(SELF ESTEEM)
PADA PENYALAHGUNA NARKOBA
YANG SEDANG DIREHABILITASI
Penulis &
Penyusun : 1. Dr. Made Dewi Sariyani, S.ST., M.Kes
2. Kadek Sri Ariyanti, S.SiT., M.Kes
3. Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si
4. Ni Komang Ekawati, S.Psi. Psi.MPH
ISBN : 978-623-99590-0-5
Cet. 1 Denpasar; Pustaka Nayottama Publishing
vi + 46 hlm 14,8 cm x 21 cm
ii
KATA PENGANTAR
iii
Kami juga sadar bahwa buku yang kami buat masih belum
bisa dikatakan sempurna. Maka dari itu, kami meminta dukungan
dan masukan dari para pembaca, agar ke depannya kami bisa
lebih baik lagi dalam menulis sebuah buku.
Tim Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
vi
KEJADIAN DAN PERMASALAHAN
PENYALAHGUNA NARKOBA
1
membuat mereka harus pergi untuk berobat ke pusat pengobatan
medis, seperti Rumah Sakit (RS) dan puskesmas sehingga
penyalahguna akan merasa terbebani dengan biaya pengobatan
yang mahal. Perbandingan penyalahguna yang mengalami OD
adalah satu berbanding sepuluh. Sekitar 10% dari total responden
yang mengatakan memiliki niat untuk rehabilitasi dalam kurun
waktu dekat yaitu 1-12 bulan ke depan, 10% responden belum
berpikir untuk berhenti dan 45% dari responden tidak memiliki
niat untuk berhenti sepenuhnya (BNN, 2014).
2
penyalahguna segera pulih dan tidak kembali menggunakan
narkoba (relaps) (BNN, 2013). Hasil penelitian kualitatif yang
dilakukan oleh Hanur, dkk (2015), menunjukan bahwa program
rehabilitasi sangat bermanfaat dalam perubahan perilaku
penyalahguna, karena selama proses rehabilitasi, para
penyalahguna di Balai Rehabilitasi Tanah Merah, Samarinda,
diberikan pengetahuan, pembinaan sikap dan tindakan untuk
menambah pengetahuan serta kepribadian dalam sikap maupun
tindakan yang lebih baik agar siap kembali ke lingkungan
masyarakat. Indonesia sudah memiliki 116 pusat rehabilitasi
penyalahguna narkoba, di mana Bali dan Nusa Tenggara telah
memiliki 4 pusat rehabilitasi untuk penyalahguna narkoba yaitu
di RSJ (Rumah Sakit Jiwa) Bangli, Bali (Jiwa Bina Atma), RSJ
Mataram dan RSJ Ambon (BNN, 2015).
3
depresi, mencari sensasi, rendahnya keterampilan yang dikuasai
dan rendahnya self esteem seseorang. Seseorang yang tidak dapat
menghargai dirinya sendiri tentunya akan sulit untuk dapat
menghargai orang-orang di sekitarnya. Jadi, self esteem
merupakan salah satu elemen penting bagi pembentukan konsep
diri seseorang yang berdampak pada sikap dan perilakunya.
Rosenberg (dalam Guindon, 2010), menyimpulkan bahwa self
esteem merupakan suatu sikap yang mengacu pada objek yang
spesifik yaitu diri (self).
4
Self esteem berkaitan dengan kesehatan masyarakat, di
mana self esteem dapat mempengaruhi perilaku berisiko dan
kesehatan individu maupun kelompok secara fisik dan psikologis
sehingga berdampak pada derajat kesehatan yang buruk
(Reqyrizendri, 2015). Rosenberg (dalam Srisayekti, 2015),
menyatakan jika individu dengan self esteem tinggi akan
memiliki ketahanan diri (reseliensi) yang baik, di mana mereka
memiliki kemampuan untuk bangkit kembali dengan cara
mengatasi tekanan yang dialami, sedangkan individu dengan self
esteem yang rendah diduga memiliki kecenderungan menjadi
rentan terhadap depresi, penyalahgunaan narkoba dan dekat
dengan kekerasan.
