bagian mikroskop sebagai berikut :

i. Lensa okuler

Berfungsi untuk memperbesar bayangan yang

dihasilkan oleh lensa objektif

ii. Lensa objektif

Berfungsi untuk membentuk bayangan nyata,

terbalik, diperbesar

iii. Meja preparat

Merupakan tempat untuk meletakkan objek yang

akan diamati

iv. Diafragma

Berfungsi mengatur sedikit banyaknya cahaya uang

masuk

v. Cermin

39
39
39
Berfungsi untuk menerima dan mengarahkan

cahaya yang masuk dengan cara memantulkan cahaya

tersebut.

d. Teropong

Teropong merupakan alat optik yang digunakan untuk

melihat benda-benda yang terletak sangat jauh agar tampak

lebih dekat dan lebih besar.

e. Kamera

Kamera merupakan alat untuk menghasilkan foto. Ada 2 jenis

kamera yaitu kamera analog dan kamera digital.

40
40
40
Bagian-bagian kamera seperti bagian mata sebagai berikut :

 Lensa kamera seperti lensa pada mata (memfokuskan

bayangan)

 Diafragma dan shutter (pembuka dan penutup lensa)

seperti iris dan pupil (mengatur banyak dan sedikitnya

sinar yang masuk)]

 Film seperti retina (tempat terbentuknya bayangan)

 Gerakan maju mundurnya lensa seperti akomodasi

(untuk memfokuskan bayangan agar jatuh diretina).39

Prinsip kerja kamera telihat pada gambar

Mursalin, Abdul Haris Odja, Anjas Arota, “Perangkat Pembelajaran Inovatif Berbantuan Edmodo
39

Pada Konsep Alat-Alat Optik”, (Yogyakarta: Zahir Publishing, 2021) Cetakan Ke-I, Halaman 21-
67
41
41
41
f. Ayat al-qur’an yang berkaitan dengan alat-alat optik

Terdapat dalam QS Al-anfal surat ke-8 ayat 44 yang

berbunyi :

‫َواِ ْذ ي ُِر ْي ُك ُم ْوهُ ْم اِ ِذ ْالتَقَ ْيتُ ْم فِ ْٓي اَ ْعيُنِ ُك ْم قَلِ ْياًل َّويُقَلِّلُ ُك ْم فِ ْٓي اَ ْعيُنِ ِه ْم‬
ُ‫ان َم ْفع ُْواًل َۗواِلَى هّٰللا ِ تُرْ َج ُع ااْل ُ ُم ْور‬ َ ‫ض َي هّٰللا ُ اَ ْمرًا َك‬ ِ ‫ࣖ لِيَ ْق‬
Artinya: ”dan ketika allah memperlihatkan mereka

kepadamu, ketika kamu berjumpa dengan mereka berjumlah

sedikit menurut penglihatan matamu dan kamu diperlihatkan-Nya

berjumlah sedikit menurut penglihatan mereka, itu karena allah

berkehendak melaksanakan suatu urusan yang harus dilaksanakan.

Hanya kepada allah segala urusan dikembalikan”

B) Gejala pemanasan Global

Pemanasan global merupakan fenomena peningkatan

temperatur rata-rata permukaan bumi. Berdasarkan analisis

geologi, temperatur planet bumi telah meningkat beberapa derajat

dibandingkan 20.000 tahun yang lalu. Berdasarkan catatan IPPC

42
42
42
(intergovenmental panel of climate change), temperatur rata-rata

global telah meningkat sebesar 0,78˚C selama periode 100 tahun

terakhir (1906-2005). Peningkatan rata-rata kian meninggi yang

disebut dengan istilah pemanasan global atau global warming.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi pemanasan global sebagai

berikut :

1. Fluktuasi radiasi gelombang elektromagnetik matahari

2. Perubahan jarak antara bumi terhadap matahari sehingga

mempengaruhi kualitas dan kuantitas pancaran radiasi

gelombang elektromagnetik matahari yang sampai kebumi

3. Fenomena aerosol dan awan diatmosfer

4. Permukaan bumi yang berwarna cerah dengan hamparan

salju, lapisan es dan gurun pasir memantulkan sepertiga

radiasi matahari keluar angkasa

5. Fenomena efek rumah kaca yang membuat panas lapisan

atmosfer didekat permukaan bumi tertahan untuk keluar

angkasa.

a. Efek rumah kaca

43
43
43
Efek rumah kaca merupakan sebagian besar radiasi

panas yang dipancarkan oleh daratan dan lautan diserap oleh

atmosfer, termasuk awan dan juga diradiasikan kembali ke

bumi. Efek rumah kaca atau greenhouse effect didefinisikan

sebagai selisih antara radiasi permukaan bumi yang

dipancarkan keluar angkasa.

Efek rumah kaca diatmosfer terjadi karena adanya gas-

gas yang menyerap dan memancarkan radiasi infrared. Gas-

gas itu disebut gas-gas rumah kaca. Gas-gas rumah kaca itu

menyerap radiasi panas infrared yang dipancarkan oleh

permukaan bumi, panas akibat penyerapan radiasi matahari

oleh atmosfer itu sendiri dan panas yang diserap oleh awan.

Penyerapan itu menyebabkan atmosfer di dekat permukaan

bumi menjadi menghangat sehingga akhirnya atmosfer juga

memancarkan radiasi panas infrared kepermukaan bumi.

b. Emisi karbon dan perubahan iklim

44
44
44
Emisi karbon adalah gas yang dikeluarkan dari hasil

pembakaran segala senyawa yang mengandung karbon, seperti

CO2, solar, bensin, LPG serta bahan bakar lainnya. Fenomena

emisi merupakan proses pelepasan karbon ke lapisan atmosfer

bumi.

