Anda di halaman 1dari 4

TUGAS

SOSIOLOGI HUKUM

ANALISIS PUTUSAN HAKIM SEBAGAI PERWUJUDAN HUKUM


PROGRESIF

DOSEN PENGAMPU: PROF. DR. MUSAKKIR, SH. MH

OLEH:

ANDI AHMAD NUR AGSA

B012211042

PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sejak digagasnya konsep hukum progresif oleh Alm. Prof. Dr. Satjipto
Raharjo, berbagai pemikiran untuk menggunakan hukum progresif dalam tahapan
proses hukum mulai bergulir termasuk didalamnya penemuan hukum progresif
yang dikemukakan oleh Ahmad Rifai melalui bukunya Penemuan Hukum oleh
Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Penemuan hukum progresif memiliki 3
(tiga) karakteristik utama yaitu:

1) Metode penemuan hukum yang bersifat visioner dengan melihat


permasalahan hukum tersebut untuk kepentingan jangka panjang ke
depan dengan melihat case by case;
2) Metode penemuan hukum yang berani dalam melakukan suatu
terobosan (rule breaking) dengan melihat dinamika masyarakat, tetapi
tetap berpedoman pada hukum, kebenaran, dan keadilan serta
memihak dan peka pada nasib dan keadaan bangsa dan negaranya;
3) Metode penemuan hukum yang dapat membawa kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat dan juga dapat membawa bangsa dan Negara
keluar dari keterpurukan dan ketidakstabilan sosial seperti saat ini.

Ketiga karakteristik diatas lebih merupakan syarat bagi sebuah putusan


hakim dapat disebut sebagai penemuan hukum yang progresif. Semangat dasar
dari penemuan hukum progresif pada dasarnya adalah mampu melihat
kepentingan jangka panjang yang didasarkan atas dinamika masyarakat sehingga
membawa kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dan Negara. Atau dengan kata
lain, titik perhatian utama dari penemuan hukum yang bersifat progresif adalah
terakomodasinya nilai-nilai hukum masyarakat dalam putusan hakim. Putusan
hakim atas suatu perkara tidak lagi dipahami sebagai sebuah hasil aturan dan
fakta, melainkan pertimbangan atas nilai-nilai hukum di masyarakat.

Salah satu contoh putusan hakim yang menjadi perwujudan hukum


progresif adalah Putusan Perkara Pidana No. 172/Pid. B/2006/PN.Psr.,
tanggal 23 Januari 2007 atas nama Terdakwa Alimudin bin H. Dalail.
- Kasus Posisi

Dalam kasus posisinya terdakwa adalah seorang anak laki-laki berumur 12


(dua belas) tahun, terdakwa melakukan perbuatan sodomi, Sodomi adalah sebuah
pelecehan seksual. Biasanya, pelaku sodomi akan melakukan hubungan seksual
menggunakan penis dengan anus. Perilaku ini bisa juga dikategorikan sebagai
seks anal. Seks anal sebenarnya kadang digunakan sebagai variasi dalam
berhubungan seks pasangan suami istri. Namun, pada kasus sodomi, korban
diminta untuk melakukannya secara paksa. Pemaksaan inilah yang kemudian
menyebabkan masalah tertentu, baik secara fisik maupun mental. Korbannya
adalah seorang anak laki-laki berumur 3 (tiga) tahun, dalam pengakuannya
terdakwa terdorong melakukan hal tersebut dikarenakan pengaruh film porno dan
kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak. Terdakwa di dakwa Pasal 82 UU
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dalam pasal tersebut
berbunyi:

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman


kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling
singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”

- Pertimbangan dan Keputusan Hakim

Dalam pertimbangan dan keputusan hakim MA menyatakan terdakwa


bersalah “memaksa dan membujuk perbuatan cabul” terhadap korban dan
mempidana terdakwa dengan mengembalikan terdakwa pada orang tuanya, hal ini
dikarenakan anak yang melakukan perbuatan yang melanggar Pasal 82 UU No. 23
Tahun 2002 tersebut masih dalam konvensi hak anak yaitu anak berada dibawah
umur sehingga menurut hakim MA kesalahan anak tersebut merupakan kesalahan
kolektif.
- Analisis Hukum Progresif dalam Putusan

Penilaian ada atau tidaknya putusan hakim yang dapat dikatakan sebagai
penemuan hukum berciri progresif dapat dilihat dari pertimbangan hakim dalam
amar putusannya, dari pertimbangan dan keputusan hakim MA, Hakim
menerapkan model restorative justice, dimana restorative justice merupakan
alternatif dalam sistem peradilan pidana dengan mengedepankan pendekatan
integral antara pelaku dengan korban dan masyarakat sebagai satu kesatuan untuk
mencari solusi serta kembali pada pola hubungan baik dalam masyarakat, hakim
juga mempertimbangkan perkembangan kejiwaan anak yang menjadi korban dan
anak sebagai pelaku tindak pidana. Pertimbangan dan keputusan hakim MA inilah
yang merupakan salah satu perwujudan hukum progresif yang menorobos Pasal
82 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak demi memikirkan
kesejahteraan anak dibawah umur sebagai pelaku dan anak sebagai korbannya.
Walaupun sebenarnya peranan dan pengawasan orang tua dalam mendidik anak
sangatlah dibutuhkan bagi seorang anak sehingga perilaku anak dianggap perilaku
yang kolektif bagi hakim yaitu perilaku dari dua atau lebih individu yang
bertindak secara bersama-sama dan secara kolektif, dan untuk memahami perilaku
dengan cara ini harus mengerti semua kehidupan kelompok.

Anda mungkin juga menyukai