Standar Operasional Prosedur Pengambilan Darah
Standar Operasional Prosedur Pengambilan Darah
A. Definisi
Flebotomi (Phlebotomy) berasal dari bahasa Yunani, yaitu Phlebos yang
berarti vena dan Tome yang artinya insisi. Flebotomi dalam praktek
laboratorium klinik, ada 3 macam, yaitu flebotomi melalui tusukan vena
(venipuncture), flebotomi melalui tusukan kulit (skinpuncture), dan flebotomi
melalui tusukan arteri atau nadi. Flebotomi saat ini lebih banyak dilakukan
dengan tusukan vena atau venipuncture dengan menggunakan jarum dan
peralatan pendukungnya. (Davis,2010)
Venipuncture adalah mengambil darah untuk sampel dengan jarum yang
dimasukkan ke pembuluh darah vena, biasanya di lengan bawah.
(www.kamuskesehatan.com)
Pada pengambilan darah vena (venipuncture), contoh darah umumnya
diambil dari vena median cubital, pada anterior lengan (sisi dalam lipatan
siku). Vena ini terletak dekat dengan permukaan kulit, cukup besar, dan tidak
ada pasokan saraf besar. Apabila tidak memungkinkan, vena chepalica atau
vena basilica bisa menjadi pilihan berikutnya. Venipuncture pada vena basilica
harus dilakukan dengan hati-hati karena letaknya berdekatan dengan arteri
brachialis dan syaraf median. (Davis,2010)
Pengambilan darah vena adalah cara pengambilan darah dengan menusuk
area pembuluh darah vena dengan menggunakan spuit. Pengambilan darah
vena yaitu suatu pengambilan darah vena yang diambil dari vena dalam fossa
cubiti, vena saphena magna / vena supervisiallain yang cukup besar untuk
mendapatkan sampel darah yang baik dan representatif dengan menggunakan
spuit atau vacuntainer. (Aziz, 2004)
B. Tujuan
Mendapatkan spesimen darah vena tanpa anti koagulan yang memenuhi
persyaratan untuk pemeriksaan kimia klinik dan imunoserologi (Rakhman,
2014)
C. Lokasi
Pengambilan spesimen darah vena secara rutin dapat diambil dari 3 vena
yaitu vena pada area antecubital yang posisinya di depan siku, pada bagian
tengah area median cubital dan tengan vena cephalic.
D. Indikasi
1. Pasien untuk pemeriksaan SGPT (serum glutamic piruvic transaminase)
atau alanin amonio transferase.
Pemeriksaan ini bertujuan mendeteksi adanya kerusakan hepatoseluler.
2. Pasien dengan pemeriksaan albumin.
Pemeriksaan albumin dilakukan untuk mendeteksi kemampuan albumin
yang disintesis hepar, yang dapat digunakan untuk menentukan adanya
gangguan hepar seperti sirosis, luka bakar, gangguan ginjal atau kehilangan
protein dalam jumlah banyak.
3. Pasien dengan pemeriksaan bilirubin (total, direk dan indirek).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi kadar bilirubin, adanya
ikterus obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, dan sirosis.
Bilirubin indirek dapat mendeteksi adanya anemia, malaria, dan lain-lain.
4. Pasien dengan diabetes (pemeriksaan gula darah puasa.)
Pemeriksaan gula darah dilakukan untuk mendeteksi adanya diabetes, atau
reaksi hipoglikemik.
5. Paesien dengan pemeriksaan gula darah posprandial.
Pemeriksaan gula darah ini bertujuan mendeteksi adanya diabetes, atau
reaksi hipoglikemik, yang dilakukan 2 jam setelah makan.
6. Pasien dengan gagal ginjal (pemeriksaan hematokrit.)
Pemeriksaan hematokrit dilakukan untuk mengukur konsentrasi sel-sel
darah merah dalam darah, yang dapat mendeteksi adanya anemia,
kehilangan darah, gagal ginjal kronis, defisiensi vitamin B dan C.