Perubahan iklim mengacu pada perubahan suhu dan opa

cuaca dalam jangka panjang. Aktivitas manusia telah menjadi

pendorong utama perubahan iklim, terutama dengan

pembakaran bahan bakar fosil. Perubahan iklim terjadi karena

meningkatnya konsetrasi gas karbondioksida dan gas-gas

lainnya di atmosfer yang menyebabkan efek gas rumah kaca.

c. Dampak pemanasan global

1. Pencairan es didaerah kutub dan gletser

Wilayah es arktik dikutub utara pada dasarnya

merupakan lautan beku yang dikelilingi daratan yang sering

45
45
45
disebut dengan lingkaran arktik ( arctic circle). Sebaliknya,

antartika dikutub selatan pada dasarnya berupa daratan

benua dengan wilayah pegunungan dan danau berselimut es

yang dikelilingi lautan. Oleh karena itu, dikutub selatan

jauh lebih dingin dibandingkan kutub utara. Gletser akan

menciptakan banyaknya masalah bagi manusia.

2. Pelepasan gas metana

Pencairan es, terlepasnya beting es dan pecahnya

beting es, meningkatkan pelepasan gas-gas metana dan gas

beracun ke atmosfer. selain itu juga dapat menimbulkan

bencana bagi semua penghuni bumi.40

3. Perubahan iklim

Pola cuaca yang tidak teratur

4. Meningkatnya dan meluasnya kekeringan

Kekeringan yang berpotensi menyebabkan gagal

panen.

5. Meluasnya penyakit.

6. Dan lain-lain

d. Solusi alternatif’

1. Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor

2. Menjaga kelestarian alam

Team Sos, “Pemanasan Global Solusi Dan Peluang Bisnis”, (Jakarta: Pt Gramedia Pustaka
40

Utama, 2011), Halaman 5-32


46
46
46
3. Mengkontrol pemakaian listrik

4. Mengedalikan limbah

e. Hasil kesepakatan dunia internasionan

1. IPCC

Temuan ini menjadi krusial saat seluruh dunia baru-

baru dibuat cemas oleh pesan dari intergovernmental panel

on climate change (IPCC). IPCC menyatakan temuan

bahwa dunia hanya waktu 12 tahun untuk membatasi

pemanasan global pada level 1,5 derajat celcius.

2. Protol kyoto

Adalah sebuah amandemen terhadap konvensi

raangka kerja PBB tentang perubahan iklim (UNFCCC),

sebuah persetujuan internasional tentang pemanasan global

yang disepakati pada tahun 1997 dijepang yang disepakati

260 negara.

3. APPCDC (Asia-Pasific Partnership On Clean Development

And Climate)

Merupakan sebuah organisasi kemitraan

internasional yang beranggotakan negara-negara asia-

pasifik. Forum ini menghasilkan beberapa kesepakatan

untuk menurunkan atau memperlambat pemanasan global.

f. Surat yang berkaitan dengan gejala pemanasan global

Terdapat dalam QS Al-a’raf ayat 56 yang berbunyi :


47
47
47
 َ‫الح َها َوا ْدعُوهُ َخ ْوفًا َوطَ َم ًعا ِإنَّ َر ْح َمة‬
ِ ‫ص‬ ْ ‫ض بَ ْع َد ِإ‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫سدُوا فِي‬ ِ ‫َوال تُ ْف‬
‫ين‬
َ ِ‫سن‬ ٌ ‫هَّللا ِ قَ ِر‬
ِ ‫يب ِم َن ا ْل ُم ْح‬
Artinya:”dan janganlah kamu berbuat kerusakan dibumi

setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan

rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat allah sangat

dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ratna Sari Siti Aisyah, Solfarina, Unita

Yuliantari, pada tahun 2019 yang berjudul “pengembangan e-modul

berbasis pemecahan masalah pada materi larutan elektrolit dan Non-

Elektrolit (ELNOEL)”. Dapat disimpulkan bahwa e-modul elnoel

berbasis problem solving pada laturan elektrolit dan non elektrolit

dikembangkan dengan model ADDIE. Kelayakan media e-modul

elnoel termasuk kedalam kategori layak. Dan respon siswa

dikategorikan sangat baik dengan persentase sebesar 89%.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Gita Erlangga Kurniawan pada tahun

2019 yang berjudul “pengembangan modul pembelajaran berbasis

model problem solving untuk meningkatkan high order thinking skill

pada pelajaran IPA pokok bahasan fluida statis siswa kelas VIII SMPN

7 Cirebon tahun ajaran 2018/2019”. Berdasarkan hasil analisis data

menyatakan produk yang dikategorikan layak digunakan.

3. Penelitian yang dilkakukan oleh Arista Purnama Sari, Sri Wahyuni,

48
48
48
Aris Singgih Budiarso pada tahun 2022 yang berjudul “pengembangan

E-Modul berbasis blended learning materi pesawat sederhana untuk

meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa SMP”. penelitian ini

menghasilkan validasi e-modul berbasis blended learning pada materi

pesawat sederhana meningkat sebesar 86%. Kepraktisan e-modul

berbasis blended learning yang diperoleh bedasarkan analisis

keterlaksanaan pembelajaran pada materi pesawat sederhana

memperoleh rata-rata sebesar 95% dari seluruh penemuan dan

memenuhi kriteria sangat praktis. Hasil keefektifan e-modul berbasis

blended learning yang diperoleh melalui tes dengan indikator

keterampilan berpikir kritis diperoleh hasil N-Gain sebesar 0,64 dalam

kategori sedang. Sedangkan hasil respon siswa yang diperoleh

menunjukkan presentase sebesar 80% dalam kategori baik.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Rumondang Florentina Turnip, Rufi’i,

Hari Karyono pada tahun 2021 yang berjudul “pengembangan e-modul

matematika dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis.

Penelitian ini menghasilkan bahwa pengembangan e-modul

matematika sekolah dasar kelas V didapatkan hasil validasi dan respon

siswa dari uji coba kelompok kecil, sedang dan besar menghasilkan

respon yang positif.

