Istilah pemimpin gembala adalah suatu analogi dogmatis yang
menggambarkan peranan dan harapan terhadap para pemimpin, secara khusus para pemimpin gereja. Karena secara Alkitabiah, analisis dan rumusan tentang kepemimpinan gembala adalah suatu konsep pendekatan pelayanan yang menjunjung tinggi nilai-nilai rohani, kepemimpinan hamba, moralitas, sosial dan etika. Dengan pendekatan yang menjadi ciri khasnya adalah kasih, bukan atas kekuasaan, politik dan uang (Yohanes 21:15-17). Dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, penggembalaan adalah kiasan yang lazim dan yang merujuk pada gaya kepemimpinan. Itulah sebabnya secara teoritis, pemimpin gembala adalah salah satu model kepemimpinan yang harus dikembangkan dan diaktualisasikan dalam segala bentuk dan konteks pelayanan modern. Disamping itu, karena jiwa dan ciri khasnya, istilah pemimpin gembala telah menjadi kiasan bagi kepemimpinan universal. Penegasan ini tersirat di dalam gagasan Yesus seperti yang terdapat dalam Yohanes 21:15-17 yakni: Pertama: “gembalakanlah domba-domba-Ku.” Kedua: gembalakan kawanan domba dengan kasih Allah. Dengan terus memperhatikan prinsip-prinsip fundamental yang aktual, Alkitabiah dalam membangun strategi dan melaksanakan fungsinya sebagai pemimpin pembaharu.1 Gembala perlu menumbuhkan semangat kerendahan hati. "Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu" (Yak. 4:10). Kerendahan hati mempertahankan perspektif yang tepat dari diri sendiri dalam terang Firman Tuhan. Gembala yang rendah hati akan melihat dirinya bukan sebagai seorang profesional, tetapi sebagai hamba Allah, berserah kepada tujuan Allah untuk hidupnya. Dia harus berhati-hati untuk tidak mencari kemuliaan dan perhatian yang menjadi bagian dari Tuhan. Sebuah semangat kerendahan hati mengarah ke sikap kepuasan. Paulus menulis, “Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Fil. 4:11-13). Fokusnya bukan profesionalisme, namun merendahkan diri sendiri di kaki salib.2