Peningkatan kadar hematokrit dapat diidentifikasi pada dehidrasi, asidosis,
trauma, pembedahan, dan lain-lain.
7. Pasien dengan anemia (pemeriksaan hemoglobin)
Pemeriksaan hemoglobin bertujuan untuk mendeteksi anemia dan penyakit
ginjal. Peningkatan hemoglobin dapat terjadi pada dehidrasi, penyakit paru
obstruksi kronis, gagal jantung kongestif, dan lain-lain.
8. Pasien dengan trombositopenia (pemeriksaan trombosit)
Pemeriksaan trombosit bertujuan untuk mendeteksi adanya
trombositopenia yang berhubungan dengan perdarahan, dan trombositosis
yang menyebabkan peningkatan pembekuan.
9. Pasien dengan pemeriksaan masa tromboplastin parsial (PTT).
Masa tromboplastin parsial teraktivasi (APTT). Pemeriksaan yang
bertujuan untuk mendeteksi defisiensi faktor pembekuan kecuali faktor VII
dan VIII, mendeteksi variasi trombosit, dan memonitor terapi heparin.
10. Pasien dengan pemeriksaan pemeriksaan elektrolit
11. Pasien dengan pemeriksaan sel darah putih
12. Pasien dengan pemeriksaan laju endap darah. (Aziz, 2008)
E. Kontraindikasi
1. Daerah intravena line
Pengambilan darah tidak akan bisa diambil dari lengan dimana lengan
tersebut tertempel infus intravena.
2. Mastectomy
Jangan melakukan pengambilan sampel darah pada vena dengan sisi
lengan dimana dilakukan suatu tindakan mastectomy, karena mastectomy
dapat menyebabkan lymphostasis di lengan. Pengambilan darah pada vena
dapat meningkatkan potensi infeksi atau bahaya untuk pembuluh getah
bening.
Gambar 4. Lengan pada penderita mastectomy
Sumber : infokankerpayudara.com
3. Hematoma
Pengambilan darah yang dilakukan pada daerah hematoma akan sangat
menyakitkan bagi pasien.
4. Daerah lengan yang mengalami luka bakar, di tato atau bekas luka parut
Daerah lengan yang mengalami luka bakar, memiliki bekas parut atau di
tato akan sulit untuk dilakukan pengambilan sampel darah sebab selain
sirkulasi darah yang smelemah, sulit untuk ditusuk atau dilakukan injeksi,
area tersebut juga sangat rentan terhadap infeksi dan dapat menyebabkan
rasa sakit bagi pasien.
5. Lengan dengan edema
Edema adalah bengkak yang disebabkan penumpukan cairan pada
jaringan. Penumpukan cairan pada jaringan di lengan pasien akan mengubah
hasil pengambilan darah. (Robin, 2016)
:www.google.co.id/search?q=edema+pada+lengan&clien
F. Komplikasi
Dalam pengambilan darah vena yang salah dapat menyebabkan komplikasi,
antara lain:
1. Pingsan (Syncope)
Pingsan adalah keadaan dimana pasien kehilangan kesadaran beberapa
saat karena penurunan tekanan darah. Gejala dapat berupa rasa pusing,
keringat dingin, pengelihatan kabur, nadi cepat, bahkan bisa sampai
muntah. Pingsan dapat disebabkan karena pasien mengalami rasa takut
yang berlebihan atau karena pasien puasa terlalu lama.
Sebelum dilakukan phlebotomi hendaknya seorang phlebotomis
menanyakan apakah pasien memiliki kecenderungan untuk pingsan saat
dilakukan pengambilan darah. Jika benar maka pasien diminta untuk
berbaring. Phlebotomis hendaknya memberikan pengertian kepada pasien
agar pasien merasa nyaman dan tidak takut. Agar pasien tidak takut,
phlebotomist sebaiknya mengajak pasien berbicara agar perhatiannya
teralihkan.