5
Proses rehabilitasi para penyalahguna narkoba dengan
memperhatikan aspek internal dan eksternal sudah banyak
dilakukan di luar negeri, seperti hasil penelitian kualitatif Robert
dan Wolfer (2011) di Amerika Serikat yang menunjukan bahwa
penghargaan diri pada penyalahguna narkoba dengan jenis
kelamin perempuan sangat penting untuk diperhatikan selama
proses rehabilitasi. Penghargaan diri yang dibentuk dari diri
sendiri dan lingkungan sekitar, seperti sikap petugas kesehatan
menjadi faktor pendukung suksesnya program yang diberikan
selama rehabilitasi. Berbeda dengan negara lain, pusat rehabilitasi
narkoba yang ada di Indonesia, sebagian besar hanya
memperhatikan aspek eksternalnya saja, seperti penelitian yang
dilakukan oleh Aztri dan Milla (2013), menunjukan bahwa proses
penyembuhan kecanduan narkoba berkaitan dengan pengaruh
teman sebaya (peer group) yang negatif, dukungan sosial, dan
harapan mereka akan masa depan.
6
JENIS NARKOBA DAN EFEK SAMPING
7
PENGHARGAAN DIRI (SELF ESTEEM)
8
diri, di mana seseorang dapat menghargai dirinya dengan
menerima kelebihan dan kekurangan mereka.
9
a. Keluarga
Peran dari keluarga dalam bentuk dukungan sangat
menentukan pembentukan self esteem khususnya pada
masa anak- anak. Segala sesuatu yang dilakukan oleh
orang tua menjadi dasar seorang anak untuk nantinya
dapat bersosialisasi dengan lingkungan mereka
b. Sekolah
Penilaian lingkungan sekolah saat individu menuntut ilmu
sangat berperan penting dalam pembentukan self esteem.
Individu yang sering mendapat perlakuan yang tidak baik
selama berada di lingkungan sekolah, cenderung memiliki
self esteem yang rendah.
c. Intelegensi
Intelegensi merupakan gambaran lengkap dari kapasitas
fungsional individu yang erat kaitannya dengan
kemampuan dari individu tersebut mencapai prestasi.
Individu dengan intelegensi yang baik cenderung lebih
memiliki self esteem tinggi. Lutan (dalam Hoedaya dan
Budiman, 2010), menjelaskan tentang prestasi yang
dicapai juga merupakan salah satu faktor penting
terbentuknya self esteem. Perasaan tenang yang
diciptakan, keyakinan, dan kemampuan untuk
10
melaksanakan tugas dikatakan sebagaI awal terbentuknya
self esteem.
d. Kondisi Fisik
Coopersmith (dalam Gufron dan Risnawita, 2011),
memaparkan tentang individu yang memiliki kondisi fisik
yang baik dan menarik, seperti tinggi badan membuat
individu memiliki self esteem yang cenderung lebih baik
bila dibandingkan dengan kondisi fisik dari individu yang
kurang menarik.
e. Jenis Kelamin
Ancok, dkk (dalam Gufron dan Risnawita, 2011),
menjelaskan bahwa para wanita memiliki self esteem yang
lebih rendah dibandingkan kaum laki-laki.
f. Lingkungan Sosial
Branden (2013), berpendapat bahwa dalam pembentukan
self esteem di lingkungan pekerjaan merupakan sejumlah
dimensi pekerjaan, seperti kepuasan kerja, penghasilan,
penghargaan dan naik jabatan.
11
Kategori dan Dimensi Self Esteem
Branden (1985), menyebutkan bahwa self esteem dapat
dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu self esteem rendah, baik
atau sedang dan tinggi. Self esteem rendah, di mana individu lebih
mudah mengalami depresi dan cemas karena individu merasa
tidak pantas mendapatkan kebahagiaan, kegembiraan dan
penghargaan diri dalam hidupnya. Individu juga akan merasakan
ketidakmampuan dan tidak berharga. Hal ini bisa disebabkan oleh
pengalaman hidup yang menakutkan dan kegagalan. Robson (
dalam Coetzee, 2009), mengatakan individu dengan self esteem
rendah memiliki masalah interpersonal, mengalami kegagalan
akademis, ketergantungan, depresi dan kecemasan. Hasil
penelitian Muhith (2015), menunjukan self esteem yang rendah
sangat rentan terjadi pada usia remaja dan lanjut karena terkait
dengan masalah kesehatan fisik mereka. Penelitian Reqyrizendri
(2015), menyatakan individu dengan self esteem rendah
cenderung memandang diri buruk karena penilaian negatif yang
diberikan oleh orang lain, merasa memiliki lebih banyak
kekurangan dibandingkan dengan orang lain serta menilai diri
secara keseluruhan adalah orang yang gagal.
12
dirinya. Coopersmith (1981), berpendapat jika self esteem sedang
merupakan keadaan individu yang hampir mirip dengan self
esteem yang tinggi, namun individu pada self esteem sedang
masih tergantung pada penerimaan sosial.
