Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

REMATOID ARTHRITIS (RA)

A. DEFINISI
Rhematoid artritis adalah peradangan yang kronis sistemik, progresif dan lebih
banyak terjadi pada wanita, pada usia 25-35 tahun.
Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit peradangan kronik yang
menyebabkan degenerasi jaringan ikat, peradangan (inflamasi) yang terjadi secara
terus-menerus terutama pada organ sinovium dan menyebar ke struktur sendi di
sekitarnya, seperti tulang rawan, kapsul fibrosa sendi, ligamen dan tendon. Inflamasi
ditandai dengan penimbunan sel darah putih, pengaktifan komplemen, fagositosis
ekstensif dan pembentukan jaringan granular. Inflamasi kronik menyebabkan
hipertropi dan penebalan membran pada sinovium, terjadi hambatan aliran darah dan
nekrosis sel dan inflamasi berlanjut (Fonnie 2007).

B. EPIDEMIOLOGI
Arthritis rheumatoid masih menjadi masalah kesehatan dunia, diperkirakan 0,5-
1 % dari populasi global menderita AR. Peluang terjadinya penyakit hati pada
penderita AR dua kali lebih besar dari yang tidak menderita. America Arthritis
Fondation melaporkan, penderita AR berisiko dua kali lebih besar terkena penyakit
jantung sehingga meningkatkan angka kematian penderita Cardiovascular dan
infeksi. Lima puluh persen pasien AR mengalami kecacatan fungsional sementara
setelah 20 tahun, 80 % cacat dan dapat mengurangi usia harapan hidup 3-18 tahun
(Holm 2001).

Studi epidemiologi melaporkan berbagai faktor risiko yang dihubungkan


dengan terjadinya penyakit AR, seperti faktor kerentanan terhadap penyakit dan
faktor inisiasi yaitu faktor yang diduga meningkatkan risiko berkembangnya
penyakit (DCD 2005).
a) Faktor kerentanan seperti :
 jenis kelamin;
 Usia : Dapat terjadi pada usia muda 30-50 tahun, usia lanjut terutama pada
wanita kasus AR meningkat;

1
 Obesitas : memacu meningkatnya oksidan melalui berbagai mekanisme;
 Genetik, keluarga yang memiliki anggota keluarga terkena AR memiliki risiko
lebih tinggi, dan dihubungkan dengan gen HLA-DR4.
b) Faktor inisiasi adalah perokok , infeksi bakteri atau virus menjadi inisiasi dari AR,
pil kontrasepsi, gaya hidup : stres dan diet mengawali inflamasi sendi

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Secara anatomi sendi berada pada pertemuan tulang yang memberikan sifat
mudah bergerak. Struktur sendi terdiri dari hialin kartilago yang menutupi kapsul.
Bagian terluar kapsul terdiri dari fibrous suatu jaringan lunak, periosteum dan bagian
dalam terdapat lapisan sinovial. Sinovial adalah suatu kapsul, yang menutup ligamen
dan tulang. Lapisan luar kapsul membentuk membran fibrous dan sisi kapsul terdapat
membran sinovium yang tipis terisi oleh cairan yang mengisi kapsul dan berfungsi
sebagai lumbrikasi pada ujung tulang yang menutup kapsul dan melenturkan
kartilago. Kartilago dan cairan sinovial memberi sifat mampu bergerak pada sendi.
Membran sinovial AR mengandung sel serupa fibroblas (sinoviosit, tipe sel B) dan
makrofag. Sinoviosit bersifat imunoreaktif, disekresi oleh kolagen dan proteoglikan
termasuk ekspresi vascular sel adhesi molekul 1 (VCAM-1) dan antigen (Jose 2003).