Pengambilan darah vena pada orang pingsan harus diberi oksigen agar
pembuluh darah membuka, sebab pada orang pingsan pembuluh darahnya
menutup.
Cara Mengatasi:
a. Hentikan pengambilan darah
b. Pasien dibaringkan di tempat tidur, kepala dimiringkan ke salah satu
sisi
c. Tungkai bawah ditinggikan (lebih tinggi dari posisi kepala)
d. Longgarkan baju dan ikat pinggang pasien
e. Minta pasien untuk menarik nafas panjang
f. Minta bantuan kepada dokter
g. Jika pasien belum sempat dibaringkan, minta pasien menundukkan
kepala diantara kedua kakinya dan menarik nafas panjang
2. Hematoma
Terjadi karena :
a. Vena terlalu kecil untuk jarum yang dipakai
b. Jarum menembus seluruh dinding vena
c. Jarum dilepaskan pada saat tourniquet masih dipasang
d. Tusukan berkali-kali
e. Tusukan tidak tepat
f. Pembuluh darah yang rapuh
Cara mengatasi:
Jika terjadi hematoma lepaskan jarum dan tekan dengan kuat sehingga
darah tidak menyebar dan mencegah pembengkakan. Apabila ingin cepat
hilang, kompres dengan air hangat seraya diurut dan diberi salep
trombopop.
3. Petechiae
Bintik kecil merah dapat muncul karena pendarahan kapiler di
bawah kulit. Ini karena kelainan pembuluh darah. Jika terjadi setelah
dibendung dapat dikarenakan pembendungan yang terlalu lama.
4. Nyeri pada bekas tusukan
Rasa nyeri berlangsung tidak lama sehingga tidak memerlukan
penanganan khusus. Nyeri bisa timbul akibat alkohol yang belum kering
atau akibat penarikan jarum yang terlalu kuat.
Cara pencegahan :
a. Setelah kulit didesinfeksi, tunggu alkohol hingga mengering sebelum
dilakukan pengambilan darah.
b. Penarikan jarum jangan terlalu kuat.
5. Vena kolaps
Terjadi karena penarikan plunger terlalu lama atau terlalu cepat.
6. Pendarahan berlebihan
Pendarahan yang berlebihan terjadi karena terganggunya sistem
koagulasi darah pada pasien. Hal ini bisa terjadi karena :
a. Pasien melakukan pengobatan dengan obat antikoagulan sehingga
menghambat pembekuan darah.
b. Pasien menderita gangguan pembekuan darah.
c. Pasien mengidap penyakit hati kronis sehingga pembentukan
protrombin dan fibrinogennya terganggu.
Cara mengatasi :
a. Menekan kuat pada tempat pendarahan
b. Memanggil dokter untuk penanganan selanjutnya
7. Kerusakan vena
Terjadi karena pengambilan darah yang berulang kali pada tempat
yang sama sehingga meyebabkan kerusakan dan peradangan setempat. Hal
ini mengakibatkan pembuluh darah menutup.
Pencegahannya dengan menghindari pengambilan berulang kali
pada tempat yang sama.
8. Komplikasi neurologis
Komplikasi neurologis dapat bersifat lokal karena tertusuknya
syaraf dilokasi penusukan. Hal ini dapat menimbulkan keluhan nyeri atau
kesemutan yang menjalar ke lengan. Serangan kejang juga dapat terjadi.
Cara mengatasi :
a. Hentikan pengambilan darah
b. Baringkan pasien dengan kepala dimiringkan ke salah satu sisi,
bebaskan jalan nafas dan hindari agar lidah tidak tergigit
c. Hubungi dokter
9. Terambilnya darah arteri
Salah penusukan dapat mengakibatkan terambilnya darah arteri
karena phlebotomis menusuk pembuluh darah arteri. Jadi, seorang
phlebotomis harus bisa menentukan pembuluh darah yang akan ditusuk.
