Anda di halaman 1dari 4

Faktor penentu tingkat konsumsi nasional terdiri dari

Pendapatan disposabel

Teori konsumsi yang paling sederhana hanya menggunakan pendapatan pada tahun tertentu untuk
memprediksi pengeluaran konsumsi. Studi lebih lanjut menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi
seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan saat tertentu saja, tetapi pendapatan di masa lalu
dan masa yang akan datang, atau kecenderungan pendapatan yang akan diperoleh dalam jangka
panjang titik itulah mengapa seorang konsumen dapat melakukan pengeluaran konsumsi yang
melampaui pendapatannya titik pendapatan jangka panjang memungkinkan ia melakukannya.

Teori pendapatan permanen dan teori siklus konsumsi

Pada umumnya konsumen dalam menentukan anggaran belanja tidak hanya bergantung pada
pendapatan tetap, tetapi juga mempertimbangkan prospek pendapatan yang akan diterima nya dalam
jangka panjang titik teori pendapatan tetap atau permanent income teori dan hipotesis siklus hidup atau
life cycle hypothesis serta analisis lainnya yang telah dikembangkan berupaya menjelaskan tentang
kaitan antara konsumsi dengan kecenderungan pendapatan dalam jangka panjang.

Pendapatan tetap atau permanen income didefinisikan sebagai rata-rata tingkat pendapatan yang akan
diterima oleh rumah tangga dalam jangka panjang, ketika ada kemungkinan terjadi fluktuasi dalam
jangka pendek titik intinya bahwa rumah tangga akan membelanjakan uangnya untuk konsumsi secara
relatif konstan atau sesuai dengan ekspektasi pendapatannya dalam jangka panjang. Penting bagi kita
untuk memperhatikan pendapatan tetap yang diterima, karena hal ini memberikan sedikit gambaran
bahwasannya konsumen tidak akan melakukan situasi konsumsi secara drastis.

Saat perubahan pendapatan terjadi secara permanen, semisal kenaikan gaji, maka konsumen akan
berkecenderungan untuk menaikkan pula tingkat konsumsinya proporsional dengan kenaikan
pendapatan titik lain halnya jika perubahan pendapatan hanya bersifat sementara seperti perolehan
bonus gaji, maka tambahan konsumsinya hanya bersifat sementara pula titik oleh karena itulah
ekspektasi konsumen tentang guncangan pendapatan, baik bersifat permanen atau pun sementara,
tetap harus diperhatikan dan dianalisis dampaknya terhadap pola konsumsi.

Tingkat kekayaan

Lebih jauh lagi, tingkat konsumsi dapat pula ditentukan oleh tingkat kekayaan. Sebagai contoh dua
orang yang sama-sama mempunyai penghasilan sebesar 24 juta rupiah pertahun. Konsumen pertama
mempunyai deposit di bank sebesar 200 juta rupiah, sedangkan yang lain tidak mempunyai tabungan
titik maka konsumen pertama dapat mengonsumsi lebih banyak tanpa harus takut bangkrut
dibandingkan konsumen yang kedua karena konsumen pertama lebih kaya dibandingkan dengan
konsumen kedua titik hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi efek kekayaan pada konsumen
pertama. Normalnya kekayaan tidak dapat berubah secara cepat dari tahun ke tahun oleh karenanya,
jarang sekali hal ini dapat menyebabkan pergerakan yang cepat dalam tingkat konsumsi. Sebagai
pengingat kekayaan adalah konsep stok sedangkan pendapatan konsep aliran atau flow. Kekayaan bisa
bertambah tergantung dari besarnya aliran pendapatan yang diterima.

Kebijakan fiskal dan anggaran belanja

Kebijakan fiskal seringkali dianggap sebagai kebijakan anggaran belanja pemerintah titik karena itu,
penjelasan berikutnya akan membahas lebih banyak lagi tentang anggaran belanja bila terjadi selisih
antara penerimaan pemerintah dan pengeluaran pemerintah maka keadaan yang seperti itu disebut
dengan saldo anggaran belanja titip begitu juga bila terjadi selisih antara uang yang diterima dari luar
negeri dengan uang yang dibayarkan ke luar negeri hal ini disebut dengan saldo anggaran belanja. Saldo
anggaran belanja dapat dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah dan penerimaan pemerintah yang
menjadikannya menjadi tiga kondisi, yaitu :

Anggaran belanja berimbang

Anggaran belanja berimbang bisa terjadi apabila penerimaan pemerintah sama jumlahnya dengan
pengeluaran pemerintah atau dengan kata lain penerimaan seimbang dengan pengeluarannya.

Surplus anggaran belanja

Jika penerimaan pemerintah lebih besar daripada pengeluarannya, maka keadaan yang demikian yang
disebut dengan surplus anggaran belanja.

Defisit anggaran belanja

Penerimaan pemerintah yang lebih kecil dari pada pengeluarannya akan mengakibatkan keadaan defisit
anggaran belanja..

Sedangkan saldo anggaran belanja yang dipengaruhi oleh kebijakan pajak dapat dibedakan menjadi dua
kondisi, yaitu :

Pembelanjaan defisit

Pembelanjaan defisit terjadi apabila terjadi peningkatan pada pengeluaran pemerintah tanpa diikuti
oleh peningkatan tarif pajak.

Perubahan anggaran belanja berimbang dalam pengeluaran

Jika pemerintah menaikkan tarif pajak yang menghasilkan pendapatan pemerintah sangat besar
jumlahnya dengan penambahan pengeluaran pemerintah, maka keadaan yang demikian dinamakan
perubahan anggaran belanja berimbang dalam pengeluaran.

Jika pemerintah mengalami defisit anggaran belanja, maka salah satu cara yang bisa ditempuh untuk
menutupi kekurangan pendapatan nasional yang digunakan untuk pemenuhan rencana pengeluaran
pemerintah dalam anggaran belanja adalah dengan melakukan peminjaman titik terdapat dua sumber
pokok di mana pemerintah dapat melakukan peminjaman, yaitu

Melalui bank sentral

Melalui sektor swasta

Pinjaman pemerintah kepada bank sentral dan swasta dapat dilakukan dengan menjual surat berharga
dan obligasi kepada kedua institusi ini sehingga pemerintah mendapatkan dana pinjaman dari hasil
penjualan surat berharga ini titik yang dimaksud dengan surat berharga pemerintah wah adalah suatu
janji yang diberikan kepada yang meminjamkan dana bahwa pemerintah akan membayar sejumlah uang
tertentu pada tanggal tertentu dengan batas waktu antara 90 hari sampai dengan 1 tahun. Sedangkan
yang dimaksud dengan obligasi adalah janji pemerintah yang akan membayarkan sejumlah uang di masa
yang akan datang namun dengan jangka waktu yang lebih panjang yaitu sekitar 25 tahun sejak tanggal
diterbitkannya obligasi tersebut.

Kebijakan perdagangan merupakan kebijakan pemerintah yang secara langsung mempengaruhi jumlah
barang atau jasa yang diimpor atau diekspor oleh suatu negara. Kebijakan perdagangan ini dapat berupa
kebijakan tarif yaitu sebuah pajak terhadap barang atau jasa yang diimpor ataupun berupa kebijakan
kuota impor yaitu pembatasan jumlah barang yang diimpor. Tujuan pemberlakuan kebijakan adalah
untuk mengurangi nilai defisit perdagangan yang terbentuk atau dengan kata lain meningkatkan nilai
ekspor neto suatu negara.

Langkah pertama dalam menganalisis dampak dari kebijakan perdagangan ini adalah dengan melihat
kurva mana yang dipengaruhi oleh kebijakan ini titik pemberlakuan kebijakan perdagangan ini tentunya
akan berdampak langsung pada informal yaitu terjadinya penurunan impor barang atau jasa. Karena
ekspor neto dihitung dengan menggunakan rumus ekspor dikurang impor, maka penurunan impor ini
tentu akan menyebabkan meningkatnya ekspor neto negara yang menerapkan kebijakan perdagangan
tersebut. Karena ekspor neto merupakan sumber permintaan di pasar valuta asing, maka kurva yang
terlebih dahulu akan dipengaruhi oleh kebijakan ini adalah kurva permintaan pasar valuta asing.

Langkah kedua yang perlu dilakukan adalah menentukan arah pergerakan kurva permintaan pasar
valuta asing ini karena kebijakan ini berdampak pada pengurangan jumlah impor suatu negara maka
ekspor neto akan mengalami peningkatan, berapapun tingkat nilai tukar riil yang berlaku di pasar.

Langkah ketiga dalam menelusuri dampak kebijakan perdagangan adalah mengamati tingkat
keseimbangan baru yang terbentuk. Pengingat ketika tidak ada perubahan yang terjadi pada pasar dana
pinjaman, maka tingkat suku bunga riil tidak akan mengalami perubahan fisik tidak adanya perubahan
tingkat suku bunga hari ini jumlah bergambar dari tidak terjadinya perubahan aliran modal keluar neto.
Mana tidak terjadi perubahan nilai aliran modal keluar netto, maka jumlah ekspor nikel yang terbentuk
di titik keseimbangan yang baru akan tetap sama dengan jumlah ekspor neto di titik keseimbangan yang
lama.

Berdasarkan penjelasan diatas teramati bahwa dengan pemberlakuan kebijakan perdagangan baik
berupa kebijakan tarif maupun kuota impor, sebenarnya tidak menyebabkan terjadinya peningkatan
surplus perdagangan.

Ketika nilai tukar dan apresiasi, barang domestik tentu menjadi lebih mahal jika dibandingkan dengan
barang luar negeri. Hal ini tentu akan mendorong terjadinya peningkatan impor dan penurunan ekspor.
Kondisi ini akan meniadakan dampak langsung pengurangan impor dari pemberlakuan kebijakan
perdagangan tarif dan kuota sehingga kondisi akhir yang tercipta adalah tidak terjadinya perubahan nilai
ekspor neto

Anda mungkin juga menyukai