D. ETIOLOGI
Arthritis rheumatoid merupakan penyakit autoimun kompleks, yang
menyebabkan terjadinya gangguan fungsi normal sistem imun. Penyebab pasti dari
kerusakan sistem imun belum dapat dijelaskan (Bratawijaya 2004). Penyakit
autoimun AR dihubungkan dengan berbagai faktor seperti infeksi virus, bakteri,
kemiripan molekuler (sel antigen), pembentukan oksidan yang berlebih oleh hormon,
usia, obes dan obat yang diduga menyebabkan kegagalan autoregulasi aktivitas sel B
dan sel limfosit T. Break-down sistem imun diduga dapat terjadi oleh kepekaan
genetik (Husney 2004)

E. PATOFISIOLOGI
Peradangan AR berlangsung terus-menerus dan menyebar ke struktur-struktur
sendi dan sekitarnya termasuk tulang rawan sendi dan kapsul fibrosa sendi.
Ligamentum dan tendon meradang. Peradangan ditandai oleh penimbunan sel darah

2
putih, pengaktivan komplemen, fagositosis ekstensif dan pembentukan jaringan
parut. Peradangan kronik akan menyebabkan membran sinovium hipertrofi dan
menebal sehingga terjadi hambatan aliran darah yang menyebabkan nekrosis sel dan
respons peradangan berlanjut. Sinovium yang menebal kemudian dilapisi oleh
jaringan granular yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh sendi
sehingga semakin merangsang peradangan dan pembentukan jaringan parut. Proses
ini secara lambat merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas

3
F. PATWAY

Auto antibodi Factor metabolik Virus

Nyeri Reaksi radang

Synovial menebal

Pannus Nodul Deformitas

Infiltrasi ke dlm
os. subcondria
Gg. Bodi
image
Hambatan nutrisi
pd kartilago
artikularis

Kartilago
nekrosis

Erosi kartilago

Adhesi pd
permukaan sendi

Ankilosis fibrosa-
tulang

Kekakuan sendi Gg. Mobilitas fisik

Terbatasnya
gerakan sendi Deficit perawatan diri

4
G. PATOGENESIS
Arthritis rheumatoid adalah penyakit peradangan kronik yang menyebabkan
degenerasi jaringan ikat. Peradangan (inflamasi) pada AR terjadi secara terus-
menerus terutama pada organ sinovium dan menyebar ke struktur sendi di sekitarnya
seperti tulang rawan, kapsul fibrosa sendi, ligamen dan tendon. Inflamasi ditandai
dengan penimbunan sel darah putih, pengaktifan komplemen, fagositosis ekstensif
dan pembentukan jaringan granular. Inflamasi kronik menyebabkan hipertropi dan
penebalan pada membran sinovium, terjadi hambatan aliran darah dan nekrosis sel
dan inflamasi berlanjut (Wiralis 2008).
Inflamasi menyebabkan pelepasan berbagai protein sitokin. Sitokin memiliki
fungsi antara lain memelihara keseimbangan tubuh selama terjadi respon imun,
infeksi, kerusakan, perbaikan jaringan, membersihkan jaringan mati, darah yang
membeku dan proses penyembuhan. Jika produksi sitokin meningkat, kelebihan
sitokin dapat menyebabkan kerusakan yang serius pada sendi saat inflamasi AR.
Sitokin yang berperan penting pada AR antara lain adalah IL-1, IL-6, TNF-α dan
NO. Nitrit oksida, diketahui dapat menyebabkan kerusakan sendi dan berbagai
manifestasi sistemik (Rahmat 2006).
Leukosit adalah bagian sistem imun tubuh yang secara normal dibawa ke
sinovium dan menyebabkan reaksi inflamasi atau sinoviositis saat antigen berkenalan
dengan sistem imun. Elemen-elemen sistem imun (gambar 1) dibawa ke tempat
antigen, melalui peningkatan suplai darah (hiperemi) dan permeabilias kapiler
endotel, sehingga aliran darah yang menuju ke lokasi antigen lebih banyak membawa
makrofag dan sel imun lain (Fonnie 2007).
Saat inflamasi leukosit berfungsi menstimulasi produksi molekul leukotriens,
prostaglandin (membuka pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah) dan NO
(gas yang berperan dalam fleksibilitas dan dilatasi pembuluh darah, dalam jumlah
yang tinggi merupakan substansi yang berperan besar pada berbagai kerusakan AR)
(Visioli 2002).
Peningkatan permeabilitas vaskular lokal menyebabkan anafilatoksin (C3, C5).
Local vascular pada endotel melepas NO dengan vasodilatasi, meningkatkan
permeabilitas vaskular, ekspresi molekul adhesi pada endothel, pembuluh darah,
ekspresi molekul MHC kelas II dan infiltrasi sel neutrofil dan makrofag (Anonim
2010).

5
Inflamasi sinovial dapat terjadi pada pembuluh darah, yang menyebabkan
hiperplasia sel endotel pembuluh darah kecil, fibrin, platelet dan inflamasi sel yang
dapat menurunkan aktivitas vaskuler pada jaringan sinovial. Hal ini menyebabkan
gangguan sirkulasi darah dan berakibat pada peningkatan metabolisme yang memacu
terjadinya hipertropi (bengkak) dan hiperplasia (membesar) dan sel dalam keadaan
hipoksia (gambar 2). Sel yang hipoksia dalam sinovium berkembang menjadi edema
dan menyebabkan multiplikasi sel sinovial. Sel pada sinovium tumbuh dan
membelah secara abnormal, membuat lapisan sinovium menebal, sehingga sendi
membesar dan bengkak (Ackerman and Rosai 2005).
Berkembangnya fase penyakit, ditunjukkan dengan penebalan synovial
membentuk jaringan yang disebut panus. Panus adalah lembaran/lapisan yang
menebal membentuk granulasi. Panus dapat menyebar ke dalam sinovium sendi dan
bersifat destrukstif terhadap elemen sendi (Bresnihan et al 1998).
Interaksi antara antibodi dan antigen menyebabkan perubahan komposisi cairan
sinovial, cairan sinovial kurang mampu mempertahankan fungsi normal dan bersifat
agresif-destruktif. Respons dari perubahan dalam sinovium dan cairan sinovial,
menyebabkan kerusakan sejumlah besar sendi dan jaringan lunak secara bertahap
berdasarkan fase perkembangan penyakit (tabel 1) (Ackerman and Rosai 2004).
Destruksi yang terjadi pada tulang menyebabkan kelemahan tendon dan
ligamen, perubahan struktur tulang dan deformitas sendi sehingga mempengaruhi
aktivitas harian dan menghilangkan fungsi normal sendi. Destruksi dapat terjadi oleh
serangan panus (proliferasi sel pada lining sinovial) ke subkodral tulang. Destruksi
tulang menyebabkan area hialin kartilago dan lining synovial tidak dapat menutupi
tulang, sendi dan jaringan lunak (Hellman 2004 & Ackerman 2004).
Tahap lebih lanjut, terjadi kehilangan struktur artikular kartilago dan
menghasilkan instabilitas terhadap fungsi penekanan sendi, menyebabkan aktivitas
otot tertekan oleh destruksi tulang, lebih jauh menyebabkan perubahan struktur dan
fungsi sendi yang bersifat ireversibel dan dapat terjadi perubahan degeneratif
terutama pada densitas sendi. Destruksi dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan
sendi secara signifikan, ditandai dengan ketidak stabilan sendi (Hellman 2004 &
Ackerman 2004).

6
H. MANIFESTASI KLINIS
Karateristik dari AR adalah munculnya gambaran tertentu pada sendi kecil
seperti jari tangan dan kaki kaku pada pagi hari dan ada yang kondisinya memburuk
sepanjang hari; disertai dengan gejala lain seperti menghilangnya nafsu makan, lesu,
demam, anemi dan bengkak pada jaringan di bawah kulit (nodul rheumatoid);
bengkak dan nyeri pada sendi jari kaki, tangan, pergelangan, siku dan lutut. Pada fase
lanjut terjadi hancurnya jaringan artikular dan deformitas. Pada kondisi yang lebih
berat dapat menyerang mata, paru atau pembuluh darah. Arthritis rheumatoid
memiliki ciri khusus seperti adanya nodul-nodul rheumatoid, konsentrasi RFs yang
abnomal dan perubahan radiografi yang meliputi erosi tulang (Tsou 2007).

Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:
1. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang
ditandai adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat
maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi
juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Selain
tanda dan gejala tersebut diatasterjadi pula perubahan bentuk pada tangan yaitu
bentuk jari swan-neck.
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi
diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis
fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang.

7
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi adalah:
1. Meringankan rasa nyeri dan peradangan
2. memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal penderita.
3. Mencegah atau memperbaiki deformitas
Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang merupakan
sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
 Istirahat
 Latihan fisik
 Panas
 Pengobatan
a. Anti Inflamasi non steroid (NSAID) : Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8
s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25
mg per 100 ml
b. Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600 mg/hari
 mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga
menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan.
c. Acetyl salicylic acid, Cholyn salicylate (Analgetik, Antipyretik, Anty
Inflamatory)
d. Indomethacin/Indocin(Analgetik, Anti Inflamatori)
e. Ibufropen/motrin (Analgetik, Anti Inflamatori)
f. Tolmetin sodium/Tolectin(Analgetik Anti Inflamatori)
g. Naproxsen/naprosin (Analgetik, Anti Inflamatori)
h. Sulindac/Clinoril (Analgetik, Anti Inflamatori)
i. Piroxicam/Feldene (Analgetik, Anti Inflamatori)
 Nutrisi  diet untuk penurunan berat badan yang berlebih.

Bila Rhematoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi,


pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi.
Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:

8
1. Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk
mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali
inflamasi.
2. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
3. Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.
4. Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada
persendian.

9
A. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tujuan Dan Kriteria Hasil


NO Diagnosa Intervensi (NIC) Rasional
(NOC)
Nyeri b/d agen Setelah diberikan asuhan 1. Selidiki keluhan nyeri, catat 1. Membantu dalam menentukan
1
pencedera, distensi keperawatan  selama 1x24 lokasi dan intensitas (skala 0- kebutuhan manajemen nyeri
jaringan oleh akumulasi jam diharapakan rasa nyeri 10). dan keefektifan program.
cairan/ proses inflamasi, yang di alami klien hilang 2. Dorong untuk sering 2. Mencegah terjadinya kelelahan
destruksi sendi. dengan criteria hasil : mengubah posisi,. Bantu untuk umum dan kekakuan sendi.
 Menunjukkan nyeri bergerak di tempat tidur, Menstabilkan sendi,
hilang/ terkontrol sokong sendi yang sakit di atas mengurangi gerakan/ rasa sakit
 Terlihat rileks, dapat dan bawah, hindari gerakan pada sendi)
tidur/beristirahat dan yang menyentak. 3. Panas meningkatkan relaksasi
berpartisipasi dalam 3. Anjurkan pasien untuk mandi otot, dan mobilitas,
aktivitas sesuai air hangat atau mandi menurunkan rasa sakit dan
kemampuan. pancuran pada waktu bangun melepaskan kekakuan di pagi
 Mengikuti program dan/atau pada waktu tidur. hari. Sensitivitas pada panas
farmakologis yang dapat dihilangkan dan luka
diresepkan dermal dapat disembuhkan)

 Menggabungkan 4. Dorong penggunaan teknik 4. Meningkatkan relaksasi,


manajemen stres, misalnya memberikan rasa kontrol dan

10
keterampilan relaksasi dan relaksasi progresif,sentuhan mungkin meningkatkan
aktivitas hiburan ke dalam terapeutik, biofeed back, kemampuan koping)
program kontrol nyeri. visualisasi, pedoman imajinasi,
hypnosis diri, dan
pengendalian napas.
5. Libatkan dalam aktivitas 5. Memfokuskan kembali
hiburan yang sesuai untuk perhatian, memberikan
situasi individuh.      stimulasi, dan meningkatkan
rasa percaya diri dan perasaan
sehat)
6. Beri obat sebelum aktivitas/ 6. Meningkatkan realaksasi,
latihan yang direncanakan mengurangi tegangan otot/
sesuai petunjuk.    spasme, memudahkan untuk
ikut serta dalam terapi)
7. Kolaborasi: Berikan obat- 7. sebagai anti inflamasi dan efek
obatan sesuai petunjuk analgesik ringan dalam
(mis:asetil salisilat) mengurangi kekakuan dan
meningkatkan mobilitas.)