13
Proses Pembentukan Self Esteem
Self esteem pada individu tidak bisa dikatakan faktor
bawaan sejak individu lahir karena mulai dibentuk sejak individu
mulai bisa berinteraksi dengan orang lain. Proses ini dilalui
bertahap melalui interaksi dengan orang tua, orang lain yang
dianggap bermakna dan teman sebaya (Erikson, 1963 dalam
Santrock, 2011). Perasaan berharga pada setiap individu seperti
self esteem, sangat dipengaruhi oleh pengalaman dari setiap
individu (Felker, dalam Sirait, 2002).
14
rasa suka cita dalam diri, menghargai tubuh sendiri, merawat
pikiran dengan memperhatikan tubuh sendiri, mengembangkan
karakter dan spiritual dan melihat ke depan.
15
PEMBENTUKAN SELF ESTEEM
PADA PENYALAHGUNA NARKOBA
YANG SEDANG DIREHABILITASI
16
Penelitian Nurhidayati dan Nurdibyanandaru (2014),
menunjukan adanya hubungan antara dukungan sosial keluarga
dengan self esteem pada penyalahguna narkoba yang
direhabilitasi (penyalahguna). Muhith (2015), menjelaskan
bahwa orang tua sebagai faktor utama seorang anak membentuk
self esteem. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan
mengontrol dapat membuat anak merasa tidak berguna.
Penelitian Afriani (2016), menunjukan bahwa faktor terbesar
yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengguna narkoba untuk
tidak relaps dengan menumbuhkan niat yang kuat dari dalam diri
dan dukungan keluarga yang positif kepada penyalahguna.
Muhith (2015), menjelaskan bahwa diri sendiri menjadi sumber
utama terbentuknya self esteem, di mana tinggi atau rendahnya
self esteem tergantung dari perasaan diri sendiri. Gangguan pada
pembentukan self esteem cenderung terdapat pada individu yang
memiliki ideal diri yang tidak realistis.
17
REHABILITASI
PENYALAHGUNA NARKOBA
18
penyalahguna yang sudah pulih dapat kembali ke masyarakat dan
melakukan fungsinya, seperti orang lain. Proses rehabilitasi
terdiri atas program detoksifikasi dan stabilisasi yang
dilaksanakan satu bulan, program primer dilaksanakan tiga bulan
dan program re-entry, dilaksanakan selama enam bulan.
19
pemenuhan kebutuhan penyalahguna, SDM, sistem pelayanan
yang dimulai dari pendekatan awal, penerimaan, asesmen,
bimbingan, resosialisasi sampai terminasi, sarana prasana dan
aksesibilitas.
20
narkoba yang sedang direhabilitasi tentunya membuat psikologi
dari penyalahguna menjadi tidak stabil, sehingga diperlukan
pembentukan kembali penghargaan diri untuk membantu proses
rehabilitasi mereka dan menjadikan diri sebagai benteng terhadap
penyalahgunaan narkoba.
21
dan bakat, serta spiritual di dalam diri, sedangkan aspek eksternal
yaitu keluarga, pola asuh dan lingkungan fisik serta sosial.
Penyalahguna dengan status tahanan cenderung memiliki self
esteem yang rendah dibandingkan penyalahguna dengan status
putusan pengadilan. Penyalahguna dengan status sukarela
menunjukan self esteem yang rendah karena penyalahguna masih
memiliki rasa bersalah yang berlebih terhadap dirinya dan
keluarga.
22
1. Jenis Kelamin
Penyalahguna mengatakan jika perempuan lebih bisa
menghargai diri dibandingkan laki-laki karena mereka
beranggapan laki-laki adalah sosok yang kuat, namun
tujuh orang penyalahguna mengatakan bahwa laki-laki
juga bisa menghargai diri mereka. Menurut Ancok, dkk
(dalam Gufron dan Risnawita, 2011), para wanita
memiliki self esteem yang lebih rendah dibandingkan
kaum laki-laki. Penelitian ini tidak sesuai dengan teori
yaitu tidak ada kaitan antara jenis kelamin dengan upaya
pembentukan self esteem, hal ini dapat dilihat dari
pemaparan penyalahguna yang menunjukan jika laki-laki
dan perempuan memiliki kemampuan yang sama dalam
membentuk self esteem.
2. Kondisi Fisik
Pendapat penyalahguna tentang pembentukan
kembali self esteem mereka dikaitkan dengan kondisi fisik
dari penyalahguna yang dirasa kurang sempurna sehingga
membuat penyalahguna mengonsumsi obat-obatan
terlarang untuk membangun rasa percaya diri mereka.