5. Penelitian ini dilakukan Oleh Ike Puspita Sari, Suyud Abadi, Sulton

Nawawi pada tahun 2021 yang berjudul “pengembangan modul

pembelajaran biologi berbasis problem solving pada materi ekologi”.


49
49
49
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahawa karakteristik yang

membedakan modul biologi berbasis problem solving pada materi

ekologi dengan modul lainnya adalah menekankan seluruh aktivitas

yang dilakukan peserta didik dan diarahkan untuk menyesuaikan

masalah yang berkenaan dengan alam sekitar dan untuk penilaian ahli

materi dinyatakan layak.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu

penelitian ini mengembangkan e-modul dengan model pembelajaran

problem solving terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik

pada materi alat-alat optik dan gejala pemanasan global pada kelas XI

SMAN 1 Sutera.

C. Kerangka Berfikir

Keterampilan berpikir kritis masih rendah, karena itu perlunya

sumber belajar atau bahan ajar yang mendukung proses pembelajaran

peserta didik. E-Modul merupakan salah satu bahan ajar yang sistematis

dan banyak juga digunakan dalam proses pembelajaran. Dengan

menggunakan model pembelajaran problem solving akan memudahkan

peserta didik dalam pembelajan

Tantangan :
Pembelajaran abad 21 sangat menuntut peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya.
Pembelajaran fisika hendaknya memperhatikan, pemahaman, kemampuan dan keterampilan.

50
50
50
Masalah :
Peserta didik lebih cenderung menghafal konsep dan rumus yang mengakibatkan dalam proses pembelajaran menjadi bosan
Tidak memanfaatkan media pendukung dalam proses pembelajaran fisika
Keterbatasan bahan ajar yang mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik
Rendahnya berpikir kritis Peserta didik pada pembelajaran fisika dikarenakan bahan ajar yang digunakan tidak menarik/mo

Solusi :
Diperlukan bahan ajar yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis peserta didik dengan membuat e-modul den

Harapan :
Dalam mengembangkan e-modul dengan model pembelajaran problem solving yang dapat mendorong keterampilan berpiki

51
51
51
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan atau Research

and Development (R&D) yaitu metode penelitian yang digunakan untuk

menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk dan menguji

keefektifan produk yang telah dihasilkan.41

Produk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengembangan

e-modul dengan model pembelajaran problem solving terhadap

keterampilan berpikir kritis peserta didik.

Sugiyono, “Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D”,


41

Jakarta : Penerbit Alfabeta, (2010), Halaman 407


52
52
52
B. Model dan prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian dan pengembangan

dari model plomp. Adapun prosedur pengembangan yang digunakan

dengan model plomp sebagai berikut :

1. Preliminary research (analisis pendahuluan)

Analisis pendahuluan yang dilakukan bertujuan untuk

menetapkan dan mendefinisikan syarat-syaat pembelajaran yang

dibutuhkan dalam mengembangkan e-modul fisika. Dilakukan tahap-

tahap sebagai berikut :

a. Analisis kebutuhan (pendidik dan peserta didik)

Analisis kebutuhan yang bertujuan untuk memunculkan dan

menetapkan masalah dasar yang dihadapi pendidik dan peserta

didik dalam pembelajaran, sehingga diperlukan suatu

pengembangan bahan ajar. Dari analisis ini dapat digambarkan

fakta, harapan yang alternatif dalam menyelesaikan masalah dasar,

yang memudahkan dalam penentuan atau pemilihan bahan ajar

yang akan dikembangkan.

Pada tahap ini dilakukan juga analisis tentang

pengembangan e-modul yang sesuai dengan perkembangan peserta

didik di SMA/MA. Analisis perkembangan peserta didik meliputi,

e-modul dan e-modul seperti apa yang disukai oleh pendidik dan

peserta didik.

b. Analisis literatur/studi pustaka


53
53
53
Analisis yang dilakukan untuk menemukan konsep-konsep

dan landasan teoritis yang memperkuat e-modul dengan model

pembelajaran problem solving terhadap keterampilan berpikir kritis

peserta didik. Analisis literatur dilakukan dengan cara menganalisis

materi-materi yang berkaitan tentang bahan ajar dengan

pengembangan e-modul dengan model pembelajaran problem

solving. Pada tahap ini dilakukan adalah :

A) Analisis kurikulum dan materi

Analisis kurikulum merupakan kegiatan telaah

kurikulum yang diberikan ditempat penelitian. Tujuannya

untuk mencocokkan kurikulum yang digunakan peneliti pada

saat penelitian.

Analisis materi dilakukan untuk memilih, menetapkan,

merinci dan menyusunsecara sistematis bmateri ajar yang

relevan untuk di ajarkan

B) Analisis bahan ajar

Peneliti menganalisis e-modul pada materi alat-alat

optik dan gejala pemanasan global dikelas XI. Pada tahap ini

kerangka penyusunan bahan ajar yang digunakan sebagai

pedoman dalam pembuatan e-modul yang annti nya akan

disesuaikan isi materi dan tampilannya. E-modul belum

diterapkan disekolah, oleh karena itu bahan ajar berupa e-

modul ini rasanya cocok untuk pembelajaran fisika.


54
54
54
2. Development of Prototyping phase (fase pengembangan atau prototipe)

Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pertama, bertujuan

untuk menghasilkan prototipe e-modul dengan model pembelajaran

problem solving pada materi alat-alat optik dan gejala pemanasan

global untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik.

