Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Chronic Kidney Disease (CKD) atau sering disebut Penyakit Ginjal

Kronis (PGK) di dunia saat ini mengalami peningkatan dan menjadi masalah

kesehatan serius, hasil penelitan Global Burden of Disease (GBD), Penyakit

Ginjal Kronis merupakan penyebab kematan peringkat ke 27 di dunia tahun

1990 dan meningkat menjadi urutan ke 18 pada tahun 2010. Pada tahun ini

juga, diperkirakan 2,3 - 7,7 juta orang dengan penyakit ginjal tahap akhir

meninggal tanpa akses dialisis kronis. Selain itu, setiap tahun, sekitar 1,7 juta

orang diperkirakan meninggal karena cedera ginjal akut Studi GBD

memperkirakan bahwa pada 2015, 1,2 juta orang meninggal karena gagal

ginjal, meningkat 32%. Oleh karena itu, diperkirakan 5-10 juta orang

meninggal setiap tahun karena penyakit ginjal. Mengingat data epidemiologis

yang terbatas, kurangnya kesadaran umum dan seringkali buruknya akses ke

layanan laboratorium, jumlah tersebut mungkin menjadi beban sebenarnya

yang ditimbulkan oleh penyakit ginjal (WHO, 2018).

Menurut Hill dkk (2016) prevalensi global PGK sebesar 13,4% dengan

48% di antaranya mengalami penurunan fungsi ginjal dan tidak menjalani

dialisis dan sebanyak 96% orang dengan kerusakan ginjal atau fungsi ginjal

1
yang berkurang tidak sadar bahwa mereka memiliki PGK. PGK lebih banyak

wanita daripada wanita. Dua pertiga penelitian melaporkan prevalensi PGK

spesifik gender menentukan prevalensi lebih tinggi pada wanita. Namun,

persamaan estimasi GFR menyesuaikan perbedaan gender, menggunakan

faktor koreksi untuk perempuan. Temuan ini menambah literatur yang ada

untuk membedakan antara perbedaan prevalensi PGK.

Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi meningkat seiring

dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur

65-74 tahun dibandingkan kelompok umur 55-64 tahun. Prevalensi pada laki-

laki yaitu 4,17% lebih tinggi dari perempuan yaitu 3,52%, prevalensi lebih

tinggi terjadi pada masyarakat perkotaan yaitu 3,85%, tidak bersekolah

5,73%, dan yang tidak bekerja yaitu 4,76%. Sedangkan provinsi dengan

prevalensi tertinggi adalah Kalimantan Utara sebesar 6,4%, diikuti Maluku

Utara, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah. Provinsi Sulawesi

Tengah menempati urutan ke lima dengan kejadian penyakit ginjal kronis

yaitu 6,2 % sedikit meningkat dari riset pada tahun 2013. Proporsi pernah/

sedang cuci darah pada penduduk berumur ≥ 15 tahun yang pernah

didiagnosis penyakit gagal ginjal kronis di provinsi Sulawesi Tengah adalah

4% (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan data kejadian penyakit gagal ginjal kronis dari dinas

kesehatan Kota Palu, pada tahun 2016 yaitu sebanyak 22 orang pasien lama

2
dan 2 orang pasien baru. Pada tahun 2017 yaitu 33 orang pasien lama dan 3

orang pasien baru. Sedangkan pada tahun 2018 yaitu 3 orang pasien lama dan

tidak ada pasien baru (Dinas kesehatan kota Palu, 2019).

Penderita yang didiagnosa mengalami gagal ginjal kronik akan

tetapi tidak menjalani transplantasi maka seumur hidupnya ia akan

tergantung pada alat dialisa untuk menggantikan fungsi ginjalnya. Dialisa

adalah suatu tindakan terapi pada perawatan penderita gagal ginjal kronik.

Tindakan ini sering juga disebut sebagai terapi pengganti karena

berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Jumlah pasien baru terus

meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan peningkatan jumlah unit HD,

pasien baru adalah pasien yang pertama kali menjalani dialisis, sedangkan

pasien aktif adalah seluruh pasien baik pasien baru maupun pasien lama dari

tahun sebelumnya yang masih menjalani hemodialisis rutin dan masih hidup.

Pada tahun 2017 pasien aktif meningkat tajam hal ini menunjukkan lebih

banyak pasien yang dapat menjalani hemodialisis lebih lama, tampaknya

faktor JKN berperan dalam menjaga kelangsungan terapi ini. Jumlah pasien

ini belum menunjukkan data seluruh Indonesia tetapi dapat dijadikan

representasi dari kondisi saat ini (Pusdatin, 2017)

Menurut Friedman (2010), menyatakan bahwa keluarga berfungsi

sebagai sistem pendukung bagi anggotanya. Anggota keluarga memandang

bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan

3
dan bantuan jika diperlukan. Terdapat empat dimensi dari dukungan keluarga

yaitu dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental, dan

dukungan penghargaan. Dukungan keluarga dibutuhkan pasien PGK yang

menjalani terapi hemodialisa untuk mendapatkan perhatian dari keluarganya

dan juga dukungan harga diri. Bentuk dukungan ini berupa penghargaan

positif terhadap individu, pemberian semangat, persetujuan terhadap pendapat

individu, perbandingan yang positif dengan individu lain. Bentuk dukungan

ini membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi.

Sebaliknya apabila keluarga tidak memahami kebutuhan anggota keluarganya

yang sakit, maka akan memperburuk keadaan pasien dengan tidak

mendapatkan perhatian dan dukungan yang semestinya diberikan oleh

keluarganya.

Kepatuhan menjalani terapi hemodialisis pada pasien gagal ginjal

kronik juga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, tingkat ekonomi, usia, dan

dukungan sosisal keluarga. hal yang paling berpengaruh dalam kepatuhan

menjalani terapi hemodialisis adalah dukungan keluarga karena hubungan

sosial mempengaruhi tingkah laku dan tingkah laku ini memberikan hasil

kesehatan seperti yang diinginkan. Contoh dukungan keluarga yaitu keluarga

selalu mendampingi pasien selama pelaksanaan hemodialisis, mengantar ke

pusat hemodialisis dan melakukan control ke dokter. Tanpa adanya dukungan

4
sosial keluarga, mustahil program terapi hemodialisis bisa dilaksanakan sesuai

jadwal (Ferry Efendi, 2009).

Bedasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Diyan

Ajeng tahun 2016, dengan judul penelitian “hubungan dukungan keluarga

dengan tingkat kepatuhan pasien hemodialisa terhadap terapi gagal ginjal di

RSUD Blambangan Banyuwangi”, didapatkan bahwa terdapat hubungan

antara dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan pasien gagal ginjal

terhadap terapi hemodialisa. Dukungan keluarga dapat mempengaruhi

kesehatan fisik dan mental seseorang, melalui pengaruhnya terhadap

pembentukan emosional, peningkatan kognitif dan pembentukaan perilaku

(Diyan Ajeng, 2016).

Dari pengambilan data awal yang dilakukan di rumah sakit umum

daerah (RSUD) Undata Palu didapatkan data bahwa jumlah pasien gagal

ginjal kronis yang menjalani hemodialisa sejak tiga tahun terakhir yakni pada

tahun 2016 adalah sebanyak 180 jiwa. Pada tahun 2017 meningkat menjadi

210 jiwa. Sedangkan pada tahun 2018 adalah sebanyak 262 jiwa (Rekam

Medik RSUD Undata Palu, 2019).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada tanggal 14 Mei 2019

pada keluarga pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisis di RSUD

Undata Palu, dari 13 pasien yang sedang melakukan terapi, 2 pasien

diantaranya terlihat tidak didampingi oleh keluarga. Saat diwawancara, pasien

5
mengatakan karena keluarganya sibuk dan tidak punya waktu untuk

mendampingi pasien dalam melakukan terapi hemodialisa, pasien lain

mengatakan bahwa keluarganya memang jarang mendampingi pasien ke

rumah sakit. Pada saat dilakukan wawancara dengan pasien yang didampingi

keluarga, pasien mengatakan bahwa keluarga sangat mendukung untuk

melakukan hemodialisa karena mengetahui pentingnya terapi tersebut dengan

cara mengantarkan ke rumah sakit, memberikan informasi–informasi tentang

hemodialisa, selalu memperhatikan pasien, dan selalu mendapatkan

pengawasan serta dampingan dari keluarga. Pasien juga mengatakan bahwa

mereka sangat termotivasi untuk melakukan hemodialisa karena adanya

keinginan untuk sembuh dan agar dapat beraktivitas dengan baik. Disaat yang

sama, terlihat 1 bed kosong. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada

perawat yang bertugas saat itu, perawat yang sedang bertugas mengatakan

bahwa pasien tidak datang sesuai jadwal dan tanpa memberikan konfirmasi

kepada petugas.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Hubungan dukungan keluarga dengan

kepatuhan pasien Chronic Kidney Disease dalam melakukan terapi

hemodialisa di unit hemodialisa RSUD Undata Palu”

6
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara dukungan keluarga dengan

kepatuhan pasien Chronic Kidney Disease dalam melakukan terapi hemodialisa

di unit hemodialisa RSUD Undata Palu?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan

keluarga dengan kepatuhan pasien CKD dalam melakukan terapi

hemodialisa di unit hemodialisa RSUD Undata Palu.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi RSUD Undata Palu

Sebagai Bahan masukan bagi pihak Rumah Sakit agar memiliki sedikit

gambaran tentang hubungan dukungan keluarga terhadap pasien CKD dalam

melakukan terapi hemodialisa untuk meningkatkan kualitas hidup bagi

pasien.

2. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Jaya Palu

Sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan

dapat dijadikan bahan literatur bagi mahasiswa lainnya.

7
3. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengalaman secara nyata dalam

penelitian dan sarana untuk belajar menerapkan teori yang telah diperoleh

selama di bangku perkuliahan.

Anda mungkin juga menyukai