Kondisi fisik yang dimaksud oleh peneliti adalah keadaan
fisik dan kesehatan dari penyalahguna. Data hasil
wawancara menunjukan empat orang penyalahguna
23
mengatakan bahwa keadaan fisik mereka akan tampak
lebih sempurna seperti kulit lebih putih saat menggunakan
narkoba.
24
mereka menggunakan narkoba dan sulit memahami self
esteem. Perasaan malu karena tamatan SD, perasaan kesal
karena selalu dimarah akibat nilai ulangan kecil dan
perasaan kurang sabar membuat para penyalahguna
menjadi cepat putus asa dan terjerumus dalam narkoba.
25
hanya dengan merawat dan menjaga keadaan fisik tubuh
mereka saja.
26
Green (dalam Effendi, 2008), menjelaskan tentang
umur merupakan salah satu faktor presdiposisi dalam
seseorang menentukan perilakunya. Penelitian ini tidak
sesuai dengan teori yaitu tidak ada kaitannya antara umur
dan pembentukan self esteem pada penyalahguna yang
sedang direhabilitasi, hal ini dibuktikan dari pemaparan
beberapa penyalahguna yang menyatakan tidak ada
hubungannya umur dengan pembentukan self esteem.
27
rehabilitasi. Penelitian ini sesuai dengan teori yaitu
lingkungan sosial memiliki peran penting dalam
kehidupan, karena penyalahguna tumbuh dan membentuk
karakter dari lingkungan sosial mereka.
7. Dukungan Keluarga
Keluarga merupakan kerabat terdekat yang dimiliki
oleh penyalahguna sebelum mereka menjalani proses
rehabilitasi. Seluruh penyalahguna mengatakan dukungan
keluarga sangat berperan dalam mereka untuk membentuk
penghargaan diri. Selama menyampaikan pendapat
tentang keluarga, penyalahguna selalu menunduk dan
mata mereka mulai berkaca-kaca menunjukan rasa
penyesalan karena mereka beranggapan mereka telah
mengecewakan keluarga. Hasil observasi menunjukan
pada saat jadwal kunjungan keluarga, penyalahguna
tampak sangat antusias saat dijenguk oleh keluarga
mereka, seperti langsung menggendong anak dan
mengajak istri duduk sambil makan di dapur.
28
mempengaruhi self esteem. Penelitian ini sesuai dengan
teori di mana penyalahguna memaparkan tentang peran
keluarga yang diharapkan oleh penyalahguna adalah
dukungan yang dapat membantu penyalahguna untuk
lepas dari narkoba.
8. Pola Asuh
Pola asuh yang diterima oleh penyalahguna dari
kecil sampai remaja sangat mempengaruhi proses
pembentukan self esteem. Seluruh penyalahguna
mengatakan merasa kurang nyaman dengan pola asuh dari
orang tua. Pola asuh yang terlalu memanjakan dan terlalu
banyak komentar membuat penyalahguna lebih merasa
nyaman dengan teman mereka.
29
memberikan pengaruh positif kepada perilaku
penyalahgunaan napza.
9. Kebijakan
Setiap program yang dilaksanakan tentunya
berpedoman pada kebijakan yang telah ditentukan oleh
pelaksana program. Para penyalahguna menunjukan rasa
puas mereka dengan kebijakan-kebijakan yang telah
diberikan oleh tempat rehabilitasi, seperti program
kunjungan keluarga dan home leave. Penyalahguna
mengatakan bahwa kebijakan tersebut membantu
penyalahguna merasakan penghargaan yang diberikan
keluarga kepada penyalahguna.
30
10. Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan yang berada di lingkungan rehabilitasi
merupakan keluarga terdekat untuk penyalahguna saat ini.
Brooks (1999), menjelaskan tentang dukungan sosial
yang didapat oleh para penyalahguna berasal dari
organisasi, sesorang yang dekat dan sikap dari sumber
daya yang berada di lingkungan sekitar. Glanz, dkk
(2008), memaparkan dukungan sosial juga bisa berasal
dari faktor lingkungan informal seperti lingkungan
keluarga, teman sekitar, rekan di tempat kerja dan
pimpinan, sedangkan dukungan dari faktor lingkungan
formal berasal dari petugas kesehatan dan para pemberi
jasa kemanusiaan. Penelitian ini sesuai dengan teori dari
Glanz, dkk yang memaparkan dukungan dari lingkungan
formal berasal dari petugas kesehatan, hal ini dibuktikan
dari hasil observasi dan pemaparan dari penyalahguna
tentang sikap petugas kesehatan yang kooperatif dalam
memberikan penyalahguna nasehat.