11
Gangguan mobilitas fisik Setelah diberikan asuhan 1. Evaluasi/ lanjutkan 1. Tingkat aktivitas/ latihan
2
b/d deformitas skeletal, keperawatan  selama 1x24 pemantauan tingkat inflamasi/ tergantung dari perkembangan/
nyeri, penurunan jam diharapakan gangguan rasa sakit pada sendi resolusi dari peoses inflamasi)
kekuatan otot. mobilitas fisik dapat teratasi 2. Pertahankan istirahat tirah 2. Istirahat sistemik dianjurkan
dengan criteria hasil : baring/ duduk jika diperlukan selama eksaserbasi akut dan
 Mempertahankan fungsi jadwal aktivitas untuk seluruh fase penyakit yang
posisi dengan tidak memberikan periode istirahat penting untuk mencegah
hadirnya/ pembatasan yang terus menerus dan tidur kelelahan mempertahankan
kontraktur. malam hari yang tidak kekuatan)
 Mempertahankan ataupun terganmggu
meningkatkan kekuatan 3. Bantu dengan rentang gerak 3. Mempertahankan/
dan fungsi dari dan/ atau aktif/pasif, demikiqan juga meningkatkan fungsi sendi,
kompensasi bagian tubuh. latihan resistif dan isometris kekuatan otot dan stamina
 Mendemonstrasikan jika memungkinkan umum. Catatan : latihan tidak
tehnik/ perilaku yang adekuat menimbulkan
memungkinkan kekakuan sendi, karenanya
melakukan aktivitas aktivitas yang berlebihan dapat
merusak sendi)

4. Ubah posisi dengan sering 4. Menghilangkan tekanan pada

12
dengan jumlah personel cukup. jaringan dan meningkatkan
Demonstrasikan/ bantu tehnik sirkulasi. Mempermudah
pemindahan dan penggunaan perawatan diri dan
bantuan mobilitas, mis, trapeze kemandirian pasien. Tehnik
pemindahan yang tepat dapat
mencegah robekan abrasi kulit)
5. Dorong pasien 5. Memaksimalkan fungsi sendi
mempertahankan postur tegak dan mempertahankan
dan duduk tinggi, berdiri, dan mobilitas)
berjalan
6. Kolaborasi: konsul dengan 6. Berguna dalam
fisoterapi. memformulasikan program
latihan/ aktivitas yang
berdasarkan pada kebutuhan
individual dan dalam
mengidentifikasikan alat)
7. Kolaborasi: berikan obat- 7. Mungkin dibutuhkan untuk
obatan sesuai indikasi menekan sistem inflamasi
(steroid). akut).

13
Gangguan Citra Tubuh / Setelah diberikan asuhan 1. Dorong pengungkapan 1. Berikan kesempatan untuk
3
Perubahan Penampilan keperawatan  selama 1x24 mengenai masalah tentang mengidentifikasi rasa takut/
b/d perubahan jam diharapakan pasien sadar proses penyakit, harapan masa kesalahan konsep dan
kemampuan untuk akan kondisi penyakitnya depan. menghadapinya secara
melaksanakan tugas- dengan criteria hasil : langsung)
tugas umum, peningkatan  Mengungkapkan 2. Diskusikan persepsi 2. Isyarat verbal/non verbal orang
penggunaan energi, peningkatan rasa percaya pasienmengenai bagaimana terdekat dapat mempunyai
ketidakseimbangan diri dalam kemampuan orang terdekat menerima pengaruh mayor pada
mobilitas. untuk menghadapi keterbatasan. bagaimana pasien memandang
penyakit, perubahan pada dirinya sendiri)
gaya hidup, dan 3. Akui dan terima perasaan 3. Nyeri konstan akan
kemungkinan berduka, bermusuhan, melelahkan, dan perasaan
keterbatasan. ketergantungan. marah dan bermusuhan umum
 Menyusun rencana terjadi)
realistis untuk masa 4. Perhatikan perilaku menarik 4. Dapat menunjukkan emosional
depan. diri, penggunaan menyangkal ataupun metode koping
atau terlalu memperhatikan maladaptive, membutuhkan
perubahan. intervensi lebih lanjut)
5. Bantu dalam kebutuhan 5. Mempertahankan penampilan

