Anda di halaman 1dari 5

Bisakah Globalisasi Mencegah Perang?

Disusuh oleh : Luthfi Fahreza (L1A016050)

Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan
dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Kemajuan infrastruktur
transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan telepon, merupakan faktor
utama dalam globalisasi yang semakin mendorong serta saling ketergantungan dengan aktivitas
ekonomi dan budaya dari dunia barat khususnya. Globalisasi telah terjadi selama berabad-abad
silam dan menggunakan beragam cara yang sangat beragam. Namun, intensitas globalisasi yang
terjadi lebih awal dari pada zaman sekarang memiliki intensitas proses yang lebih lambat
dibandingkan dengan masa sekarang. Pada awalnya, kolonialisasi, perdagangan dan migrasi
adalah bentuk yang dilakukan menuju proses globalisasi. Namun pasca Perang Dunia II, proses
globalisasi tidak hanya lagi dihadapkan pada proses perdagangan, migrasi ataupun kolonialisasi,
melainkan globalisasi semakin cepat dan besar terjadi melalui terobosan teknologi informasi,
komunikasi dan transportasi.

Globalisasi menghasilkan suatu paradoks. Disatu sisi, globalisasi membawa nilai-nilai dan
manfaat akan kebaikan bagi kehidupan manusia secara keseluruhan, namun disisi lain, timbul
sebuah penilaian bahwa globalisasi membawa ketidakpastian dan ketidakteraturan akan sistem-
sistem lokal suatu negara, yang menyebabkan negara tersebut kesulitan untuk membuat
keteraturan bagi sistem lokalnya sehingga negara tersebut cenderung menutup dirinya akan
globalisasi. Dengan paradoks seperti ini, cara pandang akan globalisasi menjadi penting untuk
menentukan sebuah sikap demi mendapat kebaikan-kebaikan yang di bawa oleh globalisasi
sekaligus dapat mempertahankan sistem lokalnya sendiri. Dunia saat berada pada posisi yang
semakin terintegrasi dan terkoneksi. Artinya adalah, bahwa setiap negara di dunia saat ini
membuka dirinya dengan keberadaan sistem global. Apa yang sistem lokal negara lakukan akan
berdampak bagi sistem lokal negara lainnya, begitu pula dengan apa yang dilakukan oleh sistem
lokal lainnya akan berdampak bagi sistem lokal internal suatu negara lain. Pihak yang kontra
terhadap globalisasi mengatakan bahwa globalisasi telah membawa sejumlah kemajuan bagi
dunia, sedangkan pihak yang pro mengatakan globalisasi adalah bentuk campur tangan dari
pihak luar terhadap nilai budaya dalam negeri. Dalam bidang ekonomi khususnya, salah satu
dampak adanya globalisasi adalah banyaknya perusahaan-perusahaan maju yang membangun
perusahaan di negara berkembang yang kemudian mempekerjakan tenaga kerja lokal dengan gaji
yang lebih rendah. Sedangkan dalam bidang sosial budaya, globalisasi telah membuat hilangnya
identitas budaya lokal karena masuknya unsur-unsur asing dari luar yang tidak sesuai dengan
norma budaya timur.

Dalam tulisan ini, penulis akan membahas mengenai “bisakah globalisasi mencegah
perang?”. Tentu saja bisa dikarenakan dalam prosesnya dilatarbelakangi dengan kerja-kerja sama
antar negara yang saling berkepentingan serta membutuhkan untuk mencapai apa yang
diinginkan suatu negara. Disatu sisi, globalisasi membawa nilai-nilai dan manfaat akan kebaikan
bagi kehidupan manusia secara keseluruhan, namun disisi lain, timbul sebuah penilaian bahwa
globalisasi membawa ketidakpastian dan ketidakteraturan akan sistem-sistem lokal suatu negara,
serta juga dapat menjadi buntut terjadinya peperangan. jika dilihat jauh kebelakang dapat
dikatakan jika terciptanya perang dikarenakan adanya Globalisasi. Dikarenakan salah satu
bentuk dari Globalisasi sebelumnya adalah Kolonialisasi.