10. Alergi
Alergi bisa terjadi karena bahan-bahan yang dipakai dalam
phlebotomi, misalnya alergi terhadap antiseptik dan plester. Gejala alergi
bisa ringan atau berat, berupa kemerahan dan gatal.
Phlebotomis hendaknya menanyakan apakah pasien memiliki
riwayat alergi terhadap bahan-bahan yang akan digunakan dalam proses
pengambilan darah. Jika pasien alergi terhadap alkohol 70% maka dapat
diganti dengan larutan iodium atau dengan betadine.
Cara mengatasi :
a. Tenangkan pasien dan beri penjelasan
b. Panggil dokter untuk penanganan selanjutnya (Robin,2016)
H. Prosedur
1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Jeaskan prosedur yang akan dilakukan
4. Ambil spuit sesuai dengan ukuran 5-10ml
5. Tentukan vena yang akan diambil darahnya
6. Desinfeksi dengan kapas alkohol
7. Lakukan pengikatan dengan karet pembendung di bagian atas vena yang
akan diambil darahnya
8. Lakukan pengambilan darah dengan cara menusukkan vena degan jarum
spuit menghadap keatas dengan sudut 30-45 derajat terhadap kulit,
kemusian lepas karet pembendung dan lakukan pengambilan darah
9. Setelah darah diambil, masukkan ke dalam botol penampung yang telah
diberi antikoagulan sesuai dengan jenis pemeriksaan dan tean daerah
penusukan selama 2-5 menit
10. Catat tanggal pengambilan
11. Buka sarung tangan
12. Cuci tangan (Aziz,2008)
DAFTAR PUSTAKA
A. Definisi
B. Lokasi
Faktor utama mengapa arteri radialis area sampling yang paling disukai:
a) mudah untuk mengakses
b) arteri radial adalah arteri dangkal dan karena itu lebih mudah untuk diraba,
stabil, dan mudak ditusuk
c) memiliki jaminan aliran darah.
Jika kerusakan pada arteri radial terjadi atau menjadi terhambat, arteri
ulnaris akan memasok darah ke jaringan biasanya dipasok oleh arteri radial.
Untuk menilai arteri radial untuk sampling, harus melakukan tes Allen
dimodifikasi untuk menjamin patensi arteri ulnaris.
Adapun cara melakukan tes Allen adalah sebagai berikut:
1) Melenyapkan denyut radial dan ulnar secara bersamaan dengan menekan
di kedua pembuluh darah di pergelangan tangan.
2) Minta pasien untuk mengepalkan tangan dan melepaskannya sampai kulit
terlihat pucat.
3) Lepaskan tekanan arteri ulnaris sementara mengompresi arteri radial.
Perhatikan kembalinya warna kulit dalam waktu 15 detik
Jika tes Allen adalah negatif untuk kedua tangan dan arteri radial tidak dapat
diakses, maka arteri brakialis dapat digunakan. Potensi untuk mendapatkan
sampel vena lebih besar bila menggunakan arteri brakialis karena ada
pembuluh darah besar terletak di dekat arteri brakialis. Selain itu, saraf medial
terletak sejajar dengan arteri brakialis dan akan menyebabkan rasa sakit pasien
jika Anda secara tidak sengaja mengenainya dengan jarum.
Arteri femoralis adalah area sampling arteri yang paling tidak disukai
karena merupakan arteri relatif dalam; terletak berdekatan dengan saraf
femoralis dan vena, dan tidak memiliki jaminan aliran darah. Tusukan dari
arteri femoralis biasanya digunakan untuk situasi muncul atau untuk pasien
hipotensi parah yang memiliki perfusi perifer yang buruk. (Robin, 2016)
C. Indikasi
1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
2. Pasien dengan edema pulmo
3. Pasien akut respiratory distress sindrom (ARDS)
4. Infark miokard
5. Pneumonia
6. Klien syok
7. Post pembedahan coronary arteri bypass
8. Resusitasi cardiac arrest
9. Klien dengan perubahan status respiratory
10. Anestesi yang terlalu lama. (Davis, 2010)
D. Kontraindikasi
1. Denyut arteri tidak terasa
2. Modifikasi allen test negative
3. Cidera saraf
4. Arteriospasme atau spasme pembulu arteri
5. Emboli udara atau bekuan darah
6. Anaphilaksis yang timbul dari anastesi local
7. Kontaminasi. (Robin, 2016)
E. Komplikasi
1. Hematoma
2. Perdarahan. (Davis,2010)
G. Prosedur
1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
4. Ambil spuit dengan ukuran sesuai (5ml) kemudian isi dengan heparin 0,1
cc, basahi bagian dalam spuit dengan heparin dengan cara mengguncang-
guncangkan botol
5. Tentukan arteri tang akan diambil darahnya
6. Pasang bantalan atau sejenisnya jika mengambil darah di area pergelangan
tangan
7. Desinfeksi dengan kapas alkoho;
8. Raba arteri dengan jari tangan, lakukan penusukan dengan posisis tegak
lurus, ambil darah sebanyak 2,5-5 cc atau sesuai dengan program
9. Setelah darah diambil tutup spuit dengan karet atau penutup kedap udara
10. Lakukan penekanan pada daerah pengambilan dengan kapas alkohol
11. Catat tanggal pengambilan
12. Buka sarung tangan
13. Cuci tangan. (Aziz, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
Davis, Bonnie. K. (2010). Phlebotomy from Student to Professional. Penrose:
Delmare Cangage Learning.
Hidayat, A Aziz Alimul & Musrifatul Uliyah. 2004. Buku Saku Praktikum
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:EGC
B TAHAP ORIENTASI
4. Memberi salam dan menyapa nama pasien
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
6. Menanyakan persetujuan dan kesiapan sebelum
kegiatan
C TAHAP KERJA
18. Menjaga privasi klien
19. Berikan kesempatan klien untuk bertanya
sebelum kegiatan dilakukan
20. Mengatur posisi klien dengan nyaman
21. Membersihkan kulit di area tusukan dengan
kapas alcohol.
22. Palpasi denyutan dengan telunjuk dan jari
tengah.
23. Suntikan harus dengan sudut 15-30° atau
kurang di tangan berlawanan
24. Sementara memfiksasi arteri dan dengan sudut
jarum mengarah ke atas,
25. masukkan jarum ke tepat di bawah permukaan
kulit.
26. Dorong jarum perlahan-lahan sampai terlihat
denyut berkedip darah di pusat jarum. Berhenti
dan pertahankan posisi ini sampai terkumpul 2-
4 cc darah dalam alat suntik.
27. Jika jarum masuk terlalu jauh, tarik perlahan-
lahan sampai mengalir darah ke jarum suntik.
28. Setelah mendapatkan jumlah darah yang
diinginkan, tarik jarum dan terapkan tekanan ke
area tusukan dengan ukuran 4 × 4. Setelah
tekanan diterapkan selama 2 menit, periksa area
untuk perdarahan, aliran, atau rembesan darah.
Jika ada, terapkan tekanan sampai pendarahan
terhenti.
29. Pegang jarum suntik tegak lurus dan tekan
jarum suntik dengan lembut sehingga
gelembung udara naik ke bagian atas jarum
suntik sehingga dapat dikeluarkan.
30. Cap jarum suntik dan letakkan spuit dalam
kantong es (mendinginkan sampel akan
mencegah metabolisme lebih lanjut dari darah).
D TAHAP TERMINASI
7. Evaluasi perasaan klien
8. Simpulkan hasil kegiatan
9. Lakukan kontrak untuk kegatan selanjutnya
10. Akhiri kegiatan, bereskan alat-alat
11. Melepas sarung tangan
12. Cuci tangan
E DOKUMENTASI
2. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan