Anda di halaman 1dari 4

HUBUNGAN ANEMIA IBU HAMIL DENGAN BERAT BADAN

LAHIR RENDAH (BBLR)

LITERATUR REVIEW

PROPOSAL

Oleh:

Siska Wulandari

NIM. 17010123

2017 C

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER

YAYASAN PENDIDIKAN INTERNATIONAL SCHOOL JEMBER

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama


negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia
(Organization, 2014). Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada
remaja dan ibu hamil, selain itu anemia pada remaja putri sampai saat ini masih
cukup tinggi, menurut World Health Organization (Organization, 2014). Anemia
merupakan masalah gizi yang mempengaruhi jutaan orang di negara-negara
berkembang dan tetap menjadi tantangan besar bagi kesehatan manusia (Sudikno,
2016). Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya
kurang dari 12 gr% (Ansari, 2012). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah
kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III
atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Ansari, 2012).
Menurut WHO tahun 2017, di dunia angka prevalensi anemia pada ibu
hamil mencapai 47,4% anemia tertinggi terjadi di wilayah Afrika sebesar 57,1%
kemudian di tempat kedua adalah Asia Tenggara sebesar 48,2%. Di Indonesia
hampir separuh atau sebanyak 48,9% mengalami anemia menurut hasil Riset
Kesehatan Dasar (Kementrian Kesehatan, 2018). Tahun 2018 presentasi ibu hamil
yang mengalami anemia meningkat di bandingkan hasil RISKESDAS tahun 2013
yaitu sebesar 37,1%. Dari data tahun 2018 jumlah ibu hamil yang mengalami
anemia paling banyak pada usia 15-24 tahun sebesar 84,6%. Di jawa timur dari
data dinas kesehatan Jawa Timur tahun 2010 menyebutkan ibu hamil yang
mengalami anemia berjumlah 56% dari jumlah kehamilan yang ada (DINKES,
2017).
Masalah yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia adalah tingginya
prevalensi anemia ibu hamil dan sebagian besar penyebabnya adalah kekurangan
zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin sehingga yang
ditimbulkannya disebut anemia defisiensi besi (Syifaurrahmah, M., 2016). Kasus
ini dapat dicegah dengan mudah namun kejadiannya masih banyak. Berbagai
kebijakan yang telah dicanangkan yaitu dengan meminum tablet Fe yang ternyata
tidak dapat mengurangi angka kejadian anemia dalam kehamilan secara
signifikan.
Upaya pencegahan anemia pada ibu hamil dengan cara meningkatkan
konsumsi zat besi dan sumber alami, terutama makanan sumber hewani yang
mudah diserap seperti hati, daging, ikan. Selain itu perlu ditingkatkan juga,
makanan yang banyak mengandung Vitamin C dan Vitamin A (buah–buahan dan
sayuran) untuk membantu penyerapan zat besi dan membantu proses
pembentukan Hb.
Sebagian besar ibu hamil tidak patuh untuk meminum tablet Fe dan tidak
mengetahui mengenai BBLR sebagai akibat dari anemia yang dideritanya saat hamil.
Anemia maternal meningkatkan risiko melahirkan berat bayi lahir rendah
(BBLR), kelahiran preterm serta kematian janin. Padahal BBLR merupakan salah
satu penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas dalam lima tahun terakhir
(Syifaurrahmah, 2016).
Keadaan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Neonatal
(AKN) yang diperoleh dari laporan rutin relatif sangat kecil. Namun bila dihitung
angka kematian absolut masih tinggi yaitu sebanyak 3.875 bayi meninggal
pertahun dan sebanyak 4.216 balita meninggal pertahun. Adapun proporsi
kematian neonatal dalam 3 tahun ini mencapai hampir 4/5 dari kematian bayi.
Dalam satu hari berarti sebanyak 11 bayi meninggal dan 12 balita meninggal.
Masalah yang terkait dengan Kesehatan Ibu dan Anak, bahwa proporsi kematian
bayi masih banyak (3/4) terjadi pada periode neonatal (0 – 28 hari) dan ini terjadi
pada setiap tahunnya. Tahun 2019 Angka Kematian Bayi pada posisi 23 per 1.000
kelahiran hidup (angka estimasi dari BPS Pusat), Angka Kematian Bayi Jawa
Timur sampai dengan tahun 2019 sudah di bawah target Nasional (DINKES,
2018)
Berat bayi lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu penyebab utama
kematian bayi. BBLR adalah bayi dengan lahir kurang dari 2500 gram tanpa
memperhatikan gestasi (umur kehamilan). BBLR dapat diklasifikasi berdasarkan
berat lahir dan masa gestasi yaitu prematuritas murni dan bayi kecil untuk masa
kehamilan (KMK). Prematuritas murni adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram dengan masa gestasi 38 sampai 42 minggu. Sekitar dua per tiga bayi
BBLR adalah bayi premature. Sepertiga lainnya adalah KMK dan 70 % dari bayi
ini berat badannya antara 2000-2500 gram (Soewondo, R.H., 2015).
Menurut data UNICEF (2016) angka BBLR tertinggi di dunia terdapat pada
negara Mauritiania yaitu 35% diikuti oleh Pakistan 32% dan India 28% yang
merupakan negara berkembang, kemudian negara Nauru sebanyak 27% dan di
Indonesia sebanyak 9%. (UNICEF, 2016) Menurut WHO kejadian bayi berat lahir
rendah dalam tahun 2014- 2016 tertinggi di Philipina 20%, menyusul kemudian
Myanmar 15% dan Laos 14%, sedangkan yang terendah di Singapura 8%,
menyusul kemudian Thailand dan Vietnam sebesar 9% sedangkan di Indonesia
kejadian bayi berat lahir rendah yaitu 7,5%. Angka ini lebih besar dari target
BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju indonesia
sehat yakni 7% (Anonim, 2016).
Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018 menunjukkan angka
kejadian BBLR adalah 6,2%. Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014
menunjukkan presentase BBLR tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah
yaitu 8,9% dan terendah di Provinsi Jambi 2,6%. Sedangkan di Provinsi DIY
8,2% dan menempati urutan kejadian BBLR tertinggi kelima (Riskesdas, 2018).
Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan pada bayi baru
lahir. Dampak kondisi bayi dengan BBLR perlu menjadi perhatian karena
umumnya bayi dengan berat badan rendah dapat menyebabkan komplikasi
kesehatan seperti gangguan sistem pernafasan, pencernaan, susunan syaraf pusat,
kardiovaskular, hematologi dan imunologi (Badan Pusat Statistik, 2015).
Upaya pemerintah Indonesia dalam hal meningkatkan kesehatan ibu dan
bayi yaitu dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak baik itu dalam pencegahan
berupa deteksi dini, promosi kesehatan dengan pemberian KIE dan penanganan
salah satu caranya dengan membentuk kelas antenatal yang dapat bermanfaat
untuk ibu hamil (Kemenkes RI, 2016).

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB 2 Siska
    BAB 2 Siska
    Dokumen15 halaman
    BAB 2 Siska
    siska wulandari
    Belum ada peringkat
  • Luka Bakar KMB 2
    Luka Bakar KMB 2
    Dokumen19 halaman
    Luka Bakar KMB 2
    siska wulandari
    Belum ada peringkat
  • OKSIGENASI
    OKSIGENASI
    Dokumen15 halaman
    OKSIGENASI
    siska wulandari
    Belum ada peringkat
  • LP Anemia
    LP Anemia
    Dokumen18 halaman
    LP Anemia
    siska wulandari
    Belum ada peringkat
  • HHF
    HHF
    Dokumen4 halaman
    HHF
    siska wulandari
    Belum ada peringkat
  • Gadar CKR
    Gadar CKR
    Dokumen8 halaman
    Gadar CKR
    siska wulandari
    Belum ada peringkat
  • LP Gadar Minggu 2
    LP Gadar Minggu 2
    Dokumen15 halaman
    LP Gadar Minggu 2
    siska wulandari
    Belum ada peringkat