31
dukungan dari teman sesama pengguna yang sedang
direhabilitasi sangat membantu penyalahguna dalam
membangun rasa penghargaan diri.
32
Riyadiningsih (2012), mengungkapkan jika nilai
diri meliputi tingkatan religi atau kecerdasan spiritual
dapat mempengaruhi perilaku baik atau buruk seseorang.
Penelitian Ari, dkk (2013), menunjukan adanya pengaruh
yang positif diantara religiusitas dengan reseliensi pasien
yang sedang mengikuti proses rehabilitasi narkoba di
Yayasan Rumah Damai Semarang. Semakin tinggi tingkat
religius pasien yang sedang direhabilitasi, semakin tinggi
tingkat resiliensinya, begitu juga sebaliknya sebaliknya.
33
terapi diri untuk mereka bisa lepas dari narkoba dan
membangun hidup seperti orang banyak. Muhith (2015),
menjelaskan diri sendiri menjadi sumber utama
terbentuknya self esteem. Tinggi atau rendahnya self
esteem tergantung dari perasaan diri sendiri. Gangguan
pada pembentukan self esteem cenderung terdapat pada
individu yang memiliki ideal diri yang tidak realistis.
34
Pradhana (2015), mengatakan bahwa self esteem
berhubungan dengan sikap dan perilaku seseorang, di
mana perilaku seseorang dapat mencerminkan self
esteemnya. Penelitian Edhitya (2016), menunjukan
terdapat sebuah hubungan positif cukup signifikan di
antara persepsi dan keterampilan yang dimiliki terhadap
self esteem pada mantan penyalahguna napza di Balai
Rehabilitasi Sosial Pamardi Putera Lembang. Schiraldi
(2007), memaparkan ada sepuluh langkah untuk
membangun self esteem antara lain mengerti tentang
penghargaan diri, memiliki sikap hati-hati terhadap
sesuatu, membersihkan diri dari pikiran negatif,
menyadari kelebihan diri, menggunakan alam bawah
sadar dengan baik, menumbuhkan rasa suka cita dalam
diri, menghargai tubuh sendiri, merawat pikiran dengan
memperhatikan tubuh sendiri, mengembangkan karakter
dan spiritual dan melihat ke depan.
35
semakin tinggi tingkat self esteem pada penyalahguna,
begitu pula sebaliknya.
36
DAFTAR PUSTAKA
37
Ariyani, A. 2004. Perbedaan Hope dan Self Esteem antara
Remaja yang Pernah Menggunakan Narkoba dan
Remaja yang tidak Menggunakan Narkoba. Tugas
Akhir Magister Profesi Psikolog Klinis Dewasa.
Depok: Fakultas Psikologi UI
38
Buckner, J.C., Mandel, W. 1990. Risk Faktors for Depressive
Symptomatology in a Drug Using Population. AJPH
May 1990, Vol. 80, No. 5:580-585
39
Faulkner, A.et.all. 2013. Mental Health Peer Support in
England: piecing together the jigsaw.
http;//www.mind.org.uk/media/715293/peer-support-
report-peerfest-2013.pdf
40
Hawari, Dadang. 2000. Penyalahgunaan dan Ketergantungan
Napza. Jakarta: FKUI
41
Ngurah. 2016. Laporan Studi Pendahuluan Penyalahguna
Yang Sedang Direhabilitasi diRSJ Bangli
(unpublished). Bangli
42
Silvy, Tiara. 2016. Laporan Studi Pendahuluan Waria
Mantan penyalahguna Narkoba (Unpublished).
Denpasar.
43
Silvy, Tiara. 2016. Laporan Studi Pendahuluan Waria
Mantan penyalahguna Narkoba (Unpublished).
Denpasar
Sirait, Mirah, M.M. (2002). Hubungan antara Harga Diri
dengan Konformitas dalam Hal Fesyen pada Remaja.
Jakarta: Fakultas Psikologi UI.
44
United Nation Office on Drugs and Crime. 2015. World Drug
Report 2015. Available from: URL:
https://www.unodc.org/documents/wdr2015/World_D
rug_Report_2015_web.pdf. (diakses, 1 Oktober 2016)
45
TENTANG PENULIS
Correspondence:
sariyani27@ymail.com
46