Perancangan dilakukan sebelem e-modul dengan model pembelajaran

problem solving dikembangkan.

a. Mendesain prototipe

Pada tahap ini dilakukan perancangan terhadap e-modul

dengan model pembelajaran problem solving pada materi alat-alat

optik dan gejala pemanasan global terhadap keterampilan berpikir

kritis peserta didik. Dengan unsur-unsur sebagai berikut : tampilan

halaman depan (cover), daftar isi, peta konsep, kata pengantar,

BAB I Pendahuluan, KI, KD, indikator, tujuan pembelajaran,

tampilan materi di e-modul, soal-soal dan daftar pustaka dan profil

peneliti, Dengan menggunakan model pembelajaran problem

solving.

b. Evaluasi formatif

Dilakukan untuk mengetahui kevalidan bahan ajar e-modul

dengan model pembelajaran problem solving terhadap

keterampilan berpikir kritis peserta didik. Bentuk kegiatan evaluasi

formatif dilakukana pada pengembangan e-modul dengan model

pembelajaran problem solving ini melakukan penilaian oleh pakar


55
55
55
(expert review).

c. Revisi prototipe

Revisi terhadap desain yang dilakukan berdasarkan

masukan san saran para ahli dan praktisi hasil evaluasi formatif.

Penilaian ahli dan praktisi harus memperlihatkan bahwa prototipe

sudah dikategorikan layak untuk digunakan. Jika ahli dan praktisi

menyatakan tidak layak maka akan melakukan revisi kembali dan

akan kembali pada tahap evaluasi formatif ddiulang. Jika penilaian

para ahli dan praktisi sudah menyatakan prototipe I valid, maka

penelitian diajukan ketahap penilaian (assesment).

3. Assessment phase (tahap penilaian)

Tujuan yang dilakukan pada tahap ini untuk melihat

praktikalitas dan efektivitas dari prototipe II e-modul dengan model

pembelajaran problem solving hasil fase pengembangan. Tingkat

kepraktisan dilihat dari jawaban angket praktikalitas oleh 2 orang

pendidik fisika dan anagket praktikalitas oleh 15 orang peserta didik

kelas XI SMAN 1 Sutera. Efektivitas e-modul dengan model

pembelajaran problem solving terhadap keterampilan berpikir kritis

peserta didik berdasarkan jawaban peserta didik terhadap angket dan

soal tes menggunakan e-modul dengan model pembelajaran problem

solving.

Table 3.1 Prosedur pengembangan model plomp

56
56
56
Tahap Kriteria Deskripsi aktivitas

Preliminary research Penekanan diutamakan Analisis masalah dan

(Analisis pada validasi isi studi literatur yang dapat

pendahuluan) dijadikan sebagai

pedoman untuk membuat

kerangka produk

Prototyping phase Pada awalnya fokus Pengembangan urutan

(Tahap perancangan) pada kosistensi prototipe yang akan

(validasi konstruk) dan dicoba dan direvisi

praktikalitas. berdasarkan evaluasi

Selanjutnya, formatif. Penilaian

mengutamakan didapat berdasarkan

praktikalitas dan secara penilaian ahli hingga

bertahap menuju didapat kepraktisan

efektivitas

Assessment phase Praktikalitas dan Mengevaluasi apakah

(Tahap penilaian) efektivitas penggunaan dapat

menggunakan produk

(praktikalitas) dan

berkeinginan untuk

mengaplikasikannya,

apakah produk tersebut

efektif
57
57
57
Sumber : Plomp (dalam plomp dan nieveen, 2013)

Tahapan Kegiatan Penelitian Langkah


Pengembangan
Plomp

58
58
58
Analisis kebutuhan Preliminary
Analisis literatur research (riset
awal)

Prototype 1 e-Modul Pakar


Prototype phase
Tahap 1 belum (Pengembangan
Penyusunan prototipe)
Hasil Analisis
e-modul

Sudah valid

Prototype II e-Modul

59
59
59
Uji coba Assesment phase
Tahap II belum praktis (Tahap
Uji coba dan efektif Penilaian)
terbatas
Analisis hasil Revisi
Sudah praktis dan efektif

e-modul dengan model pembelajaran problem solving terhadap keterampilan berpikir kritis pese

Keterangan:

Proses Analisis Hasi


l

Gambar 3.2 prosedur pengembangan model plomp

C. Subjek penelitian

Subjek penelitian ini sebagai berikut :

1. Subjek uji validasi angket validasi, praktikalitas, dan efektivitas

Subjek uji validasi angket validitas, praktikalitas, dan

efektivitas terdiri dari 2 orang validator, terdiri dari dosen Tadris IPA

Fisika UIN Imam Bonjol Padang

2. Subjek uji validasi

Subjek uji validitas e-modul dengan model pembelajaran

problem solving terdiri dari 4 orang para ahli yang terdiri dari dosen

Tadris IPA Fisika UIN Imam Bonjol Padang.

60
60
60
3. Subjek uji praktikalitas

Subjek uji praktikalitas terdiri dari guru dan siswa yaitu 2 orang

pendidik fisika dan 15 orang peserta didik kelas XI SMAN 1

SUTERA.

4. Subjek uji efektivitas

Diberikan kepada 15 peserta didik kelas XI SMAN 1

SUTERA, sedangkan objek penelitiannya adalah e-modul dengan

model pembelaajaran problem solving pada materi alat-alat optik dan

gejala pemanasan global.

D. Uji coba produk

1. Uji validasi

Uji coba produk memperbaiki e-modul dengan model

pembelajaran problem solving terhadap keterampilan berpikir kritis

peserta didik. Hasil kevalidan e-modul dilihat dari kelayakan isi nya,

kesesuaian dengan model pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan

syarat didaktis, kesesuaian dengan syarat konstruksi (kebebasan) dan

kesesuaian dengan syarat teknis angket.

2. Uji praktikalitas

Praktikalitas produk dapat diketahui dengan melihat respon

pendidik dan peserta didik setelah menggunakan e-modul dengan

model pembelajaran problem solving yang dikembangkan.

3. Uji efektifitas

Data yang didapatkan kemudian dianalisis sehingga dapat


61
61
61
ditentukan tingkat keefektifitasannya.