14
perawatan yang diperlukan. yang dapat meningkatkan citra
diri)
6. Berikan bantuan positif bila 6. Memungkinkan pasien untuk
perlu. merasa senang terhadap dirinya
sendiri. Menguatkan perilaku
positif. Meningkatkan rasa
percaya diri)
7. Kolaborasi: Rujuk pada
7. Pasien/orang terdekat mungkin
konseling psikiatri, mis:
membutuhkan dukungan
perawat spesialis psikiatri,
selama berhadapan dengan
psikolog.
proses jangka panjang/
ketidakmampuan)
8. Kolaborasi: Berikan obat-
8. Mungkin dibutuhkan pada sat
obatan sesuai petunjuk, mis;
munculnya depresi hebat
anti ansietas dan obat-obatan
sampai pasien
peningkat alam perasaan.
mengembangkan kemapuan
koping yang lebih efektif)
Defisit perawatan diri b/d Setelah diberikan asuhan 1. Diskusikan tingkat fungsi 1. Mungkin dapat melanjutkan
4
kerusakan keperawatan  selama 1x24 umum (0-4) sebelum timbul aktivitas umum dengan
musculoskeletal, jam diharapakan pasien dapat awitan/ eksaserbasi penyakit melakukan adaptasi yang

15
penurunan kekuatan, daya melakukan devisit perawatan dan potensial perubahan yang diperlukan pada keterbatasan
tahan, nyeri pada waktu diri dengan criteria hasil : sekarang diantisipasi. saat ini).
bergerak, depresi.  Melaksanakan aktivitas 2. Pertakhankan mobilitas, 2. Mendukung kemandirian
perawatan diri pada kontrol terhadap nyeri dan fisik/emosional)
tingkat yang konsisten program latihan. 3. Menyiapkan untuk
dengan kemampuan 3. Kaji hambatan terhadap meningkatkan kemandirian,
individual. partisipasi dalam perawatan yang akan meningkatkan harga
 Mendemonstrasikan diri. Identifikasi /rencana diri)
perubahan teknik/ gaya untuk modifikasi lingkungan.
hidup untuk memenuhi 4. Kaji hambatan terhadap 4. Menyiapkan untuk
kebutuhan perawatan diri. partisipasi dalam perawatan meningkatkan kemandirian,
 Mengidentifikasi sumber- diri. Identifikasi /rencana yang akan meningkatkan harga
sumber pribadi/ komunitas untuk modifikasi lingkungan. diri)
yang dapat memenuhi 5. Kolaborasi: Konsul dengan 5. Berguna untuk menentukan
kebutuhan perawatan diri. ahli terapi okupasi. alat bantu untuk memenuhi
kebutuhan individual. Mis;
memasang kancing,
menggunakan alat bantu
memakai sepatu,
menggantungkan pegangan

16
untuk mandi pancuran)
6. Kolaborasi: Atur evaluasi 6. Mengidentifikasi masalah-
kesehatan di rumah sebelum masalah yang mungkin
pemulangan dengan evaluasi dihadapi karena tingkat
setelahnya. kemampuan aktual)
7. Kolaborasi : atur konsul 7. Mungkin membutuhkan
dengan lembaga lainnya, mis: berbagai bantuan tambahan
pelayanan perawatan rumah, untuk persiapan situasi di
ahli nutrisi. rumah)

17
DAFTAR PUSTAKA

 Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
 Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
 Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
 Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
 Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care,
Third Edition, California : Addison Wesley Nursing.
 Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculaapius
FKUI:Jakarta.
 Prince, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC: Jakarta.
 Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta: EGC.
 http://nursingbegin.com/askep-artritis-reumatoid/
 http://nurse87.wordpress.com/2009/12/12/asuhan-keperawatan-rheumatoid-artritis/

18

Anda mungkin juga menyukai