Menurut beberapa pakar globalisasi adalah neo kolonialisme atau sisitem kolonial dalam
bentuk dan istilah yang baru. William Pfaff, salah satu kolumnis terkemuka di amerika serikat
mengingatkan semua orang bahwa globalisasi memuat propaganda kolonialisme yang terjadi di
abad sebelumnya. Globalisasi dan kolonialisme memang memiliki tujuan yang kurang lebih
sama yakni untukmemperluas pasar, memanfaatkan jasa pekerja atau buruh yang jauh lebih
murah,mengeruk keuntungan yang lebih besar karena melampaui batas-batas wilayah. Pasca
berdirinya United Nation atau PBB, banyak sekali negara-negara yang di bebaskan oleh para
penjajah. Pertanyaannya apakah para penjajah itu benar-benar telah berubah dan berbuat baik
dengan memberikan kemerdekaan kepada negara jajahannya? Atau sebenarnya mereka cuma
merubah cara dan strategi penjajahannya?

Penjajahan gaya dulu kita kenal dengan 3G, yakni Gospel(seolah menyebarkan agama), Gold
(sebenarnya menjarah SDA) and Glory (dengan kekuatan militer). Pasca berdirinya PBB yang
notabenenya adalah sebagai penengah bangsa untuk perdamaian, Elite Global merubah strategi
bahwa untuk mencapai tujuan peperangan tidak perlu lagi dengan menguasai teritorial suatu
negara, melainkan dengan menguasai ekonomi. Hak internasional yang mereka buat akan
menghapuskan hak nasional suatu negara. Inilah yang menjadi alasan kenapa begitu banyak
negara di merdekakan tahun 1945. Lalu seperti yang dikatakan Presiden RI pertama Soekarno,
saat ini strategi Gospel mereka implementasikan dengan Globalisasi, diberlakukannya pasar
bebas dan hadirnya bank sentral. Gold dilakukan dengan penguasaan dan pengendalian moneter
atau keuangan. Glory dipraktekan dengan membuat korporasi multinasional. Inilah yang disebut
Neo Kolonialisme dan Imperialisme.

Dikarenakan adanya globalisasi yang selalu meluncurkan teknologi-teknologi yang cangih


(revolusi teknologi) akan memicu terjadinya perang dunia. Karena seperti yang sudah terjadi
perang dunia pertama disebabkan oleh revolusi teknologi pertama, begitu juga dengan revolusi
teknologi kedua yang menyebabkan pecahnya perang dunia kedua. Khususnya teknologi senjata
nuklir,. Senjata nuklir merupakan senjata yang di sebut sebagai senjata pemusnah massal, karena
daya ledaknya akan menyebabkan setengah dari dunia ini hancur. Setiap Negara sedang
berlomba-lomba untuk mengembangkan senjata nuklir ini guna untuk mengamankan negaranya
Revolusi teknologi menjadi kekhawatiran yang sangat besar dikarenakan jika tidak dikelola
dengan baik justru menciptakan masalah.

Dari adanya Globalisasi juga melahirkan gerakan radikal Terorisme. Hubungan antara
terorisme dan globalisasi ini sangatlah erat, bagaikan ibu dan anak. Globalisasi bagaikan ibu
yang melahirkan terorisme dan membesarkannya, namun selayaknya tingkah laku sang anak,
kerap kali ia membangkang dan melawan, tapi di sisi lainnya ia tetap berlindung di bawah
naungan sang ibu. Hubungan yang erat ini tentunya mendukung terrorisme untuk terus
berkembang, yang di mana setidaknya ada tiga faktor pendukung. Pertama, perluasan
transportasi udara, yang di mana hal ini tidak akan terlepas dari pengaruh globalisasi yang akan
menyalurkan barang, modal bahkan manusia dengan cara yang cepat bagaikan faktor katalis,
yakni berkembangnya media dan teknologi komunikasi dan rendahnya biaya transportasi.
Kontribusi keduanya telah memberikan pengaruh yang signifikan pada perkembangan terorisme.
Setelah para teroris memiliki paspor, maka mereka dapat dengan bebasnya berpergian ke
berbagai negara baik untuk melancarkan terror di ataupun merekrut anggota baru. Kedua,
meluasnya terorisme di era globalisasi ini  disebabkan karena adanya kesamaan ideologi dan
kepentingan. Globalisasi, seperti dikatakan di atas juga menyangkut kehidupan setiap manusia di
dalamnya termasuk ideologi. Dengan didukung oleh keberadaan networksociety, para teroris
yang memiliki ideologi yang sama di berbagai belahan dunia dapat terhubung dengan mudahnya
tanpa ada yang mengganggu. Faktor yang satu ini juga membantu para teroris untuk menggalang
simpati dengan cara menyebarkan video-video saat mereka bermain dengan senjata api di kepala
seseorang atau foto-fotoselfiemereka yang kini telah tersebar luas. Terakhirialah coveragetelevisi
yang juga memainkan peran dalam memperluas dunia dalam menyaksikan drama
terorisme dalam menebarkan terror dan ancaman.