E. Subjek uji coba

1. Tahap uji validasiyaitu e-modul dengan model pembelajaran problem

solving dilakukan

2. Pada tahap praktikalitas terdapat 2 orang pendidik fisika dan 15 peserta

didik kelas XI IPA 1 dan IPA 2 di SMAN 1 Sutera

F. Jenis data

Jenis data dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif.

Data kualitatif diperoleh dari wawancara pendidik, serta saran dan

masukan dari praktikalitas dan saran dari hasil efektivitas E-modul dengan

model pembelajaran problem solving yang akan dikembangkan.

Data kuantitatif diperoleh dari penyebaran angket validitas yang

dilakukan oleh 4 validator, data praktikalitas dari pendidik dan peserta

didik, serta data efektivitas dari hasil angket peserta didik terhadap e-

modul dengan model pembelajaran problem solving.

G. Teknik dan Instrumen pengumpulan data

Untuk mengumpulkan data pada penelitian dan pengembangan e-

modul dengan model pembelajaran problem solving terdapat instrumen

yang digunakan sebagai teknik pengumpulan data yaitu :

A) Validitas instrumen penelitian

1. Instrumen uji validitas

Instrumen validasi adalah angket yang diberikan kepada 4

validator ahli. Terdiri dari 2 orang validator materi/isi, 1 orang


62
62
62
validator media, 1 orang validator bahasa. Kevaliditasan e-modul

ditentukan dari hasil penilaian pakar (expert review) terhadap

prototipe e-modul. Instrumen untuk menguji validtas berupa

instrumen angket validasi produk diberikan kepada validator (ahli).

Produk yang akan divalidasi adalah e-modul dengan model

pembelajaran problem solving. Pada uji validitas ini, indikator

penilaiannya berkaitan dengan bahasa, materi, media dan konstrusi.

2. Instrumen uji praktikalitas

Kepraktikalitasan e-modul ditentukan dari hasil penilaian

pendidik dan peserta didik. Instrumen untuk menguji praktikalitas

brupa instrumen angket praktikalitas, pada uji praktikalitas ini,

indikator penilaiannya berkaitan dengan kemudahan, waktu, biaya

dari model pembelajaran problem solving. Angket praktikalitas

pendidik diisi oleh 2 orang pendidik fisika dan 15 orang peserta

didik kelas XI IPA 1 dan 15 orang peserta didik kelas XI IPA 2

SMAN 1 Sutera pada materi alat-alat optik dan gejala pemanasan

global.

3. Instrumen uji efektivitas

Instrumen yang digunakan untuk mengetahui efektifitas

produk e-modul dengan model pembelajaran problem solving

adalah menggunakan angket keterampilan berpikir kritis peserta

didik. Angket keterampilan berpikir kritis peserta didik diberikan

15 orang peserta didik didik kelas XI IPA 1 dan 15 orang peserta


63
63
63
didik kelas XI IPA 2 SMAN 1 Sutera.

d. Validasi soal tes efektivitas

Soal tes efektivitas dilakukan untuk mengetahui

keterampilan berpikir kritis peserta didik. Soal tes terdiri dari 10

butir soal untuk materi alat-alat optik dan 10 butir soal untuk

materi gejala pemanasan global berdasarkan indikator keterampilan

berpikir kritis.

Teknik analisis data untuk mengetahui efektifitas produk

dengan memberikan angket dan soal tes untuk mengetahui

keterampilan berpikir kritis peserta didik. Sebelum digunakan

sebagai instrumen efektifitas produk, peneliti melakukan uji coba

soal tes terlebih dahulu untuk melihat reabilitas, daya beda dan

tingkat kesukaran soal.

a) Reabilitas tes

Dilakukan untuk menilai apakah tes yang digunakan

untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis peserta didik dan

memeberikan nilai yang konsisten sehingga menghasilakn daya

yang tidak meragukan. Untuk menentukan reabilitas tes

menggunakan persamaan kuder richardos (KR-20) yaitu

sebagai berikut42 :
2
k
r11 = ( ) ( S Σpq )
k −1 S
Dimana:
42
Festiyad, “Evaluasi Pembelajaran Fisika, 2017
64
64
64
r11 = reliabilitas menggunakan persamaan KR-20

p = proporsi peserta tes menjawab benar

q = proporsi peserta tes menjawab salah

Σpq = jumlah perkalian antara p dan q

K = banyak soal

S = standar deviasi atau simpangan baku

Tabel 3. 3 Klasifikasi Indeks Reliabiltas Soal

No Koefisien Kriteria

1 0.90 – 1.00 Sangat Tinggi

2 0.70 – 0.90 Tinggi

3 0.40 – 0.70 Sedang

4 0.20 – 0.40 Rendah

5 0.00 – 0.20 Kecil

Sumber : (Festiyed)

Tabel 3.3 menunjukkan skala interval dan kriteria

klasifikasi indeks reliabilitas soal tes. Penilaian indeks

reliabilitas soal memiliki rentang interval dari 0.00 – 1.00

dengan kategori semakin besar nilai indeks pada skala interval

semakin tinggi tingkat reliabilitas dan sebaliknya semakin

rendah nilai indeks diartikan sebagai semakin rendah tingkat

reliabilitas suatu soal.

b) Daya beda

Daya beda butir soal merupakan kemampuan sebuah


65
65
65
soal untuk membedakan antara peserta didik berkemampuan

tinggi dengan peserta didik berkemampuan rendah menurut

kriteria tertentu. Daya beda dapat diketahui dengan melihat

besar kecilnya indeks diskriminasi soal. Semakin tinggi nilai

indeks maka semakin tinggi daya beda butir soal, artinya

semakin tinggi kemampuan butir soal tersebut untuk

membedakan peserta didik. Rumus yang digunakan untuk

menentukan indeks diskriminasi soal yaitu:43

BA BB
D= - = PA – PB
J A JB

Dimana :

J = Jumlah Peserta Tes

JA = Banyak peserta kelompok atas

JB = Banyak peserta kelompok bawah

BA = Banyak peserta kelompok atas yang menjawab benar

BB = Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab benar

PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Tabel 3. 4 Klasifikasi Indeks Daya Beda

No Indeks daya beda Klasifikasi

1 0.71 – 1.00 Baik sekali

2 0.41 – 0.70 Baik

M. Djazari Rahmatika Rahayu, “Analisis Kualitas Soal Pra Ujian Nasional Mata Pelajaran
43

Ekonomi Akuntansi,” Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia 14, No. 1 (2016).


66
66
66
3 0.21 – 0.40 Cukup

4 0.00 – 0.20 Jelek

5 Negatif Tidak baik

Sumber : (Rahmatika, Djazari)

Tabel 3.4 menunjukkan rentang interval serta kriteria

klasifikasi indeks daya beda suatu soal. Penilaian indeks daya

beda soal memiliki rentang antara negatif sampai 1.00 dengan

kategori kategori daya beda sangat baik hingga tidak baik

c) Tingkat kesukaran

Tingkat kesukaran merupakan bilangan yang

menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal. Indeks

kesukaran suatu soal terletak antara interval 0.00 – 1.00. Soal

dengan indeks 0.00 menunjukkan bahwa soal tersebut terlalu

sukar, sedangkan indeks 1.00 menyatakan bahwa soal tersebut

terlalu mudah. Untuk mengukur tingkat kesukaran suatu soal

menggunakan rumus sebagai berikut:

B
P=
JS

Dimana :

P = indeks kesukaran

B = banyak peserta didik menjawab benar

JS = jumlah seluruh peserta didik tes

67
67
67
Tabel 3. 5 Klasifikasi Tingkat Kesukaran

No Indeks Kesukaran Kategori

1 0 – 0.30 Sukar

2 0.31 – 0.70 Sedang

3 0.71 – 1.00 Mudah

Sumber : (Rahmatika, Djazari)

Pada tabel 3.5 menunjukkan rentang interval dan

klasifikasi kategori tingkat kesukaran suatu soal tes.

Penilaian indeks tingkat kesukaran soal memiliki rentang

interval dari 0.00 – 1.00 dengan kategori semakin rendah

nilai indeks kesukaran semakin tinggi tingkat kesukaran

suatu soal, sebaliknya jika indeks kesukaran semakin tinggi

menandakan semakin rendah tingkat kesukaran atau soal

dengan kategori mudah.

H. Teknik analisis data

Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh

dari lembaran angket validitas, praktikalitas dan efektifitas e-modul

dengan model pembelajaran problem solving dan lembaran angket

efektifitas keterampilan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran.

Dengan beberapa teknik, sebagai berikut :

1. Teknik analisis validitas

Data validitas yang diperoleh dari angket yang telah diberikan oleh

ahli, selanjutnya dilakukan analisis validitas menggunakan skala


68
68
68
likert dengan langkah-langkah :

a. Memberikan skor untuk setiap item jawaban sangat baik (5),

baik (4), cukup (3), kurang baik (2), sangat kurang baik (1)

b. Menjumlahkan skor total tiap validator jumlah seluruh

indikator

c. Pemberian nilai validitas dengan cara menggunakan rumus :

f
V= × 100%
N

Keterangan :

V = nilai akhir validasi

f = perolehan skor

N = skor maksimum

Table 3.6 Bobot pertanyaan validitas instrumen

No Pertanyaan Bobot

1 Sangat setuju 5

2 Setuju 4

3 Cukup 3

4 Tidak setuju 2

5 Sangat tidak setuju 1

Sumber : Sugiyono

Hasil perolehan analisis validitas disesuaikan dengan skala

pada interval sebagai berikut :

No Interval Kategori

69
69
69
1 81-100 Sangat valid

2 61-80 valid

3 41-60 Cukup valid

4 21-40 Kurang valid

5 0-20 Tidak valid

Sumber : Sugiyono

e-modul dengan model pembelajaran problem solving dapat

dikatakan valid apabila hasil validitas yang diperoleh berada pada

rentang 61-80, sehingga dapat dilanjutkan pada tahap praktikalitas.

2. Teknik analisis data praktikalitas

Suatu produk bahan ajar dikatakan praktis jika peserta didik dapat

menggunakan bahan ajar secara praktis dan mudah baik dari segi

biaya dan waktu penggunaannya. Kepraktisan produk analisis

berdasarkan angket yang telah diisi oleh peserta didik.

Analisis data angket praktikalitas e-modul dengan model

pembelajaran problem solving berdasarkan angket peserta didik

dengan langkah-langkah berikut ini :

a. Memberikan skor untuk setiap item jawaban sangat setuju (5),

setuju (4), cukup (3), tidak setuju (2), sangat tidak setuju (1)

b. Menjumlahkan skor total tiap validator untuk seluruh indikator

c. Perhitungan data nilai akhir hasil validasi di analisis dalam

70
70
70
skala (0-100)

Dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

f
P= × 100%
N

Keterangan :

P = Nilai akhir

f = Perolehan skor

N = Skor maksimum

Tabel 3.7 kategori praktikalitas44

No Pertanyaan Bobot

1 81% - 100% Sangat praktis

2 61% - 80% Praktis

3 41% - 60% Cukup praktis

4 21% - 40% Kurang praktis

5 0% - 20% Tidak praktis

e-modul dengan model pembelajaran problem solving

dikatakan praktis ketika hasil praktikalitas yang didapat minimal

berada dalam rentang 61-80 dan dapat dilanjutkan pada tahap

efektifitas.

3. Teknik analisis efektifitas

Keefektifan e-modul dengan model pembelajaran problem solving

dapat dilihat dari angket keterampilan berpikir kritis peserta didik


Rina Safitri, “Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Fisika Berbasis STEM (Sains,
44

Technology, Engineering,Mathematic) Pada Materi Hukum Gravitasi Newton Dan Usaha Energi
Kelas X SMA/MA:, 2020
71
71
71
yang disebarkan sebanyak 15 orang peserta didik masing-masing

kelas XI SMAN 1 Sutera.

Analisis data angket keefektifitas e-modul dengan model

pembelajaran problem solving terhadap keterampilan berpikir kritis

peserta didik berdasarkan angket peserta didik dengan langkah-

langkah berikut ini :

a. Memberikan skor untuk setiap item jawaban sangat setuju (5),

setuju (4), cukup (3), tidak setuju (2), sangat tidak setuju (1)

b. Menjumlahkan skor total tiap validator untuk seluruh indikator

c. Perhitungan data nilai akhir hasil validasi di analisis dalam

skala (0-100)

Dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

f
E= × 100%
N

Keterangan :

E = Nilai akhir

f = Perolehan skor

N = Skor maksimum

Tabel 3.8 kategori efektifitas

No Pertanyaan Bobot

1 81% - 100% Sangat praktis

2 61% - 80% Praktis

3 41% - 60% Cukup praktis

72
72
72
4 21% - 40% Kurang praktis

5 0% - 20% Tidak praktis

e-modul dengan model pembelajaran problem solving

dikatakan efektif dan sanagat efektif yang didapat minimal berada

dalam rentang 61-80.

DAFTAR PUSTAKA

A’yun Qurrota, “Pengembangan Bahan Ajar Digital IPA Berpendekatan STEM

Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Literasi It

Siswa”, (Phd Thesis:Universitas Negeri Semarang, 2019)

Anggiasari Tanti, Saleh Hidayat, Bina Azwar Anas Harfian, “Analisis

Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA Di Kecamatan Kalidoni Dan

Ilir Timur II”, Jurnal Umum, Vol 7, Nomor 2, (2018)

Aplikasi Qur’an Kemetrian Agama Republik Indonesia

Ariysti Eka, Herawati Susilo, Hadi Suwono, Fachtur Rohman, “Pemberdayaan

Keterampilan Berpikir Kritis Melalui Pembelajaran Process Oriented

Guided Inquiry Learning (POGIL)”, Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan,

Vol 11. Nomor 3, (2021)

Basuki Agung “Sistem Pendidikan Bagi Generasi Z (Gen Z)”, Jurnal Lingkar

Widyaiswara, Vil 07, No 01, (2020)

Cahnia Rahmi, “Pengembangan LKPD Berbasis Pratikum Pada Pembelajaran IPA

Dimadrasah Tsanawiyah, Natural Science: Jurnal Penelitian Bidang IPA

Dan Pendidikan IPA, Vol 4, No 2, (2018)


73
73
73
Chatijah Siti, Fibri Rakhmawati, “Perbedaan Kemampuan Berpikir Kritis Dan

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Dengan Pembelajaran Tipe

TGT Dan Pembelajaran Problem Solving”, Vol 1, No 3, (2021)

Dewi Sukamawati Irda, Mukhayyarotin Niswati Rodliyatul Jauhariyah, “Analisis

Bobliometrik Implementasi Pembelajaran Fisika Berbasis Stem Pada

Tahun 2011-2021”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika , Vol 5, No 3, (2021)

Festiyad, “Evaluasi Pembelajaran Fisika, 2017

Herdianti Ferlinda Widiana, Brillian Rosy, “Pengembangan E-Modul Berbasis

Flipbook Pada Mata Pelajaran Teknologi Perkantoran”, Jurnal Ilmu

Pendidikan, Vol 3, No 6, (2021)

Herriyadi Wisulan Dan Rahmawati Darussyamsu, “Meta Analisis Pengembangan

Lkpd Berbasis Problem Based Learning Untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik”, Vol 01 (2021)

Hidayati Hasri, Heffi Alberida, Fitri Arsih, Ganda Hijrah Selaras, “Lembar

Kegiatan Peserta Didik (LKPD) Berbasis Problem Solving Pada Materi

Bakteri Untuk Kelas X SMA/MA”, Journal For Lesson And Learning

Studies, Vol 4, Nomor 3, (2021)

Hurriyah, Milya Sari Dan Dila Wahyuni, “Efektifitas E-Modul Berbasisi Problem

Solving Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik”, Jurnal

Penelitian Bidang IPA Dan Pendidikan IPA, Vol 6, No 2, (2020)

Ibrahim, Gunawan Dan Kosim, “Validasi Perangkat Pembelajaran Fisika Berbasis

Model Discovery Dengan Pendekatan Konflik Kognitif”, Jurnal J.Pijar

MIPA, Vol 15, Nomor 3 (2020)


74
74
74
Ismi Laili, Ganefri, Usmeldi, “Efektivitas Pengembangan E-Modul Project Based

Learning Pada Mata Pelajaran Instalasi Motor Listrik”, Jurnal Ilmiah

Pendidikan Dan Pembelajaran, Vol 3, No 3, (2019)

Lismaya Lili, “Berpikir Kritis Dan PBL (Problem Based Learning), (2019),

Pondok Maritim Indah : Wiyung, Kota Surabaya

Lismaya Lilis “Berpikir Kritis Dan PBL (Problem Based Learning)”, Penerbit

Media Sahabat Cedekia : Wiyung, Kota Surabaya (2019)

Mursalin, Abdul Haris Odja, Anjas Arota, “Perangkat Pembelajaran Inovatif

Berbantuan Edmodo Pada Konsep Alat-Alat Optik”, (Yogyakarta: Zahir

Publishing, 2021) Cetakan Ke-I

Nurfadillah, Windy Cahyana, Dian Pramana Putra, “Penerapan Model Discovery

Learning Berbantuan Media Flipbooks Dalam Pembelajaran Fisika

Untuk Melatih Keterampilan Metakognisi Siswa Sman 10 Gowa”, Jurnal

Pendidikan Mipa, Vol 12, Nomor 1, (2022)

Nuryasana Endang Dan Noviana Desiningrum,”Pengembangan Bahan Ajar

Strategi Belajar Mengajar Untuk Meningkatkan Motivasi Belajaar

Mahasiswa”, Jurnal Inovasi Penelitian, Vol 1, Nomor 5, (2020)

Nuryasana Endang Dan Noviana Desiningrum,”Pengembangan Bahan Ajar

Strategi Belajar Mengajar Untuk Meningkatkan Motivasi Belajaar

Mahasiswa”, Jurnal Inovasi Penelitian, Vol 1, Nomor 5, (2020)

Oktariani, Asyti Febliza, Nurul Fauziah, “Keterampilan Berpikir Kritis Calon

Guru Kimia Sebagai Kesiapan Menghadapi Revolusi Industry 4.0”,

Journal Of Natural Science And Integration, Vol 3, Nomor 2, (2020)


75
75
75
Permana Irvan, Zulhijatiningsih Dan Surti Kurniasih, “Efektivitas E-Modul

Sistem Pencernaan Berbasis Problem Solving Terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah”, Jurnal IPA Dan Pembelajaran IPA, Vol 5, No 1,

(2021)

Puspitasari Diah Anggraini, “Penerapan Media Pembelajaran Fisika

Menggunakan Modul Cetak Dan Modul Elektronik Pada Siswa Sma”,

Jurnal Pendidikan Fisika, Vol 7, Nomor 1 (2019)

Rahayu Rahmatika Djazari M, “Analisis Kualitas Soal Pra Ujian Nasional Mata

Pelajaran Ekonomi Akuntansi,” Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia

14, No. 1 (2016).

Ramadaynty Mazetha, Sutarno, Eko Risdianto, “Pengembangan E-Modul Fisika

Berbasis Multiple Representation Untuk Melatih Keterampilan

Pemecahan Masalah Siswa”, Jurnal Kumparan Fisika, Vol 4, Nomor 1,

(2021)

Ramadhanti Arviana, Rudiana Agustini, “Analisis Keterampilan Berpikir Kritis

Peserta Didik Melalui Model Pembelajaran Inquiri Terbimbing Pada

Materi Laju Reaksi”, Jurnal Kependidikan, Vol 7, Nomor 2, (2021)

Ririn Renilda, Hedi Budiman, Guntur Maulana Muhammad, “Peningkatan

Kemampuan Berpikir Matematis Dan Kemandirian Belajar Siswa

Melalui Model Pembelajaran Problem Solving, Mathema Journal, Vol 3

Nomor 1, (2021)

Riyan Dedi Rizaldi, A. Wahab Jufri, Jamaluddin, “Phet : Simulasi Interaktif

Dalam Proses Pembelajaran Fisika”, Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan,


76
76
76
Vol 5, Nomor 1 (2020)

Rohani Putri, Salman, Yulda Dina Septiana, “Model Pembelajaran Problem

Solving”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol 6, Nomor 2, (2021)

Romauli Masani Helena Marudut, Ishak G. Bachtiar, Kadir, Vina

Iasha,”Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dalam Pembelajaran

IPA Melalui Pendekatan Keterampilan Proses”, Jurnal Basicedu, Vol 4,

Nomor 3 (2020)

S. Maulidati, N. Dantes Dan N. Tika, “Pengaruh Pembelajaran Berpendekatan

Saintifik Berorientasi Science Environment Technology Society Terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V”,

Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, Vol 2, No 2, (2018)

Safitri Rina, “Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Fisika

Berbasis STEM (Sains, Technology, Engineering,Mathematic) Pada

Materi Hukum Gravitasi Newton Dan Usaha Energi Kelas X SMA/MA,

2020

Siswanto Dkk, “Mengukur Keterampilan Berpikir Kritis, Beragumentasi Dan

Kemampuan Pemahaman Membaca”, (Jawa Tengah: Pustaka Rumah

Cinta, 2021) Cetakan Ke-1

Sri Ending Lestari, “Model Pembelajaran Konstruktivis Metakognitif Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis”, Jurnal Basicedu, Vol 6,

Nomor 2, (2022)

Sugiyono, “Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan

R&D”, Jakarta : Penerbit Alfabeta, (2010), Halaman 407


77
77
77
Supriyanto, Achmad Noor Fatirul, Djoko Adi Walujo, “Pengaruh Strategi Problem

Based Learning Dan Motivasi Berprestasi Terhadap Keterampilan

Berpikir Kritis”, Jurnal Kumparan Fisika, Vol 5, Nomor 1, (2022)

Susilawati Ending, Agustinasari, Achmad Samsudin, Parsaoran Siahaan, “Analisis

Tingkat Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA”, Jurnal Pendidikan

Fisika Dan Teknologi, Vol 6, Nomor 1, (2020)

Susilawati Ending, Agustinasari, Achmad Samsudin, Parsaoran Siahaan, “Analisis

Tingkat Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA”, Jurnal Pendidikan

Fisika Dan Teknologi, Vol 6, Nomor 1, (2020)

Team Sos, “Pemanasan Global Solusi Dan Peluang Bisnis”, (Jakarta: Pt Gramedia

Pustaka Utama, 2011), Halaman 5-32

Toni, “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Pada Muatan

Matematika Melalui Model Pembelajaran Problem Solving Dikelas VI

SDN 146/X Tanjung Solok Pada Semester Ganjil Tahun Ajaran

2021/2022”, Journal On Education, Vol 04, Nomor 02 (2022)

Tumanggor Mike “Berpikir Kritis (Cara Jitu Menghadapi Tantangan Pembelajaran

Abad 21)”, (2021), Royal Bukit Asri VI No.20 Ronowijayan Siman

Ponogoro

Turahmah Fadila, Deni Febrini Dan Ahmad Walid, (2022) ”Pengembangan Modul

Pembelajaran Berbasis Problem Based Learning (PBL) Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP”, Jurnal

Kependidikan, Pembelajaran Dan Pengembangan, Vol 4, Nomor 01

78
78
78

Anda mungkin juga menyukai