Namun, di balik faktor-faktor di atas, terdapat beberapa faktor lagi yang sebenarnya
membuat globalisasi benar-benar melahirkan dan membesarkan terorisme. Pertama,
permasalahan ekonomi. Globalisasi ekonomi tentu memiliki dampak yang baik bagi mereka
yang kaya, namun tidak bagi mereka yang miskin, di mana mereka akan melakukan segala cara
untuk menafkahi keluarga mereka termasuk bergabung dalam kelompok teroris. Mereka tidak
memandang “pekerjaan” ini sebagai pekerjaan haram atau tidak benar, mereka malah
menganggap inilah pekerjaan yang paling mulia karena membela apa yang mereka percayai dan
memberantas yang mereka anggap salah, mengancam atau kafir. Mereka bahkan rela diperintah
untuk melancarkan serangan bom bunuh diri dengan bayaran yang besar bagi keluarga mereka.
Ketiga, psikologis, yang di mana dalam hal ini mereka bergabung ke dalam kelompok teroris dan
melancarkan berbagai serangan terror dikarenakan mereka gila dan otak mereka mengalami
ketidakseimbangan kandungan kimiawi yang menyebabkan berbagai gangguan terhadap pola
berpikir dan berperilaku. Namun, kegilaan di sini juga dapat diartikan sebagai usaha
pemberontakan terhadap otoritas dan kekuasaan sang ibu yang seakan kerap mengekang dan
menekan mereka. Tekanan ini pada akhirnya membuat sang anak mencari alasan lain untuk
dihargai atau bahkan terburuknya ialah balas dendam. Contohlah tindakan bom bunuh diri yang
dilakukan oleh para teroris. 

Mereka melakukan bom bunuh diri karena sebelumnya ia merepresi keinginan untuk
membunuh sesorang, karena dinilai telah kehilangan bentuk narsistik termasuk di dalamnya
adalah harapan untuk melakukan balas dendam, adu kekuatan, hukuman, bersatu dengan mereka
yang telah meninggal bahkan memperoleh kehidupan yang baru. Terkadang psikologis ini
dikaitkan dengan fanatisme suatu keyakinan maupun kepercayaan yang dianut oleh tersangka
teroris. Di mana hal ini pada akhirnya “menuduh” agama sebagai ibu tiri dari terorisme.Pada
akhirnya, globalisasi dan terorisme seakan saling mendukung satu dengan yang lainnya tetapi
juga ingin saling menghancurkan.

Globalisasi melahirkan dan membesarkan terorisme, namun globalisasi juga ingin


memusnahkan terorisme tersebut, sedangkan terorisme memberontak dan ingin mengahncurkan
globalisasi dengan menimbulkan berbagai terror, namun di sisi lainnya terorisme juga berlindung
di bawah globalisasi demi kebebasan mereka bertindak. Padahal sejatinya, jika teroris
menganggap globalisasi adalah kejahatan dan sebaliknya, maka tidak ada satupun di antara
mereka yang seharusnya melawan dengan kejahatan pula. Jika kita mengharapkan suatu bentuk
rasa aman, kita harusnya bertindak sebagai bagian dari komunitas global untuk membawa
keamanan melalui sarana hukum secara kolektif.

Lalu apakah Globalisasi mampu mencegah perang? Penulis pribadi menganggap jika untuk
saat ini di tatanan dunia yang seperti ini, globalisasi tidak mampu untuk mencegah perang.
Dikarenakan bentuk globalisasi yang saat ini tidak lebih dari zaman kolonialisme yang mana
negara-negara barat mengeksplorasi, mengerut SDA maupun SDM dari negara-negara lain yang
kurang maju. Bagi negara yang dieksplor dan dikerut kekayaannya akan berjuang untuk
mempertahankannya, tentu saja itu akan memakan banyak biaya bahkan nyawa. Munculnya
senjata berteknologi canggih seperti nuklir juga menjadi ancaman dari adanya globalisasi jika
tidak dikelola dengan baik. Globalisasi juga kemudian melahirkan gerakan Terorisme yang
dijelaskan di atas bagai hubungan antara ibu dan anak. Lalu dengan apa yang dijelaskan diatas
apakah globalisasi dapat dikatakan mencegah perang, jika masih adanya pertumpahan darah
yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai